Wajah anak ini tampak dipenuhi dengan kegundahan yang teramat sangat, air matanya megucur deras dan dia sangat terlihat kacau sekali.
“Mau apa kamu kesini?”tanyaku, dia mendegup tangisnya dan reflek bersimpuh di kaki.“Papa tolong maafkan zura.”rintihnya memegangi betisku sedikit aku mundur mendeguk pahit dalam kerongkonganku.“Kenapa? Apa yang dilakukan pria itu hingga sekarang kamu harus menghinakan diri seperti sekarang kamu tau kan aku sudah lama nganggap kamu mati’’tuturku kesal, dia semakin merintih menangis.“Papa. Zura butuh bantuan papa. Tolong bantu Zura pa.” tangis nya. Aku diam tak bergeming. Hingga dai kamar Tamu Ina keluar untuk me cek siapa yang datang, tentu saja dia syock dan terkejut melihat Zura datang dengan keadaan seperti itu.“Zura…”lirih Ina mendekat mendekat pada anaknya itu, namun aku menghalanginya dengan lenganku, aku tidak akan biarkan mereka melepaskan Rindu satu sama lain.“mama..”TBC
POV AZZURA. “Ma, sepertinya Naira keberatan dengan keputusan bang Azzam.”ujarku dengan lirih, mama menatapku sendu dan berkata sembari mengelus pipiku. . “Kita maklumi saja ya sayang, mungkin Naira mencemaskan kesehatan abang, bang pasti bisa yakinin dia.”ujar mama. Aku menelan liur dan beringsut mama membantuku merabah di kasur, papa mendekat, aku menoleh padanya dengan tatapan berkaca-kaca. “Papa…”lirihku, cinta pertamaku itu tampak menatapku hangat dengan sedikit raut gundahnya. “Papa, maafin Zura.”ucapku pelan, dia menghenyak di tepi ranjang dan menggengam tanganku. “Papa kecewa akan semua sikapmu memilih pergi dari papa, tapi papa lebih kecewa lagi, kamu memilih diam saat kenyataannya Aldo meninggal, harusnya kamu tau papa pasti akan menerimamu,Zura.”ucapnya , aku mendegup dan kembali beringsut untuk memeluk papa. air mata haru itu menghujan deras saat aku membenamkan wajahku didadanya. “Zura memang tidak p
POV SHANUM "Siang nyonya." sapa Managerku saat aku sibuk make up untuk pemotretan berikutnya. Aku menoleh dan mempersilahkan dia masuk. "Ada kabar baik apa?"tanyaku. "Ada permintaan kontrak, dari perusahaan Zara house versace Brand."ujarnya, Aku mengerutkan kening dan berkata. "Itu bukannya perusahaan Sultan?"ucapku dengan nada meledek. Managerku tersenyum simpul da berkata. "Ya nyonya, lebih tepatnya pemasok sekaligus produksi barang-barang brandid. Ini kontrak besar. Saya terkejut dapat tawaran ini, secara kan."ucapanya aku hentikan. "Secarakan maksudmu? Aku tidak pantas untuk dapat tawaran jadi ambasador producknya?"ujarku, managerku kembali tertunduk. "Maaf nyonya, saya tidak maksud menyinggung. Cuman ini sungguh luar biasa. "ucapnya, aku terdiam sejenak. Benar juga aku bukan model go international dengan prestasi dan folowers yang fantastis seperti halnya model ternama lainnya memang ada
pov Azzura Semua orang tampak menunggu aku angkat bicara setelah mendengar ungkapan Vano barusan, satu persatu aku pandangi wajah mama dan papa, sedikit aku hela nafas berat dan coba menggetarkan bibirku. “Aku, tidak ingin bahas ini dulu, bagiku sekarang, kesembuhanku adalah hal yang utama.”ujarku, semua tampak paham. “Mungkin Zura benar Vano.”singkat papa. Rivano hanya bisa mengangguk pelan aku mendegup dan dengan gundah. “Iya om, saya juga tidak ingin terburu-buru.’’ucapnya pelan aku hanya diam dan coba mengalihkan pembicaraan itu. “Bagaimana keadaan kantor?”tanyaku, dia menarik ujung bibirnya untuk tersenyum dan berkata. “Baik, semua baik-baik saja.”ucapnya, aku mengangguk dengan senyum. “Makasih ya,”lirihku, dia hanya diam. “Semuanya, aku harus izin pulang.”timpal bang Azzam berdiri dan mendekat pada kami. Aku dan Vano tersenyum dengan senyum hangat dia menepuk pundak Vano. “A
POV ARGA Nuansa café ini terasa kurang berkesan saja secara aku ingin special di kebersamaan pertama ini, secara dia model cantik nan muda, ini kesempatan yang berharga bagiku untuk bisa lebih dekat dengannya entah kenapa aku sekarang suka gadis-gadis cantik, suasana baru dan sensasi baru sepertinya aku harus mulai memikirkan wanita lain untuk bersedia mengandung anakku, 5 tahun bukanlah waktu yang singkat untuk aku berusaha sabar menunggu kabar baik dari Natsya,tapi sepertinya dia hanya akan jadi pajanganku selamanya,sedikit di sayangkan, sampai detik ini aku belum bisa mengusai segilintir dari kekayaan orang tuanya aku harus dapatku dulu itu jika ingin minggat dari sana, bersyukur sih sekarang aku punya investasi untuk tabunganku sendiri. Setidaknya nanti aku bisa punya rumah dan tabungan keuangan untuk diriku sendiri, tapi sebelum itu aku harus bujuk natsya untuk dapatkan bagiannya. Sebelum nanti keturunan Azzam mendapatkannya, mas Bima dan bayu sudah menjadi pembisnis ha
