Jantungku seolah berhenti oleh ketakutan bahwa dia telah mengingat segalanya. “Beritahu aku apa yang salah, Ava. Aku tidak bisa membantumu jika aku tidak tahu apa yang salah,” mohonku padanya. Air mata terus membanjiri wajahnya. Rasa sakit dan penuh luka terpampang di sorot matanya. Pemandangan itu benar-benar menghancurkan hatiku saat melihatnya seperti ini. “Aku teringat,” ujarnya sebelum tertawa seperti orang gila. “Kamu tahu, aku ingin berhubungan badan denganmu, aku ingin tidur denganmu, aku bahkan membujuk diriku sendiri untuk membicarakannya denganmu karena aku sangat menginginkanmu. Ketika aku melihatmu masturbasi di kamar mandi, aku ingin bergabung. Aku bahkan membayangkan diriku menghisap penismu saat kamu mengeluarkan sperma di dadaku.” Aku ingin berbicara sesuatu, tetapi akhirnya tetap diam. Sesuatu memberitahuku bahwa ada sesuatu yang terjadi. Bahwa aku tidak akan menyukai apa yang akan dia katakan selanjutnya. “Di sini, aku terangsang padamu, aku menginginkanmu,
“Kenapa kamu minum di klub sendirian alih-alih berada di rumah bersama Ava?” tanya Gabriel saat dia duduk di sebelahku. Aku berada dalam suasana hati yang buruk, dan hal terakhir yang aku inginkan adalah bentuk persahabatan apapun. Itu termasuk saudaraku. Aku mengacuhkannya sambil mengambil meneguk segelas whiskey. Aku berada di bagian VIP salah satu klub kami. Musik menggema, orang-orang berdansa dan bersenang-senang, dan alkohol tersedia, tetapi semua itu tidak ada artinya bagiku.Malam ini, aku hanya ingin melupakannya. Melupakan bayangan akan patah hati Ava. Aku tahu itu adalah pemikiran yang tidak realistis mengingat kedua bayangan itu terpatri di ingatanku, tetapi aku bisa mencobanya.Segalanya di rumah menjadi tegang. Suasana yang dulunya begitu hangat tidak ada lagi. Aku ingin segalanya kembali seperti dulu, tetapi aku tidak tahu bagaimana melakukannya. Aku tidak tahu bagaimana memperbaiki semuanya.Aku tidak bisa menarik kembali kata-kata itu. Aku tidak bisa membalikkan wakt
Ava. “Bolehkah Ibu berkunjung besok? Ada yang mau Ibu bicarakan.”Aku sedang dalam panggilan telepon dengan Nora, atau seharusnya aku menyebutnya Ibu kandungku. Aku sudah berpikir keras beberapa hari terakhir ini, dan aku memutuskan bahwa akhirnya aku akan memberi mereka kesempatan.Baik Nora maupun Theo tampak seperti orang baik, dan aku selalu mengidamkan kasih dari orang tua. Mungkin ini adalah kesempatanku untuk mendapatkannya. Aku ingin mengenal mereka, dan aku ingin menjalin hubungan dengan mereka.Bukan salah mereka jika Kate dan James adalah orang tua yang mengerikan bagiku, dan aku tidak bisa menilai mereka berdasarkan pengalaman burukku dengan orang tua angkatku."Itu akan sangat luar biasa, Ava. Kami sangat merindukanmu dan cucu-cucu kami. Ibu ingin menelepon atau berkunjung, tetapi Ibu tidak ingin memaksamu jika kamu belum siap," ujarnya dengan nada riang.Itu membuatku tersenyum, jujur saja, dan aku belum tersenyum sejak malam itu."Ibu bisa jam berapa?""Ava, kamu adalah
