Part 1"Dek, bangun! Sudah siang! Tolong siapin baju kerja dan perlengkapan kantor Mas dong. Mas udah telat nih!" Kusibak selimut tebal yang membungkus tubuhku dan tubuh Mia, istri mudaku yang tampak masih pulas dalam tidurnya dengan buru-buru.Jarum jam sudah menginjak pukul sembilan pagi, berarti sudah satu setengah jam aku terlambat masuk kantor. Buru-buru aku meraih handuk dan masuk kamar mandi sembari kembali berteriak membangunkan Mia agar segera bangun dan mempersiapkan seragam kerja serta sarapan pagi. Namun, ternyata setelah keluar dari dalam kamar mandi, kutemui Mia masih bergelung malas dalam selimut. Jangankan menyiapkan seragam dan sarapan pagi, berkali-kali dibangunkan saja, Mia hanya bergeming saja.***"Mas, tadi pagi kamu pake seragam yang mana? Kok seragam yang di jemuran masih ada?" tanya Mia melalui sambungan telepon saat aku sedang istirahat makan siang di kantin kantor.Meski rasa jengkel akibat sikapnya yang tak peduli saat suaminya ini hendak berangkat menca
Part 2"Papa? Nggak salah pagi-pagi sudah ke sini?" tanya Anita pagi tadi saat aku buru-buru masuk ke dalam rumah dengan piyama mandi masih melekat di badan.Jarak rumah Mia dengan rumah istri pertamaku, Anita memang tidak begitu jauh, hanya berkisar seratus meteran saja dan berselang tujuh buah rumah. Jadi tak sulit bagiku bila harus berganti hari giliran atau pun mobile dari rumah istri mudaku itu menuju kediaman istri pertamaku.Mia sendiri adalah seorang janda tanpa anak yang sehari-harinya bekerja di salon kecil yang berada di depan kompleks perumahan ini.Karena seringnya kami bertemu dan bertegur sapa, membuat benih-benih cinta antara aku dan Mia pun mulai tumbuh subur dan bersemi.Tak ingin diam-diam selingkuh dan berbuat zina, akhirnya aku pun memberanikan diri mengutarakan niat di hatiku itu untuk menikah lagi dengan Mia pada Anita.Awalnya Anita menolak keras keinginanku itu karena katanya tak ada satu pun wanita di dunia ini yang rela cinta suaminya dan penghasilan dari su
Part 3"Mas, aku minta tambahan uang belanja ya? Soalnya yang kemarin kamu kasih udah habis ...," ucap Mia saat kami tengah berbaring di atas peraduan sembari jemarinya mengelus lembut dadaku yang masih terbuka.Kami baru saja mengarungi surga dunia yang penuh kehangatan khas pengantin baru. Sejak menikah siri seminggu lalu dengannya aku memang banyak menghabiskan waktu bersama istri mudaku ini ketimbang bersama Anita dan anak anak di rumah.Jujur aku akui, kebutuhan akan hubungan suami istri yang lumayan tinggi yang aku miliki selama ini dan jarang bisa aku dapatkan dari Anita karena alasan capek mengurus anak anak dan rumah, memang menjadi alasan utama yang membuatku nekat meminta izin untuk menikah lagi. Bersama Mia aku mendapat apa yang kuinginkan selama ini, pemenuhan kebutuhan batin yang tak pernah kurang dia berikan dan selalu bisa memuaskanku.Sayangnya dibalik semua kelebihan itu, Mia juga memiliki banyak kekurangan, di antaranya kurang bisa melayani kebutuhan sehari-hari ku
