Beranda / Romansa / PERFAKE HUSBAND / 48. Perwakilan Minta Maaf

Share

48. Perwakilan Minta Maaf

Penulis: Rahmani Rima
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-04 07:34:08

Aku menatap punggung Bayu yang berjalan cepat keluar kamar menggendong Askara dan membawa tas yang sudah ia isi dua dot susu full, baju ganti dan popok. Ia pergi setelah diskusi dengan Maira yang kebetulan sedang jaga malam.

Awalnya aku berniat diam disini dan melanjutkan tidur karena besok harus sekolah. Tapi mendengar suara tangisan Askara lain dari biasanya, aku jadi sedikit khawatir. Aku juga takut Bayu kewalahan sendiri di mobil. Belum lagi kalau Askara ternyata harus di rawat.

Tanpa berganti baju aku berlari menyusulnya, “Bay gue ikut.”

Bayu hanya menoleh. Ia sedang menaruh Askara di car seat, “Lo duduk dibelakang aja sama Askara.”

Aku menurut. Aku duduk disamping Askara yang ku pegang dahinya panas, “Lo udah pake termometer?”

“Tadi suhunya tiga delapan. Sebenernya yang gue tahu kita gak perlu ke rumah sakit. Tapi Maira bilang Askara masih rentan. Dia bisa aja demam karena Anemia atau ada infeksi lain.”

Aku menatapnya yang panik ketika menyetir. Dia tahu banyak hal
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • PERFAKE HUSBAND    49. Sean Marah

    Aku mengikuti sekolah hari ini menggunakan metode daring. Meski baru pertama melakukannya setelah masa PPKM tidak berlaku lagi, aku melaluinya dengan baik. Aku juga mengerjakan tugas yang diberikan sebagai latihan. Bedanya guru mata pelajaran akan memeriksanya nanti sepulang sekolah. “Udah beres?” tanya Bayu melonggarkan dasinya. Ia baru terlihat lagi selama aku belajar. “Lo habis dari mana?” “Tadi kepaksa harus ke sekolah buat ikut rapat rutin.” “Rapat terus.” “Yeee, calon pewaris yayasan mah harus ikut.” Aku menatapnya dengan jijik, “Tuh makan dulu. Mama bawain dari rumah.” “Asyik. Lo udah makan ‘kan?” “Udah. Gue mau ngerjain PR dulu.” Bayu duduk di sofa menghadapku, “Buru-buru amat. Chill dulu lah. Mending lo temenin Askara main.” “Bayi lagi terkapar lemas begini mau maen apa? Robot-robotan?” “Susah ngomong sama preman gak punya sisi keibuan mah.” Bayu mulai makan. Ia menjamah semua rantang berisi macam-macam makanan yang mama bawa. “Bay, gue udah temenan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • PERFAKE HUSBAND    50. Kecurigaan Banyak Orang

    Aku tak sempat menjawab pertanyaan Sean, karena tiba-tiba terdengar suara bel masuk. Sean mematikan ponselnya dan bilang akan melanjutkan telpon nanti di jam istirahat kedua. Aku bernafas lega, setidaknya aku masih bisa berpikir untuk menjawab pertanyaannya nanti. Aku bangkit dan kembali ke ruangan. Ternyata Bayu sedang siap-siap akan mengajar. “Cie abis ditelpon pacar.” sindir Bayu. Mama tidak ada disini. Jam besuknya habis. “Emang lo gak ditelpon Maira?” “Dia cuma kirim chat. Katanya mau langsung tidur, soalnya nanti sore balik shift lagi.” “Hm. Gue mau tidur.” aku menaiki ranjang. “Enak banget. Lo gak zoom lagi?” “Gurunya gak masuk, cuma ngasih tugas. Nanti aja lah ngerjainnya, gue ngantuk.” “Enak banget jadi lo.” “Gak usah iri dengki deh, pak guru. Udah sana ngajar yang bener. Laptopnya jangan di arahkan kesini dong, nanti gue jadi latar belakang layar lo lagi.” “Iya lah, lo pikir gue—” “Emang, lo tuh emang kadang-kadang... gue gak sanggup nyebutinnya.” aku m

