POV RARA
Sesampai di mall, aku pusing sendiri melihat putriku yang plenga-plengo seperti mencari seseorang. Aku bingung juga melihatnya yang sibuk dengan ponsel.“Shanum? Kamu mau apa, ya udah kita pesan makanan dulu yuk.”ajakku, dia tetap saja berdesih hingga ponselnya berbunyi.
Ping…
Wajahnya tampak girang, dia menyeretku menaiki left.“Shanum, kita mau ngapain.”tanyaku terheran-heran.
“Kita mau nemui anaknya temennya Papi mih,”ujarnya aku menghentikan langkahku dan berkata.
“Temannya papi? Sesama dokter juga?”tanyaku Shanum menoleh dan reflek menggeleng.
“Gak. Namanya om Ferri, Shanum kenalan sama Zurra, dan mimi tau gak?, saudaranya Zura itu si Azzam tampan banget mih, mirip Gulf kanawut idolanya Shanum.”ujarnya sontak saja nafasku terhenti,
“Mereka sama siapa?”tanyaku,
“Sama papa mamanya, kita makan bareng aja, mereka
POV ALDO.Hari ini untuk pertama kalinya setelah lima belas tahun, aku menginjak kembali tanah Indonesia ini, disini bersama keponakan kesayanganku yang paling bunsu yaitu Rivano dia anaknya saudaraku yang selama ini menetap di amrik, lima belas tahun berlalu begitu cepat tak mudah memang aku menjalani hari dengan melajang, bukannya aku tidak pernah ingin mencari pasangan hidup, namun lima belas tahun berlalu nasib cintaku hanya kandas berkali-kali, aku dua kali menikah dengan wanita bule, namun dua kali juga gagal, tak tau kenapa aku bisa tidak cocok dengan mereka dan tak terhitung juga berapa gebetan yang udah aku gaet menjadi kekasihku tapi tetap aja mereka semua tidak bisa ku bawa ke pelaminan, dan ya. Faktanya aku tidak bisa melupakan mba Ina setelah sejauh ini,“Om, kita bisa berapa lama di indo?”tanya Vano saat kami melaju akan pulang kerumah papa. selama lima belas tahun ini, aku hanya mendatangi kediamanku hanya 3tiga kali. Pe
POV AlDO.Warna langit sudah berubah redup berbaaur jingga namun itu tidak mengurung niatku untuk mendatangi tempat futsal yang dulu adalah tempat mainku, dan disini juga aku memulai semuanya dengan mba Ina, konyol memang saat aku mengharapkan dia datang kesini hari ini, aku mengembalikan cincin itu karna memang aku tidak temukan wanita yang cocok memakainya. Aku terus saja melangkah menyisir kursi penonton dari atas, hingga mataku membuat melihat seorang gadis tampak duduk dengan resah seperti menunggu seseorang, dia memakai ransel biru mungil dengan rambut di jalin tak lupa memeluk boneka yang waktu itu aku pernah kirimkan untuk anak mba Ina, sontak aku terfikir apa itu Zura, reflek aku mendekat dan tentu saja benar, aku tau wajahnya karna sering liat kebersamaannya bersama Feri di sosmed.“Nak, kamu ngapain disini?”tanyaku, gadis yang tampak manyun dan sedikit takut itu menoleh dengan wajah berseri, lama matanya membulaat melihatku.“Om Aldo
POV FERIAku sangat kesal sekali sekarang bagaimana bisa itu orang masih mengangguku, dulu dia sangat ingin mengambil Ina dariku dan sekarang dia berusaha mengambil hati putriku, apa yang ada dalam fikirannya.“Apa yang lo inginkan,’’ujarku tadi saat mencengkram krah bajunya, dia diam menatap mataku dalam dan bicara sembari gigi teergetakkan.“Gua gak inginin apa-apa, dia sendiri yang datang.”ujarnya, aku geram mengibas badan kekarnya dan berkata.“Gue tau banget Zura, dia takkan nekad kecuali lo berusaha buat deketin dia.”ujarku, dia memandangku lekat sembari geleng-geleng, aku kesal kembali coba menghajarnya, namun pria itu menangkis sedikit kuat sembari suara teriakan dari putraku, Azzam tidak biasa lihat kekerasan seperti ini."Paapa.."cegatnya“Gua gak maksud apa-apa, dah syukur gua anterin putri lo pulang, gimana kalau gua tinggalin aja dia disana. “kesalnya mendorongku sedikit dan