Part 4"Kok cuma segini, Pa?" Anita menatap uang sebesar satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah yang kuberikan sebagai jatah belanja bulan ini padanya.Biasanya gajiku yang hanya sebesar empat juta rupiah itu memang kuserahkan utuh padanya, hanya dipotong uang bensin dan makan siang di kantor saja sebesar lima ratus ribu rupiah.Namun, sejak menikah dengan Mia, otomatis jatah belanja yang kuberikan pada Anita harus dikurangi. Jadi mau tak mau satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah ini harus cukup dialokasikan Anita buat kebutuhan hidup keluarga kami selama satu bulan."Kan Papa harus kasih Mia uang belanja juga, Ma. Makanya Papa cuma bisa kasih segitu. Dihemat-hemat saja biar cukup," ucapku dengan perasaan tak enak. Tapi mau gimana lagi, tak mungkin aku mengabaikan permintaan Mia kemarin, karena dia sekarang sudah jadi istriku juga."Iya, Mama tahu. Tapi harusnya Papa kan bisa adil. Mama harus mencukupi kebutuhan semua orang di rumah ini, termasuk Papa yang setiap hari pul
Part 5"Din, kamu bisa bantu nggak? Aku butuh kerja sampingan nih. Gaji dari kantor nggak cukup lagi buat biaya hidup, jadi aku butuh job tambahan buat nambah pendapatan? Kamu bisa bantu nggak?" ujarku pada Dino, rekan satu kantor yang kutahu punya kerja sampingan sebagai juru parkir liar di malam hari di sebuah mall yang cukup besar di kota ini.Dino sering bercerita kalau dari job sampingannya itu lumayan bisa menambah pemasukan keluarga supaya tak kesulitan lagi. Karenanya aku ingin minta bantuan sahabatku itu agar bisa ikut menjadi juru parkir juga di tempat ia bekerja untuk bisa membiayai hidupku dan Mia."Lho, tumben nggak cukup? Biasanya kan cukup, Hen?" Dino menyeruput gelas kopinya lalu menatapku dengan pandangan tak percaya.Sahabatku itu lalu meneruskan ucapannya. "Apa karena sekarang makmum kamu bertambah ya, makanya gaji bulanan nggak cukup lagi?" imbuhnya sembari menyeringai lebar.Aku tersenyum kecut mendengar ucapannya. Sejujurnya harus aku akui kalau yang Dino kataka
Part 6Aku menatap Dea dan Deo, ke dua buah hatiku yang sedang menyelesaikan sarapan pagi mereka dengan hati bertanya tanya.Sudah dua minggu ini, sejak aku menikah lagi, kulihat duo bocah itu bersikap diam seolah tak mengindahkan keberadaanku di rumah ini. Setiap kali bertemu atau berpapasan, mereka selalu buang muka dan diam seribu basa. Lama lama aku jadi tak enak sendiri melihatnya.Apa jangan jangan mereka menyimpan kekesalan atau kemarahan padaku ya? Tapi kalau iya kenapa? Tak urung hatiku diliputi tanda tanya."Dea, Deo, kalian kenapa sih? Papa perhatikan dari kemarin kok diam aja sama Papa? Ada apa?" tanyaku saat aku kembali bertemu dua bocah itu dengan pandangan tertuju penuh ke arah mereka.Mendengar pertanyaan dariku, Dea dan Deo hanya bergeming. Jemari mereka terlihat lesu mengaduk aduk nasi di piring tanpa semangat. Ah, ada apa sebenarnya yang terjadi pada diri mereka? Batinku bertanya tanya."Dea? Deo? Jawab ... ! Kalian kenapa sih diam aja sama Papa? Kalian marah sama
Part 7Hari ini usai pulang dari kantor, aku segera menuju mall di mana Doni bekerja sebagai juru parkir liar.Sahabatku itu memberitahu jika aku sudah boleh ikut bergabung bersama mereka menjadi juru parkir liar setelah mendapat izin dari penguasa lahan parkir setempat yang mengizinkan aku untuk ikut bekerja bersama mereka.Mendapatkan izin tersebut, maka sore ini, sepulang dari kantor, aku pun memutuskan untuk langsung gabung bekerja.Awalnya aku masih kesulitan mengatur kendaraan yang parkir karena ramainya pengunjung mall. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari Doni, akhirnya aku pun mulai bisa mengikuti ritme pekerjaan tersebut dan mulai bisa enjoy bekerja meski masih kepikiran sikap anak anak yang berani memprotes perbuatanku menikah lagi kemarin.Sampai saat ini aku masih merasa marah pada anak anak dan Anita yang aku anggap tak patuh dan tak menghargaiku.Karena sebenarnya aku tak biasa kerja menggunakan tenaga seperti ini, tak.lama jadi juru parkir, rasa lelah dan letih pu
