Ketukan di pintuku membuatku mengalihkan pandanganku dari laptopku.Suara Lydia terdengar, “Ada seseorang yang ingin melihatmu, Ava.”Aku akhirnya dapat membuatnya untuk memanggilku dengan nama, bukan dengan sebutan nona. Aku bersyukur Ruby meyakinkanku untuk membiarkannya tinggal, sebab dia benar-benar sangat membantu. Dia bahkan membantu beberapa pekerjaan rumah. Aku tidak tahu bagaimana aku akan bertahan hidup tanpanya.“Siapa itu, Ibu?”Kubilang pada Lydia untuk membiarkan siapa pun itu masuk dan aku mengembalikan pandanganku ke layar.“Wanita baik bernama Lydia. Dia di sini untuk membantu Ibu mengurus rumah,” jawabku kepadanya. Aku berpikir siapa yang datang berkunjung.Jika tebakanku benar, pasti antara Ruby atau Ethan. Keduanya mampir beberapa kali untuk mengecekku.“Mengapa Ibu butuh bantuan? Ibu tidak pernah membutuhkannya sebelumnya, karena Ibu kuat.” Dia memandangku dengan curiga.Noah tentu saja benar. Aku selalu melakukan segalanya sendiri. Bahkan ketika aku tinggal di man
Rowan.Aku duduk di kursiku, sedang mengurus surat-surat yang perlu kuurus. Aku mencoba untuk fokus, tetapi aku tidak bisa. Pikiranku masih melayang pada fakta bahwa Ava lagi-lagi mengabaikan teleponku. Jika bukan karena telah merekrut Lydia, aku tidak tahu bagaimana kabarnya.Aku masih sulit percaya bagaimana dia sudah berubah. Bisa dibilang bahwa Ava yang kukenal sudah pergi dan yang sekarang menggantikannya adalah orang lain.Ketika Emma memutuskan untuk kembali, aku takut bahwa Ava akan membuat masalah. Takut dia akan membuat keributan seperti yang dilakukannya semasa remaja. Ternyata aku salah.Aku seharusnya senang bahwa dia menjaga jaraknya, sehingga tidak menimbulkan masalah bagiku, tetapi sebagian dari diriku terganggu oleh itu. Sangat aneh rasanya ketika aku merasa terganggu akan itu dan aku benci akan perubahannya sekarang.Akhirnya aku menyerah mencoba untuk fokus, lalu berdiri. Aku berjalan ke arah jendela. Aku memandangi luar, mencoba untuk merilekskan pikiranku dari Ava.
Aku tahu, pasti dia heran apa yang telah terjadi. Semua orang tahu aku tidak pernah benar-benar memedulikan Ava. Astaga, maksudku, kami pernah menikah. Aku terkenal dan memiliki musuh, tetapi aku tidak pernah menugaskan penjaga untuknya, malah Noah memiliki dua orang penjaga.Astaga, Ava sendiri juga bertanya-tanya apa yang terjadi padaku. Mengapa tiba-tiba aku tertarik pada kesejahteraan dan keselamatannya. Aku juga tidak menemukan jawabannya, sebab aku juga bingung mengapa tiba-tiba dia penting bagiku.Aku menghela nafas, merasa lelah.Aku mengecek jamku, sudah pukul enam. Aku harus bertemu dengan Travis dan Gabe untuk minum pukul setengah tujuh sebelum pulang ke rumah.Aku mengambil dokumenku, lalu meninggalkan kantorku. Suasana hatiku sedang jelek, bahkan karyawanku tidak berani untuk mengucapkan selamat sore padaku.Aku sampai di klub tempat waktu, dan langsung menuju ruangan privat. Ini adalah salah satu klub ekslusif yang kumiliki bersama Gabe.“Akhirnya kamu sampai. Bisakah kam