Aku terbangun dengan Rowan yang memelukku. Kemarin, untuk beberapa alasan, aku tidak bisa meninggalkannya setelah dia memintaku untuk tidak pergi. Aku ingin pergi, jadi aku melawannya, tapi akhirnya aku dikalahkan diriku sendiri. Ketika aku memutuskan untuk berada di kamar yang sama dengannya, dia sudah kembali tertidur. Lengannya memeluk pinggangku dengan erat, seolah dia takut bahwa aku akan meninggalkannya saat aku tidur. Dengan posisi ini, aku merasa dicintai dan dipedulikan. Aku merasa aman, dan segala luka masa laluku hilang begitu saja. Aku merasakan nafasnya yang hangat di belakang leherku, yang mana membuat sekujur badanku merinding. Aku berhati-hati agar tidak membangunkannya saat aku perlahan beranjak dari kasur. Aku harus memastikan bahwa Noah sudah bangun agar tidak terlambat sekolah. Aku berjalan perlahan melintasi kamar dan perlahan pergi dari kamar kami. Setelah memeriksa Liliana, aku menuju kamar Noah. “Noah,” panggilku, tapi ternyata dia sudah terbangun. Dia mema
“Aku masih tidak menyukainya, bahkan sepertinya aku tidak akan menyukainya, tapi aku mengerti, Ibu,” akhirnya dia berucap setelah beberapa saat. “Akan kuundang dia, tapi jangan harap aku akan berteman dengannya.”Aku menganggukkan kepalaku dan senyumku melebar. “Terima kasih, anakku.”Dia memelukku dan hatiku terasa lega. Aku belum memeluk putraku ini lebih dari seminggu setengah lamanya. Senang rasanya akhirnya bisa memeluknya kembali. “Aku mencintai Ibu,” gumamnya di dadaku. Hatiku terasa berbinar. Rasanya menyenangkan sekali mendengar anakmu memanggilmu ‘Ibu’ meskipun dia bukanlah bayi kecil lagi. Aku tidak bisa menjelaskannya, tapi itu adalah satu dari sekian banyak perasaan yang menyenangkan. “Ibu juga mencintaimu, nak,” bisikku kembali. “Sekarang cepatlah atau kamu akan terlambat sekolah.”Kami melepaskan pelukan kami. Setelah mengecup keningnya, aku keluar dari kamarnya dan menuruni tangga. Aku menyapa Teresa yang tengah sibuk memasak sarapan sebelum mengambil segelas air, be
“Aku tidak menggunakanmu, Ava. Aku menginginkanmu,” ujarnya saat dia mengantongi kuncinya. Sepertinya aku tidak akan bisa keluar dari sini.“Kamu menginginkanku? Lalu mengapa kamu langsung mandi setelah tidur denganku? Kenapa kamu selalu menggunakan kondom? Kenapa kamu selalu menahan diri? Astaga, bahkan kamu jarang mencium bibirku! Lalu kamu bisa berkata bahwa kamu menginginkanku? Pasti kamu sedang membodohiku.”Semua hal yang aku coba kubur muncul ke permukaan, dan aku benci bagaimana mereka membuatku merasa rentan, jadi sebagai gantinya, aku menggantikannya dengan kemarahan.“Salah satu kenangan yang aku miliki setelah kencan kita adalah tidur dengan Ethan. Itu adalah segala sesuatu yang seharusnya ada dalam seks, penuh gairah dan nafsu. Saat bersamanya, aku merasa diinginkan dan diidamkan, sedangkan saat bersamamu, aku merasa hubungan kita seperti hanya sebuah kewajiban, hanya sebuah tugas semata. Kamu bilang kamu menginginkanku, tetapi itu bohong. Ethan menunjukkan padaku apa arti
Aku masih tidak bisa melupakan akan apa yang dikatakan Rowan padaku. Apa yang dikatakannya itu terdengar masuk akal, tapi aku tidak tahu apakah aku bisa memercayai perkataannya apa tidak. Pikiranku menjadi kacau sejak itu. Aku tidak tahu apakah aku harus memercayainya atau tidak. Aku paham bahwa dia kesulitan untuk melupakan apa yang telah dirinya dan Emma rancang untuk masa depan mereka. Aku juga paham bahwa dia sulit melupakan cinta yang dipikirnya merupakan cinta abadi. Astaga, aku mengerti bahwa kalau aku di posisinya, aku juga akan sulit mengerti perasaanku, tapi bagaimana dengan diriku?Bagaimana soal nasibku yang didera lara oleh tangannya? Bagaimana soal rasa sakit yang sudah kualami dan sampai memengaruhiku ini? Aku bahkan mencintai Rowan saat aku tahu aku seharusnya tidak mencintainya, dan aku sampai memikirkan di saat aku menyadari bahwa aku seharusnya melepaskan ini semua. Aku mau menyongsong masa depan bersamanya, tapi bagaimana caraku untuk bertarung melawan kilas ingat
