Part 6Aku menatap Dea dan Deo, ke dua buah hatiku yang sedang menyelesaikan sarapan pagi mereka dengan hati bertanya tanya.Sudah dua minggu ini, sejak aku menikah lagi, kulihat duo bocah itu bersikap diam seolah tak mengindahkan keberadaanku di rumah ini. Setiap kali bertemu atau berpapasan, mereka selalu buang muka dan diam seribu basa. Lama lama aku jadi tak enak sendiri melihatnya.Apa jangan jangan mereka menyimpan kekesalan atau kemarahan padaku ya? Tapi kalau iya kenapa? Tak urung hatiku diliputi tanda tanya."Dea, Deo, kalian kenapa sih? Papa perhatikan dari kemarin kok diam aja sama Papa? Ada apa?" tanyaku saat aku kembali bertemu dua bocah itu dengan pandangan tertuju penuh ke arah mereka.Mendengar pertanyaan dariku, Dea dan Deo hanya bergeming. Jemari mereka terlihat lesu mengaduk aduk nasi di piring tanpa semangat. Ah, ada apa sebenarnya yang terjadi pada diri mereka? Batinku bertanya tanya."Dea? Deo? Jawab ... ! Kalian kenapa sih diam aja sama Papa? Kalian marah sama
Part 7Hari ini usai pulang dari kantor, aku segera menuju mall di mana Doni bekerja sebagai juru parkir liar.Sahabatku itu memberitahu jika aku sudah boleh ikut bergabung bersama mereka menjadi juru parkir liar setelah mendapat izin dari penguasa lahan parkir setempat yang mengizinkan aku untuk ikut bekerja bersama mereka.Mendapatkan izin tersebut, maka sore ini, sepulang dari kantor, aku pun memutuskan untuk langsung gabung bekerja.Awalnya aku masih kesulitan mengatur kendaraan yang parkir karena ramainya pengunjung mall. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari Doni, akhirnya aku pun mulai bisa mengikuti ritme pekerjaan tersebut dan mulai bisa enjoy bekerja meski masih kepikiran sikap anak anak yang berani memprotes perbuatanku menikah lagi kemarin.Sampai saat ini aku masih merasa marah pada anak anak dan Anita yang aku anggap tak patuh dan tak menghargaiku.Karena sebenarnya aku tak biasa kerja menggunakan tenaga seperti ini, tak.lama jadi juru parkir, rasa lelah dan letih pu
Part 8Pagi hari, aku bangun tidur dengan tubuh terasa pegal semua. Mungkin karena baru pertama kali ini aku bekerja menggunakan tenaga sebagai tukang parkir liar, maka otot-otot di tubuhku pun tak siap dan berontak, jadilah pegal-pegal tak karuan seperti sekarang ini.Niat semalam sih ingin dipijitin Mia, apa daya ia sendiri mengaku sedang kecapean. Jadi terpaksa aku mengalah agar tak menimbulkan pertengkaran.Aku melirik jam di dinding. Pukul 06.00 WIB. Bergegas aku bangun dan menunaikan solat subuh meski sudah terlambat. Biasanya di rumah ada Anita yang siap membangunkan aku sebelum adzan berkumandang sehingga aku bisa shalat tepat waktu, tetapi di rumah ini sepertinya aku tak bisa mengandalkan Mia untuk melakukan itu. Sebentar lagi saatnya berangkat ke kantor karena pukul 07. 30 kami sudah harus absensi pegawai. Buru-buru aku membangunkan Mia, ingin disediakan sarapan pagi agar bisa secepatnya pergi ke kantor. Terserahlah, mau dibuatkan mie goreng atau mie rebus saja yang penting