Part 8Pagi hari, aku bangun tidur dengan tubuh terasa pegal semua. Mungkin karena baru pertama kali ini aku bekerja menggunakan tenaga sebagai tukang parkir liar, maka otot-otot di tubuhku pun tak siap dan berontak, jadilah pegal-pegal tak karuan seperti sekarang ini.Niat semalam sih ingin dipijitin Mia, apa daya ia sendiri mengaku sedang kecapean. Jadi terpaksa aku mengalah agar tak menimbulkan pertengkaran.Aku melirik jam di dinding. Pukul 06.00 WIB. Bergegas aku bangun dan menunaikan solat subuh meski sudah terlambat. Biasanya di rumah ada Anita yang siap membangunkan aku sebelum adzan berkumandang sehingga aku bisa shalat tepat waktu, tetapi di rumah ini sepertinya aku tak bisa mengandalkan Mia untuk melakukan itu. Sebentar lagi saatnya berangkat ke kantor karena pukul 07. 30 kami sudah harus absensi pegawai. Buru-buru aku membangunkan Mia, ingin disediakan sarapan pagi agar bisa secepatnya pergi ke kantor. Terserahlah, mau dibuatkan mie goreng atau mie rebus saja yang penting
Part 25POV Hendri."Insya Allah bisa, Mas. Nanti aku kasih tahu anak anak supaya siap siap ikut ya, Mas," jawab Anita sebelum akhirnya Pak Himawan tersenyum ceria dan gegas memintaku memasukkan nasi ayam geprek di tangannya padaku.Dengan gerakan tak bersemangat dan hati diliputi api amarah, aku mengambil kantong plastik besar berisikan nasi di tangan Pak Himawan lalu segera memasukkannya ke dalam bagasi mobil. Tentu saja dengan tetap menundukkan kepala dalam dalam saat harus mendekat ke arah Anita yang masih saja tersenyum senyum ceria dan membuatku sebal tak alang kepalang.Kalau tak ingat aku harus tetap pura pura tak kenal dan menyembunyikan identitas diriku darinya, ingin rasanya kucengkeram kerah baju mantan istriku itu dan meneriakkan di telinganya betapa aku tak akan sedikit pun rela melepaskan dirinya untuk laki laki lain.Tapi karena aku sadar, aku harus tetep diam supaya semua rencana ini tak gagal, akhirnya aku pun hanya bisa menekan api amarah dan rasa cemburu sekuat ten
Part 24POV Hendri."Pak Hendri, kita ke jalan Delima ya. Saya mau ambil pesanan nasi ayam di rumah temen saya, untuk makan siang seluruh karyawan hari ini," ujar Pak Himawan saat aku tiba dan memulai hari pertamaku bekerja padanya.Mendengar nama jalan itu disebut, sejenak aku menatap kaget. Jalan Delima? Hmm ... Di situ kan kediaman orang tua Anita di mana saat ini mantan istri yang amat aku rindukan itu juga tinggal di sana?Ah, kebetulan sekali kalau begitu. Siapa tahu tanpa sengaja aku bisa bertemu dengannya. Jadi aku bisa pamer dan menunjukkan padanya kalau sekarang aku sudah punya pekerjaan baru yang cukup menjanjikan setelah diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS sebab sekarang aku bekerja pada seorang pengusaha sukses seperti Pak Himawan. Mana tahu lama lama dari seorang sopir pribadi, aku bisa diangkat menjadi karyawan tetap perusahaan dengan posisi lumayan tinggi mengingat Pak Hima konon bukan orang yang pelit dan perhitungan.Dengan begitu Anita pasti tak akan meren
