Share

KEPO

Malam yang dingin di balut selendang sutra berwarna hitam, aku tatap langit malam dengan ribuan bintang bertebaran, sejenak terfikir di benakku kenapa aku tidak ikut saja dengan mas Feri dan Rara tadi, ternyata tidak menyenangkan sekali sendirian begini, jujur kehadiran mas Feri sangatlah berarti untukku terlepas dari hubungan badan aku sangat nyaman bersamanya tapi sepertinya sekarang dia di sibukkan oleh Rara, sejenak aku merasa keputusan aku salah menyuruh mas Feri menikah lagi, tapi jujur aku tidak sanggup harus melayaninya lebih intim

Drrrrrt…

Bunyi ponselku berdering reflek aku meraba saku piyamaku dan melihat siapa yang telpon, mataku sedikit terbuka melihat mas Feri yang telpon,

“Ya mas?”ucapku saat menempelkan ponsel kedaun telingaku.

“Sayang kamu dah makan?”tanyanya.

“Udah mas.”singkatku,

“Oh, ya sudah mas udah kirim lastri kesana buat nemenin kamu, kebetulan di rumah mama. Ada pembantu baru. Gak apa kan buat nemenin kamu dirumah?”ujarnya aku tersenyum tipis dan mengangguk,

“Iya mas, makasih. Oh iya mas Rara mana? Gimana resepsinya?”tanyaku.

“Ada, dan kayaknya dia capek deh gak bisa di ganggu,”jawabnya.

“Oh, ya udah gak apa, sampaikan salamku buat keluarganya mas,”lirihku.

“Ya sayang”singkatnya, lama kami terdiam hingga mas Feri kembali berkata

.

“Kamu tidur gih, nanti sakit.”titahnya aku mengangguk dan tersenyum..

“Makasih ya mas, ya udah aku istirahat dulu,”ujarku. Aku beranjak kekamar tidur, ku coba mengatuur nafas saat tiba-tiba reluungku sakit membayangkan mas Feri mendatangi Rara dengan hasratnya. Andai aku bisa melawan phobia ini sedikit saja, mungkin aku tidak perlu meminta orang lain untuk kebutuhan suamiku, tiba-tiba air mataku merintik sontak aku duduk dan kembali mengambil ponselku, entah kenapa aku ingin bicara lagi dengan mas Feri. Tapi kembali aku urungkan niatku takut ganggu mungkin saja mereka sedang menikmati malam-malamnya, fikiran di benakku selalu bertanya-tanya kenapa aku berbeda kenapa aku tidak bisa seperti mereka yang juga haus akan sentuhan dan kecupan manis,, aku bisa gila jika harus memahami ini, kenapa yang aku rasakan hanya tekanan dan rasa sakit, ku coba menghela nafas. Dan mengotak atik ponselku melihat situs orang dewasa, kali aja aku bisa kuat melihatnya karna berkali-kali pernah aku coba, aku tidak sanggup melihatnya. Tanganku gemetar saat membuka situs, aku berusaha untuuk bisa kuat dan candu seperti orang-orang melihat adegan romance pada umumnya, namun hanya bertahan beberapa menit, aku merasa mual saking jijiknya segera aku lempar ponsel itu dan berlari kekamar mandi untuk muntah.

Hari berlalu waktu yang di tentukan oleh mas Feri berakhir juga, pagi ini kembali mas Feri dan Rara kembali. Aku beringsut dari duduk saat mendengar bunyi bel bergema bisa aku lihat lastri tampak bergegas ke pintu untuk membukakan pintu, aku berdiri dan beranjak menyambut mereka dating.

“Mba Ina…”teriak Rara datang-datang memelukku. Aku memaksakan senyum menyambut maduku itu dan mengampiri ma Feri yang tampak lelah.

“Mas..”lirihku menggapai tangannya untuk aku tempelkan didahi mas Feri tersenyum hangat mengacak sedikit rambutku.