Part 9Sore ini sepulang dari kantor, seperti biasanya aku kembali ke mall untuk bergabung bersama Dino dan rekan-rekan lainnya mengais rezeki demi sesuap nasi untuk keluarga.Dengan jaket ala petugas parkir dan topi lebar, kusembunyikan wajah agar tak dikenali orang. Aku tak mau pekerjaan sampingan sebagai petugas parkir liar ini sampai ketahuan dan terendus Anita. Lebih-lebih Mia yang pasti akan merasa malu jika sampai mengetahui kalau aku terpaksa mengambil job sampingan sebagai juru parkir liar ini kendaraan demi memberinya uang belanja.Kacamata hitam tak luput tercantel di atas hidung saat ini. Dengan penampilan seperti ini bisa dipastikan tak ada seorang pun teman, sahabat atau pun anggota keluarga yang akan mengenaliku. Aku bisa menyembunyikan identitas ku yang sebenarnya agar tidak ketahuan.Aku meniup peluit dan memberikan aba-aba saat sebuah mobil sport memasuki pelataran parkir mall. Buru-buru aku memberi kode agar sopir mobil tersebut memarkir kendaraannya dengan baik da
Part 10Usai kedua sosok berlainan jenis itu menghilang di balik pintu kaca mall, aku menghela nafas dengan kasar.Rasanya begitu sakit dipecundangi seperti ini, tetapi aku tak mampu membalasnya. Aku merasa shock hingga tubuhku hanya mampu berdiri lunglai dengan keringat dingin mengucur dari seluruh pori-pori. Ingin rasanya kukejar sosok Mia tadi tetapi akal sehat masih membuatku mampu menahan gejolak emosi di hati.Melihatku hanya diam, Dino mendekati dan menepuk bahuku pelan."Hen, ada apa sih kok sejak tadi bengong aja. Kesambet setan kamu ya?" Dino tertawa lebar tanpa tahu bahwa aku sedang shock mengetahui hal yang baru saja terjadi.Tak mungkin rasanya jujur mengatakan pada Dino bahwa aku baru saja memergoki istri mudaku pergi bersama laki-laki lain mencari alat pengaman untuk aktivitas haram mereka.Dino pasti tahu persis bahwa tujuanku mencari tambahan penghasilan ini adalah demi menafkahi Mia, tetapi bukannya kesetiaan yang kudapatkan melainkan pengkhianatan yang menyesakkan d
Part 11Aku pun membuka mulutku, ingin tahu apa sebenarnya yang membuat istri pertamaku ini meminta persyaratan seperti itu dan seolah olah hendak menolak niatku yang saat ini ingin bercerai dari Mia agar bisa kembali lagi secara utuh padanya dan keluarga ini."Tapi kenapa kamu meminta syarat seperti itu kemarin, Ma? Dan kenapa Mama kelihatannya nggak senang kalau Papa hendak menceraikan Mia dan kembali kepada Mama lagi secara utuh? Apa Mama nggak cinta lagi sama Papa? Nggak ingin waktu Papa buat Mama aja? Nggak mau penghasilan Papa buat Mama seorang dan nggak akan dibagi dua lagi dengan Mia kalau Papa bercerai darinya Ma!" tanyaku beruntun dengan nada tertahan, berusaha membujuk dan memberikan pengertian pada Anita supaya dia membatalkan persyaratan yang dulu ia minta itu.Entah, apa masih bisa hal itu dibatalkan atau tidak. Tapi yang jelas saat ini aku tak mungkin lagi hidup bersama Mia. Aku akan kembali bersama Anita dan memperbaiki kembali rumah tangga kami berdua."Dari awal Mama
Part 12"Mas, kamu nggak pulang ke rumah Mia? Sudah tiga hari lho kamu di sin" tegur Anita saat aku masuk ke dalam kamar usai kami makan malam bersama. Usai pembicaraan kami kemarin, aku memang belum mengambil keputusan apa apa lagi. Aku masih berusaha mempertimbangkan baik dan buruknya bila aku terpaksa mengambil keputusan. Terburuk sekalipun.Bukan karena aku takut kehilangan Mia, istri mudaku yang bi*al itu, tetapi aku takut kehilangan Anita jika aku terburu nafsu menceraikan Mia sebab bila aku menjatuhkan talak pada perempuan murahan itu, secara otomatis aku pun telah menjatuhkan talak pada Anita, istri idamanku ini. Dan tentu saja, aku tak mau hal itu sampai terjadi.Mendengar pertanyaan Anita, aku pun hanya diam sembari menggeleng lemah. Ya, buat apa lagi aku kembali ke rumah istri mudaku itu kalau aku sudah tahu, ia ternyata adalah piala bergilir yang bisa dipakai sembarang laki laki? Kalau tubuhnya bekas jamah dan sisa laki-laki lain? Aku tak sehina itu untuk bersedia memun
