“Apa maksudmu?” Alisnya bertaut.“Kita berdua tahu bahwa aku adalah orang yang tidak kamu sukai. Jadi, apa yang kamu lakukan di sini? Bukankah seharusnya kamu bersama Emma di rumah, menikmati pertemuan kalian?” Aku bertanya dengan nada pahit. Kata-kata Emma masih terpatri di benakku.Dia menghela nafas, “Jika kamu ingin bertengkar, aku tidak akan meladenimu. Ayo pulang dari rumah sakit dan pulang ke rumah.:“Aku tidak butuh bantuan dari pria yang membenciku! Pergilah, Rowan. Aku tahu kamu lebih memilih untuk berada di tempat lain.”“Benarkah? Kamu tidak ingin bantuanku? Lantas, siapa yang akan kamu hubungi untuk membantumu? Kamu tidak punya teman, Ava.”“Ethan. Ethan bisa mengantarku pulang.” Benar aku tidak punya teman, tetapi Ethan akan kemari jika aku butuh bantuannya.Wajah Rowan mengeras. Dia mengepalkan tangannya dan mengencangkan rahangnya.“Langkahi dulu mayatku,” geramnya, “Kamu punya dua pilihan, Ava, antara aku mengantarmu pulang atau kamu tinggal di sini selama beberapa har
Aku terbangun dan mendapati diriku sendirian di ranjang. Aku menghela nafas. Aku tahu out semua mimpi belaka. Tidak mungkin Rowan tidur bersamaku. Aku tidak ingat apa pun setelah aku tertidur di rumah sakit. Aku mungkin meminum terlalu banyak obat-obatan sampai aku mulai berhalusinasi.Aku perlahan bangkit dari kasur, tetapi aku segera terduduk ketika aku merasa ruangan seakan berputar. Setelah beberapa menit, aku berjalan dengan hato-hati ke kamar mandi dan mandi. Aku ingin menyingkirkan aroma rumah sakit dari diriku.Banyak hal yang harus aku lakukan, aku tidak tahu harus dimulai dari mana. Ponsel dan mobilku sudah tidak ada. Polisi berkata bahwa ponselku hancur saat aku mendarat di tanah. Aku mendapat cuti beberapa minggu dari sekolah, tetapi aku harus menyelesaikan masalah mobil sebelum kembali bekerja.Ketika aku selesai berpikir, kepalaku terasa sakit.‘Sial! Aku butuh anti nyeri.’ Pikirku.Aku menuruni tangga dan berpikir bagaimana aku akan bertahan selama beberapa hari ke depan
“Namaku Ruby, kamu bisa memanggilku begitu. Aku pacar kakakmu.”Tidak seharusnya aku percaya pada insting bodohku.“Oke, sudah selesai. Tolong pergi.”Aku tidak ingin berurusan dengan keluargaku. Mereka memang seperti itu,, dan aku tidak akan membiarkan mereka datang ke kehidupanku.“Kumohon, dengarkan aku.” Dia memohon dan bagian dari diriku ingin memercayainya. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi aku merasa nyaman di sekitarnya, meskipun dia adalah orang asing dan aku tidak mudah percaya pada siapa pun.“Dengar, aku tahu Travis berkelakuan buruk bagimu. Aku mencintainya, tetapi kuakui yang dilakukannya padamu itu jahat. Tidak peduli apa yang kamu lakukan, tetapi tidak seharusnya kamu diperlakukan seperti itu oleh mereka,” dia berhenti sejenak, “Aku ingin mendatangimu sejak lama, tetapi aku takut kamu akan menolakku. Namun, aku mendengar apa yang telah terjadi, dan aku merasa aku harus datang. Aku tahu kamu tidak memercayaiku atau mengetahuiku, tetapi kuharap kamu memberiku kesem
