POV ALDO
Niat hati memang ingin menemui mba Ina, tiba-tiba pas ketemu udah kayak gitu aja kondisinya, tanpa pikir panjang aku langsung balik dan ikutin mobilnya kebetulan aku pake motor jadi gampang deh kalo mau nyelip, bergegas aku tancap gas pas liat mobil mba Ina melaju dengan kencang, lima belas menit berlalu aku berhasil mengikutinya hingga di tepi jalan yang bertebing, aku panik dan langsung turun menghampirinya. Namun langkahku memelan saat mba Ina terlihat tidak berniat ingin loncat dia memilih duduk dan melihat pemandangan kota dan danau dibawah sana.“Disini lebih indah kalo malam hari.”ujarku sontak mba Ina menoleh dan memandangiku datar.“Aku bilang aku mau sendiri Aldo”singkatnya kembali menoleh ke pemandangan yang indah didepannya“Mba ngapain sendiiri disini.”tanyaku lagi, namun mba Ina tampak tak mempermasalahkan itu lagi dan berkata sembari siuran angina mengelus wajah dan rambutnya.
&
POV INA Cukup lama bagiku, menatap layar ponselku ini aku tidak habis pikir dengan apa yang aku baca dan aku lihat dari pesan Aldo. Aku hanya bisa terkekeh Ringan tak habis pikir dengan tingkah anak itu aku coba abaikan karna memang aku kalud, banyak sekal yang memadati otakku sekaraang hingga mengabaikan pesan itu. “Aku sedang tidak mood bercanda sekarang. “bisikku. “Ina..”panggil mas Feri berdiri di pintu, aku menghela nafas berat dan enggan menoleh. Dia mendekat dan berkata. “Maafkan mas, atas sikap tadi. Ayo turun mas sudah masakkan nasi goreng.”ujarnya. aku tak bergeming dan juga tak menoleh padanya. Namun tanda Tanya yang menyerubungi jiwaku tak bisa aku diamkan. “Mas, sebenarnya untuk apa lagi, kamu bertahan dirumah ini? Kamu mau apa? Aku akan cukupi kebutuhan istrimu itu, asal kamu pergi. Aku tersiksa mas. Aku gak bisa seperti ini terus. Tolong pahami aku.”ujarkuu bicara dengan gundah, mas Feri mendeg
POV RARA. Aku terbangun di jam 7 pagi hari ini entah kenapa dengan jam tidurku, aku seringkali melewatkan mas Feri berangkat kerja sedikit aku beringsut dari tempat tidur dan memanggi mama. “Ma..”panggilku aku butuh di siapin air hangat untuk mandi tak butuh waktu lama, tak butuh waktu lama mama datang, “Ya, Ra, ada apa?’’ “Mama kok gak bangunin Rara sih, sekarang mas Feri pergi lagi kan?”ucapku kesal mama mendekat dan duduk di tepi ranjangku. “Rara siih kebiasaan gitu, makanya pas gadis itu biasakan bangun pagi, jadi bisa ngurus suami dan siapin bekal suami kerja.”ujarnya, aku berdesih mengusap wajah dan menyibak belahan rambutku. “Udah deh mama sana, Raara mau mandi.”gerutuku beranjak, selesa mandi dan berkemas, kucoba hubungi, mas Feri. Tuuuut.. “Halo Ra?” “Mas, kamu kekantornya kok bilang aku dulu.”rengekku. “Kamunya masih tidur sayang, gak tega
Aku menangis sesegukan diatas tempat tidur, bukannya menyusulku mas Feri malah memilih pergi terdengar bunyi mobilnya menjauh dari rumah, aku makin terisak dan kalud karna kecewa sekali masih bisa aku rasakan pipiku ngilu akibat tamparan tadi, kucoba bersedekap memeluk lututku, berharap sakit di hati ini sedikit berkurang, namun tidak, malah hanya terasa semakin sakit.“Aku harus kuat, aku tidak boleh lemah.”bisikku meyakinkan diri sendiri hingga aku terlelap.Mentari pagi datang mengusik aku terbangun tanpa semangat lagi, kejadian semalam membuat moodku turun drastis setelah sebelumnya aku terasa sangat membaik. Kuhela nafas berat dan beringsut turun dari tempat tidur untuk kekamar mandi dan habis itu kekantor.Setelah selesai mandi dan selesai dengan pakaiananku aku menyeduh segelas teh untuk menemaniku sebelum kekantor, susah aku coba tata hatiku, entah bagaimana caranya dadaku tidak sesak berkali-kali aku buang nafas dan menatap lan