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • PERFAKE HUSBAND    51. Investigasi Sean dan Nadia

    “Mungkin gak Aura disana?” tanya Sean pada Nadia yang mengangguk. “Kita cari aja disana.” Aku bersembunyi dibalik ruangan yang pintunya sedikit menjorok ke dalam. Masih ku pantau gerak-gerik Sean dan Nadia. “Nad, kita tanya perawat aja.” “Oke.” Sean terlihat menghampiri perawat yang baru keluar dari lift, “Permisi, sus.” “Iya, ada yang bisa saya bantu? Adek-adek ini mau PKL disini ya?” “Oh, bukan, sus, kami bukan siswa SMK. Kamu disini mau tanya bagian meja jaga poli Anak disebelah mana ya?” “Ada disebelah kanan, dek. Adek jalan lurus dulu, disitu letaknya.” “Oh, iya. Terima kasih, sus.” Mereka terlihat berjalan ke arah yang perawat arahkan. Karena penasaran, aku mengikuti mereka diam-diam dari jarak aman. Aku terus menyalip orang lain untuk berada ditempat yang bisa mendengar percakapan Sean dan Nadia. “Permisi, sus.” Sean berdiri didepan meja jaga. “Iya, dek, ada yang bisa dibantu?” “Saya mau tanya data pasien disini.” “Adek mau jenguk pasien atas nama si

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • PERFAKE HUSBAND    52. Nyaris Mati

    Papa terbatuk beberapa kali. Tangannya merogoh ponsel yang berdering panjang dari saku celananya, “Sebentar.” Papa berjalan menjauh sedikit, “Iya, saya segera ke sana. Saya sekarang lagi di... rumah sakit. Cucu dari ponakan saya sakit. Iya, baik. Baik, pak. Mohon ditunggu ya.” Papa menatap Sean dan Nadia dengan wajah bingung, “Aura dan pak Bayu gak ada disini. Aura sakit. Dia tadi habis di infus. Tapi sekarang sudah diperbolehkan pulang.” “Aura sakit apa, pak?” tanya Sean khawatir. “Cuma... kecapean. Kalo pak Bayu... itu mungkin latar zoomnya. Dia memang kadang-kadang sedikit aneh. Nadia mungkin sering denger dari Aura hehehe.” Papa mengambil nafas dalam, “Ya sudah, saya buru-buru harus mengikuti rapat. Orang tua kamu juga ikut. Saya permisi ya. Kalian pulang, Aura dan pak Bayu gak ada disini kok. Ya. Kalian hati-hati ya.” Papa cepat-cepat pergi karena takut Sean mengejarnya. Papa tahu seberapa kritis anak dari rekan kerjan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • PERFAKE HUSBAND    53. Maira yang Malang

    Aku menarik lengan Bayu untuk sembunyi dibawah ranjang. Ia menurut tanpa banyak tanya. Dibawah ranjang, nafasku dan nafasnya beradu. “Kok dia gak masuk-masuk?” tanya Bayu. “Lo jangan bilang gitu dong. Emang kalo mereka masuk, lo bisa menghadapi mereka?” “Mereka gak akan nemuin kita disini. Kita gak keliaatan.” “Sean itu pinter, gak dodol kayak lo!” “Eh, malah menghina. Berani lo menghina sahabat kakak lo sendiri?” “Cih, lo gak sepenting itu di mata gue!” “Itu omongan gue, balikkin omongan gue!” Aku menjitaknya karena berisik. Masalahnya Askara kini menangis, tapi kami tidak berani keluar dari tempat persembunyian karena takut Sean dan Nadia kesini. “Kalian lagi ngapain?” Aku dan Bayu menatap orang yang berjongkok menatap kami di kolong ranjang. “Sayang?” “Kak Maira?” “Kalian bisa keluar? Anak kalian nangis tuh.” Aku da

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • PERFAKE HUSBAND    54. Brotherhood

