Bunyi ponselku berdering, sedikit aku menoleh dari fokusku itu saat meeting bersama klayen kantor. Gegas aku mengangkat saat aku melihat telpon rumah menghubungi ponselku.
"Ya hallo?"
"Aden, aden dimana. Non Ina,, sepertinya akan melahirkan."ujar Lastri. Sontak aku berdiri dan meninggalkan ruangan meeting itu.
"Permisi saya harus pulang."ucapku setelah itu menghilang dari hadapan mereka semua, tampak Bambang asistenku langsung mengambil alih kerjaanku. Diluar aku berpapasan sama mama.
"Fer, ada apa?""Ma, ada kabar dari rumah. Sepertinya Ina melahirkan. Bantu itu ma Meetingnya belum kelar"pintaku.
"Oh ya sudah kamu duluan nanti mama nyusul, semoga baik-baik saja."ujarnya aku memgangguk dan bergegas pergi.
Sesampai dirumah Aku langsung menghampiri Ina dikamar kami. Dia sudah terlihat merintih sakit, dan keringatan. Reflek aku mendekap dan memegangi perut.
POV FERI“Apa nama yang cocok untuk mereka?”tanyaku saat bayi kami melakukan skin to skin contac demi menghangatkan suhu tubuh bayi dan menstabilkan detak jantungnya, Ina mengelus-ngelus punggung bayinya itu lembut.“Aku kalo cewek sukanya Azzura.”ucapnya pelan, aku berfikir sejenak.“Kalo nama ceweknya Azzura, mas kasih nama cowoknya Azzam.”timpalku lagi, Ina tersenyum dan mengangguk pelan, matanya berkaca saat memandangi kedua bayi kami telungkup didadanya.“Kita sudah sangat lama memimpikaan ini mas, dan Tuhan sangat baik sama Kita, dengan sekaligus memberi dua sepasang lagi.”ucapnya merintikkan air mata, aku mengecup kening istriku itu dan berkata.“Ini balasan untuk segala ujian cinta kita sayang, tugas kita sekarang menjaga mereka dengan baik.”ucapku Ina mengangguk, kami berdua reflek tersenyum saat mendengar salah satu dari mereka merengek.“Cup-cup sa
POV FERIHari berlalu begitu cepat, Tak terhitung lagi banyaknya warna mengarungi langkahku dalam membina rumah tangga yang bahagia bersama Ina, ini sudah lima belas tahun saja rasanya baru kemaren aku menimang putra putriku yang baru lahir dan hari ini adalah hari pertama si kembar masuk SMA banyak sekali lika-liku yang tak bisaku ceritakan, yang penting ujian dan cobaan berlalu begitu saja dan kami bisa melewatinya bersama. Dan hingga detik ini aku masih memegang prinsip yang sama seperti sebelumnya bahwa kebahagian Ina adalah segala-galanya hingga detik ini istriku masih menganggap aku belum mengingat semuanya, demi kepercayaan diri istriku dan keutuhan rumah tangga kami, biarlah aku memendam sendiri rasa sakit itu yang kadang datang tiba-tiba.Tepatnya di jam enam pagi rumah ini sudah begitu sibuk dan ribut sekali mendengar alarm syurga istriku yang mengoceh pada kedua putra-putri kami, dan seperti biasa aku terpaksa menyiapkan pakaianku sendiri mem
Sesampai di sekolah, aku turun untuk mengantar putra-putriku masuk, berhubun hari pertama Zura pasti gak biasa dengan keadaan ini lebih baik aku pastikan di nyaman dulu setelah itu melepasnya Azzam juga kadang gak bisa di percaya. Dia belum bisa sepenuhnya menjaga saudaranya. Namun pemandangan berbeda aku lihat di gerbang lain yaitu Gerbang SMP Bagas juga tampak diribetin juga dengan seorang gadis yang mungkin itu anaknya, sudah lama sekali aku tidak melihatnya. Tapi saat aku mengingat dia menikahi Rara waktu itu aku jadi enggan untuk menyapa. Kurang enak saja, mana tau dia tidak suka jika aku tegur. Kembali aku menoleh kelain arah dan fokus pada si kembar, namun tak butuh waktu lama terdengar Bagas memanggil langkah kami semua terhenti.“Feri..”panggilnya, aku menoleh menyunggingkn senyum hangat. Bagas dan putrinya tampak mendekat.“Aku gak nyangka bakal ketemu kamu disini.”ujarnya, aku tersenyum dan berkata.“Iya kebetulan banget
POV RARASesampai di mall, aku pusing sendiri melihat putriku yang plenga-plengo seperti mencari seseorang. Aku bingung juga melihatnya yang sibuk dengan ponsel.“Shanum? Kamu mau apa, ya udah kita pesan makanan dulu yuk.”ajakku, dia tetap saja berdesih hingga ponselnya berbunyi.Ping…Wajahnya tampak girang, dia menyeretku menaiki left.“Shanum, kita mau ngapain.”tanyaku terheran-heran.“Kita mau nemui anaknya temennya Papi mih,”ujarnya aku menghentikan langkahku dan berkata.“Temannya papi? Sesama dokter juga?”tanyaku Shanum menoleh dan reflek menggeleng.“Gak. Namanya om Ferri, Shanum kenalan sama Zurra, dan mimi tau gak?, saudaranya Zura itu si Azzam tampan banget mih, mirip Gulf kanawut idolanya Shanum.”ujarnya sontak saja nafasku terhenti,“Mereka sama siapa?”tanyaku,“Sama papa mamanya, kita makan bareng aja, mereka