Siang ini. Aku menunggu Suamiku keluar dari klinik dan menemuiku untuk makan siang dirumah.“Sup buat Dokter udah bik?”tanyaku pada pembantuku, gegas dia cek kematangannya di kompor dan menyalinnya ke mangkuk.“Ini nyah, udah.”sigapnya membawanya padaku, dari pintu papi Shanum tampak datang dan menenteng jas Dokter dan tasnya, sigap aku menghampiri dan menciumi tangannya.“Kamu masak apa sayang?”ujarnya merangkul dan mengecup keningku.“Itu pi, Mimi siapin sup, ayo pi kita makan. Mimi harus jemput Shanum setelah ini.”ujarku. mas Bagas beranjak ke meja makan. Dia tampak senang dan langsung duduk. Aku juga ikut menghenyak sembari tetap diam entah kenapa pikiranku terganggu akan kejadian pagi hari ini disekolahnya Shanum. Andai tadi aku ketemunya mas Feri bukan mba Ina, mungkin aku tidak seresah ini, jujur jauh di lubuk hatiku aku rindu bicara dengannya, melihat senyumnya dari dekat seperti dulu. Tapi apalah da
POV FERI.Hari ini aku terkejut karna aku dapati sebuah benda yang selama ini harusnya menghilang dari pandanganku, tapi kenapa aku kembali melihat cincin pemberian Aldo ini dikamar kami setelah sekian tahun, lama aku pandangi dan setelahnya aku letakkan kembali dalam laci itu, aku sempet berfikir kenapa cincin itu bisa kembali apa Ina masih berkomunikasi dengan Aldo, bisa jadi sih mungkin ini alasannya dia bisa hadirr-hadir tiba hingga menyeret-nyeret Zura dalam masalah ini, tanpa pikir panjangpun aku temui putriku di kamarnya.Tok Tok Tok..“Sayang boleh papa masuk?”ucapku. Zura yang tampak merapikanboneka-bonekanya itu tampak menoleh dengan senyum,“Boleh pa, silahkan.”ujarnya, aku melangkah dan ikut menghenyak di tempat tidur putriku itu.“’Zura lagi ngapain?”tanyaku. dia tampak sibuk dan fokus menata letak bonekanya di atas laci dan kaca riasnya.“Ini pah, bonekanya dah keb
POV INA.Tuuuuuut... TuuuuutBerkali-kali aku menghubungi nomor ibuk tapi belum di respon, setelah tadi aku tanya ke mama, Mas Feri tidak datang kesana. Dan sekarang aku yakin dia pasti ke tempat ibuk. Satu hal yang masih terganjal di hatiku yaitu kenapa mas Feri bisa mengingat semuanya tiba-tiba, atau jangan-jangan selama ini dia tidak pernah melupakan semua itu, aku berdesih saat membayangkan sepanjang perjalanan yang panjang ini, mas Feri masih mengingat semuanya dengan baik. Pelik dan berlikunya masalah rumah tangga kami di hari lalu, dan yang terburuk adalah. Aku tidak memendam semua rasa bersalah itu sendiri. Melainkan mas Feri masih bisa mengingatnya."Oh Tuhan..."lirihku menyibak belahan rambutku dan kembali coba menghubungi nomor mas Feri dan ibu kandungku itu. Semoga saja dia disana.Tuuuuuut Tuuuuut.Untuk kesekian kalinya baru bisa di angkat."Halo nak maaf hapenya tak tinggal ke waru
POV FERI.Kenapa semua ini terasa tidak adil, Apakah sebenarnya yang terjadi pada Ina, apa dia tidak mencintaiku sebesar aku mencintainya, segalanya telah aku usahakan hanya untuk dirinya seorang, tapi baginya memegang kepercayaanku saja dia tidak bisa, begitu dalamkah kenangan dan segala tentag Aldo hingga dia tidak bisa hapuskan semua itu, seperti aku yang mengikis habis segalanya tentang Rara, apa ini? Aku meragukan istriku kenapa dia selalu membuat aku merasa kalau dia tidak mencintaiku. Belum habis sakitku saat setiap detik aku harus terluka jika mengingat ada pria lain yang telah menjamahi tubuh istriku dengan leluasa. Tapi Ina bukan berusaha menghapusnya tapi malah hidup dalam kenangan itu tanpa sepengetahuanku, saat aku sendiri berfikir dia tersiksa dengan rasa bersalahnya tapi aku salah. Dia bahagia Dengan kenangan itu. Atau mungkin dia merindui pria itu, diam-diam dia buat celah agar pria itu dekat dengan anak-anakku."Aku
Aku kembali ke hotel tempatku menginap, sedikit aku menghela nafas, ada apa dengan hatiku setelah bertemu Rara tadi, gak aku gak boleh begini kecewa karna kesalahan Ina bukan berarti aku harus mematik api dalam relungku, semua itu sudah sangat lama berlalu aku harus bisa menyikapi ini lagi pula diapun sudah berkeluarga dan mempunyai Anak dengan Bagas. Tentu saja dia sangat bahagia.Drrrrrrrrt Drrrrt.Bunyi ponselku bedering, sigap aku angkat da berkata."Ya hallo.""Bapak, kapan bisa kekantor kita harus menemui meeting dan tanda tangani beberapa kontrak."ujarnya, aku menghela nafas dan berkata lagi."Emangnya Ina gak datangi kantor apa?"tanyaku."Tidak pak."singkatnya. Aku berdengus memijit kepalaku, kenapa dia memilih bodo amat dengan kantor, dia tau kalo aku tidak bisa kembali dalam waktu cepat."Aku terpaksa harus kekantor."bisikku berdiri. Menyambar jasku kembali lagi keluar.Sesamp