    Aku duduk dengan tidak nyaman disamping Bayu diruang tunggu. Mama masih marah padanya, jadinya papa tambah marah pada Bayu. Askara di ruangan ditemani ibu yang baru sampai dari Surabaya. Ibu amat khawatir dan langsung pulang kesini untuk melihat keadaan cucunya. “Nanti lo minta maaf lagi aja sama mama.” “Iya.” “Bay.” “Hm?” “Kak Maira... dia gak ada. Temennya bilang dia pulang.” Bayu melirikku, “Hah? Yang bener?” “Tadi begitu ibu sampe disini, gue langsung ke kantin buat beliin coklat panas buat kak Maira. Gue ke meja jaga cari dia, tapi katanya dia gak ada.” Bayu mengusap wajahnya frustasi, “Mama emang keterlaluan.” “Tapi lo juga keterlaluan bentak mama.” Bayu tak menjawab. “Gue tahu mama emang terlalu neken kak Maira, tapi—lo gak perlu sampe teriak gitu sih.” “Dari dulu mama selalu seenaknya sama Maira, dan Maira selalu diem. Tadi aja dia c

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • PERFAKE HUSBAND    55. Pembicaraan Sahabat

    Aku mengucek mataku ketika terbangun ingin buang air kecil di jam satu pagi. Tak ada Bayu di sofa. Entah ia pulang atau keluar untuk beli kopi. Aku memeriksa infusan Askara yang baru diganti, lalu berjalan pelan ke kamar mandi dengan lampu padam. Jika dinyalakan, aku takut Askara malah bangun, karena dia terbiasa tidur dengan lampu padam. Ketika membuka pintu kamar mandi, aku mendengar suara yang bersahutan antara Bayu dan Adit diluar ruangan. Karena penasaran, aku membuka pintu utama pelan-pelan. “..gue sayang banget sama Aura, Bay. Apalagi sekarang udah gak ada bokap. Kita udah nganggep dia meninggal.” “Iya, gue tahu. Lo udah bilang ini berkali-kali sama gue.” Ku lihat Adit yang berdiri bersender mengubah posisinya menatap Bayu, “Jadi tolong bahagiain Aura.” Sepi. Beberapa detik kemudian, “Hahaha, lo kelaperan sampe halu gini?” “Gue serius.” Bayu berhenti tertawa, “Ngapain lo tiba-t

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • PERFAKE HUSBAND    56. Perang dengan Karina

    Hari ini aku memutuskan sekolah karena Askara juga akan pulang. Begitu turun dari mobil Bayu dekat gerbang, orang-orang sudah menatapku berbeda. Aku jelas tahu kenapa mereka begini. Ya karena latar zoom si Bayu kemarin itu. Memang si Bayu pembawa sial. Hidupnya dikelilingi angin yang mau tak mau juga mengenai diriku. Aku duduk dibangku dengan masih diperhatikan. Teman-teman kelas juga berbisik-bisik terang-terangan. Ini Nadia juga kemana sih, tumben belum datang. Ketika aku pura-pura sibuk mengeluarkan semua buku dari tas, Karina cs datang. Mereka mendekatiku dengan muka masam. “Apa?” tanyaku galak. “Gue gak ngomong apa-apa loh. Iya ‘kan, guys?” “Iya, sensi lo.” Kia sudah pasti membela Karina. Aku beranjak dari bangku, berniat menunggu Nadia diluar kelas atau dimana saja, yang penting tidak berurusan dengan genk Barbie. “Mau kemana? Kabur?” Aku meliriknya, “Kabur? Gak ada di kamus hidup