“Kamu bisa membicarakan pada kami soal apa pun itu yang membebanimu. Kami akan mendengarkannya,” imbuh Theo dengan senyuman kecil di wajahnya. Aku mengambil nafas dalam-dalam lalu membuka suara. “Ini soal Rowan.”Nora tengah berbicara kecil pada Liliana sebelum menatap ke arahku. “Ah, Ibu sudah menebaknya.”“Kalau menurut Ayah dan Ibu, dia bagaimana? Dia sudah menyakitiku, tapi aku juga menyadari beberapa perubahannya. Masalahnya adalah, aku tidak tahu apakah aku harus memaafkannya dan tetap melanjutkan hidupku atau tidak. Kami sudah membicarakan ini, dan dia angkat bicara soal suatu hal. Hal yang aku tidak yakin harus kuterima atau tidak.” Aku tidak tahu lagi apakah perkataanku terdengar masuk akal atau tidak, tapi aku segera menumpahkannya persis dengan apa yang ada di pikiranku. Mereka menatap satu sama lain sebelum menatapku kembali. Theo-lah yang berbicara terlebih dahulu. “Ayah tidak menyukai Rowan. Ayah harus jujur soal ini, tidak setelah mengetahui segala perlakuannya padamu
Dia mulai berjalan lagi dan aku mengikutinya dari belakang.“Ini kantor Rowan,” ujarnya setelah kami berhenti di depan sebuah pintu.Namanya tertulis di pintu itu. Aku mengangguk, tidak begitu paham kenapa aku perlu tahu soal ini. Ya, aku akan bekerja untuknya, tapi apa aku benar-benar perlu berurusan dengan atasan lain?“Kantorku tepat di sebelahnya, tapi biar kutemani keliling perusahaan dengan cepat sebelum aku minta sekretarisku yang lain untuk menunjukkan sisanya dan membimbingmu tentang tugas-tugasmu nanti.”“Itu benar-benar tidak perlu ... sekretarismu saja pasti bisa menemaniku berkeliling. Kamu pasti punya banyak hal yang harus dikerjakan,” ujarku dengan suara yang dibuat manis.Gabriel terkenal karena sering tidur dengan asisten pribadinya, dan dia tidak pernah benar-benar menyembunyikan fakta kotor itu.Hal itu sangat menggangguku waktu kami masih menikah. Aku benci mengetahui kalau dia suamiku, tapi tetap saja dia tidak bisa menjaga diri. Bukan berarti aku tidak bisa member
“Hana, keluarlah dari mobil sekarang! Kamu membuang-buang waktuku,” bentak Gabriel padaku.Aku mengangkat kepalaku dan menatapnya. Alisnya mengernyit dan dia terlihat tidak sabar dan kesal. Aku mendesah sebelum turun dari mobil. Inilah Gabriel yang biasa kutemui. Dingin, arogan, dan kasar.Aku merapikan rokku sebelum mengambil tas tangan. Dia mulai berjalan, dan aku mengikutinya dari belakang seperti anak domba yang digiring ke rumah jagal. Rasanya aku sangat gugup, seolah jantungku hampir meloncat keluar dari dadaku.Aku sedang memasuki dunia Gabriel. Wilayahnya. Rasanya tidak nyaman dan menakutkan berada di tempat di mana dia memiliki kendali penuh atas setiap aspek.Gabriel menekan tombol lift, dan pintunya terbuka. Aku masuk, berdiri di sebelahnya, dan mencoba menenangkan detak jantungku yang berdebar kencang."Satu-satunya yang punya akses ke lift ini adalah keluargaku, dan lift ini langsung membawa kita ke lantai atas, tempat kantor kami," ujarnya lalu melanjutkan, "Aku akan mena
