"Senang bertemu dengan Anda, Nyonya Wijaya," ujarnya setelah beberapa saat sambil memberikan senyum lebar yang menyilaukan."Senang juga bertemu denganmu," jawabku, menjabat tangannya. "Lalu, panggil saja aku Hana.""Karena sudah jelas, Christopher, Hana akan bekerja bersama Anda. Aku butuh dia belajar beberapa hal, jadi tolong tunjukkan semua yang perlu dia ketahui," kata Gabriel, menarik perhatian kami ke arahnya."Tentu, Bos," jawab Christopher.Dia hendak berbalik, tetapi berhenti sejenak. "Dan tolong jangan beri tahu siapa pun bahwa dia istriku untuk saat ini. Jika ada yang bertanya, tetap diam saja," tambahnya, sebelum melangkah ke meja kerjanya dan duduk.Mata Christopher berpindah dari aku ke Gabriel. Ada tampak kebingungan, tapi aku tidak bisa menjelaskan situasinya. Kami sudah sepakat bahwa sampai orang tua Gabriel tahu, kami tidak akan mengumumkan pernikahan kami.“Kalian berdua bisa pergi,” ujar Gabriel dengan suara yang terdengar sibuk. Matanya sudah tertuju pada dokumen-d
Ketika Gabriel mengatakan padaku bahwa kami akan mengunjungi keluarganya di acara barbekyu mingguan mereka, aku tidak berpikir acaranya akan secepat ini. Kemarin di kantor aku begitu sibuk. Jelas sekali bahwa pegawai wanita begitu menggilai Gabriel. Sejujurnya, aku tidak masalah. Bukan salahnya karena dia sendiri begitu menawan. Apa yang menjadi masalah adalah beberapa pandangan penuh kebencian dan iri hati yang kudapatkan dari beberapa wanita itu. Kalau kupikir hanya Laras-lah wanita satu-satunya yang mengancamku akan merebut Gabriel, yah aku salah. Bahkan aku tidak bisa menghitung berapa kali aku ‘diajak bicara’ oleh beberapa wanita ketika Christopher menyuruhku untuk melakukan sesuatu di bawah. Ternyata, dua wanita yang dimarahi oleh Gabriel tadi itu bertanggung jawab karena menyebarkan berita bahwa aku wanita barunya Gabriel. Sepertinya tangannya yang ditaruh di punggungku-lah yang membuat mereka mengira demikian. Kabar baiknya adalah mereka semua berpikir aku hanyalah sekedar m
Aku masih merasa setengah sadar saat mengambil cangkir itu dan menempelkannya di bibirku. Sampai di mana kopi itu akhirnya mengecap di indera perasaku dan aku berakhir memuntahkan cairan itu. “Rasanya begitu menjijikkan. Bagaimana bisa kamu menyukainya?” tanyaku sambil menyeka cairan itu di bibirku. Untuk pertama kalinya aku mendengar Gabriel tertawa. Sebuah tawa yang terdengar begitu dalam dan seksi yang membuatku merasa panas dingin. Tawanya sungguh bisa membuatmu melupakan namamu. Apa hanya aku yang menganggap tawanya begitu menarik?Dia mengedikkan bahunya, “Memang harus dicoba berulang kali. Rasa ini tidak untuk semua orang.”Aku seolah kehilangan kemampuanku untuk berbicara, jadi aku hanya menganggukkan kepala. Aku masih tidak habis pikir bahwa Gabriel ternyata bisa tertawa. Tawanya kemudian berubah menjadi senyuman tulus. Sebuah senyuman yang belum pernah kulihat sebelumnya. Senyumannya sungguh menawan dan sebagian diriku tidak suka akan fakta bahwa senyuman itu menarikku. “