Part 13"Mas, jawab! Kenapa kamu nggak mau pulang hah? Kenapa? Apa kamu sudah bosan sama aku? Iya?" teriak Mia dengan nada kasar sembari kedua matanya melotot lebar ke arahku. Tangannya berkacak pinggang dan wajahnya terlihat merah menahan emosi.Aku mencibirkan bibir dengan sebal. Dasar munafik! Sudah ketahuan, masih saja ngeles pura pura tak tahu kesalahan diri! Batinku kesal.Masih terbayang bagaimana dengan nakalnya ia mengajak pria di sampingnya kemarin membeli alat pengaman untuk enak-enak haram mereka. Suami mana yang tidak sakit hati dan jengkel kalau tahu istrinya begituan sama laki laki lain?Sudah cukup rasanya aku menjadi budak cinta-nya selama ini hingga aku nyaris menafikan semuanya demi dirinya. Tetapi bukan kesetiaan yang kudapatkan darinya melainkan pengkhianatan yang menjijikkan. Menyesal rasanya sudah menikahi Mia dan mengorbankan perasaan anak-anak serta Anita demi bisa hidup bersamanya. Menyesal rasanya sudah membiarkan raga ini dicekam lelah menjadi tukang parki
Part 25POV Hendri."Insya Allah bisa, Mas. Nanti aku kasih tahu anak anak supaya siap siap ikut ya, Mas," jawab Anita sebelum akhirnya Pak Himawan tersenyum ceria dan gegas memintaku memasukkan nasi ayam geprek di tangannya padaku.Dengan gerakan tak bersemangat dan hati diliputi api amarah, aku mengambil kantong plastik besar berisikan nasi di tangan Pak Himawan lalu segera memasukkannya ke dalam bagasi mobil. Tentu saja dengan tetap menundukkan kepala dalam dalam saat harus mendekat ke arah Anita yang masih saja tersenyum senyum ceria dan membuatku sebal tak alang kepalang.Kalau tak ingat aku harus tetap pura pura tak kenal dan menyembunyikan identitas diriku darinya, ingin rasanya kucengkeram kerah baju mantan istriku itu dan meneriakkan di telinganya betapa aku tak akan sedikit pun rela melepaskan dirinya untuk laki laki lain.Tapi karena aku sadar, aku harus tetep diam supaya semua rencana ini tak gagal, akhirnya aku pun hanya bisa menekan api amarah dan rasa cemburu sekuat ten
Part 24POV Hendri."Pak Hendri, kita ke jalan Delima ya. Saya mau ambil pesanan nasi ayam di rumah temen saya, untuk makan siang seluruh karyawan hari ini," ujar Pak Himawan saat aku tiba dan memulai hari pertamaku bekerja padanya.Mendengar nama jalan itu disebut, sejenak aku menatap kaget. Jalan Delima? Hmm ... Di situ kan kediaman orang tua Anita di mana saat ini mantan istri yang amat aku rindukan itu juga tinggal di sana?Ah, kebetulan sekali kalau begitu. Siapa tahu tanpa sengaja aku bisa bertemu dengannya. Jadi aku bisa pamer dan menunjukkan padanya kalau sekarang aku sudah punya pekerjaan baru yang cukup menjanjikan setelah diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS sebab sekarang aku bekerja pada seorang pengusaha sukses seperti Pak Himawan. Mana tahu lama lama dari seorang sopir pribadi, aku bisa diangkat menjadi karyawan tetap perusahaan dengan posisi lumayan tinggi mengingat Pak Hima konon bukan orang yang pelit dan perhitungan.Dengan begitu Anita pasti tak akan meren