HanaHandi, salah satu sopir Gabriel, membukakan pintu untukku, dan aku masuk lalu diikuti Gabriel yang duduk di sampingku. Aku masih belum percaya bahwa aku setuju untuk ini, tapi jauh di lubuk hati aku tahu ini masuk akal. Gabriel benar, tidak ada cara yang lebih baik untuk mendapatkan pengalaman dalam mengelola perusahaan selain belajar dari yang terbaik. Dalam hal bisnis, Gabriel dan Rowan adalah yang terbaik. Mereka bahkan melampaui Ayah mereka, yang sudah pensiun tapi masih menjadi kepala dewan direksi.Butuh waktu untuk bersiap-siap karena aku tidak bisa memutuskan pakaian apa yang akan kupakai. Kebanyakan waktu aku bekerja dari rumah, dan saat aku pergi ke kantor, aku mengenakan pakaian kasual karena perusahaan tempatku bekerja dulu agak santai dalam hal pakaian. Aku ingin terlihat rapi dan memberi kesan pertama yang baik. Aku tidak punya banyak pakaian kerja dan berencana untuk berbelanja akhir pekan ini. Uangku memang terbatas, tapi aku masih bisa membeli beberapa rok dan blu
Gabriel. Aku bangun dengan menggeram dan kejantananku yang sekeras batu. Sial, ketika aku menandatangani surat kontrak pernikahan dengan Hana, aku tidak memperkirakan seberapa menyiksanya ini. Aku tidak memperkirakan bagaimana dia akan membuatku merasa seperti ini. Aku tengah terangsang, dan kejantananku seolah protes seberapa sulitnya menahan ini. Aku beranjak dari ranjangku dan berjalan ke kamar mandiku yang tempatnya dekat dengan kejantananku yang mengeras. Aku masih tidak paham bagaimana hal ini bisa terjadi. Maksudku, aku bukanlah seorang remaja yang tidak bisa mengendalikan nafsunya. Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku terbangun dengan kejantananku yang menegak. Bahkan belum sebulan sejak Hana kembali, dan aku bertingkah layaknya anak SMA. Aku jujur tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Aku tidak tahu bagaimana bisa dia memengaruhiku seperti ini, padahal dulunya tidak. Selain dari kemolekan tubuh dan sifatnya, dia masihlah Hana yang sama yang kukenal dulu, jadi aku tidak
“Apa yang kamu lihat larut malam begini?” Suara berat dari belakang mengejutkanku.“Astaga, kamu membuatku kaget,” gumamku sambil berusaha menenangkan jantungku yang berdebar kencang. “Jangan pernah muncul diam-diam seperti itu lagi.”Gabriel berjalan mengelilingi meja dapur dan berdiri di sisi seberang. Begitu dia berdiri di situ dan aku melihatnya, tenggorokanku tiba-tiba terasa kering. Aku merasa kehausan, seolah-olah sudah lama tidak minum, dan menelan ludah pun menjadi masalah besar.Gabriel tidak mengenakan apa pun kecuali celana olahraga abu-abu yang menggantung rendah di pinggulnya. Pria ini seperti karya seni dengan tubuh Dewa Yunani. Bahunya yang lebar, perutnya yang berotot, dan garis “V” yang pasti membuat siapa pun tergila-gila.Ada jejak rambut gelap yang dimulai dari pusarnya dan menghilang ke dalam celananya. Seolah-olah itu menunjuk ke arah kejantanannya.Aku ingin memalingkan mata, tapi itu mustahil. Mataku menikmati pemandangan itu seolah-olah dia adalah satu-satunya
GabrielAku masih bisa merasakan lembutnya kulitnya di bawah sentuhanku. Sesaat, aku ingin menggesekkan ibu jariku di persendian lengannya yang berdenyut.Versi baru dirinya ini menarik perhatian. Dia dipenuhi oleh semangat, dan sikap barunya adalah sesuatu yang bisa membuatku terobsesi. Aku suka wanita yang percaya diri, seksi, dan punya kepribadian berapi-api. Aku suka sekali ketika mereka melawan dan menantang balik.Dia telah bertransformasi menjadi tipe wanita seperti itu, dan ini membuatku tertarik. Dia tangguh dan tidak takut mengatakan padaku untuk pergi jauh. Kenapa aku tidak akan tertarik pada itu?Saat kami menikah, dia membosankan. Kepribadiannya yang hambar membuatnya tampak kusam di mataku. Tidak ada yang menarik darinya. Dia terlalu penurut, sementara aku menyukai wanita yang memiliki ‘cakar’. Dia melakukan segalanya untuk menyenangkan dan menarik perhatianku.Dia berusaha keras untuk membuatku tertarik padanya, tanpa menyadari bahwa hal itu justru membuatku semakin menj
