“Apa-apaan ini Ava?” seru Theo sambil membantu Nora berdiri. “Kenapa kamu mendorongnya seperti itu?”Ava tidak mengatakan apapun. Dia memegangi kepalanya dan mulai menggelengkannya perlahan. Aku ada perasaan buruk mengenai ini. Ada sesuatu yang aneh. Kenapa dia tidak senang melihat orang tuanya?Aku merasa sudah tahu jawabannya di lubuk hatiku, tapi aku menolaknya. Katakanlah aku berhalusinasi, katakan sesuka kalian saja, tapi aku menolak untuk menerimanya. Ava sehat dan baik-baik saja. Hanya itu satu-satunya kebenaran yang mau kuterima. “Mari semuanya tenang,” ujar si dokter. “Aku yakin ada penjelasan bagus di balik perlakuan Ava tadi. Tidak baik untuk mendesaknya.”Ava memandangi kami. Berbagai perasaan berkecamuk dari pandangannya. Matanya dipenuhi oleh air mata, dan saat itulah aku menyadari bahwa dia tidak paham akan apa yang sedang terjadi. Dia sangat bingung dan merasa seakan tengah berdiri di ujung jurang.“Tidak,” geram Theo. “Aku paham dia baru tersadar dari koma, tapi aku m
Nora dan perawat terkesiap. Sedangkan kami menatapnya dengan terkejut. Aku tahu ini sudah buruk, tapi aku tidak menyangka akan seburuk ini.Matanya menelisik ke raut wajah kami. “Kenapa aku merasa bukan itu jawaban yang kamu harapkan?”“Ava, kita ada di tahun dua ribu dua puluh tiga,” jawabku lembut.“Astaga.”Benar. Berarti Ava tidak mengingat kehidupannya selama empat tahun terakhir ini. Dokter mencatat di buku kecilnya dan mencoret sesuatu di sana. “Aku perlu mencari tahu sesuatu. Kami perlu menjalankan beberapa pemeriksaan menyeluruh. Hal seperti ini biasa terjadi, tapi kami harus yakin bahwa telah mendiagnosanya dengan tepat.”Dia bergegas keluar ruangan dan diikuti oleh Rosa.Kami memandangi satu sama lain. Tidak ada yang tahu harus bersikap atau berpikri seperti apa. Tidak ada dari kami yang siap akan hal ini. Kami juga tidak menyangka ini akan terjadi. Kami terkejut.“Jadi, kamu benar-benar tidak mengingat kami?” tanya Nora setelah beberapa saat. Aku merasa kasihan pada merek
Aku sudah mendengar soal amnesia selektif. Aku menemukannya saat mencari tahu soal cedera otak. Aku hanya tidak berpikir itu akan diderita Ava.“Amnesia selektif berarti bahwa Ava melupakan beberapa kejadian di hidupnya, dan dia melupakan empat tahun terakhir kejadian di hidupnya. Berkaca dari kebanyakan kasus, dia bisa mengingat seluruh ingatannya, atau sebagian, datau dia bahkan tidak akan mengingatnya dan ingatan yang tidak kembali itu di benaknya akan menjadi ruang kosong selama hidupnya,” terangnya.Aku melihat reaksi semua orang. Noah dan aku-lah yang beruntung di sini. Dia mengingat kami, tapi tidak mengingat mereka.“Jadi, menurut perkataanmu dia mungkin tidak akan mengingat kami?” tanya Ruby dengan suara bergetar. Dia menyisirkan jarinya di rambutnya, tapi jarinya terlihat sedikit gemetar. Aku tahu seberapa menyakitkan hal ini baginya. Mereka adalah teman baik, tapi Dokter Charles berkata padanya bahwa Ava mungkin tidak akan mengingat seluruh kenangan yang mereka lalui.“Ituk