AvaAku benar-benar sangat gugup saat menyiapkan kencanku dengan Ethan. Sudah dua minggu sejak aku keluar dari rumah sakit, dan sekarang aku sudah pulih. Dokter sudah menyatakan aku pulih, bahkan aku sudah kembali bekerja beberapa hari lalu.Dalam dua minggu, banyak hal yang telah berubah. Ruby dan aku menjadi semakin dekat, begitu juga dengan Ethan dan aku. Dia mengajakku keluar beberapa hari lalu, yang kusambut dengan senang hati.Ethan sangat baik untukku. Dia membuatku tertawa dan rileks. Dengannya aku merasa nyaman. Ketika aku bersamanya, aku melupakan Rowan. Aku melupakan hatiku yang hancur.“Rambut diurai atau dikuncir?” Tanyaku kepada Ruby.Kami sedang melakukan panggilan video dan dia membantuku bersiap-siap.Sejujurnya, ini kali pertama aku pergi kencan. Seperti yang kukatakan sebelumnya, laki-laki tidak pernah mengajakku kencan sebelumnya.Di pernikahanku, Rowan tidak pernah mengajakku kencan. Kami bahkan tidak pernah melakukan hal normal yang dilakukan jika mereka jatuh cin
Aku menghirup aruma mawar itu dengan rasa syukur. Tidak pernah Rowan memberiku bunga, bahkan sekali pun. Astaga, dia bahkan tidak pernah memperlakukanku sebagai orang penting dalam hidupnya. Di benaknya, aku sangat merepotkan, sayangnya aku adalah Ibu dari anaknya.“Akan kutaruh ini di dalam vas berisi air dulu, lalu ayo kita pergi.” Aku berbalik badan dan menuju dapur.Setelah menaruh bunga itu di vas, kami pergi.Aku gugup dan antusias di waktu bersamaan. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan atau katakan. Oh, maksudku, apa yang biasanya kalian lakukan saat kencan? Apa yang kalian bicarakan? Lalu siapa yang seharusnya memulai pembicaraan? Aku sungguh sangat takut mengacaukan ini.“Aneh tidak kalau kukatakan padamu aku takut, meskipun aku sudah kencan beberapa kali sebelumnya?” Ethan bertanya, memecahkan keheningan di antara kami.Aku tertawa, merasa lega. Rasa khawatir yang menyelimutiku sirna.“Tidak juga, aku merasakan hal yang sama. Aku gugup sepanjang hari,” selorohku. “Aku j
Jadi, apa yang menyenangkan dari pekerjaanmu?” Aku mengganti topik.Senyuman terbentuk di wajahnya dan dia mulai memberitahuku mengenai pekerjaannya. Tidak lama kemudian, makanan kami datang dan kami mulai untuk makan.Aku mencoba untuk fokus, tetapi dengan orang-orang yang mulai berdatangan di restoran, aku semakin merasa gugup. Aku mencoba untuk rileks dan fokus pada Ethan, tapi tidak berhasil.“Apakah kamu baik-baik saja Ava? Kamu terlihat gugup.” Dia bertanya padaku perlahan, merasakan ketidaknyamananku.“Gugup?” Tanyaku dengan tercekat.“Iya. Kamu memainkan jemarimu dan matamu terlihat kesana kemari,” katanya. “Apakah kamu merasa tidak nyaman?”Astaga! Aku merasa bersalah sekarang. Apakah aku harus jujur padanya atau apakah ini akan menghancurkan segalanya yang sudah terbangun di antara kami? Hal terakhir yang kuinginkan adalah diriku yang dicap sebagai wanita tidak bersyukur.“Kamu bisa mengatakannya padaku, aku janji aku tidak akan marah.” Tatapannya yang tajam seolah menusuk. S
RowanHari ini aku berharap untuk melalui malam yang luar biasa bersama Emma, tetapi semuanya dihancurkan ketika aku melihat Ava berkencan dengan Ethan.“Rowan?” Emma memanggilku, tetapi otakku benar-benar seakan menjadi macet.Di sana ada Ava tengah bergandengan dengan pria lain. Awalnya kupikir mataku salah liat. Aku senang karena melihat Ethan keluar bersama wanita lain, dan membuktikan dia adalah serigala. Semuanya sirna ketika kusadari wanita yang bersamanya itu adalah Ava.Ava terlihat benar-benar cantik. Belum pernah kulihat dia seperti ini. Kulitnya yang sempurna dan gaun hitam yang dikenakannya menunjukkan bentuk tubuhnya.Aku sudah melihatnya telanjang sebelumnya, tapi ini berbeda. Dia berdandan, sesuatu yang tidak pernah dilakukannya ketika kami bersama. Mungkin karena aku tidak pernah mengajaknya keluar dan masa bodoh dengannya.Aku melihat Ethan menyelipkan rambutnya di telinganya. Darahku seakan mendidih, tetapi hal itu diperparah dengannya yang mengelus pipinya sebelum m