Lilly menatap kami, matanya bergantian memandang aku dan ayahnya. Aku melihat pertanyaan di matanya. Rasa ingin tahu tentang aku dan Gabriel.Seperti yang sudah kubilang, ini seharusnya tidak terjadi. Aku tidak seharusnya tertarik lagi pada Gabriel setelah bertahun-tahun terpisah. Aku benar-benar berpikir bahwa ketertarikanku padanya sudah hilang. Perlakuannya terhadapku bertahun-tahun lalu seharusnya membunuh semua perasaan yang pernah kupunya untuknya.Betapa salahnya aku. Sekarang, bertahun-tahun kemudian, aku hampir menciumnya. Aku merasa sangat bersalah karena membiarkan ibuen kelemahan itu terjadi. Karena membiarkan diriku tergoda oleh keinginan tubuhku.“Apa kalian tadi hampir ciuman?” tanya Lilly polos, dan aku tidak bisa menahan napas tajamku.Pikiranku kacau. Aku tidak tahu harus mengatakan apa padanya. Haruskah aku jujur saja? Tapi, aku juga tidak bisa berbohong ketika dia jelas-jelas memergoki kami.“Uhm ...” Aku berusaha keras mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan
Panggilan dari Gabriel membuatku bergerak dari tempat Lilly meninggalkanku tadi. Aku masih tidak percaya dia mengatakan hal itu padaku. Ketika Liam masih hidup, dia tidak pernah terlihat terganggu karena tidak memiliki saudara. Dia tidak pernah meminta, jadi aku penasaran apa yang tiba-tiba mengubah pikirannya.Aku tahu, mungkin kamu bertanya-tanya kenapa aku dan Liam tidak punya anak meskipun sudah menikah cukup lama. Sebenarnya, kami pernah mencoba. Liam selalu menginginkan keluarga, anak-anak kandungnya sendiri. Aku tahu dia mencintai Lilly seperti anaknya sendiri, tapi dia juga menginginkan darah dagingnya sendiri.Aku ingin memberikannya itu. Aku ingin berterima kasih padanya karena telah ada untukku ketika aku tidak punya siapa-siapa. Karena telah menikah denganku dan memberikan Lilly sebuah keluarga. Memberikan anak padanya bukanlah permintaan besar, dan aku tidak melihat masalah dengan itu.Seperti yang kukatakan, kami pernah mencoba, tapi tidak pernah berhasil. Hingga setahun
Gabriel.“Ibu!” Aku berteriak dan segera menghampirinya.Dia tergeletak tidak bergerak di lantai. Tidak perlu ada yang memberitahuku bahwa kejutan melihat Lilly-lah yang membuatnya pingsan. Seperti halnya denganku, dia hanya perlu melihat sekali ke garis mata tajam itu untuk tahu bahwa Lilly adalah seorang bagian dari Keluarga Wijaya.Aku menepuk lembut pipinya, tetapi itu tidak membangunkannya. Aku menyelipkan satu tangan di bawah bahunya dan satu lagi di bawah lututnya, lalu mengangkatnya ke dalam pelukanku dan membawanya ke sofa terdekat.“Ayah! Rowan!” Aku memanggil mereka, takut meninggalkan ibuku sendirian.“Apakah dia baik-baik saja?” Lilly bertanya dengan suara kecil yang rentan. “Apakah aku melakukan sesuatu yang salah? Apakah dia pingsan karena aku?”Air mata yang menggenang di matanya melemahkanku. Dalam waktu singkat, dia telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari diriku. Melihatnya menangis menyakitiku. Aku benar-benar tidak yakin aku pernah mencintai seseorang seper
Aku tahu bahwa reaksi mereka akan meledak-ledak. Jarang sekali kejadian di mana kamu diberi tahu bahwa kamu memiliki seorang cucu dan menantu yang tidak kamu ketahui. Ayahku mulai berjalan ke sana dan kemari. Aku tahu apa yang dipikirkannya. Ayah-lah yang melatihku dan Rowan. Kami selalu paham apa yang dipikirkannya sebab cara kami berpikir sama. Dia mungkin bertanya-tanya bagaimana ini bisa terjadi. Penasaran apakah aku sudah melakukan tes DNA untuk memastikan bahwa Lilly benar anakku. Ayah juga pasti berpikir apakah Hana entah bagaimana caranya bisa membodohiku atau menjebakku. Ayah tengah berpikir dan mencoba memikirkan seluruh sudut pandang. “B ... Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana bisa tiba-tiba kamu memiliki istri dan anak?” tanya Ibu dengan terbata-bata saat berbicara. Wajah Ibu masih syok. Pandangannya bergantian ke arahku dan Hana yang tengah memandang lantai dalam diam. Dia pastilah gugup dan panik dalam hati. Aku merasakan dorongan yang kuat untuk memegangnya dan men