Part 23POV Hendri"Din, carikan aku kerjaan dong. Kamu kan tahu aku sekarang pengangguran. Aku nggak punya teman lain yang bisa aku mintain tolong selain kamu, Din. Tolong dong carikan aku pekerjaan. Tapi kalau bisa jangan jadi tukang parkir lagi ya karena aku butuh kerjaan yang lebih baik, lebih enak, nggak bikin capek, dan nggak harus kerja keras banting tulang kayak jadi tukang parkir, Din. Tapi duitnya juga banyak.""Kamu pasti bisa bantu mencarikan kan, Din? Please ... kamu biasanya banyak informasi. Tolongin, Din, kasih tahu aku kalau ada lowongan pekerjaan yang bisa aku masukin. Aku butuh banget ini," ujarku memohon pada Dino yang tengah duduk di kantin sarapan pagi.Barusan aku memang menghubunginya, menanyakan keberadaannya dan Dino mengatakan kalau dirinya tengah berada di kantin yang berada tak jauh dari kantornya ini sehingga aku pun langsung meluncur menuju ke sini.Mendengar perkataanku, Dino menghentikan suapan soto ayam dari mulutnya lalu menatapku."Apa? Kamu ingin c
Part 22"Nah, Anita ... ini anak Ibu. Namanya Himawan. Hima ... ini Anita. Yang punya usaha ayam geprek super enak yang sering Ibu beli. Katanya kamu penasaran waktu Ibu bilang namanya Anita. Nih, kamu kenalan sendiri ya," ujar Bu Sovia memperkenalkan kami.Seketika aku pun terkejut sangat. Begitu pun laki laki itu. Laki laki yang masih aku ingat betul saat menjawab pertanyaan dewan juri ketika kami diutus mewakili sekolah untuk mengikuti lomba. Suara yang penuh wibawa dan kecerdasan. Mas Himawan Wicaksono."Anita? Ternyata benar kamu Anita yang dulu sering bareng Mas diutus sekolah untuk ikut lomba ya. Tadinya Mas mikir, jangan jangan Anita itu kamu. Ternyata bener. Dugaan Mas nggak salah. Anita itu adik kelas Mas yang dulu jago masak, makanya dulu kamu juga sering juara pas lomba masak kan, Nita? Pantes sekarang juga jago bikin usaha ayam geprek yang rasanya mantul luar biasa. Selamat ya ...," ucap Mas Hima dengan nada ramah sehingga ketegangan dan kekakuan yang sesaat tadi melanda
Part 21"Om Farhan? Hore ... Om jemput kita ya, Om? Emang Mama lagi ke mana, Om? Katanya Mama yang mau jemput kita?" tanya anak anak dengan gembiranya saat melihat kemunculan laki laki itu."Mama kalian sedang ada pesanan ayam, jadi minta tolong Om buat jemput kalian. Ayok kita pulang sekarang. Habis ini Om mau dinas lagi soalnya. Kalau mau jalan bareng sama Om lagi besok, ya. Hari ini Om lagi cukup sibuk soalnya," kata laki laki berseragam aparat tersebut dengan akrab pada anak anak.Aku memicingkan mata dengan heran melihat kedekatan Dea dan Deo dengan pria itu. Siapa ya? Apa masih keluarga Anita atau bagaimana? Aku tak kenal soalnya. Sebab selama ini jujur aku memang kurang dekat dengan keluarga besar mantan istriku itu. Yang aku tahu, Anita berasal dari keluarga sederhana. Itu sebabnya aku enggan dekat dekat dengan keluarga mereka karena takut dipinjami uang atau pun dimintai tolong sesuatu.Jadi meski aku lumayan sering mengantar Anita pulang ke rumah orang tuanya, tapi aku jaran
Part 20"Gimana Hen? Anita bersedia nggak bantuin kamu?" tanya Ibu saat aku pulang ke rumah.Aku menghembuskan nafas lalu menggelengkan kepala dengan kasar."Nggak mau katanya, Bu! Dasar sombong dia sekarang! Nyesel aku datang ke rumah dia kalau tahu begini, Bu! Dimintai tolong dikit aja sok takut dosa segala!" Aku mendengkus kesal mengingat penolakan Anita barusan.Ya. Baru jualan ayam geprek sedikit aja udah sombong minta ampun mantan istriku itu. Gimana kalau jualan yang lain dan sukses? Mungkin nggak mau kenal aku lagi. Gitu itu kalau biasa nganggur terus tiba tiba sekarang bisa cari uang sendiri, belagu minta ampun! Awas saja nanti kalau gantian dia yang butuh bantuan dariku, aku juga pasti akan jual mahal seperti yang dia lakukan padaku barusan! Batinku penuh dendam di dalam hati."Hmm ... apa perlu Ibu yang ngomong? Siapa tahu kalau Ibu yang ngomong, Anita akan luluh hatinya, Hen? Bagaimana pun juga kalau kamu tetap bekerja, Dea dan Deo pasti bisa terurus hidupnya. Tapi kamu j