“Nama saya Lydia, Nona Santoso.” Suster itu berkata dengan senyuman di wajahnya.Aku melihatnya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Mataku mengamatinya dengan tajam, lalu aku melirik ke arah Ruby yang melakukan hal yang sama.“Aku tidak pernah merekrut suster,” kataku pada mereka, “Mungkin Anda salah rumah, tetapi ini aneh karena Anda mengetahui namaku, jadi pastilah ada yang merekrut Anda atau Anda hanya sekedar menipu saja.”Jangan salah. Memiliki suster untuk merawatku selama beberapa hari atau beberapa minggu ke depan akanlah sangat membantu, tetapi ini sangat aneh.Lydia menaruh tasnya di bawah sebelum kembalu menatapku. “Saya direkrut oleh Pak Wijaya dan diminta untuk datang segera.”Geraman kekesalan keluar dari bibirku. Aku terkejut sekaligus merasa kesal secara bersamaan karena kelakuannya. Ketika aku memutuskan untuk tidak membutuhkan atau menginginkan bantuannya bersamaan dengannya memutuskan untuk akhirnya menjadi seorang pahwalan. Di mana dirinya selama ini selama pernika
Ruby membalas salam darinya dan aku hanya melihat ke arah mereka berdua. Ternyata, akulah satu-satunya orang yang tidak tahu kalau kakakku memiliki pacar. Aku bertanya-tanya apakah aku akan mengetahuinya jika bukan Ruby sendiri yang datang menemuiku.Aku berdiri perlahan dan memandang ke arah Rowan, “Kuhargai apa yang sedang kamu coba untuk lakukan sebab aku adalah Ibu dari anakmu, tetapi itu tidak penting. Aku sudah memikirkan segalanya.”Dalam hatiku, aku tahu bahwa itulah alasan mengapa dia sedang melakukan hal ini. Bukan karena dia peduli, tetapi karena aku adalah Ibu dari Noah. Lagi pula, bukan sekali dua kali dia menyadarkanku atas fakta itu.Kerutan menghiasi wajahya, “Bukan karena itu...”“Aku benar-benar tidak butuh bantuanmu, jadi bisakah kamu memintanya untuk mengambil kembali mobil tersebut dan membatalkan rekrutannya?” Kupotong bicaranya sebelum dia menyelesaikan kata-katanya, sembari menunjuk kepada pria berjas itu lalu pada Lydia.“Benarkah kamu tidak butuh bantuan? Aku
Wajahnya mengeras lalu melangkah mendekat, “Berpikirlah dengan wajar sekali saja dalam hidupmu, Ava.”“Aku sedang bersikap wajar. Aku tidak butuh bantuanmu. Aku meminta cerai agar kamu bisa pergi dari hidupmu. Mengapa tiba-tiba kamu tertarik untuk membantuku ketika kamu sebelumnya tidak pernah peduli denganku?”“Kamu adalah Ibu Noah, wajar aku peduli. Lalu, kalau kamu lupa, aku tidak bisa sepenuhnya pergi dari hidupmu karena kita memiliki anak, pastilah hidup kita terikat.” Dia menggeram, matanya memancarkan kilatan amarah.“Hanya selama kurang lebih sepuluh tahun, dan selain menjadi bagian dari hidup Noah, bukan berarti kamu harus menjadi bagian dari hidupku,” bantahku.Aku sangat lelah, hingga akhirnya aku duduk di kursi minibar. Kepalaku rasanya seakan ditimpa beban seberat satu ton. Aku benar-benar hanya ingin tidur.Dia memerintah sekali lagi, “Ambil mobilnya.”Tanpa sadar suaraku menyentak, kehilangan kesabaran, “Mengapa tidak kamu saja yang mengambilnya dan telantarkan di tempat
Aku merapikan topi rajutku agar penampilanku terlihat rapi dan tidak terlihat seperti aku sedang bertarung melawan kematian.“Mengapa Ibu memakai topi rajut?” Tanya Noah sambil melihatku dengan tatapan curiga.Kami melakukan panggilan video melalui Skype setelah aku menundanya beberapa kali. Kebanyakan karena aku tidak dapat membuka mataku selama lebih dari lima menit. Hari ini syukurlah aku sudah merasa lebih baik.Aku menyandarkan diriku ke sandaran ranjangku. Topi rajut ini untuk menyembunyikan perban. Noah masih tidak tahu apa yang terjadi padaku, dan kupastikan dia tidak akan pernah.“Sedikit terasa dingin di sini, Ibu merasa kedinginan.” Tentu saja itu bohong.Aku merasa bersalah karena berbohong kepadanya, tetapi ini untuk kebaikannya. Jadi, dia tidak akan khawatir akan keadaanku.“Kita punya penghangat ruangan, Ibu, nyalakan saja.”“Penghangatnya tidak mau menyala. Ibu lupa memanggil seseorang untuk memperbaikinya.”Astaga, aku benar-benar tidak suka berbohong kepadanya. Sebagi