EmmaAku belum bergerak bahkan seinchi pun sejak Rowan pergi. Aku merasa seperti ada tembok di hadapanku yang menghalangiku untuk kabur. Tidak ada yang bisa menenangkan rasa sakit yang kurasakan di dalam sini.Segalanya terasa sakit dan aku tidak tahu bagaimana untuk menghentikannya. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan atau bagaimana cara bereaksi.Mengapa ini semua terjadi padaku? Itu adalah pertanyaan yang kerap kutanyakan pada diriku, tetapi tidak ada jawaban untuk itu. Tidak ada petunjuk mengapa aku masih mengalami hal buruk, bahkan setelah aku mendapatkan Rowan.Aku merasakan tetesan air mataku jatuh di wajahku. Aku benci menjadi lemah. Aku benci menangis. Aku mengusap tangisanku dengan kasar, marah pada diriku karena membiarkannya jatuh.Ketika Ayah meninggal, aku hancur. Aku adalah putrinya dan dia adalah pahlawanku. Aku tidak bisa menghabiskan waktu banyak dengannya karena aku pindah ke kota lain, tetapi ketika kami bertemu, aku sangat senang menghabiskan waktu bersamanya.
Dia mulai berjalan lagi dan aku mengikutinya dari belakang.“Ini kantor Rowan,” ujarnya setelah kami berhenti di depan sebuah pintu.Namanya tertulis di pintu itu. Aku mengangguk, tidak begitu paham kenapa aku perlu tahu soal ini. Ya, aku akan bekerja untuknya, tapi apa aku benar-benar perlu berurusan dengan atasan lain?“Kantorku tepat di sebelahnya, tapi biar kutemani keliling perusahaan dengan cepat sebelum aku minta sekretarisku yang lain untuk menunjukkan sisanya dan membimbingmu tentang tugas-tugasmu nanti.”“Itu benar-benar tidak perlu ... sekretarismu saja pasti bisa menemaniku berkeliling. Kamu pasti punya banyak hal yang harus dikerjakan,” ujarku dengan suara yang dibuat manis.Gabriel terkenal karena sering tidur dengan asisten pribadinya, dan dia tidak pernah benar-benar menyembunyikan fakta kotor itu.Hal itu sangat menggangguku waktu kami masih menikah. Aku benci mengetahui kalau dia suamiku, tapi tetap saja dia tidak bisa menjaga diri. Bukan berarti aku tidak bisa member
“Hana, keluarlah dari mobil sekarang! Kamu membuang-buang waktuku,” bentak Gabriel padaku.Aku mengangkat kepalaku dan menatapnya. Alisnya mengernyit dan dia terlihat tidak sabar dan kesal. Aku mendesah sebelum turun dari mobil. Inilah Gabriel yang biasa kutemui. Dingin, arogan, dan kasar.Aku merapikan rokku sebelum mengambil tas tangan. Dia mulai berjalan, dan aku mengikutinya dari belakang seperti anak domba yang digiring ke rumah jagal. Rasanya aku sangat gugup, seolah jantungku hampir meloncat keluar dari dadaku.Aku sedang memasuki dunia Gabriel. Wilayahnya. Rasanya tidak nyaman dan menakutkan berada di tempat di mana dia memiliki kendali penuh atas setiap aspek.Gabriel menekan tombol lift, dan pintunya terbuka. Aku masuk, berdiri di sebelahnya, dan mencoba menenangkan detak jantungku yang berdebar kencang."Satu-satunya yang punya akses ke lift ini adalah keluargaku, dan lift ini langsung membawa kita ke lantai atas, tempat kantor kami," ujarnya lalu melanjutkan, "Aku akan mena
