Aku sudah mendengar soal amnesia selektif. Aku menemukannya saat mencari tahu soal cedera otak. Aku hanya tidak berpikir itu akan diderita Ava.“Amnesia selektif berarti bahwa Ava melupakan beberapa kejadian di hidupnya, dan dia melupakan empat tahun terakhir kejadian di hidupnya. Berkaca dari kebanyakan kasus, dia bisa mengingat seluruh ingatannya, atau sebagian, datau dia bahkan tidak akan mengingatnya dan ingatan yang tidak kembali itu di benaknya akan menjadi ruang kosong selama hidupnya,” terangnya.Aku melihat reaksi semua orang. Noah dan aku-lah yang beruntung di sini. Dia mengingat kami, tapi tidak mengingat mereka.“Jadi, menurut perkataanmu dia mungkin tidak akan mengingat kami?” tanya Ruby dengan suara bergetar. Dia menyisirkan jarinya di rambutnya, tapi jarinya terlihat sedikit gemetar. Aku tahu seberapa menyakitkan hal ini baginya. Mereka adalah teman baik, tapi Dokter Charles berkata padanya bahwa Ava mungkin tidak akan mengingat seluruh kenangan yang mereka lalui.“Ituk
Setelah dia pergi, semuanya kembali ke kamar Ava, sedangkan aku tetap di sana sebentar. Aku hanya perlu waktu untuk bernafas. Segalanya terjadi begitu cepat dan asing bagiku. Aku kesulitan untuk memprosesnya.Aku kembali ke kamarnya setelah aku yakin aku sudah bisa mengendalikan diriku. Aku melihat Ruby, Calista dan Calvin sedang mengenalkan diri mereka.“Kamu si culun Calvin,” ujar Ava dengan senyuman. Dia menatapnya tajam, tapi tidak ada kemarahan di baliknya. “Kecil sekali dunia ini sampai anak kita jadi teman baik.”“Benar,” balasnya singkat.Tidak ada yang menyebutkan bahwa Guntur juga anak Emma. “Jadi, kapan Ibu akan melihat Liliana?” tanya Noah setelah sesi perkenalan usai.“Bisakah mereka membawakan dia padaku? Aku tidak sabar melihatnya.” Senyumnya begitu sumringah dan cantik. Sesuatu yang belum kulihat belakangan ini. “Aku tidak percaya kita memiliki seorang putri.”Sialan. Bagaimana caranya aku memberi tahukan hal ini padanya?Melihat kegundahanku, Nora mengambil telepon da
Ava. Aku sama sekali tidak tertidur. Benakku dipenuhi oleh berbagai pikiran. Segalanya masih terlihat seolah tidak nyata. Aku sudah mendengar soal amnesia. Aku tahu soal amnesia. Aku hanya tidak pernah membayangkan aku akan jadi salah satu orang yang mengalaminya.Rasanya aneh bahwa ada seperti kekosongan lebar di ingatanku. Aku tidak ingat apa-apa setelah aku bangun. Tidak ingat soal orang yang mengaku sebagai orang tuaku. Tidak ingat soal orang yang mengaku sebagai temanku. Aku tidak mengingat apa-apa soal Liliana atau lelaki yang membuatku hamil.Terus juga, kenapa aku tidur bersama pia lain? Dan mengapa sepertinya Rowan tidak ada masalah soal itu? Ah, mungkin dia tidak marah karena dia tidak peduli. Tapi, kenapa kami masih menikah kalau aku tidur bersama orang lain, dan bahkan sampai hamil? Terus, ke mana cincin pernikahanku?Aku merasa melewatkan banyak hal. Di ingatanku, Noah masih lima tahun. Tapi, kenyataannya dia sudah melewati umur tersebut. Rasanya aku melewatkan pertumbuha