Ketukan di pintuku membuatku mengalihkan pandanganku dari laptopku.Suara Lydia terdengar, “Ada seseorang yang ingin melihatmu, Ava.”Aku akhirnya dapat membuatnya untuk memanggilku dengan nama, bukan dengan sebutan nona. Aku bersyukur Ruby meyakinkanku untuk membiarkannya tinggal, sebab dia benar-benar sangat membantu. Dia bahkan membantu beberapa pekerjaan rumah. Aku tidak tahu bagaimana aku akan bertahan hidup tanpanya.“Siapa itu, Ibu?”Kubilang pada Lydia untuk membiarkan siapa pun itu masuk dan aku mengembalikan pandanganku ke layar.“Wanita baik bernama Lydia. Dia di sini untuk membantu Ibu mengurus rumah,” jawabku kepadanya. Aku berpikir siapa yang datang berkunjung.Jika tebakanku benar, pasti antara Ruby atau Ethan. Keduanya mampir beberapa kali untuk mengecekku.“Mengapa Ibu butuh bantuan? Ibu tidak pernah membutuhkannya sebelumnya, karena Ibu kuat.” Dia memandangku dengan curiga.Noah tentu saja benar. Aku selalu melakukan segalanya sendiri. Bahkan ketika aku tinggal di man
Punggung wanita itu membelakangiku, begitu juga dengan Guntur. Aku tidak perlu mengkhawatirkan Calvin, sebab dia terlihat begitu tergila-gila dan mengarahkan perhatiannya pada setiap perkataan wanita itu dengan senyuman lembut di bibirnya.Lagi-lagi, perasaan tidak nyaman menyusupi diriku. Mengapa aku merasa aku tidak bisa bernafas? Kerongkonganku terasa tercekat melihatnya. Aku berfokus pada mereka. Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka katakan karena mereka berjarak beberapa meja dariku, tapi kedamaian dan kebahagiaan di wajah Calvin sudah cukup untuk membuatku tahu apa yang tengah terjadi. Dia sedang berkencan dan Guntur ikut. Wanita itu bahkan tidak mempermasalahkannya, tapi tidak mungkin aku akan membiarkan wanita lain menggantikanku di kehidupan putraku. Aku tidak bisa melihat Guntur, tapi aku tahu, seperti dengan Calvin, dia senang bisa berada di sini. Calvin pasti akan langsung pergi dengan putra kami kalau dia merasa sebaliknya. Entah mengapa, aku tetap ada di sana meski
Perkataan Merrisa terus terngiang di telingaku bahkan setelah kami makan. Kami sedang memakan hidangan penutup kami. Aku suka es krim, tapi hari ini aku tidak bisa menikmatinya. Tidak ketika dia sudah membuatku meragukan segala yang kuyakini selama beberapa tahun terakhir ini. “Kenapa kamu begitu diam?” tanyanya setelah menaruh milkshake-nya ke meja. “Apakah kamu memikirkan apa yang kukatakan padaku?”Kalimat terakhirnya dikatakannya sambil tersenyum miring sambil bersandar kembali di kursinya. “Tentu tidak,” bohongku. “Aku hanya penasaran caraku untuk membuat Calvin dan Guntur memaafkanku. Tidak peduli seberapa keras kupikirkan, sepertinya tidak ada jalannya.”Sebagai seorang pengacara, aku terbiasa untuk memandang segala hal dari seluruh sisi ketika aku membela klienku. Itulah yang membuat pekerjaanku begitu lancar. Aku membereskan segalanya dan bisa menangani seluruh hasilnya. Aku melakukan itu pada masalahku sekarang dan kuyakin tidak ada harapan. Aku mungkin tidak mencintai Cal