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-08

Bab terbaru

  • PERFAKE HUSBAND    144. Bukan Suami Palsu

    Dua tahun kemudian... “...sayang, tiketnya habis, gimana dong? Kita pending aja, ya, sampe liburan tahun baru beres?” Bayu baru masuk ke dalam apartemen sambil menggantung mantelnya, karena di Paris sekarang sedang musim gugur mendekati musim salju. “Mas, kamu tuh, cari dong ke penerbangan lain. Kalo kita harus berangkat dari Paris Beauvais atau kalo ke Itali dulu juga gak papa kok. Yang penting kita pulang ke Indonesia sebelum musim liburan abis!” Bayu memijat bahuku, “Sayang, jangan marah-marah dong. Kasian anak kita.” Aku membalikkan badan memelototinya, “Ganti tuh popoknya.” “Iyaaa. Kamu jangan marah dong.” Aku tak mengindahkan ucapan Bayu lagi. Dia selalu begitu. Kalau gagal langsung diam, bukan mencari opsi lain. Setelah dua tahun menikah, dia masih saja lemot seperti dulu. Aku membuka bungkus roti bertuliskan bread RaYu : delicieux, Leger, Cipieux (Enak, Ringan, Kenyang). Brand roti yang kami buat disini sambil aku kuliah, dan Bayu bekerja. “Sayang?” Aku menoleh sambil

  • PERFAKE HUSBAND    143. Malam Pertama Mantan Musuh

    Aku terus menyisir rambutku depan cermin. Sedangkan Bayu sok sibuk dengan kado-kado yang kami dapat. Tok-Tok-Tok “Ra, Bay, buka dulu. Kalian belum ngapa-ngapain ‘kan?” Aku melirik Bayu, “Buka tuh.” Bayu bergerak mendekati pintu, “Kenapa, ma?” Ku lihat mama memberikan dua jamu beda warna itu pada Bayu, “Yang kiri untuk kamu, yang kanan untuk Aura. Oyah, Aura—mana?” Aku berlari mendekati pintu, “Aku disini, ma.” “Hehehe, kalian—bener gak mau nginep di hotel aja?” Aku dan Bayu menggeleng keras-keras. “Oh ya udah. Mama—tinggal ya?” “Iya, ma.” Mama sudah pamitan, tapi tak kunjung pergi. Sampai papa datang menyeret mama menuruni tangga. “Kalian—lanjutin aja. Mama tuh kurang minum, jadi agak lambat geraknya. Kalian masuk sana. Kunci ya, pintunya. Ayo, ma.” Aku dan Bayu menahan senyum. “Gue tutup ya.” kataku. Sebelum pintu ditutup, kakek mendorong pintu. “Kek? Ada apa?” Kakek melihat ke dalam kamar, “Kalian—gak butuh apa-apa?” Aku dan Bayu saling lirik dan

  • PERFAKE HUSBAND    142. Adu RaYu (Aura - Bayu)

    “...saya terima nikah dan kawinnya Aura Riana binti Jefri Septian dengan mas kawin tersebut, tu-nai.” “Bagaimana para saksi?” tanya pak penghulu. “Sah.” “SAAAAAAH!” teriak Adit dan Karina kompak. Aku menahan tawaku ketika duduk bersanding dengan Bayu di meja akad. Aku salim padanya, ia juga mencium keningku. Setelah mendengar semua pengakuannya kemarin, hatiku terenyuh pada rayuan si semprul satu ini. Aku pun mengakui kalau perasaanku sama padanya. Bayu langsung mengatakan akan menikahiku hari ini. Ia langsung mengabari mama-papa, ibu-ayah dan kakek. Kini semua hadir disini, dalam acara pernikahan asli antara RaYu alias Aura dan Bayu. Setelah menyalami tamu yang di undang hanya teman dekat dan keluarga, aku dan Bayu menghampiri meja dimana semua tengah berkumpul. “Kita sambut pengantin no palsu-palsu club kita, Adu RaYu. Beri tepuk tangan yang meriah untuk mereka.” Adit tiba-tiba berteriak seolah menjadi MC. Semua menurut, mereka bertepuk tangan meriah. “Akhirny