Terima kasih kulayangkan pada kakaknya, aku tahu dia menginginkanku dan itu memberiku senjata terbesar untuk melawannya. Aku ingin untuk menyakiti dan menghancurkannya serta mendera lara padanya karena mengambil kebebasanku. Bahkan anak SD pun tahu bahwa menyelingkuhinya akan menyakitinya, jadi kulakukan dan kupastikan dia mengetahuinya. Aku ingin agar dia menyesal karena berpikir untuk menjebakku. Aku berhasil dan setiap kulihat dia, kulihat penderitaan di sorot matanya. Aku tahu aku terdengar seperti monster, tapi aku merasa puas melihatnya menderita.“Lalu bagaimana kalian bertemu kembali setelah bertahun-tahun berlalu?” tanya Ibu ketika aku tidak memberi komentar akan ucapan Ayah. “Aku melacaknya,” ujarku sambil mengedikkan bahu. “Para petinggi ingin agar aku menikah dan berkeluarga, jadi kulakukan demikian.”Pandangan Ibu berganti ke Hana. “Lalu, kamu setuju untuk menikahinya meskipun dia sudah menyakitimu?”Aku terkesiap akan perkataan Ibu. Aku tidak suka membuatnya kecewa, tapi
Ketika aku sudah selesai membaca semuanya dan menaruhnya di atas meja, tanganku gemetaran dan jantungku berdegup kencang. Aku benar-benar kehabisan kata-kata saat aku ganti melirik dari wajah Gabriel ke dokumen di atas meja. “Gabriel,” ujarku sambil menggelengkan kepalaku. “Aku tidak mengerti.”Dia menautkan tanganku ke tangannya yang lebioh besar. Tatapannya hanya menyiratkan kehangatan dan kasih sayang. “Aku sudah memutar otakku untuk mencoba menemukan cara agar aku bisa membuiktikan padamu bahwa aku menginginkan ini. Bahwa aku menginginkan ‘kita’. Ide ini datang saat kita ada di Rafles. Aku sudah meminta pada pengacaraku untuk membuat dua dokumen baru, lalu membuatnya membawanya kemari. Yang perlu kamu lakukan hanyalah menandatanganinya.”“Tapi, perusahaannya masih milikmu dan kontraknya masih belum usai ...” Aku mengatakan itu dengan tergesa saat otakku menolak untuk bekerja sama. “Aku benar-benar ingin kesempatan kedua bersamamu, Hana. Aku menginginkan pernikahan yang sungguhan
“Apa yang sedang kamu pikirkan?” tanya Gabriel sambil menarikku ke arah ballroom, di mana semua orang tengah berdansa. Setelah makan malam, ada beberapa sambutan dan kemudian, seluruh orang diperbolehkan untuk bersantai dan menikmati pesta. Mataku seketika tertuju pada Ava dan Rowan. Mereka terlihat berada di dunia mereka sendiri saat menyeretkan langkah mereka untuk menyeberangi ruangan. Pandangan mereka memancarkan kasih bagi satu sama lain. Aku menginginkannya. Aku menginginkan pria yang melihatku seolah akulah pusat semestanya dan tujuan hidupnya satu-satunya. Aku ingin menjadi wanita yang menggenggam hatinya. Aku sangat ingin dicintai begitu dalam sampai seluruh orang menyadarinya dari aura dirinya.Pandanganku kembali pada Gabriel saat dia menarikku mendekat. Sebenarnya sungguh tidak pantas untuk berdansa sedekat ini di acara seperti ini, tapi sepertinya Gabriel tidak memedulikannya. Aku menatap matanya dan hanya melihat rasa kekaguman di dalamnya. Aku juga melihat sesuatu ya