Part 19Aku menghentikan langkah di depan rumah yang sangat aku kenal.Kemarin kemarin, aku masih sering datang ke sini setiap kali lebaran tiba atau pun saat mengantar Anita menjenguk ke dua orang tuanya.Tapi sejak aku menikah lagi dengan Mia, dan setelah itu harus berurusan dengan penjara dan akhirnya digugat cerai oleh istri pertamaku itu, aku tak lagi sempat menginjakkan kaki di rumah ini.Begitu aku tiba di halaman depan rumah mantan mertuaku ini, aku bisa melihat sebuah warung kecil yang sepertinya baru saja di bangun di depan halaman rumah. Warung itu menjual ayam geprek dengan brand di depannya 'Ayam Geprek si Kembar '.Hmm ... apa mungkin, ini adalah usaha baru mantan istriku itu yang sekarang harus menghidupi kedua buah hati kami seorang diri ya?Melihat itu, ada rasa iba mencuat di sudut hatiku. Anita harus kerja keras sampai harus jualan ayam geprek begini hanya demi menyambung hidup supaya mereka tak kelaparan? Kasihan sekali.Hmm ... andai kuberi dia uang untuk membiay
Part 18"Apa, Hen? Kamu dipanggil atasan? Apa kamu bakalan dipecat, Hen? Ya, Tuhan ... begini sekali nasib kamu hiks ... hiks ...." Ibu meraup muka yang dibanjiri air mata.Tampak raut kecewa dan sedih yang mendalam dalam raut wajah wanita paruh baya di depanku itu.Aku menghembuskan nafas berat. Ya, aku tak bisa menyalahkan beliau yang tentu saja merasa kecewa dan sedih putra satu satunya ini jadi kacau begini jalan hidupnya.Setelah bercerai dari Anita dan terpaksa jauh dari anak anak, aku harus masuk penjara. Dan sekarang hukuman disiplin PNS pun sudah menunggu di depan mata.Berat. Berat sekali yang harus aku hadapi. Tapi semua harus aku jalani. Ini sudah resiko atas perbuatan yang telah aku lakukan. "Gimana lagi, Bu. Doakan saja Hendri bisa sabar menghadapi semua ini dan bisa mempertahankan status ASN yang Hendri sandang ya, Bu," jawabku meski dengan perasaan tak yakin.Rasanya tak akan mungkin bisa aku pertahankan lagi status pekerjaanku ini sebab nama burukku sudah tersohor di
Part 17"Dengan ini hakim menjatuhkan hukuman enam bulan penjara dipotong masa tahanan. Tok! Tok! Tok!" Hakim mengetuk palu yang menandakan dijatuhkannya hukuman penjara atasku.Aku sedikit bernafas lega karena setelah pembelaan diri yang aku lakukan, hakim akhirnya menjatuhkan hukuman selama enam bulan penjara untukku. Memang perbuatanku yang sudah menikah lagi tanpa izin dari atasan membuat sebagian anggota majelis hakim tidak simpatik dan ingin aku dipenjara lebih lama, tetapi berkat permintaan maaf dan perasaan bersalah yang aku kemukakan dan pembelaan diri yang aku ajukan dengan mengatakan kalau rasanya wajar aku menampar Mia karena geram dan sakit hati dia berhubungan dengan laki laki lain padahal dia adalah istri siri ku, syukurlah masa hukumanku menjadi tidak terlalu lama.Ada pun setelah mempertimbangkan baik dan buruknya, enggan membuat ibu menderita lebih banyak lagi, maka aku pun tak jadi menggunakan uang Ibu untuk meminta tolong oknum dan menyerahkan semuanya pada pros