POV FERI. Besok adalah hari penjadwalan operasinya ada kecemasan yang mendalam karna aku sangat menyayangi keduanya, aku baru saja bertemu Zura setelah sekian tahun dan Azzam baru saja menjalani kehidupan barunya, semoga operasi ini berjalan dengan lancar dan keduanya baik-baik saja, entah kenapa dari tadi aku tak bisa berpikir dengan jernih. “Papa.”sapa Ina aku menoleh dengan wajah sendu menyambut dia datang. “Ya sayang?” “Papa kenapa jam segini belum tidur?”ucapnya lirih memandang mata sembari iku menghenyak, sedikit aku tarik ujung bibir untuk tersenyum. “Aku hanya mengkhawatirkan hari esok.”ucapku pelan, perlahan Ina mengelus bahuku dan berkata. “Semuanya akan baik-baik saja pah, lebih baik sekarang kamu istirahat mungkin kita akan sangat sibuk seharian di rumah sakit.”ujarnya, aku menghela nafas dan mengangguk rasa cemas itu masih menyelimutiku. Dengan gontai aku ikuti langkah Ina menuju ranjang
POV INA. Malam berkunjung Mas Feri harus tetap di rumah sakit menjaga Azzam dan Zura, walau operasinya berjalan dengan lancar, tapi kecemasan Naira belum juga usai karna Azzam sempet koma beberapa saat sebelumnya, sebenernya aku masih ingin disana menemani putra putriku namun keedua gadis kecilku dan putra Zura sangat kelelahan mereka butuh istirahat dan tidur di kamar dengan nyenyak. “Mama…”lirih suara Aldo merintih didalam tidurnya sedikit aku beringsut dan menggapai badanya di atas ranjang tak jauh dari ranjang kedua putriku, aku mendatanginya tengah tampak gelisah. Perlahan aku menghenyak dan mengelus dahinya. “Mama Hiks..’’tangisnya. “Al, kamu kenapa? Oma disini.’’lirihku mengelus pipinya lembut. Perlahan matanya terbuka. “Aldo kangen mama.’’lirihnya menangis aku mendekap dan ikut berbaring di samping anak itu tidur, senyum hangatku membingkai saat melihat Aldo junior itu cemas wajah ini mengingatkan aku seseorang yang tid
POV VANO Setelah menyiapkan urusan kantor, aku bergegas mendatangi rumah sakit. Aku tidak tidur semalaman karna mencemaskan operasi Zura yang tengah berlangsung. Sesampai di ruangannya aku terkejut melihat Dokter tergesa-gesa memindahkannya ke ruang ICU dengan panik aku mendekat. "Apa yang terjadi."lirihku coba mengikuti perawat dan Suster mendorong ranjang tidurnya, aku lihat mama Ina tampak merintih mengelus dahi putrinya itu. "Zura, kamu bisa denger mama kan nak? "ujarnya merengek. Aku hanya nanar sembari langkahku terus saja mengikuti gerak beberapa Suster mendorong ranjang pasien itu namun langkah kami terhenti saat sampai di pintu. "Tolong tunggu disini. "pinta mereka menutup pintunya, Rintihan tante Ina semakin histeris bertumpu pada dinding. Aku membantunya untuk duduk di kursi tunggu. "Putriku, dia sudah sangat menderita, aku tak sanggup lagi jika dia harus menderita lebih lama lagi, kasian putranya. "rintihnya, ma
POV SHANUM. “Semuanya gak semudah itu Shanum.”ejek Arga saat kami makan siang bareng selesai brak shotting iklan. “Apa kamu fikir mertuaku akan percaya begitu saja padamu? Azzam itu pe hipnotis terhebat, pak Broto sangat menyayanginya.”ujarnya , aku berdesih dan bersandar kesandarab kursi “Lantas sekarang kita harus bagaimana?”tannyaku dengan nafas berat. “Kamu cukup serahin aja semuanya padaku.’’ucapnya untk sejenak aku diam dan menatap manik matanya lekat. “Apa yang akan kamu lakukan?”tanyaku. “Seperti apa yang kamu inginkan, kamu ingin membentuk perpecahan di antara pengantin baru itu. bahkan aku bisa membuat mereke berpisah.”ujarnya, sedikit akuu tersenyum tipis. “Caranya?” “Kamu gak usah fikirkan itu, walau pak Broto tidak memperlakukan aku dengan adil,. Tapi dia mempercayai setiap omomganku.”ucapnya, untuk sejenak aku tertegun yang dia katakana ada benarnya juga,