POV ALDO.Hari ini untuk pertama kalinya setelah lima belas tahun, aku menginjak kembali tanah Indonesia ini, disini bersama keponakan kesayanganku yang paling bunsu yaitu Rivano dia anaknya saudaraku yang selama ini menetap di amrik, lima belas tahun berlalu begitu cepat tak mudah memang aku menjalani hari dengan melajang, bukannya aku tidak pernah ingin mencari pasangan hidup, namun lima belas tahun berlalu nasib cintaku hanya kandas berkali-kali, aku dua kali menikah dengan wanita bule, namun dua kali juga gagal, tak tau kenapa aku bisa tidak cocok dengan mereka dan tak terhitung juga berapa gebetan yang udah aku gaet menjadi kekasihku tapi tetap aja mereka semua tidak bisa ku bawa ke pelaminan, dan ya. Faktanya aku tidak bisa melupakan mba Ina setelah sejauh ini,“Om, kita bisa berapa lama di indo?”tanya Vano saat kami melaju akan pulang kerumah papa. selama lima belas tahun ini, aku hanya mendatangi kediamanku hanya 3tiga kali. Pe
POV AlDO.Warna langit sudah berubah redup berbaaur jingga namun itu tidak mengurung niatku untuk mendatangi tempat futsal yang dulu adalah tempat mainku, dan disini juga aku memulai semuanya dengan mba Ina, konyol memang saat aku mengharapkan dia datang kesini hari ini, aku mengembalikan cincin itu karna memang aku tidak temukan wanita yang cocok memakainya. Aku terus saja melangkah menyisir kursi penonton dari atas, hingga mataku membuat melihat seorang gadis tampak duduk dengan resah seperti menunggu seseorang, dia memakai ransel biru mungil dengan rambut di jalin tak lupa memeluk boneka yang waktu itu aku pernah kirimkan untuk anak mba Ina, sontak aku terfikir apa itu Zura, reflek aku mendekat dan tentu saja benar, aku tau wajahnya karna sering liat kebersamaannya bersama Feri di sosmed.“Nak, kamu ngapain disini?”tanyaku, gadis yang tampak manyun dan sedikit takut itu menoleh dengan wajah berseri, lama matanya membulaat melihatku.“Om Aldo
POV FERIAku sangat kesal sekali sekarang bagaimana bisa itu orang masih mengangguku, dulu dia sangat ingin mengambil Ina dariku dan sekarang dia berusaha mengambil hati putriku, apa yang ada dalam fikirannya.“Apa yang lo inginkan,’’ujarku tadi saat mencengkram krah bajunya, dia diam menatap mataku dalam dan bicara sembari gigi teergetakkan.“Gua gak inginin apa-apa, dia sendiri yang datang.”ujarnya, aku geram mengibas badan kekarnya dan berkata.“Gue tau banget Zura, dia takkan nekad kecuali lo berusaha buat deketin dia.”ujarku, dia memandangku lekat sembari geleng-geleng, aku kesal kembali coba menghajarnya, namun pria itu menangkis sedikit kuat sembari suara teriakan dari putraku, Azzam tidak biasa lihat kekerasan seperti ini."Paapa.."cegatnya“Gua gak maksud apa-apa, dah syukur gua anterin putri lo pulang, gimana kalau gua tinggalin aja dia disana. “kesalnya mendorongku sedikit dan
Siang ini. Aku menunggu Suamiku keluar dari klinik dan menemuiku untuk makan siang dirumah.“Sup buat Dokter udah bik?”tanyaku pada pembantuku, gegas dia cek kematangannya di kompor dan menyalinnya ke mangkuk.“Ini nyah, udah.”sigapnya membawanya padaku, dari pintu papi Shanum tampak datang dan menenteng jas Dokter dan tasnya, sigap aku menghampiri dan menciumi tangannya.“Kamu masak apa sayang?”ujarnya merangkul dan mengecup keningku.“Itu pi, Mimi siapin sup, ayo pi kita makan. Mimi harus jemput Shanum setelah ini.”ujarku. mas Bagas beranjak ke meja makan. Dia tampak senang dan langsung duduk. Aku juga ikut menghenyak sembari tetap diam entah kenapa pikiranku terganggu akan kejadian pagi hari ini disekolahnya Shanum. Andai tadi aku ketemunya mas Feri bukan mba Ina, mungkin aku tidak seresah ini, jujur jauh di lubuk hatiku aku rindu bicara dengannya, melihat senyumnya dari dekat seperti dulu. Tapi apalah da