Part 23POV Hendri"Din, carikan aku kerjaan dong. Kamu kan tahu aku sekarang pengangguran. Aku nggak punya teman lain yang bisa aku mintain tolong selain kamu, Din. Tolong dong carikan aku pekerjaan. Tapi kalau bisa jangan jadi tukang parkir lagi ya karena aku butuh kerjaan yang lebih baik, lebih enak, nggak bikin capek, dan nggak harus kerja keras banting tulang kayak jadi tukang parkir, Din. Tapi duitnya juga banyak.""Kamu pasti bisa bantu mencarikan kan, Din? Please ... kamu biasanya banyak informasi. Tolongin, Din, kasih tahu aku kalau ada lowongan pekerjaan yang bisa aku masukin. Aku butuh banget ini," ujarku memohon pada Dino yang tengah duduk di kantin sarapan pagi.Barusan aku memang menghubunginya, menanyakan keberadaannya dan Dino mengatakan kalau dirinya tengah berada di kantin yang berada tak jauh dari kantornya ini sehingga aku pun langsung meluncur menuju ke sini.Mendengar perkataanku, Dino menghentikan suapan soto ayam dari mulutnya lalu menatapku."Apa? Kamu ingin c
Part 22"Nah, Anita ... ini anak Ibu. Namanya Himawan. Hima ... ini Anita. Yang punya usaha ayam geprek super enak yang sering Ibu beli. Katanya kamu penasaran waktu Ibu bilang namanya Anita. Nih, kamu kenalan sendiri ya," ujar Bu Sovia memperkenalkan kami.Seketika aku pun terkejut sangat. Begitu pun laki laki itu. Laki laki yang masih aku ingat betul saat menjawab pertanyaan dewan juri ketika kami diutus mewakili sekolah untuk mengikuti lomba. Suara yang penuh wibawa dan kecerdasan. Mas Himawan Wicaksono."Anita? Ternyata benar kamu Anita yang dulu sering bareng Mas diutus sekolah untuk ikut lomba ya. Tadinya Mas mikir, jangan jangan Anita itu kamu. Ternyata bener. Dugaan Mas nggak salah. Anita itu adik kelas Mas yang dulu jago masak, makanya dulu kamu juga sering juara pas lomba masak kan, Nita? Pantes sekarang juga jago bikin usaha ayam geprek yang rasanya mantul luar biasa. Selamat ya ...," ucap Mas Hima dengan nada ramah sehingga ketegangan dan kekakuan yang sesaat tadi melanda
Part 21"Om Farhan? Hore ... Om jemput kita ya, Om? Emang Mama lagi ke mana, Om? Katanya Mama yang mau jemput kita?" tanya anak anak dengan gembiranya saat melihat kemunculan laki laki itu."Mama kalian sedang ada pesanan ayam, jadi minta tolong Om buat jemput kalian. Ayok kita pulang sekarang. Habis ini Om mau dinas lagi soalnya. Kalau mau jalan bareng sama Om lagi besok, ya. Hari ini Om lagi cukup sibuk soalnya," kata laki laki berseragam aparat tersebut dengan akrab pada anak anak.Aku memicingkan mata dengan heran melihat kedekatan Dea dan Deo dengan pria itu. Siapa ya? Apa masih keluarga Anita atau bagaimana? Aku tak kenal soalnya. Sebab selama ini jujur aku memang kurang dekat dengan keluarga besar mantan istriku itu. Yang aku tahu, Anita berasal dari keluarga sederhana. Itu sebabnya aku enggan dekat dekat dengan keluarga mereka karena takut dipinjami uang atau pun dimintai tolong sesuatu.Jadi meski aku lumayan sering mengantar Anita pulang ke rumah orang tuanya, tapi aku jaran
Part 20"Gimana Hen? Anita bersedia nggak bantuin kamu?" tanya Ibu saat aku pulang ke rumah.Aku menghembuskan nafas lalu menggelengkan kepala dengan kasar."Nggak mau katanya, Bu! Dasar sombong dia sekarang! Nyesel aku datang ke rumah dia kalau tahu begini, Bu! Dimintai tolong dikit aja sok takut dosa segala!" Aku mendengkus kesal mengingat penolakan Anita barusan.Ya. Baru jualan ayam geprek sedikit aja udah sombong minta ampun mantan istriku itu. Gimana kalau jualan yang lain dan sukses? Mungkin nggak mau kenal aku lagi. Gitu itu kalau biasa nganggur terus tiba tiba sekarang bisa cari uang sendiri, belagu minta ampun! Awas saja nanti kalau gantian dia yang butuh bantuan dariku, aku juga pasti akan jual mahal seperti yang dia lakukan padaku barusan! Batinku penuh dendam di dalam hati."Hmm ... apa perlu Ibu yang ngomong? Siapa tahu kalau Ibu yang ngomong, Anita akan luluh hatinya, Hen? Bagaimana pun juga kalau kamu tetap bekerja, Dea dan Deo pasti bisa terurus hidupnya. Tapi kamu j