Setelah dia pergi, semuanya kembali ke kamar Ava, sedangkan aku tetap di sana sebentar. Aku hanya perlu waktu untuk bernafas. Segalanya terjadi begitu cepat dan asing bagiku. Aku kesulitan untuk memprosesnya.Aku kembali ke kamarnya setelah aku yakin aku sudah bisa mengendalikan diriku. Aku melihat Ruby, Calista dan Calvin sedang mengenalkan diri mereka.“Kamu si culun Calvin,” ujar Ava dengan senyuman. Dia menatapnya tajam, tapi tidak ada kemarahan di baliknya. “Kecil sekali dunia ini sampai anak kita jadi teman baik.”“Benar,” balasnya singkat.Tidak ada yang menyebutkan bahwa Guntur juga anak Emma. “Jadi, kapan Ibu akan melihat Liliana?” tanya Noah setelah sesi perkenalan usai.“Bisakah mereka membawakan dia padaku? Aku tidak sabar melihatnya.” Senyumnya begitu sumringah dan cantik. Sesuatu yang belum kulihat belakangan ini. “Aku tidak percaya kita memiliki seorang putri.”Sialan. Bagaimana caranya aku memberi tahukan hal ini padanya?Melihat kegundahanku, Nora mengambil telepon da
Ava. Aku sama sekali tidak tertidur. Benakku dipenuhi oleh berbagai pikiran. Segalanya masih terlihat seolah tidak nyata. Aku sudah mendengar soal amnesia. Aku tahu soal amnesia. Aku hanya tidak pernah membayangkan aku akan jadi salah satu orang yang mengalaminya.Rasanya aneh bahwa ada seperti kekosongan lebar di ingatanku. Aku tidak ingat apa-apa setelah aku bangun. Tidak ingat soal orang yang mengaku sebagai orang tuaku. Tidak ingat soal orang yang mengaku sebagai temanku. Aku tidak mengingat apa-apa soal Liliana atau lelaki yang membuatku hamil.Terus juga, kenapa aku tidur bersama pia lain? Dan mengapa sepertinya Rowan tidak ada masalah soal itu? Ah, mungkin dia tidak marah karena dia tidak peduli. Tapi, kenapa kami masih menikah kalau aku tidur bersama orang lain, dan bahkan sampai hamil? Terus, ke mana cincin pernikahanku?Aku merasa melewatkan banyak hal. Di ingatanku, Noah masih lima tahun. Tapi, kenyataannya dia sudah melewati umur tersebut. Rasanya aku melewatkan pertumbuha
Rowan tersenyum padaku. “Bunga untuk wanita cantik.”Dia kemudian mengejutkanku saat dia menunduk dan mencium pipiku. Aku menatap jakunnya dengan kaget. Kalian mengerti akan maksudku saat kukatakan dia berbeda, ‘kan?Rowan yang kutahu, tidak mungkin akan menciumku, bahkan kecupan kilat di pipi pun tidak sudi dilakukannya. Jadi, ini adalah perkembangan baru. Perkembangan yang aku tidak yakin apakah aku siap akan itu. “Terima kasih,” kataku sambil menggelengkan kepalaku untuk mengusir kebingunganku. “Apakah kamu sudah siap pulang?Noah mengambil Liliana dari tanganku secara lembut. Dia memandanginya dengan kagum. Seakan Liliana memberikan secercah cahaya pada dunianya. Ketika dia membisikkan kalimat manis, Liliana terbangun. Mengejutkannya, dia tidak menangis. Dia hanya memandangi kakaknya dengan kagum. Sepertinya dia sudah terbiasa dengan Noah. “Iya. Semuanya sudah siap.”“Bagus. Kita akan sampai di rumah saat makan malam.”Dia membantuku bangun dari kasur. Kemudian, dia mengambil ta
“Ada sesuatu yang mau kutunjukkan padamu,” ujar Rowan saat dia berjalan menuju kamar tamu. Aku sudah selesai menyusui Liliana dan segera saja dia tertidur. Dengan cepat dan lembut, aku menarik payudaraku dari mulutnya dan menutupnya. Rowan adalah suamiku. Dia sudah melihatku telanjang ratusan kali, tapi kali ini entah mengapa berbeda, apalagi saat matanya terfokus pada buah dadaku.“Gelap dari yang kuingat,” gumamnya sendiri. “Apa?”“Pucuk payudaramu.”Aku tertawa kecil dengan gugup, tapi tidak mengatakan sepatah kata pun. Ini kali pertama Rowan mengomentari badanku. Aku tidak tahu apa yang harus dikatakan atau harus bereaksi apa. Bahkan dalam kejadian langka, di mana kami akhirnya tidur bersama, dia sama sekali tidak menggunakan perasaannya selama kami berhubungan badan. Kalian mungkin pernah melihat novel romansa, di mana pemeran laki-laki begitu memuja tubuh si puan? Atau saat si pemeran meracau soal seberapa seksi badan pasangannya? Aku tidak pernah mendapat perlakuan seperti it