“Kenapa aku harus membiarkanmu untuk meyakinkanku keluar makan siang?” keluhku sambil melihat pemandangan di depan kami. Sudah lama sekali sejak aku keluar dari rumah keluarga kami. Sepertinya terakhir kali aku keluar adalah saat aku menghadiri pernikahan Ava. Sejujurnya, aku bahkan terkejut bahwa dia mengundangku. Di antara semua orang, kupikir aku akan menjadi orang terakhir yang diinginkannya hadir di pernikahannya. “Sebab kamu harus keluar,” balas Merrisa sambil menarikku dari pemikiranku. “Aku biasanya keluar dari rumah, Merrisa,” ujarku untuk membela diriku. Dengusannya begitu membuatku kesal. “Pergi ke taman tidak terhitung keluar,” balasnya. “Sekarang, berhentilah mengeluh dan duduk serta nikmati. Kamu pasti akan menyukai ini, aku janji.”“Aku tidak yakin.”Setelah itu aku bersandar ke kursi dan menutup mataku. Benakku berkecamuk akan ribuan pemikiran di setiap menitnya. Aku tidak bisa mengendalikannya sama sekali. Setelah pembicaraanku dengan Merrisa di kamarku, benakku
Emma. “Kamu harus keluar dari kamarmu, Emma. Kamu tidak bisa menghabiskan harimu di dalam sini.” Aku mendengar perkataan Ibu, tapi aku tidak menatapnya sebab mataku tetap terfokus pada drama sedih yang sedang kutonton. Aku duduk di ranjangku dengan masih memakai piyama dan beberapa cemilan yang berceceran di sekitar selimutku. Aku minum bermacam-macam minuman dan sekotak besar es krim, yang mana tengah menjadi adiksiku saat ini. Gorden kamarku tertutup dan menghalangi sinar matahari masuk sedari aku menutup gorden ini sejak beberapa bulan lalu. “Itulah yang sudah kucoba katakan padanya, tapi wanita itu tidak mau mendengarku!” dengus Merrisa. Aku bisa merasakan kata-katanya menusuk di hatiku, tapi aku sama sekali tidak mengindahkannya. Aku hanya mau sendirian untuk meresapi penderitaanku. Lagipula, akulah yang membawa penderitaan ini sendiri. “Apa yang akan Guntur katakan kalau dia melihatmu seperti itu? Kamu begitu berantakan, begitu juga dengan ruanganmu. Aku tidak tahu kapan ter
Aku melihat Rowan begitu kami masuk. Sama seperti kembarannya, dia memakai jas hitam. Kami berjalan ke depan kapel saat pendeta berjalan masuk ke dalam.“Hai, Hana,” sapa Rowan dengan sopan dan menyambutku dengan senyumannya. Aku benar-benar terkejut. Dia sudah sangat berubah, dia tidak seperti Rowan yang kuingat. Sebelumnya, dia selalu terlihat dingin dan datar, seolah dia menganggap seluruh orang tidaklah penting. Tapi sekarang, dia terlihat hangat. Seolah kekelaman yang dulu menyelimutinya sudah sepenuhnya sirna. “H ... Hai,” balasku dengan terbata-bata. Aku penasaran apakah dia berhasil kembali bersama mantan pacarnya. Lagipula, semua orang tahu bahwa dia berubah setelah dia kehilangan dirinya dan terpaksa untuk menikahi Ava. Ah, pasti dia sudah kembali bersama mantan pacarnya. Dia begitu membenci Ava, jadi perubahan ini pastilah karena kakaknya Ava, Emma. “Bisa kita mulai sekarang?” sela si pendeta dan kami bertiga mengangguk. Aku berdiri di sebelah Gabriel dan Rowan berdiri
Aku menyelesaikan riasakanku sebelum menatap diriku di kaca. Aku benar-benar gugup sebab hari ini adalah hari pernikahanku yang ketiga kali. Memang kedengarannya aku kecewa akan hal ini, ‘kan? Satu-satunya hal yang menenangkanku adalah aku akan menikahi pria yang sama yang kunikahi bertahun-tahun yang lalu, suamiku yang pertama. Sembari memakai mantelku, aku mengambil tasku dan berjalan keluar dari kamar. Udara di sana seakan menyengatku seiring dengan rasa kecemasan yang menjalari setiap jengkal tubuhku. Gabriel sudah membawakan kontrak yang baru yang sudah disetujui malam itu, dan sekarang, sehari setelahnya, kami menuju ke gereja untuk pemberkatan. “Apakah kamu sudah siap?” tanya Gabriel saat aku berjalan ke ruang tamu. Aku tidak bisa menjawab. Aku merasa aku tidak bisa berpikir, jadi aku hanya mengangguk. “Kenapa aku tidak bisa pergi bersama Ibu?” keluh Lilly yang membuatku berbalik ke arahnya. Dia sedang duduk di sofa yang berbentuk L sembari mengernyitkan dahinya dan melip