Part 19Aku menghentikan langkah di depan rumah yang sangat aku kenal.Kemarin kemarin, aku masih sering datang ke sini setiap kali lebaran tiba atau pun saat mengantar Anita menjenguk ke dua orang tuanya.Tapi sejak aku menikah lagi dengan Mia, dan setelah itu harus berurusan dengan penjara dan akhirnya digugat cerai oleh istri pertamaku itu, aku tak lagi sempat menginjakkan kaki di rumah ini.Begitu aku tiba di halaman depan rumah mantan mertuaku ini, aku bisa melihat sebuah warung kecil yang sepertinya baru saja di bangun di depan halaman rumah. Warung itu menjual ayam geprek dengan brand di depannya 'Ayam Geprek si Kembar '.Hmm ... apa mungkin, ini adalah usaha baru mantan istriku itu yang sekarang harus menghidupi kedua buah hati kami seorang diri ya?Melihat itu, ada rasa iba mencuat di sudut hatiku. Anita harus kerja keras sampai harus jualan ayam geprek begini hanya demi menyambung hidup supaya mereka tak kelaparan? Kasihan sekali.Hmm ... andai kuberi dia uang untuk membiay
Part 18"Apa, Hen? Kamu dipanggil atasan? Apa kamu bakalan dipecat, Hen? Ya, Tuhan ... begini sekali nasib kamu hiks ... hiks ...." Ibu meraup muka yang dibanjiri air mata.Tampak raut kecewa dan sedih yang mendalam dalam raut wajah wanita paruh baya di depanku itu.Aku menghembuskan nafas berat. Ya, aku tak bisa menyalahkan beliau yang tentu saja merasa kecewa dan sedih putra satu satunya ini jadi kacau begini jalan hidupnya.Setelah bercerai dari Anita dan terpaksa jauh dari anak anak, aku harus masuk penjara. Dan sekarang hukuman disiplin PNS pun sudah menunggu di depan mata.Berat. Berat sekali yang harus aku hadapi. Tapi semua harus aku jalani. Ini sudah resiko atas perbuatan yang telah aku lakukan. "Gimana lagi, Bu. Doakan saja Hendri bisa sabar menghadapi semua ini dan bisa mempertahankan status ASN yang Hendri sandang ya, Bu," jawabku meski dengan perasaan tak yakin.Rasanya tak akan mungkin bisa aku pertahankan lagi status pekerjaanku ini sebab nama burukku sudah tersohor di
Part 17"Dengan ini hakim menjatuhkan hukuman enam bulan penjara dipotong masa tahanan. Tok! Tok! Tok!" Hakim mengetuk palu yang menandakan dijatuhkannya hukuman penjara atasku.Aku sedikit bernafas lega karena setelah pembelaan diri yang aku lakukan, hakim akhirnya menjatuhkan hukuman selama enam bulan penjara untukku. Memang perbuatanku yang sudah menikah lagi tanpa izin dari atasan membuat sebagian anggota majelis hakim tidak simpatik dan ingin aku dipenjara lebih lama, tetapi berkat permintaan maaf dan perasaan bersalah yang aku kemukakan dan pembelaan diri yang aku ajukan dengan mengatakan kalau rasanya wajar aku menampar Mia karena geram dan sakit hati dia berhubungan dengan laki laki lain padahal dia adalah istri siri ku, syukurlah masa hukumanku menjadi tidak terlalu lama.Ada pun setelah mempertimbangkan baik dan buruknya, enggan membuat ibu menderita lebih banyak lagi, maka aku pun tak jadi menggunakan uang Ibu untuk meminta tolong oknum dan menyerahkan semuanya pada pros