  • PERFAKE HUSBAND    141. Kode Rahasia

    Aku berlari dari rumah Bayu menuju rumahku. Di depan garasi, ada motor Adit. Aku masuk ke dalam rumah yang sepi. “...gue bisa mati kalo gini caranya, Dit.” “Jangan mati dulu lah, Bay, belum umur tiga puluh.” “Diem lo! Lo emang gak bisa dipercaya. Lo gak liat luka gue sebesar ini, hah? Lo mah enak, cuma baret aja.” Aku berhenti di dapur, menatap Adit yang sedang menyesap kopinya di kursi, dan Bayu yang terduduk lesehan diatas tikar. Mereka dalam kondisi baik-baik saja. Tidak ada baret, atau luka apapun. “Kalian—gak papa?” Adit dan Bayu menoleh. Bayu berdiri dan melotot tak percaya melihatku ada disini, “Ra? Lo—disini?” Adit menggaruk kepalanya. “Gak lucu tahu gak!” Bayu dan Adit saling tatap. “Itu ide si Adit, Ra. Gue gak ikutan.” Aku melirik Adit, “Lo tuh tahu gak sih kalo gue hampir mati dapet kabar tadi?” “Ya lo bilang si Bayu gak akan mati, gimana sih.” Aku menangis, tak percaya Adit masih bisa membela diri padahal jelas ia salah. “Ra, gue—minta maaf

  • PERFAKE HUSBAND    140. Bayu Sekarat

    Pagi yang mendung. Sedari malam, Surabaya diguyur hujan. Langit seolah tahu, bahwa aku merindukan Jakarta dan seisinya hingga menangis. Drrrrt~ Aku meraih ponsel di nakas, “Adit?” “Ra, halo? Ra, urgent banget lo harus pulang.” Adit bicara dengan hebohnya. “Lo—kenapa?” “Gue kecelakaan, Ra.” “Hah?” aku bangkit dari kasur, “Kok bisa? Lo gak papa ‘kan?” “Gue hampir sekarat.” Aku diam sejenak, “Ada ya, orang sekarat suaranya kenceng dan semangat gini?” Adit diam. “Lo tuh caper banget sih. Pacar lo ‘kan disana, lo telpon Karina lah, gue ‘kan jauh. Kecelakaan kecil gak akan bikin lo mati.” “Si Aura.” Aku tertawa, “Ketauan nih ye, mau nipu gue.” “Yang sekarat bukan gue.” Katanya lirih. “Terus? Ka-rina?” “Bukan. Karina di rumahnya. Gue kecelakaan berdua, sama si Bayu.” Deg! “Ra, si Bayu—sekarat. Lo—bisa pulang sekarang ‘kan?” Aku diam, menggigit jariku kencang, “Kok si Bayu—ada di Jakarta? Dia—bukan di Prancis?” “Ceritanya panjang. Dia balik lagi dari

  • PERFAKE HUSBAND    139. Masalah Pertama di Surabaya

    Aku baru beres mengaudit keuangan pabrik tiga bulan terakhir. “Akhirnya selesai juga.” Seorang pegawai perempuan usia Adit menghampiriku, “Kak, permisi, ada surat dari pengadilan.” “Hm? Siapa yang cerai?” “Itu... dari pengadilan tinggi, kak, bukan dari pengadilan agama.” “Ah, iya. Aku pikir ada yang cerai.” Aku menerima dan membaca isi surat yang diberikan. Aku mengernyit, “Ini maksudnya pabrik kita digugat atas persamaan nama dengan badan usaha lain?” “Betul, kak. Pabrik roti yang udah berdiri lima puluh tahun lalu merasa dirugikan dengan persamaan nama pabrik ini. Katanya banyak orang mengira ini adalah pabrik cabang.” Aku melirik membaca nama pabrik roti yang masih kecil ini, “Sari Rasa?” “Karena bu Syaira gak ada disini, jadi kakak yang harus ke pangadilan minggu depan.” “Aduh, ini gak ada cara yang lebih simpel apa, mbak?” “Ada, kak. Pihak pabrik pesaing bilang, kalau kita ganti nama secepatnya, mereka akan cabut gugatan.” “Bentar ya.” aku membuka pon

