Aku terbangun dengan setengah tubuhku ada di atas Rowan dengan lengannya yang memeluk erat pinggangku. Dengan perlahan aku mengangkat kepalaku dari dadanya. Ini adalah hal lain yang terasa baru bagi kami. Lihat saja dari keintiman posisi tidur ini, pasti kalian pikir bahwa kami saling mencintai. Hanya aku yang tahu kebenarannya. Memang ada cinta di pernikahan kami, benar itu, tapi itu adalah cinta bertepuk sebelah tangan. Aku perlahan bangun. Aku tidak mau membangunkannya. Aku perlu waktu untuk diriku sendiri. Aku perlu waktu untuk mencoba mengetahui apa yang sedang terjadi. Aku merasa hidupku berbalik 180 derajat sejak aku terbangun dari koma itu. Sudah dua hari berlalu, tapi di dua hari itulah kejadiannya penuh dengan tikungan dan hal tidak terduga. Sekarang, aku masih merasa terkejut akan kejadian-kejadian yang telah berlalu. Aku tidak yakin haruskah aku memercayai mataku atau hatiku. Aku melihat botol susu di nakasnya. Liliana terbangun tiga kali. Aku menyusuinya sampai di kal
Aku mencoba untuk berpikir, tapi tidak ada yang terdengar masuk akal. Emma sudah kembali? Bagaimana mungkin?Ketika dia pergi, dia bersumpah tidak akan pernah kembali. Ayah, Ibu, dan Travis-lah yang biasa mengunjunginya, tapi dia tidak pernah pulang ke rumah. Tidak bahkan untuk sebuah liburan. Nyatanya, keluargaku biasanya yang ke sana dan menghabiskan Natal bersamanya, aku tidak pernah diundang. Sebelum Noah sudah cukup umur untuk mengerti segala hal, aku selalu menghabiskan Natal sendirian. Ketika keluargaku pergi bersama Emma, Rowan dan Noah pergi bersama keluarga Rowan, dan seperti biasa, aku tidak diundang. Melihatnya di sini, di rumahku membuatku terkejut. Dia pernah berkata padaku bahwa kalau dia memiliki kesempatan, dia akan segera kembali pada Emma. Inilah yang semakin membuatku bingung. Kalau dia sudah kembali, lalu mengapa Rowan menciumku? Kenapa dia masih bersamaku?Aku berjalan menjauh dan dia mengumpat. Aku tidak tahu umpatannya ditujukan karena aku menjauh darinya atau
Kami bahkan tidak menyadari dia sudah memasuki kamar. Dia bersandar di kusen pintu dengan melipat tangannya di dada, yang membuat otot tangannya membesar. Dia memakai kaus berkerah V dan jins hitam. Rambitnya masih basah dan dia tidak memakai alas kaki. “Maksud Ayah seperti sapi atau hewan lainnya yang kulihat di acara TV soal peternakan?” tanya Noah. Pandangannya berganti-ganti dari aku, Liliana, dan ayahnya. Liliana terbaring tenang di tanganku setelah mengeluarkan gas, dan sama sekali tidak paham akan apa yang tengah kami diskusikan dan caranya menyusu.“Benar. Tepat seperti itu,” balasku dengan senyuman. Matanya menjadi tidak fokus selama beberapa saat sebelum mengerutkan hidungnya sebab merasa aneh. “Benar-benar menjijikkan,” ujarnya sambil berjalan menjauh seolah aku ini menjijikkan. “Kupikir dia akan lebih senang kalau pakai botol.”Pandangannya terus berpindah dari dadaku ke Liliana. “Lalu, bagaimana kalau Ibu sedang tidak ada? Apa yang akan terjadi? Bisakah kita pakai sus
“Katakan sesuatu, Ava,” ujar Travis dengan nada memohon. Aku menatap mereka. Aku tidak yakin apa yang harus kurasakan. Ayah dan aku tidak akrab. Terutama setelah apa yang telah terjadi di antara Rowan, Emma, dan aku. Aku hanya tidak pernah berharap dia meninggal, tapi aku juga tidak bisa bilang kalau aku sedih. Apakah ini akan membuatku jadi orang jahat? Bahwa pria yang kukenal sebagai ayahku selama ini meninggal, tapi aku malah tidak merasakan kesedihan?“Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan,” gumamku jujur. Rowan mengarahkanku untuk duduk. Kami duduk di arah yang berlawanan dengan ketiga orang yang seharusnya merupakan keluargaku. Aku memandangi mereka, lalu menggeleng kebingungan. Aku dulu merasa sayang pada mereka. Di luar kejahatan mereka, kasihku pada mereka bukan sesuatu yang bisa kusembunyikan. Tapi sekarang, aku tidak merasakan apa-apa. Tempat di mana kasihku pada mereka dulu tercurah sudah kosong. Tidak ada jejak kasih sayang lagi bagi mereka. Hal ini membuatku bertan