“Makasih ya sayang, mas capek mau langsung istirahat, kamu bisakan siapkan air hangat untuk mas,”ujarnya aku mengangguk.

“Bantu ya mba Ina, aku juga capek, mau langsung istirahat.”ujar Rara

“Ya Ra, gak apa. Kamu istirahat aja.”ujarku.

“Makasih ya mbak.”

Aku hanya bisa menyunggingkan senyum hangat melihat Rara berlalu kekamar. Aku menghela nafas dan menyusul mas Feri kekamar

“Mas itu sudah air hangatnya”ucapku saat mas Feri berbaring di ranjang, aku mendekat dan reflek duduk disampingnya.

“Mas “bisikku sedikit menggerakkan badanya, aku berfikir mungkin mas Feri masih terlalu capek kasian aja sih kalau di ganggu, aku kembali berdiri untuk kembali menghangatkan air lagi untuk nanti kalau mas Ferri bangun. Namun seketika aku hendak berdiri, gerakku terhenti saat mas Feri mencengkram erat lenganku reflek aku menoleh dan menarik tanganku secepat kilat.

“Syukurlah lah kamu bangun mas, itu airnya sudah selesai.”ujarku mas Feri tampak tersenyum sembari mengelus-ngelus pipiku, sedikit akuu coba gerakkan leherku untuk menghindar. Mas Feri tampak menghela nafas dan mendekat denga sedikit meremas kedua bahuku aku gemetar saat mas Feri menatap intens dua bola mataku,

“Duduklah sebentar, temani aku disini aku rindu kamu Ina,”Ujarnya aku coba mengatur nafas dan tertunduk.

“Katakan apa yang membuat kamu begitu takut?”ujarnya, aku tertunduk sembari tetap. Gemetar sedikit mas Feri menyibak rambutku yang teruari. Perlahan jemarinya mengangkat daguku.

“Apa aku terlalu kasar hingga kamu merasa tidak nyaman?”tanyanya lagi, reflek aku menggeleng, mas Feri membawaku kedalam pelukan, untuk sejenak aku diam hingga gerak tangan dan wajahnya sudah mulai erotis, aku menggeliat mendorong tubuh kekar itu, kembali mata mas Feri menatapku dengan tak habis fikir aku mendegup dan coba mengatur nafasku yang sudah tak beraturan.

“Maaf mas, aku tidak bisa. Kamu bersiap mandi ganti pakaianmu dan temui Rara,’ujarku berdiri, sedikit mas Feri mendongak melihatku.

“Aku merindukanmu Ina, lagian apa salahku, kamu juga istriku’kan.”ujarnya. aku menghela nfas dan berkata.

“Kita udah sepaakat bahwa kamu akan menikah lagi, dan kamu jangan tuntut aku lagi akan hak batinmu,”ujarku gemetar.

“Tapi itu tidak akan mencegahku mendatangimu jika aku ingin,”ujarnya, nafasku tersengal dan menatap lekat binar matanya dengan mata yang berkaca-kaca.

“Besok kita aka kembali control, kamu harus rutin terapi lagi biar sembuh.”singkatnya menyambar handuk dan berlalu kekamar mandi.

“Tapi mas ini percuma! Lagian kamu sudah menemukan solusi kamu mas, aku gak mau melakukan segala hal, yang hanya membuatku terlihat konyol.”gerutu,

Trak

Pintu kamar mandi tertutup sedikit kencang. Aku berdesis dan mengusap wajahku gusar.

Kesokan harinya aku mas Feri bangun lebih awal dariku, aku terbangun saat mas Feri duduk menghenyak hendak membangunkanku,

“Ina ayok, kita punya waktu pagi ini, nanti siang mas harus ngantor,”ujarnya, aku membuka mata perlahan dan berdesis.

“Mas buat apa, aku gak mau berobat yang begituan lagi aku malu.”gerutuku.