Aku berjalan masuk ke dalamnya. Karpetnya empuk sekali, seolah aku sedang berjalan di atas awan. Aku dengan lembut menaruh Liliana di ranjangnya dan mengambil alat pengawas bayi. “Terima kasih. Kamu sudah melakukan banyak.”Dia tersenyum. Rowan sangat tampan, tapi ketika dia tersenyum atau tertawa, sungguh membuat keseksiannya bertambah lagi. Aku menatap padanya dengan benar-benar kagum. Dia belum pernah tersenyum padaku, dan sekarang aku ingin menikmati hal ini.“Ayo, sepertinya sudah waktunya makan malam. Aku yakin kamu sudah rindu masakan rumah.” Dia lalu mengulurkan tangannya, dan aku secara ragu menyambutnya. Aku merasakan sebuah getaran dari hanya menyentuhnya. Aku merasakan bulu kudukku merinding, dan aku tidak bisa berkata kalau aku tidak menyukainya. Kami menuruni tangga dan menemukan Noah sudah di sana. Dia sedang makan makanannya di meja makan. Aku duduk dan mulai makan. Rowan baru saja akan melakukan hal yang sama ketika ponselnya berdering. Dia menatap pada ponselnya
Dia mulai berjalan lagi dan aku mengikutinya dari belakang.“Ini kantor Rowan,” ujarnya setelah kami berhenti di depan sebuah pintu.Namanya tertulis di pintu itu. Aku mengangguk, tidak begitu paham kenapa aku perlu tahu soal ini. Ya, aku akan bekerja untuknya, tapi apa aku benar-benar perlu berurusan dengan atasan lain?“Kantorku tepat di sebelahnya, tapi biar kutemani keliling perusahaan dengan cepat sebelum aku minta sekretarisku yang lain untuk menunjukkan sisanya dan membimbingmu tentang tugas-tugasmu nanti.”“Itu benar-benar tidak perlu ... sekretarismu saja pasti bisa menemaniku berkeliling. Kamu pasti punya banyak hal yang harus dikerjakan,” ujarku dengan suara yang dibuat manis.Gabriel terkenal karena sering tidur dengan asisten pribadinya, dan dia tidak pernah benar-benar menyembunyikan fakta kotor itu.Hal itu sangat menggangguku waktu kami masih menikah. Aku benci mengetahui kalau dia suamiku, tapi tetap saja dia tidak bisa menjaga diri. Bukan berarti aku tidak bisa member
“Hana, keluarlah dari mobil sekarang! Kamu membuang-buang waktuku,” bentak Gabriel padaku.Aku mengangkat kepalaku dan menatapnya. Alisnya mengernyit dan dia terlihat tidak sabar dan kesal. Aku mendesah sebelum turun dari mobil. Inilah Gabriel yang biasa kutemui. Dingin, arogan, dan kasar.Aku merapikan rokku sebelum mengambil tas tangan. Dia mulai berjalan, dan aku mengikutinya dari belakang seperti anak domba yang digiring ke rumah jagal. Rasanya aku sangat gugup, seolah jantungku hampir meloncat keluar dari dadaku.Aku sedang memasuki dunia Gabriel. Wilayahnya. Rasanya tidak nyaman dan menakutkan berada di tempat di mana dia memiliki kendali penuh atas setiap aspek.Gabriel menekan tombol lift, dan pintunya terbuka. Aku masuk, berdiri di sebelahnya, dan mencoba menenangkan detak jantungku yang berdebar kencang."Satu-satunya yang punya akses ke lift ini adalah keluargaku, dan lift ini langsung membawa kita ke lantai atas, tempat kantor kami," ujarnya lalu melanjutkan, "Aku akan mena