Sementara kami mengobrol, mata Ava terus kembali ke Rowan. Kalian bisa melihat cinta yang ada di sana. Terlepas dari semua yang telah dia alami, dia masih bisa memberinya kesempatan lagi.Pandangan Rowan, tentu saja juga terus melirik istrinya. Sepertinya dia benar-benar tidak bisa mengalihkan pandangannya darinya bahkan tangannya, mengingat dia selalu mencari alasan untuk menyentuhnya.Aku tahu betapa kejamnya Rowan terhadap Ava selama tiga tahun pernikahan mereka dari cerita Gabriel. Dia memperlakukannya seperti dia bukan siapa-siapa. Tapi sekarang, Ava tampaknya menjadi seluruh dunianya. Cintanya kepada Ava bersinar terang, jelas untuk dilihat semua orang. Aku tidak pernah menyangka dia akan berubah terhadap Ava, tapi bukti perubahan dan cintanya terpampang jelas di depan mataku.“Ada sesuatu yang mengganggumu,” bisik Ava yang menarikku dari pikiranku.Aku menoleh ke arahnya, pandanganku mencari sesuatu di wajahnya. “Apa kamu benar-benar sudah memaafkan Rowan? Bagaimana kamu melakuk
“Ayo pergi sebelum kita terlambat,” ujarku setelah kami berdua berhasil mengatur nafas.Dia mengangguk, sementara tangannya meluncur turun dan menggenggam tanganku, lalu menarikku keluar dari kamar kami.“Kamu terlihat menakjubkan, Tante Hana!” seru Shella dengan suaranya yang penuh kegembiraan ketika dia melihatku.“Iya! Kamu cantik sekali, Ibu,” tambah Lilly sambil melompat-lompat penuh semangat.“Terima kasih, sayang,” jawabku. Shella akan pulang nanti malam karena harus sekolah besok. Karena aku dan Gabriel tidak akan ada di rumah saat dia pergi, kami telah mengatur agar sopir kami mengantarnya. Dia akan memastikan Shella pulang dengan selamat.“Sekarang, kalian berdua bersikap baiklah pada Sharon, ya. Jangan bikin masalah, oke?” ujarku dengan nada memperingatkan.“Akan kami lakukan!” jawab mereka serempak.Pandanganku terus tertuju pada Shella sejak aku bertemu dengannya. Seperti yang pernah aku bilang, ada sesuatu tentang dirinya yang menarik perhatianku. Sesuatu yang terasa akr
“Sudah selesai.”Ketika aku tidak dapat menemukan gaun yang cocok untuk acara ini, Gabriel memanggil bantuan. Sebuah tim lengkap tiba sekitar tiga jam yang lalu untuk membantu merias wajah dan menyiapkan gaunku.Riasanku sempurna. Sang penata rias memilih tampilan yang elegan. Mataku dihiasi dengan eyeshadow lembut namun tegas yang memperdalam keindahan alaminya, dikelilingi bulu mata panjang nan lentik yang membuat tatapanku semakin memikat. Sentuhan emas yang berkilauan di sudut dalam mata memberikan kecerahan serta menonjolkan kehangatan tatapanku, sementara rambutku tergerai dalam gelombang natural dan terlihat berkilau seperti sutra di bawah cahaya lembut.Untuk gaunku, kami memilih gaun merah karena merah telah menjadi warna favorit Gabriel saat aku mengenakannya. Gaun itu adalah perpaduan menawan antara seksi dan elegan, dibuat dari satin berwarna merah rubi yang membalut lekuk tubuhku dengan indah. Leher gaunnya menjuntai cukup rendah untuk terlihat menggoda, sementara detail r
“Masuklah.” Akhirnya dia menjawab saat aku hampir menyerah dan berpikir dia masih tidur. Aku membuka pintu dan memasukinya, lalu kulihat dia duduk di kasurnya. Ketika dia melihatku, dia bergeser dan duduk di ujung kasur. Aku menutup pintu dan menyeberangi ruangan untuk mendekatinya. “Bagaimana makan siangmu bersama teman-temanmu?” tanyanya dengan nada mengantuk.“Sungguh mencerahkan.”“Bagaimana?”“Bisakah aku menanyakan sesuatu padamu? Dan janjilah untuk menjawabnya dengan jujur.”Dia lalu menoleh sepenuhnya ke arahku, dia sudah benar-benar sadar dari kantuknya. Pandangannya mengamati wajahku seolah dia tengah menerka apa yang ingin kutanyakan. Setelah lewat semenit, dia menganggukkan kepalanya. “Aku sadar bahwa mungkin Andrew mengancammu untuk menikahiku dulu. Karena kamu saat itu masih patah hati, kamu tidak mungkin langsung setuju untuk menikah, apalagi dengan gadis yang tidak kamu kenal. Bisakah kamu mengatakannya padaku apa yang menjadi ancamannya untukmu?”Aku tahu bahwa dia