“Seperti yang sudah kukatakan berulang kali, kamu bukan keluargaku, jadi dia bukanlah ayahku. Selain itu, pria itu memperlakukanku seolah aku ini orang terkutuk. Aku tidak pernah berharap dia meninggal. Ditambah lagi, seharusnya dia memeriksa latar belakangnya sebelum membuat perjanjian dengan mereka.”“Jadi menurutmu ini salahnya sendiri dia bisa meninggal?” tanya Travis sambil menggertakkan giginya. Aku mengedikkan bahuku. “Apa yang kamu harapkan? Jangan khianati organisasi kriminal dan berharap bebas dengan hati riang.”“Tidak bisa kupercaya kamu akan berkata seperti itu,” lirih Ibu dengan berusaha menahan air matanya. “Dan tidak bisa kupercaya juga kalian di sini. Apa yang kalian lakukan di sini? Aku sudah membayangkan kalian bertiga untuk mendoakan aku meninggal dengan menderita.” Aku melawan balik dengan kepahitan di suaraku. Aku terkejut akan perkataan yang keluar dari mulutku. Seperti bukan aku saja. Seakan ada seseorang yang mengambil alih tubuhku. Aku tidak bisa menghentik
Beberapa jam berlalu sejak Noah membentak ketiga tamu tidak diinginkan itu. Mereka sekarang ada di halaman belakang untuk menikmati matahari. Noah terlihat sudah tenang, tapi aku sangat tahu dia. Dia orang yang tajam. Tatapannya masih menatap mereka dan mengawasinya, seolah dia menunggu mereka untuk berbuat salah. Liliana tengah tidur di kamarnya, dan aku di dapur untuk mengambil nafas. Ibu dan Travis terus mencoba untuk menggendong Liliana, tapi untuk beberapa alasan, hatiku tidak mau menyetujuinya. Itu bahkan bukan hal utama yang menggangguku. Yang menggangguku adalah Emma yang tidak menghargaiku dan perasaanku. Dia melakukan itu di rumahku sendiri. Aku paham bahwa aku bersalah padanya saat aku tidur bersama Rowan, tapi Rowan sekarang adalah suamiku. Seharusnya aku tidak merasa terganggu saat dia mencoba mendekat dengannya. Caranya tersenyum nakal, menggoyangkan pinggangnya saat lewat di dekatnya, dan menggesekkan tubuhnya saat dia didekatnya. Aku tidak mau cemburu, tapi nyatanya
“Terus kenapa?”Dia meraih lengannya dan sedikit mendorongnya. “Terus kenapa?” geramnya. “Dia istriku. Istriku. Dan kamu kasar dan tidak menghargainya sepanjang waktu!”“Rowan,” Travis mencoba untuk ikut campur, tapi Ibu menghentikannya. Sejujurnya aku tidak paham mengapa dia melakukannya. Ibu selalu memihak pada Emma. Perasaanku dinomor sekiankan. Emma-lah yang terutama, dan apa yang Emma mau, didapat olehnya. “Istrimu?” dengusnya. “Dia bukan siapa-siapa kecuali jalang yang merebutmu dariku, dan seakan itu belum cukup, dia menjebakmu saat dia hamil. Kamu milikku, Rowan. Akulah yang kamu cintai, ingat itu?”Aku tidak mendengar apa yang dikatakannya setelah itu sebab aku berjalan kedapur. Aku benar-benar jengkel. Aku juga tidak mau mendengar jika Rowan mengatakan kalau dia mencintainya. Itu bukan rahasia lagi kalau dia mencintainya. Memang, dia perhatian padaku sekarang, bahkan memberiku beberapa kecupan, tapi hatinya selalu milik Emma. Dia benar. Rowan itu milik Emma seutuhnya.Keti
Emma. Aku benci saat berada di rumah Rowan. Aku benci melihat Ava bersikap seolah Rowan masihlah suaminya. Maksudku, ayolah, amnesia? Kamu pasti bercanda. Yang membuatku lebih kesal lagi adalah Rowan yang begitu perhatian padanya. Dia milikku. Dia masih milikku, dan aku tidak mau melepaskannya. Ketika dia membentakku setelah aku menciumnya, itu membuatku benar-benar terkejut. Rowan tidak pernah meninggikan suaranya padaku. Hal itu membuatku bertanya-tanya soal kemungkinan apakah dia sudah selesai denganku. Membuatku bertanya-tanya apakah dia benar-benar mencintai Ava. Aku menggelengkan kepalaku, menepis pikiran itu. Pasti mustahil. Semua orang berkata padaku bahwa dia membencinya. Bahwa selama sembilan tahun terakhir, yang dilakukannya adalah menyakiti Ava karena memisahkan kami. Jadi, bagaimana ceritanya dia bisa tiba-tiba mencintainya? Sungguh tidak masuk akal. “Nona?” panggil si supir. Saat melihat ke arahnya, saat itulah aku sadar kami sudah sampai rumah dan Ibu serta Travis