Rowan tersenyum padaku. “Bunga untuk wanita cantik.”Dia kemudian mengejutkanku saat dia menunduk dan mencium pipiku. Aku menatap jakunnya dengan kaget. Kalian mengerti akan maksudku saat kukatakan dia berbeda, ‘kan?Rowan yang kutahu, tidak mungkin akan menciumku, bahkan kecupan kilat di pipi pun tidak sudi dilakukannya. Jadi, ini adalah perkembangan baru. Perkembangan yang aku tidak yakin apakah aku siap akan itu. “Terima kasih,” kataku sambil menggelengkan kepalaku untuk mengusir kebingunganku. “Apakah kamu sudah siap pulang?Noah mengambil Liliana dari tanganku secara lembut. Dia memandanginya dengan kagum. Seakan Liliana memberikan secercah cahaya pada dunianya. Ketika dia membisikkan kalimat manis, Liliana terbangun. Mengejutkannya, dia tidak menangis. Dia hanya memandangi kakaknya dengan kagum. Sepertinya dia sudah terbiasa dengan Noah. “Iya. Semuanya sudah siap.”“Bagus. Kita akan sampai di rumah saat makan malam.”Dia membantuku bangun dari kasur. Kemudian, dia mengambil ta
“Ada sesuatu yang mau kutunjukkan padamu,” ujar Rowan saat dia berjalan menuju kamar tamu. Aku sudah selesai menyusui Liliana dan segera saja dia tertidur. Dengan cepat dan lembut, aku menarik payudaraku dari mulutnya dan menutupnya. Rowan adalah suamiku. Dia sudah melihatku telanjang ratusan kali, tapi kali ini entah mengapa berbeda, apalagi saat matanya terfokus pada buah dadaku.“Gelap dari yang kuingat,” gumamnya sendiri. “Apa?”“Pucuk payudaramu.”Aku tertawa kecil dengan gugup, tapi tidak mengatakan sepatah kata pun. Ini kali pertama Rowan mengomentari badanku. Aku tidak tahu apa yang harus dikatakan atau harus bereaksi apa. Bahkan dalam kejadian langka, di mana kami akhirnya tidur bersama, dia sama sekali tidak menggunakan perasaannya selama kami berhubungan badan. Kalian mungkin pernah melihat novel romansa, di mana pemeran laki-laki begitu memuja tubuh si puan? Atau saat si pemeran meracau soal seberapa seksi badan pasangannya? Aku tidak pernah mendapat perlakuan seperti it
Aku berjalan masuk ke dalamnya. Karpetnya empuk sekali, seolah aku sedang berjalan di atas awan. Aku dengan lembut menaruh Liliana di ranjangnya dan mengambil alat pengawas bayi. “Terima kasih. Kamu sudah melakukan banyak.”Dia tersenyum. Rowan sangat tampan, tapi ketika dia tersenyum atau tertawa, sungguh membuat keseksiannya bertambah lagi. Aku menatap padanya dengan benar-benar kagum. Dia belum pernah tersenyum padaku, dan sekarang aku ingin menikmati hal ini.“Ayo, sepertinya sudah waktunya makan malam. Aku yakin kamu sudah rindu masakan rumah.” Dia lalu mengulurkan tangannya, dan aku secara ragu menyambutnya. Aku merasakan sebuah getaran dari hanya menyentuhnya. Aku merasakan bulu kudukku merinding, dan aku tidak bisa berkata kalau aku tidak menyukainya. Kami menuruni tangga dan menemukan Noah sudah di sana. Dia sedang makan makanannya di meja makan. Aku duduk dan mulai makan. Rowan baru saja akan melakukan hal yang sama ketika ponselnya berdering. Dia menatap pada ponselnya
“Katakan saja padanya untuk menjauh. Tapi, katakan dengan baik-baik ya?”“Oke.”Dia kembali makan dan segera dia menyelesaikan makan malamnya. Dia eninggalkan meja dan bilang padaku bahwa dia akan mandi sebelum tidur. Beberapa menit kemudian, aku selesai makan. Aku merasa lelah dan mau segera tidur. Aku berdiri dari dudukku saat Rowan kembali. “Kamu sudah selesai?” tanyanya sambil duduk. “Iya. Aku mau memeriksa Liliana dulu, lalu aku akan tidur.”“Aku akan naik sebentar lagi.”Aku menganggukkan kepalaku dan berjalan ke arah kamar utama. Kamar kami ada di sebelah kamar Liliana. Setelah memastikan dia sudah tertidur, aku menuju kamarku.Aku memutuskan untuk merendam diriku yang lelah ini, jadi aku memutuskan untuk mandi. Aku masuk ke bathup dan membiarkan pikiranku berkecamuk. Segalanya menjadi begitu membingungkan sejak aku terbangun. Aku mau percaya bahwa segalanya sudah berubah, tapi aku tidak bisa tidak bisa berhenti merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Perilaku Rowan-lah y