Hana“Apa maumu, Gabriel? Seperti yang kamu lihat, aku sedang tidak ingin bicara.” Aku bangkit dari lantai sambil menghapus air mataku.Kata-kata Lilly masih terngiang di kepalaku serta menyayat hatiku berulang kali. Aku mengusap rambutku untuk mencoba mengusir rasa sakit yang kurasakan. Aku tahu ini akan terjadi. Aku tahu dia mungkin tidak akan menerimanya dengan baik.Maksudku, bagaimana bisa seseorang menerimanya dengan baik ketika ibunya tiba-tiba mengungkapkan bahwa pria yang selama ini dianggapnya Ayah ternyata bukan ayahnya? Bahwa dia telah dibohongi dan tidak ada yang mau memberi tahu kebenarannya hingga keadaan memaksa. Aku mengerti perasaannya dan paham reaksinya. Aku hanya tidak tahu bagaimana menghadapi kata-katanya dan rasa sakit yang kulihat di matanya.“Dia tidak benar-benar bermaksud begitu,” ujar Gabriel sambil berjalan lebih dekat ke kamarku.Aku menatapnya tajam dan merasakan sesuatu yang buruk membuncah di dalam diriku. “Bagaimana kamu tahu? Kamu bahkan belum cukup
HanaMinggu ini benar-benar kacau. Sejak kembali ke kota ini, rasanya aku terus-menerus berlarian menyelesaikan berbagai urusan tanpa sempat istirahat sedikit pun.Setidaknya Lilly sekarang merasa lebih nyaman. Gabriel menolak untuk mengirim kasurnya karena kasur di sini lebih nyaman, tapi dia setuju untuk mengirimkan seprai dan selimutnya. Itu sudah cukup membuat perubahan, dan sekarang dia bisa tidur nyenyak sepanjang malam.Gabriel … dari mana aku harus memulainya? Dia pulang ke rumah meskipun larut malam, tapi hanya sebatas itu. Kami saling menghindari dan mencoba hidup seperti tidak saling ada. Kurasa ini cara terbaik untuk kami. Ini akan mencegah Lilly melihat kami bertengkar terus-menerus.“Ibu, katanya ingin bicara denganku?” Suara Lilly menarikku dari lamunanku.Aku meletakkan pakaian yang sedang kulipat dan duduk di tempat tidur sebelum memberi isyarat padanya untuk melakukan hal yang sama. Dia melangkah mendekat dengan dahi berkerut dan duduk di sebelahku.Kami berada di kam
Punggung wanita itu membelakangiku, begitu juga dengan Guntur. Aku tidak perlu mengkhawatirkan Calvin, sebab dia terlihat begitu tergila-gila dan mengarahkan perhatiannya pada setiap perkataan wanita itu dengan senyuman lembut di bibirnya.Lagi-lagi, perasaan tidak nyaman menyusupi diriku. Mengapa aku merasa aku tidak bisa bernafas? Kerongkonganku terasa tercekat melihatnya. Aku berfokus pada mereka. Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka katakan karena mereka berjarak beberapa meja dariku, tapi kedamaian dan kebahagiaan di wajah Calvin sudah cukup untuk membuatku tahu apa yang tengah terjadi. Dia sedang berkencan dan Guntur ikut. Wanita itu bahkan tidak mempermasalahkannya, tapi tidak mungkin aku akan membiarkan wanita lain menggantikanku di kehidupan putraku. Aku tidak bisa melihat Guntur, tapi aku tahu, seperti dengan Calvin, dia senang bisa berada di sini. Calvin pasti akan langsung pergi dengan putra kami kalau dia merasa sebaliknya. Entah mengapa, aku tetap ada di sana meski