Seperti yang sudah kukatakan, aku sudah memaafkan Gabriel, jadi kenapa aku masih saja terjebak di masa lalu? Kenapa aku masih membandingkan dia dengan pria yang dulu? Jelas sekali dia sudah berubah, tapi otakku masih meragukannya.Apakah kalian tahu pepatah ‘kalau dia mau, dia pasti akan lakukan?’ Itulah yang terjadi dengan Gabriel sekarang. Dulu dia ogah-ogahan. Dia tidak mau mencintaiku. Dia tidak mau peduli padaku. Bahkan, dia sama sekali tidak menginginkanku ... Dan karena dia tidak menginginkanku, dia memperlakukanku seperti aku tidak ada artinya.Namun, di dalam lubuk hatiku, aku mengerti dia. Jika perhitunganku benar, dia menikahiku satu setengah tahun setelah gadis itu menghancurkan hatinya. Aku kenal kakakku Andrew, dia pasti memeras atau memaksa Gabriel untuk menikahiku.Aku tidak memikirkannya saat kami menikah. Faktanya, aku tidak ingin memikirkannya karena itu akan menghancurkan ilusiku bahwa dia menikahiku karena dia merasakan sesuatu untukku. Baru bertahun-tahun kemudian
“Iya! Dia sudah tidak bersembunyi lagi!” ujarnya dengan berbinar-binar. Kebahagiaan dan keantusiasannya sungguh menular. “Dia bahkan secara tidak langsung sudah melamarku.”“Apa maksudnya melamar secara tidak langsung itu?” tanyaku dengan kebingungan. Dari pandangan yang lain, mereka juga sama bingungnya. Sungguh ambigu, itu terdengar seperti dia akan melamar atau tidak. Aku tidak pernah mendengar lamaran secara tidak langsung. “Yah, ketika kuberi tahu bahwa aku hamil, dia berkata bahwa dia berencana untuk melamar, tapi karena mukjizat yang secara tiba-tiba ini, dia akan memajukan lamarannya agar kami bisa menikah sebelum bayi kami lahir,” balasnya dengan mata yang masih berbinar dari kegembiraan dan kebahagiaan. Masuk akal. Aku mengerti mengapa dia mengatakannya sebagai lamaran secara tidak langsung. Kami berseru dengan senang saat kami memeluknya dan sekali lagi memberinya selamat. Kekasihnya yang sudah kembali sungguh berpengaruh pada sikapnya. Dia sekarang terlihat bebas. Beban
Aku menghela nafas untuk menenangkan jantungku. Aku tidak pernah berpikir akan memulai percakapan ini dengan Lilly di umur segini. Satu hal yang patut kusyukuri adalah dia tidak bertanya secara gamblang dari mana asalnya seorang bayi. Kalau dia menanyakannya, maka kami akan melalui pembicaraan yang sulit. “Aku akan kembali ke kamarku sebentar, lalu aku akan pergi,” ujarku pada mereka sembari mengabaikan pembicaraan tentang bayi ini. “Kamu masih belum memberi tahuku ke mana kamu akan pergi,” ujar Gabriel. Apa boleh buat, aku baru saja akan memberi tahunya, tapi kemudian aku terdistraksi. Yah, dialah yang mendistraksiku. “Aku akan bertemu dengan Ava dan yang lainnya untuk makan siang.”Aku sangat tergoda untuk membatalkan janji dengan mereka dan tidur, tapi kuurungkan niat itu. Ava sudah menelepon beberapa hari sebelum kami pulang dari Rafles untuk mengajakku bergabung dengan mereka untuk makan siang di hari Sabtu. Aku langsung mengiyakannya tanpa berpikir bahwa aku akan terlalu lela