HanaHandi, salah satu sopir Gabriel, membukakan pintu untukku, dan aku masuk lalu diikuti Gabriel yang duduk di sampingku. Aku masih belum percaya bahwa aku setuju untuk ini, tapi jauh di lubuk hati aku tahu ini masuk akal. Gabriel benar, tidak ada cara yang lebih baik untuk mendapatkan pengalaman dalam mengelola perusahaan selain belajar dari yang terbaik. Dalam hal bisnis, Gabriel dan Rowan adalah yang terbaik. Mereka bahkan melampaui Ayah mereka, yang sudah pensiun tapi masih menjadi kepala dewan direksi.Butuh waktu untuk bersiap-siap karena aku tidak bisa memutuskan pakaian apa yang akan kupakai. Kebanyakan waktu aku bekerja dari rumah, dan saat aku pergi ke kantor, aku mengenakan pakaian kasual karena perusahaan tempatku bekerja dulu agak santai dalam hal pakaian. Aku ingin terlihat rapi dan memberi kesan pertama yang baik. Aku tidak punya banyak pakaian kerja dan berencana untuk berbelanja akhir pekan ini. Uangku memang terbatas, tapi aku masih bisa membeli beberapa rok dan blu
Gabriel. Aku bangun dengan menggeram dan kejantananku yang sekeras batu. Sial, ketika aku menandatangani surat kontrak pernikahan dengan Hana, aku tidak memperkirakan seberapa menyiksanya ini. Aku tidak memperkirakan bagaimana dia akan membuatku merasa seperti ini. Aku tengah terangsang, dan kejantananku seolah protes seberapa sulitnya menahan ini. Aku beranjak dari ranjangku dan berjalan ke kamar mandiku yang tempatnya dekat dengan kejantananku yang mengeras. Aku masih tidak paham bagaimana hal ini bisa terjadi. Maksudku, aku bukanlah seorang remaja yang tidak bisa mengendalikan nafsunya. Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku terbangun dengan kejantananku yang menegak. Bahkan belum sebulan sejak Hana kembali, dan aku bertingkah layaknya anak SMA. Aku jujur tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Aku tidak tahu bagaimana bisa dia memengaruhiku seperti ini, padahal dulunya tidak. Selain dari kemolekan tubuh dan sifatnya, dia masihlah Hana yang sama yang kukenal dulu, jadi aku tidak
“Apa yang kamu lihat larut malam begini?” Suara berat dari belakang mengejutkanku.“Astaga, kamu membuatku kaget,” gumamku sambil berusaha menenangkan jantungku yang berdebar kencang. “Jangan pernah muncul diam-diam seperti itu lagi.”Gabriel berjalan mengelilingi meja dapur dan berdiri di sisi seberang. Begitu dia berdiri di situ dan aku melihatnya, tenggorokanku tiba-tiba terasa kering. Aku merasa kehausan, seolah-olah sudah lama tidak minum, dan menelan ludah pun menjadi masalah besar.Gabriel tidak mengenakan apa pun kecuali celana olahraga abu-abu yang menggantung rendah di pinggulnya. Pria ini seperti karya seni dengan tubuh Dewa Yunani. Bahunya yang lebar, perutnya yang berotot, dan garis “V” yang pasti membuat siapa pun tergila-gila.Ada jejak rambut gelap yang dimulai dari pusarnya dan menghilang ke dalam celananya. Seolah-olah itu menunjuk ke arah kejantanannya.Aku ingin memalingkan mata, tapi itu mustahil. Mataku menikmati pemandangan itu seolah-olah dia adalah satu-satunya
GabrielAku masih bisa merasakan lembutnya kulitnya di bawah sentuhanku. Sesaat, aku ingin menggesekkan ibu jariku di persendian lengannya yang berdenyut.Versi baru dirinya ini menarik perhatian. Dia dipenuhi oleh semangat, dan sikap barunya adalah sesuatu yang bisa membuatku terobsesi. Aku suka wanita yang percaya diri, seksi, dan punya kepribadian berapi-api. Aku suka sekali ketika mereka melawan dan menantang balik.Dia telah bertransformasi menjadi tipe wanita seperti itu, dan ini membuatku tertarik. Dia tangguh dan tidak takut mengatakan padaku untuk pergi jauh. Kenapa aku tidak akan tertarik pada itu?Saat kami menikah, dia membosankan. Kepribadiannya yang hambar membuatnya tampak kusam di mataku. Tidak ada yang menarik darinya. Dia terlalu penurut, sementara aku menyukai wanita yang memiliki ‘cakar’. Dia melakukan segalanya untuk menyenangkan dan menarik perhatianku.Dia berusaha keras untuk membuatku tertarik padanya, tanpa menyadari bahwa hal itu justru membuatku semakin menj