Aku terbangun dengan setengah tubuhku ada di atas Rowan dengan lengannya yang memeluk erat pinggangku. Dengan perlahan aku mengangkat kepalaku dari dadanya. Ini adalah hal lain yang terasa baru bagi kami. Lihat saja dari keintiman posisi tidur ini, pasti kalian pikir bahwa kami saling mencintai. Hanya aku yang tahu kebenarannya. Memang ada cinta di pernikahan kami, benar itu, tapi itu adalah cinta bertepuk sebelah tangan. Aku perlahan bangun. Aku tidak mau membangunkannya. Aku perlu waktu untuk diriku sendiri. Aku perlu waktu untuk mencoba mengetahui apa yang sedang terjadi. Aku merasa hidupku berbalik 180 derajat sejak aku terbangun dari koma itu. Sudah dua hari berlalu, tapi di dua hari itulah kejadiannya penuh dengan tikungan dan hal tidak terduga. Sekarang, aku masih merasa terkejut akan kejadian-kejadian yang telah berlalu. Aku tidak yakin haruskah aku memercayai mataku atau hatiku. Aku melihat botol susu di nakasnya. Liliana terbangun tiga kali. Aku menyusuinya sampai di kal
Hai pembaca terkasih, aku baru saja membaca komentar kalian dan kalian benar-benar memberi tahuku perasaan kalian. Setiap orang berhak atas pendapatnya masing-masing, dan aku menghormati itu. Aku tidak bisa melakukan apa pun untuk mengubah pandangan mereka, dan itu benar-benar tidak masalah.Aku telah menerima beberapa kritik yang sangat baik, dan aku ingin berterima kasih kepada mereka yang telah menunjukkan kesalahanku. Aku selalu kesulitan menulis bagian akhir cerita, dan itulah mengapa kadang-kadang terasa terburu-buru. Jangan khawatir, aku akan bekerja keras untuk memperbaikinya di buku berikutnya.Tentang Emma dan Calvin, aku ingin kalian semua mengerti bahwa ini memang selalu menjadi akhir yang direncanakan, setidaknya di buku ini.Emma tidak mencintai Calvin. Dia menyesal atas apa yang dia lakukan, tetapi dia tidak pernah mencintainya dengan kedalaman yang sama seperti Calvin mencintainya. Dengan kata lain, dia mencintai Calvin, tetapi dia tidak jatuh cinta padanya. Calvin pan
Hana. Aku seolah sedang melayang dalam langit ketujuh. Aku merasa hangat, damai, dan dicintai. Perlahan, aku terbangun. Gabriel di belakangku dengan tangannya yang merengkuhku. Dia selalu melakukan ini setiap kali kami tidur. Dia terus memegangiku, seolah takut kalau aku akan menghilang kalau dia tidak melakukannya. Aku menggeliat sedikit untuk lepas dari tangannya. Alih-alih melepasku, dia mengeratkan tangannya, yang mendorongku mendekat ke badannya. Aku berhenti ketika merasakannya. Ketika kurasakan kejantanannya yang mengeras, libidoku naik, dan aku segera menginginkannya. Aku ingin merasakannya memasukiku. Kehidupan ranjang kami sehat, tapi selalu ada waktu di mana aku menginginkan lebih. Dengan memiliki tiga anak, kadang sulit untuk mendapat waktu untuk berduaan. “Hmm,” geram Gabriel ketika aku menggesekkan pantatku di kejantanannya. Suaranya menggetarkan klitorisku. Aku melakukannya lagi, dan mengundang desahan seksi darinya. Gabriel mulai membubuhi punggung, pundak, dan