POV ALDO.Pagi ini aku sangat bersemangat sekali untuk menemui mba Ina, karna setelah ngantor rencananya aku mau ngajak dia ke studio, beruntung sekarang papa lagi keluar negri jadi aku bebas, buat kemana-mana sekarang, dengan semangatnya dan hati yang girang aku menghidupkan klakson mobil. Di depan rumahnya, tak lama setelahnya mba Ina keluar dan aku turun menyambutnya datang, bisa aku lihat dia belum rapi dengan baju kantor. Baju yang di kenakannya simple tapi masih tetep keliatan manis. Entahlah sepertinya sekarang aku sangat menyukai mba Ina. Apapun dan bagaimanapun keadaanya dia sangat terlihat menarik.“Mba, kok belum rapi, kita akan kekantor dan sesuai janji. Sore ini kita akan kestudio.”ujarku. mba Ina tampak mendekat dan melirik ke garasi.“Kamu lihat, mobilnya mas Feri di garasi?’ucapnya pelan, aku menoleh sebentar dan kembali melihat wajahnya, apa mba Ina fikir aku takut dengan suaminya.“Trus kenapa mb
Sudah dua hari mas Feri tidak datangi Rara, Walau bisa aku lihat dia sudah berangsur pulih, tapii tampaknya dia masih ingin istirahat.“Mas aku harus kekantor, kamu gak apa kan tinggal dirumah, Ina dah masak kalo mas lapar turun aja kebawah.”ujarku, Mas Feri tampak mengangguk. Dia berdiri hendak kekamar mandi“Mas mau mandi, apa? air hangatnya udah siap?”tanyanya, aku mengangguk“Udah mas,”Dan disaat mas Feri di kamar mandi aku mengemasi barang-barangku untuk berangkat, namun gerakku terhenti saat ponsel mas Feri berdering, reflek aku angkat tanpa bicara.“Mas, ini sudah dua hari, kamu gak pulang kesini. Pulang ya mas, Rara nungguin.”ujar Rara, aku diam tak menyahut kata-katanya“Mas, kamu denger aku kan? Mba Ina gak akan segampang itu, memberikan bagian kamu mas. Kamu pulang ya. Kita pikirkan cara lain.”ujarnya, aku mendegup dan meremas ponsel itu dengan air mata merinti
Dua jam kemudian setelah permaian futsal berjalan di babak pertama, aku sangat bersemangat dan terhibur sekali karna Aldo sangat ahli dan pintar mencetak gawang hingga pertandingan itu sengit. Permainan itu berakhir pada skor 02 Gol dan nol untuk lawan main Aldo, bocah itu tampak girang mendekat padaku dengan berlari-lari kecil berkeringat banyak mengucuri wajah hingga lehernya.“Keren kan beb, aku cetak dua gol,”“Iya semangat,”ucapku mengambilkan air minum Aldo duduk bersandar di sampingku dan langsung meneguk habis setengah isi botol.“Handuknya sayang..”ujarnya aku terdiam mendengar Aldo memanggilku dengan sebutan sayang.“Iiih, handuknya bawa sini.”ujarnya, aku tersintak dari bengongku dan mengambilkan handuk itu lalu memberikan padanya,“Ini..’’ucapku, Aldo tersenyum mendekat merebahkan badannya diatas pahaku dan berkata.“Bantu lap-in keringatnya,”uca
POV FERIHari sudah mulai malam, namun aku belum juga melihat mobil Ina memasuki gerbang, aku cemas dan sangat mengkhawatirkannya. Jujur aku bingung kenapa setiap keputusan yang aku ambil selalu menjeratku hingga aku tak bisa berkutik seperti ini.“Mas,”rengek Rara, datang mendekat padaku aku menoleh dan menghela nafas sedikit berat.“Kamu belum tidur.”ucapku, Rara menggeleng dan mendekat padaku dengan wajah manyun gadis itu merebahkan wajahnya kedadaku yang duduk bersandar di sofa, aku hanya bisa mengelus-ngelus lembut rambutnya. Sempat terfifkir dia kenapa belum tidur juga, apa dia belum minum susu, yang aku bikin barusan.“Sayang, kamu dah minum susunya belom?’’tanyaku sedikit melihat wajahnya, dia manyun dan coba meggeleng.“Ya abis kamu belum nyamperin aku kekamar?”ujarnya“Mas kamu nunggu mba Ina ya?”tanyanya lagi“Ya iyalah aku nungguin, khawatir aja
PLAK…Tamparan tangan melayang sekeras mungkin ke pipinya, tatapan mataku terasa berkaca-kaca dan sangat kesal sekali padanya, dia menghakimi kami seolah dia yang paling suci saja, mas Feri bungkam melihat wajah kesal yang tertoreh diwajahku.“Apa hakmu menghakimiku seperti ini?”lirihku dengan air mata merintik. Mas Feri bungkam tampak ada yang sakit dalam kerongkongannya hingga bisa aku lihat, jakunnya mendegup gundah.“Bukannya seharusnya kamu pergi ya? Kamu masih disini bersama perempuan itu, sekarang mana suratnya? Apa kamu sudah tangan?”tanyaku. Mas Feri mendegup kesal saat melepas tanganku aku berdengus dan kembali beranjak pada Aldo,“Kamu gak apa kan?, ayo kita pergi.”ujarku membawa Aldo kembali ke mobil."Kamu Ikut bersamaku ya?''bisiikk Aldo beranjak masuk kemobil akupun membuntuti dan membuka pintu namun aku tersintak saat mas Feri menghardik.&ldqu