Hana“Apa maumu, Gabriel? Seperti yang kamu lihat, aku sedang tidak ingin bicara.” Aku bangkit dari lantai sambil menghapus air mataku.Kata-kata Lilly masih terngiang di kepalaku serta menyayat hatiku berulang kali. Aku mengusap rambutku untuk mencoba mengusir rasa sakit yang kurasakan. Aku tahu ini akan terjadi. Aku tahu dia mungkin tidak akan menerimanya dengan baik.Maksudku, bagaimana bisa seseorang menerimanya dengan baik ketika ibunya tiba-tiba mengungkapkan bahwa pria yang selama ini dianggapnya Ayah ternyata bukan ayahnya? Bahwa dia telah dibohongi dan tidak ada yang mau memberi tahu kebenarannya hingga keadaan memaksa. Aku mengerti perasaannya dan paham reaksinya. Aku hanya tidak tahu bagaimana menghadapi kata-katanya dan rasa sakit yang kulihat di matanya.“Dia tidak benar-benar bermaksud begitu,” ujar Gabriel sambil berjalan lebih dekat ke kamarku.Aku menatapnya tajam dan merasakan sesuatu yang buruk membuncah di dalam diriku. “Bagaimana kamu tahu? Kamu bahkan belum cukup
HanaMinggu ini benar-benar kacau. Sejak kembali ke kota ini, rasanya aku terus-menerus berlarian menyelesaikan berbagai urusan tanpa sempat istirahat sedikit pun.Setidaknya Lilly sekarang merasa lebih nyaman. Gabriel menolak untuk mengirim kasurnya karena kasur di sini lebih nyaman, tapi dia setuju untuk mengirimkan seprai dan selimutnya. Itu sudah cukup membuat perubahan, dan sekarang dia bisa tidur nyenyak sepanjang malam.Gabriel … dari mana aku harus memulainya? Dia pulang ke rumah meskipun larut malam, tapi hanya sebatas itu. Kami saling menghindari dan mencoba hidup seperti tidak saling ada. Kurasa ini cara terbaik untuk kami. Ini akan mencegah Lilly melihat kami bertengkar terus-menerus.“Ibu, katanya ingin bicara denganku?” Suara Lilly menarikku dari lamunanku.Aku meletakkan pakaian yang sedang kulipat dan duduk di tempat tidur sebelum memberi isyarat padanya untuk melakukan hal yang sama. Dia melangkah mendekat dengan dahi berkerut dan duduk di sebelahku.Kami berada di kam
Punggung wanita itu membelakangiku, begitu juga dengan Guntur. Aku tidak perlu mengkhawatirkan Calvin, sebab dia terlihat begitu tergila-gila dan mengarahkan perhatiannya pada setiap perkataan wanita itu dengan senyuman lembut di bibirnya.Lagi-lagi, perasaan tidak nyaman menyusupi diriku. Mengapa aku merasa aku tidak bisa bernafas? Kerongkonganku terasa tercekat melihatnya. Aku berfokus pada mereka. Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka katakan karena mereka berjarak beberapa meja dariku, tapi kedamaian dan kebahagiaan di wajah Calvin sudah cukup untuk membuatku tahu apa yang tengah terjadi. Dia sedang berkencan dan Guntur ikut. Wanita itu bahkan tidak mempermasalahkannya, tapi tidak mungkin aku akan membiarkan wanita lain menggantikanku di kehidupan putraku. Aku tidak bisa melihat Guntur, tapi aku tahu, seperti dengan Calvin, dia senang bisa berada di sini. Calvin pasti akan langsung pergi dengan putra kami kalau dia merasa sebaliknya. Entah mengapa, aku tetap ada di sana meski