“Tentu,” dia membalas senyumku tepat saat Henry berjalan mendekati kami.“Aku di sini untuk mencuri istriku yang cantik.” Suaranya serak, dan aku tak bisa menahan diri untuk tidak meleleh mendengar nadanya. Suaranya benar-benar seksi.“Dia milikmu.” Calvin melepaskanku dan menyingkir sebelum pergi.Henry menarikku ke dalam pelukannya, memastikan tidak ada jarak di antara kami. “Apakah kamu baik-baik saja? Punggungmu sakit? Kaki-kakimu bagaimana?”Lihat apa yang aku bilang? Dia mendominasi di dunia hukum, tapi perhatian dan penuh cinta sebagai pasangan. Aku bahkan tidak tahu bahwa aku punya tipe pria seperti ini sampai aku bertemu dengannya.“Aku baik-baik saja, cintaku, berhentilah khawatir,” ujarku sambil terkekeh dan menyeret diriku lebih dekat padanya.“Sudahkah aku memberitahumu bahwa aku mencintaimu?” tanyanya.Aku tidak bisa menahan senyum saat aku berdiri di ujung jari kakiku dan berbisik di bibirnya. “Sudah kamu katakan seribu kali hari ini, tapi aku tidak mengeluh.”“Kamu adal
Merrisa adalah salah satu pengiring pengantin perempuanku, begitu juga Ava, Calista, Ruby, Hana, dan Anjani. Mereka telah menjadi sahabatku selama empat tahun terakhir sejak kecelakaan itu. Tentu saja, aku tidak pernah bisa menggantikan Merrisa, dia sahabat terbaikku, tapi aku bersyukur memiliki mereka.Ditambah lagi, kemarin Merrisa memberitahuku bahwa dia berpikir untuk pindah ke sini. Aku sangat bersemangat. Aku menyayanginya, tapi kami mengakui bahwa menjalani persahabatan jarak jauh itu sulit. Aku benar-benar merasa di atas awan karena dia akan berada di dekatku.Musiknya melambat, dan Guntur mendekat, memecah semua percakapan lain.“Bolehkah aku berdansa denganmu, Ibu?”Seruan riuh para tamu terdengar, dan aku bersumpah hatiku langsung meleleh.“Tentu saja, putra tampanku,” jawabku sebelum menggenggam tangannya.Guntur sekarang sudah empat belas tahun, sudah jadi remaja. Bisa kalian percaya itu? Tingginya sudah sama denganku, dan aku yakin dalam beberapa tahun dia akan lebih ting
Emma. Aku menari dengan Merrisa, membiarkan musik menenggelamkanku. Aku merasakan sedikit rasa sakit di punggungku, tapi masa bodoh, sebab aku merasa sangat bahagia. Gaunku berayun mengikuti irama tubuhku sembari kami meneriakkan lirik lagu Cruel Summer milik Taylor Swift sekuat tenaga. Ava, yang hamil besar bergabung dengan kami. Aku tertawa sebab dia berpikir bahwa dia sedang menari, tapi tidak. Aku bahkan tidak tahu apa yang dilakukannya. Aku bisa menghitung saat-saat terbahagiaku dengan jari. Satu adalah ketika aku lolos ujian pengacara. Kedua, ketika Guntur memanggilku Ibu untuk pertama kali setelah bertahun-tahun lamanya, dan yang ketiga adalah hari ini, di hari pernikahanku.Kalian tidak salah dengar. Aku baru saja menikah, dan aku tidak pernah sebahagia ini. Ingat pengacara tampan yang kuberi tahu Ava saat ulang tahun James? Ya, dia tidak mau menyerah, tidak peduli berapa kali aku menolaknya. Dia terus bertanya hampir setiap hari. Aku lelah ditanyai hal yang sama setiap har
Jadi, kalian sudah sampai pada akhir dari Penyesalan Mantan Suami dan cerita sampingannya. Aku hanya mau berterima kasih pada kalian semua atas cinta dan dukungan kalian akan buku ini. Ini adalah buku terpanjang yang pernah kutulis, dan sejauh ini adalah yang paling sukses. Buku ini tidak akan sesukses ini kalau bukan karena dukungan kalian. Maka dari itu, terima kasih banyak. Terima kasih sudah menjadi bagian dari perjalanan buku ini dari awal sampai akhir. Hal ini sungguh berarti bagiku. Sekarang, aku mau mengumumkan bahwa buku Noah akan diunggah selanjutnya. Judulnya ‘Perjuangan Sang Milyuner untuk Pengampunan’. Aku masih mengerjakan plotnya, tapi akan kuunggah pada pertengahan Oktober, nantikan saja! Kita akan ada cerita sampingan soal Guntur dan mungkin satu lagi soal Lilly. Inilah sedikit intipan dari Perjuangan Sang Milyuner untuk Pengampunan. Di bawah ini hanyalah cuplikan kasarnya. ***Shella. Aku berjalan ke arah altar. Jantungku berdegup, dan langkahku lambat. Bunga mawa