Dia mendorong dokumen itu ke arahku di atas meja. Aku mengambilnya dan mulai membacanya. Aku akan meminta pengacaraku memeriksanya nanti, tapi penting juga bagiku untuk memahami isi kontrak itu sendiri terlebih dahulu. Satu hal yang diajarkan kakakku adalah jangan pernah menandatangani apa pun tanpa membacanya dengan seksama.Dasar-dasar yang kami diskusikan sebelumnya tercantum di sana. Kontrak ini akan berlaku minimal selama dua tahun. Setelahnya, aku akan mendapatkan Perusahaan Gelora dan sedikit tunjangan. Gabriel juga akan terus membiayai Lilly. Dia juga menegaskan bahwa dia ingin Lilly diakui sebagai putrinya dan Lilly harus menyematkan nama Wijaya di nama belakangnya. Itulah poin-poin terpenting bagiku, jadi setelah membaca dan mengulangi bagian itu, aku meletakkan kertas-kertasnya.“Ada keluhan?” tanyanya sambil menyodorkan pulpen ke arahku.“Tidak, tapi aku ingin menambahkan beberapa ketentuan,” ujarku sambil menatap pulpen itu, tapi tidak segera mengambilnya.“Ketentuan sepe
HanaSudah hampir seminggu sejak Gabriel meninggalkan kami dengan sopirnya dan pergi. Aku tidak mendengar kabar darinya, apalagi melihat wajahnya. Dia juga tidak datang ke sini, yang membuatku yakin dia tinggal di salah satu dari banyak properti lain yang dia miliki.Sulit rasanya untuk mulai terbiasa, terutama bagi Lilly. Dia tipe anak yang sulit tidur di tempat tidur asing. Tentu, kasurnya bagus, dan lebih nyaman dibandingkan yang dia punya di rumah, tapi masalahnya adalah ini bukan tempat tidurnya.Saat ini, aku mulai tergoda untuk meminta Gabriel mengirim tempat tidurnya ke sini kalau situasinya terus seperti ini. Dia hampir tidak tidur, dan ketika dia berhasil tidur beberapa jam, aku harus ada di sampingnya supaya dia merasa nyaman.Aku juga tidak tenang. Aku terus bertanya-tanya apakah aku membuat keputusan yang tepat dengan setuju untuk menikah lagi. Hidup bersama Gabriel dulu adalah neraka ... Seharusnya aku mencoba berjuang untuk hak asuh Lilly, ‘kan? Aku mencintai putriku den
Untuk pertama kalinya sejak aku mengangkat teleponnya, aku tersenyum, sebab senang karena dia mulai berpikir untuk mengenal putrinya.“Kalau begitu, aku akan mendukungmu.”“Tapi gimana caranya? Aku paham dunia finansial seperti mengenal diriku sendiri. Tapi soal menjadi Ayah? Aku tidak tahu apa-apa soal itu,” ujarnya sambil mendesah frustrasi, dan itu membuatku tertawa kecil.“Kamu harus sadar kalau tidak ada buku panduan yang bisa memandumu jadi Ayah yang baik. Bahkan setelah bertahun-tahun jadi seorang Ayah, aku masih belajar hal baru setiap hari. Jadi orang tua itu ya begitu, kamu harus percaya akan intuisimu. Hadirlah untuk mereka dan lakukan apa yang menurutmu benar.”“Ya, mungkin kamu benar.”“Apa yang kamu rencanakan dengan Hana, dan apakah kamu merasakan suatu perasaan padanya?” tanyaku dengan penasaran.Dia langsung menyambar pertanyaanku. “Tidak, sama sekali tidak! Aku tidak merasakan apa-apa untuknya, dan kalau bukan karena aku butuh dia, aku tidak bakal repot-repot.”Aku me