“Ayo lah Ina kamu gak boleh begini. Ayok..”tegasnya, akku beringsut dengan males dan coba mengucek mataku, dari luar bisa aku liat Rara dating yang tampak juga sudah rapi,

“Ayo mbak, kita harus dengerkan mas Feri mba harus semangat.”ujarnya. aku manyun dan coba menghela nafas.

“Baiklah…”lirihku dengan males banget beranjak kekamar mandi

Setelah selesai periksa semangatku semakin goyah karna psikolog itu katanya aku harus menjalani serangkaian terapi dan pengobatan lainnya,

“Mas, aku gak mau terapi”gerutuku saat keluar dari klinik dokter itu,

“Jangan seperti itu Ina kamu harus semangat,”timpalnya.

“Iya mba, mba gak boleh gitu, mba harus tetap semangat.”timpal Rara aku hanya bisa tersenyum kecut saat meliriknya,

“Ya udah lah, ayo kita pulang?”ujarku pada Rara.

“Kalian mau mas antar pulang, atau mas ikut mas kekantor?’tanyanya/

“Ikut… “rengek Rara, dalam waktu yang sama aku jawab

“Pulang.”

“Berarti Rara ikut, Ina pulang, ayo naik ke mobil mas antar.”ujarnya aku menghela nafas dan menoleh pada Rara.

“Gak mas, aku ikut.”singkatku, wanita itu sudah terlalu sering berduan dengan mas Feri jujur satu minggu gak ketemu sama mas Feri aku merasa canggung.

“Oh, ya udah ayo. Baguslah kalau begitu, mas memang terburu-buru kekantor gak perlu pulang dulu,”ujarnya aku tersenyum Rara juga tampak tersenyum dan beranjak masuk.

“ Ayo mba..”Pintanya dari mobil, aku terheran melihat Rara duduk di samping kemudi, tersadar kesahannya diaa kembali keluar,

“Mm-maaf mbak, ayo mba silahkan naik,”ujarnya cengigisan membuka pintu belakang, dan masuk ke pintu belakang.

“Ayo sayang, “ pinta mas Feri aku beranjak masuk ke mobil.

Di ruangan pribadi mas Feri di ruangannya, aku dan Rara tampak menunggu, karna tak ada kesibukan aku mengotak atik ponselku sedangkan Rara, tampak sibuk dengan laptopnya karna semenjak menikah dengan mas Feri dia sekarang menjabat jadi asistennya suamiku..

“Mba dapat salam dari keluargaku di bandung,”ujar Rara memecahkan sennyap tadi.

“Hmmm”desisku tanpa menoleh

“Mba, gak suka ya sama Rara .”ujarnya aku sedikit meliri dan berkata,

“Kok nanyanya gitu?

“Ya sepertinya semenjak kami pulang dari bandung, mba suka diemin Rara,”ketusnya dengan manyun, aku menghela nafas dan berkata,

“Kamu gak usah kayak gitu, kalo ada yang beda. Ya karna itu masalahku, kamu gak usah baperan gak jelas banget sih”

“Tu kan marah,”aku menautkan alisk makin heran.

.

“Aku beneran gak apa, udah dehh jangan di permasalahkan.”gerutuku.

“Iya mba maaf.”

Kembali kami berdua diam-diaman hingga terlintas sesuatu di fikiranku

“Ra, di bandung semiinggu ngapain aja, bukannya resepsinya cuman satu hari ya?”tanyaku, Rara menoleh dengan senyum dan berkata.

“Banyak, kami berlibur satu hari kulineran main refreshing hingga memesan hotel terbagus di bandung,”ujarnya, aku menghela nafas dan berkata.

“Lalu?”

“Lalu ? lalu kami menikmati makan malam berkencan hingga mmm-“ucapannya terhenti seakan tak mau mejelaskan lebih rinci aku coba memahami dan coba mengalihkan pembicaraan.

“Aku harus temui mas Feri di ruangannya.”ujarku berdiri dan beranjak meninggalkannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status