Tiga tahun kemudian.Emma.“Serius, Emma, kapan kamu akan mulai berkencan?” tanya Ava sambil duduk di sampingku.Aku memandang ke arah halaman belakang, dan aku tak bisa menahan senyum yang muncul di bibirku. Hari ini adalah ulang tahun anak laki-laki Travis dan Ruby. James, dinamai dari ayah kami, yang berusia satu tahun hari ini.Ruby dan Travis menikah sekitar dua tahun yang lalu. Travis langsung melamarnya setelah aku sadar dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawaku. Kalian mungkin bertanya-tanya apa yang terjadi pada pengemudi itu. Dia saat ini sedang menjalani hukuman lima tahun penjara karena mengemudi sembarangan. Aku berharap dia belajar dari kesalahannya.Kembali ke Travis dan Ruby. Kurasa melihatku di rumah sakit membuatnya menyadari betapa singkatnya hidup manusia. Dia melamarnya, dan Ruby setuju. Mereka menikah saat musim semi. Sebagai hasil dari perbaikan hubunganku dengan Ava, aku dibawa masuk ke pertemanan mereka. Calista dan Reaper menikah dalam sebuah pernikahan k
“Tidak! Aku harus mengejan!” seruku sambil menggenggam baju Gabriel. Aku merasa seperti sudah gila. Seolah aku sudah kehilangan akal sehatku. Rasa sakit ini sungguh sudah membuatku gila. Untungnya, kami sampai di kamar sebelum aku melahirkan di koridor rumah sakit sialan ini. Aku menghela nafas lega saat memasuki ruangan, dan mereka mulai mempersiapkanku. Ava sudah di dalam. Aku bersyukur memiliki seseorang yang mengerti rasanya kemaluan terbelah dua agar manusia cilik itu bisa terlahir ke dunia. “Aku tidak bisa menahannya lagi,” ujarku sebelum mengejan sekuat tenaga. Aku bersumpah bisa merasakan belahan pantatku seolah terbelah, yang menambah rasa sakitku.“Ini semua salahmu!” seruku pada Gabriel sambil mencengkeram erat tangannya. Aku menatap tajam padanya dengan nafas yang menderu. Batang hidungku kembang-kempis untuk berusaha meraup sebanyak-banyaknya oksigen ke paru-paruku. “Ayo, Hana, ejanlah!” ujar Ava sambil menyeka keringat dari dahiku. “Jangan pedulikan Gabriel.”“Jaha
“Tidak apa-apa, sayangku. Ibu hanya akan melahirkan. Ingatkah yang Ibu katakan padamu apa yang akan terjadi ketika sudah waktunya?”Dia menganggukkan kepalanya. “Iya. Ibu bilang akan merasa kesakitan, tapi aku tidak seharusnya takut, sebab itu bagian dari melahirkan bayi ke dunia.”“Bagus,” ujarku sambil meringis saat sakit kontraksi kembali menghampiri. “Itulah yang terjadi sekarang, jadi janganlah takut.”Gabriel menggenggam tanganku dan membantuku keluar dari kamar. Aku bernafas melalui hidung dan mulutku, tapi jujur saja. Ini sama sekali tidak membantu, ‘kan?“Aku hanya tidak paham. Kenapa Ibu harus kesakitan? Kenapa bayinya tidak langsung lahir saja tanpa menyakiti Ibu?”Hal terakhir yang kuinginkan adalah menorehkan trauma pada putriku dengan menjelaskan padanya bahwa rasa sakit memang lumrah untuk mengeluarkan bayi dari diriku. Dia pasti akan ingin tahu mengapa bayi harus dikeluarkan dengan mengejan, dan aku harus menjelaskan bahwa bayi itu besar, dan jalan keluarnya lebih kecil