HanaHandi, salah satu sopir Gabriel, membukakan pintu untukku, dan aku masuk lalu diikuti Gabriel yang duduk di sampingku. Aku masih belum percaya bahwa aku setuju untuk ini, tapi jauh di lubuk hati aku tahu ini masuk akal. Gabriel benar, tidak ada cara yang lebih baik untuk mendapatkan pengalaman dalam mengelola perusahaan selain belajar dari yang terbaik. Dalam hal bisnis, Gabriel dan Rowan adalah yang terbaik. Mereka bahkan melampaui Ayah mereka, yang sudah pensiun tapi masih menjadi kepala dewan direksi.Butuh waktu untuk bersiap-siap karena aku tidak bisa memutuskan pakaian apa yang akan kupakai. Kebanyakan waktu aku bekerja dari rumah, dan saat aku pergi ke kantor, aku mengenakan pakaian kasual karena perusahaan tempatku bekerja dulu agak santai dalam hal pakaian. Aku ingin terlihat rapi dan memberi kesan pertama yang baik. Aku tidak punya banyak pakaian kerja dan berencana untuk berbelanja akhir pekan ini. Uangku memang terbatas, tapi aku masih bisa membeli beberapa rok dan blu
Gabriel. Aku bangun dengan menggeram dan kejantananku yang sekeras batu. Sial, ketika aku menandatangani surat kontrak pernikahan dengan Hana, aku tidak memperkirakan seberapa menyiksanya ini. Aku tidak memperkirakan bagaimana dia akan membuatku merasa seperti ini. Aku tengah terangsang, dan kejantananku seolah protes seberapa sulitnya menahan ini. Aku beranjak dari ranjangku dan berjalan ke kamar mandiku yang tempatnya dekat dengan kejantananku yang mengeras. Aku masih tidak paham bagaimana hal ini bisa terjadi. Maksudku, aku bukanlah seorang remaja yang tidak bisa mengendalikan nafsunya. Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku terbangun dengan kejantananku yang menegak. Bahkan belum sebulan sejak Hana kembali, dan aku bertingkah layaknya anak SMA. Aku jujur tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Aku tidak tahu bagaimana bisa dia memengaruhiku seperti ini, padahal dulunya tidak. Selain dari kemolekan tubuh dan sifatnya, dia masihlah Hana yang sama yang kukenal dulu, jadi aku tidak
“Apa yang kamu lihat larut malam begini?” Suara berat dari belakang mengejutkanku.“Astaga, kamu membuatku kaget,” gumamku sambil berusaha menenangkan jantungku yang berdebar kencang. “Jangan pernah muncul diam-diam seperti itu lagi.”Gabriel berjalan mengelilingi meja dapur dan berdiri di sisi seberang. Begitu dia berdiri di situ dan aku melihatnya, tenggorokanku tiba-tiba terasa kering. Aku merasa kehausan, seolah-olah sudah lama tidak minum, dan menelan ludah pun menjadi masalah besar.Gabriel tidak mengenakan apa pun kecuali celana olahraga abu-abu yang menggantung rendah di pinggulnya. Pria ini seperti karya seni dengan tubuh Dewa Yunani. Bahunya yang lebar, perutnya yang berotot, dan garis “V” yang pasti membuat siapa pun tergila-gila.Ada jejak rambut gelap yang dimulai dari pusarnya dan menghilang ke dalam celananya. Seolah-olah itu menunjuk ke arah kejantanannya.Aku ingin memalingkan mata, tapi itu mustahil. Mataku menikmati pemandangan itu seolah-olah dia adalah satu-satunya
GabrielAku masih bisa merasakan lembutnya kulitnya di bawah sentuhanku. Sesaat, aku ingin menggesekkan ibu jariku di persendian lengannya yang berdenyut.Versi baru dirinya ini menarik perhatian. Dia dipenuhi oleh semangat, dan sikap barunya adalah sesuatu yang bisa membuatku terobsesi. Aku suka wanita yang percaya diri, seksi, dan punya kepribadian berapi-api. Aku suka sekali ketika mereka melawan dan menantang balik.Dia telah bertransformasi menjadi tipe wanita seperti itu, dan ini membuatku tertarik. Dia tangguh dan tidak takut mengatakan padaku untuk pergi jauh. Kenapa aku tidak akan tertarik pada itu?Saat kami menikah, dia membosankan. Kepribadiannya yang hambar membuatnya tampak kusam di mataku. Tidak ada yang menarik darinya. Dia terlalu penurut, sementara aku menyukai wanita yang memiliki ‘cakar’. Dia melakukan segalanya untuk menyenangkan dan menarik perhatianku.Dia berusaha keras untuk membuatku tertarik padanya, tanpa menyadari bahwa hal itu justru membuatku semakin menj