  • PERFAKE HUSBAND    137. Kesempatan untuk Maira

    Aku berjalan pelan menuju mobil bersama ayah dan Adit. “Jadi klien ayah yang nyuruh cari Andre itu—papa? Maksud aku—om Rino?” Ayah mengangguk, “Kami punya tujuan yang sama. Mencari orang tidak pernah semenyenangkan ini sebelumnya. Ayah gak nyangka bisa menemukan Andre di ATM deket sekolah kamu. Ayah pikir dia kabur ke luar kota. Pantes ayah pergi ke tempat lain, orang gak pernah liat dia.” Aku mengernyit, “ATM?” “Yah, si Andre itu—” Aku menatap Adit memintanya diam. “Kenapa sama Andre? Ada yang harus ayah tahu? Biar ayah sampaikan sama kepolisian untuk memberatkan masa tahanan.” Adit menggeleng, “Gak papa, tadi cuma mau bilang si Andre pasti lagi ngambil duit.” Ayah tertawa, “Ya iya lah, Dit, masa ngambil cucian. Laundry kali.” “Euh, lo tuh ya.” aku ikut mengalihkan topik. Mama, papa, dan Bayu berjalan mendekati kami. “Kamu tenang sekarang, Ra, Andre udah mendapatkan hukumannya.” Aku tersenyum, “Makasih ya, pa, masih mengusahakan mencari dia, sampe duel segala

  • PERFAKE HUSBAND    137. Pak Andre di Temukan

    Aku memasukkan koper ke dalam bagasi mobil. Adit mengembalikan mobilku dengan baik. Dia memang pandai menjaga barang. “Lo serius mau berangkat sekarang?” tanya Adit yang disikut ibu, “Nyari univ ‘kan gak harus kesana langsung. Lewat internet aja, gue bantuin.” “Banyak yang harus gue urus disana, kak.” “Gue bisa anterin lo kalo akhir pekan.” “Gak usah, lo ‘kan sekarang sibuk pacaran sama Elsa.” Aku menghampiri ibu dan memeluknya, “Bu, aku pamit sekarang, ya? Doain perjalanannya lancar.” “Pasti. Kamu kalo pegel, ngantuk atau apapun itu, berhenti dulu.” “Siap.” “Lagak lo sih, ke sana bawa mobil sendiri. Naek pesawat aja, atau kereta gitu, atau nggak Buroq.” Aku melepaskan pelukkan ibu, “Lo tuh ya. Terserah gue lah.” Aku berdiri dihadapan Adit, “Gue—pamit ya, kak. Sama-sama, gue seneng bisa ngurus lo selama ibu di Surabaya. Udah kenyang banget gue teriak sama lo selama ini. Tapi meskipun gitu, gue pasti akan merindukan elo sih. Jengukin gue kesana loh.” Kami berpeluk

  • PERFAKE HUSBAND    136. Mengenang

    Aku membereskan baju-baju dan semua keperluan yang akan dibawa ke Surabaya. Aku sudah pulang, membawa mobil dan hadiah emas dari kakek. Aku pamerkan pada Adit, membuatnya memohon untuk meminjamkan mobilnya untuk pergi dengan Karina. “Kalo lo pelit, kuburaan lo sempit loh, Ra.” Adit masih gencar merayuku. “Tinggal beli lagi tanah kuburannya. Gue sekarang kaya, Dit, gue punya lima batang emas.” Adit manyun memainkan pintu kamar. “Mau pergi kemana sih lo?” “Ya keliling aja. Gue akan bilang kok kalo itu mobil elo.” “Dit, si Karina itu orang kaya. Dia pasti bosen kalo kemana-mana naek mobil. Naek motor tuh pengalaman baru buat dia.” “Gue yang bosen.” Aku menghentikan aktivitas beberesku. Ku lirik Adit yang memasang wajah super mengkhawatirkan, “Iya-iya gue pinjemin.” Adit melotot senang, “Serius lo?” “Tapi itu bensinnya abis, tolong di isi ya.” Adit menghampiriku, “Oke, gue isi gocap.” “Yah, gocap. Lo pikir mobil barbie. Yang bener aja dong.” “Gue belum gajian, gu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status