Hana“Apa maumu, Gabriel? Seperti yang kamu lihat, aku sedang tidak ingin bicara.” Aku bangkit dari lantai sambil menghapus air mataku.Kata-kata Lilly masih terngiang di kepalaku serta menyayat hatiku berulang kali. Aku mengusap rambutku untuk mencoba mengusir rasa sakit yang kurasakan. Aku tahu ini akan terjadi. Aku tahu dia mungkin tidak akan menerimanya dengan baik.Maksudku, bagaimana bisa seseorang menerimanya dengan baik ketika ibunya tiba-tiba mengungkapkan bahwa pria yang selama ini dianggapnya Ayah ternyata bukan ayahnya? Bahwa dia telah dibohongi dan tidak ada yang mau memberi tahu kebenarannya hingga keadaan memaksa. Aku mengerti perasaannya dan paham reaksinya. Aku hanya tidak tahu bagaimana menghadapi kata-katanya dan rasa sakit yang kulihat di matanya.“Dia tidak benar-benar bermaksud begitu,” ujar Gabriel sambil berjalan lebih dekat ke kamarku.Aku menatapnya tajam dan merasakan sesuatu yang buruk membuncah di dalam diriku. “Bagaimana kamu tahu? Kamu bahkan belum cukup
HanaMinggu ini benar-benar kacau. Sejak kembali ke kota ini, rasanya aku terus-menerus berlarian menyelesaikan berbagai urusan tanpa sempat istirahat sedikit pun.Setidaknya Lilly sekarang merasa lebih nyaman. Gabriel menolak untuk mengirim kasurnya karena kasur di sini lebih nyaman, tapi dia setuju untuk mengirimkan seprai dan selimutnya. Itu sudah cukup membuat perubahan, dan sekarang dia bisa tidur nyenyak sepanjang malam.Gabriel … dari mana aku harus memulainya? Dia pulang ke rumah meskipun larut malam, tapi hanya sebatas itu. Kami saling menghindari dan mencoba hidup seperti tidak saling ada. Kurasa ini cara terbaik untuk kami. Ini akan mencegah Lilly melihat kami bertengkar terus-menerus.“Ibu, katanya ingin bicara denganku?” Suara Lilly menarikku dari lamunanku.Aku meletakkan pakaian yang sedang kulipat dan duduk di tempat tidur sebelum memberi isyarat padanya untuk melakukan hal yang sama. Dia melangkah mendekat dengan dahi berkerut dan duduk di sebelahku.Kami berada di kam
Punggung wanita itu membelakangiku, begitu juga dengan Guntur. Aku tidak perlu mengkhawatirkan Calvin, sebab dia terlihat begitu tergila-gila dan mengarahkan perhatiannya pada setiap perkataan wanita itu dengan senyuman lembut di bibirnya.Lagi-lagi, perasaan tidak nyaman menyusupi diriku. Mengapa aku merasa aku tidak bisa bernafas? Kerongkonganku terasa tercekat melihatnya. Aku berfokus pada mereka. Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka katakan karena mereka berjarak beberapa meja dariku, tapi kedamaian dan kebahagiaan di wajah Calvin sudah cukup untuk membuatku tahu apa yang tengah terjadi. Dia sedang berkencan dan Guntur ikut. Wanita itu bahkan tidak mempermasalahkannya, tapi tidak mungkin aku akan membiarkan wanita lain menggantikanku di kehidupan putraku. Aku tidak bisa melihat Guntur, tapi aku tahu, seperti dengan Calvin, dia senang bisa berada di sini. Calvin pasti akan langsung pergi dengan putra kami kalau dia merasa sebaliknya. Entah mengapa, aku tetap ada di sana meski