Dia mulai berjalan lagi dan aku mengikutinya dari belakang.“Ini kantor Rowan,” ujarnya setelah kami berhenti di depan sebuah pintu.Namanya tertulis di pintu itu. Aku mengangguk, tidak begitu paham kenapa aku perlu tahu soal ini. Ya, aku akan bekerja untuknya, tapi apa aku benar-benar perlu berurusan dengan atasan lain?“Kantorku tepat di sebelahnya, tapi biar kutemani keliling perusahaan dengan cepat sebelum aku minta sekretarisku yang lain untuk menunjukkan sisanya dan membimbingmu tentang tugas-tugasmu nanti.”“Itu benar-benar tidak perlu ... sekretarismu saja pasti bisa menemaniku berkeliling. Kamu pasti punya banyak hal yang harus dikerjakan,” ujarku dengan suara yang dibuat manis.Gabriel terkenal karena sering tidur dengan asisten pribadinya, dan dia tidak pernah benar-benar menyembunyikan fakta kotor itu.Hal itu sangat menggangguku waktu kami masih menikah. Aku benci mengetahui kalau dia suamiku, tapi tetap saja dia tidak bisa menjaga diri. Bukan berarti aku tidak bisa member
“Hana, keluarlah dari mobil sekarang! Kamu membuang-buang waktuku,” bentak Gabriel padaku.Aku mengangkat kepalaku dan menatapnya. Alisnya mengernyit dan dia terlihat tidak sabar dan kesal. Aku mendesah sebelum turun dari mobil. Inilah Gabriel yang biasa kutemui. Dingin, arogan, dan kasar.Aku merapikan rokku sebelum mengambil tas tangan. Dia mulai berjalan, dan aku mengikutinya dari belakang seperti anak domba yang digiring ke rumah jagal. Rasanya aku sangat gugup, seolah jantungku hampir meloncat keluar dari dadaku.Aku sedang memasuki dunia Gabriel. Wilayahnya. Rasanya tidak nyaman dan menakutkan berada di tempat di mana dia memiliki kendali penuh atas setiap aspek.Gabriel menekan tombol lift, dan pintunya terbuka. Aku masuk, berdiri di sebelahnya, dan mencoba menenangkan detak jantungku yang berdebar kencang."Satu-satunya yang punya akses ke lift ini adalah keluargaku, dan lift ini langsung membawa kita ke lantai atas, tempat kantor kami," ujarnya lalu melanjutkan, "Aku akan mena
HanaHandi, salah satu sopir Gabriel, membukakan pintu untukku, dan aku masuk lalu diikuti Gabriel yang duduk di sampingku. Aku masih belum percaya bahwa aku setuju untuk ini, tapi jauh di lubuk hati aku tahu ini masuk akal. Gabriel benar, tidak ada cara yang lebih baik untuk mendapatkan pengalaman dalam mengelola perusahaan selain belajar dari yang terbaik. Dalam hal bisnis, Gabriel dan Rowan adalah yang terbaik. Mereka bahkan melampaui Ayah mereka, yang sudah pensiun tapi masih menjadi kepala dewan direksi.Butuh waktu untuk bersiap-siap karena aku tidak bisa memutuskan pakaian apa yang akan kupakai. Kebanyakan waktu aku bekerja dari rumah, dan saat aku pergi ke kantor, aku mengenakan pakaian kasual karena perusahaan tempatku bekerja dulu agak santai dalam hal pakaian. Aku ingin terlihat rapi dan memberi kesan pertama yang baik. Aku tidak punya banyak pakaian kerja dan berencana untuk berbelanja akhir pekan ini. Uangku memang terbatas, tapi aku masih bisa membeli beberapa rok dan blu
Gabriel. Aku bangun dengan menggeram dan kejantananku yang sekeras batu. Sial, ketika aku menandatangani surat kontrak pernikahan dengan Hana, aku tidak memperkirakan seberapa menyiksanya ini. Aku tidak memperkirakan bagaimana dia akan membuatku merasa seperti ini. Aku tengah terangsang, dan kejantananku seolah protes seberapa sulitnya menahan ini. Aku beranjak dari ranjangku dan berjalan ke kamar mandiku yang tempatnya dekat dengan kejantananku yang mengeras. Aku masih tidak paham bagaimana hal ini bisa terjadi. Maksudku, aku bukanlah seorang remaja yang tidak bisa mengendalikan nafsunya. Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku terbangun dengan kejantananku yang menegak. Bahkan belum sebulan sejak Hana kembali, dan aku bertingkah layaknya anak SMA. Aku jujur tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Aku tidak tahu bagaimana bisa dia memengaruhiku seperti ini, padahal dulunya tidak. Selain dari kemolekan tubuh dan sifatnya, dia masihlah Hana yang sama yang kukenal dulu, jadi aku tidak
“Apa yang kamu lihat larut malam begini?” Suara berat dari belakang mengejutkanku.“Astaga, kamu membuatku kaget,” gumamku sambil berusaha menenangkan jantungku yang berdebar kencang. “Jangan pernah muncul diam-diam seperti itu lagi.”Gabriel berjalan mengelilingi meja dapur dan berdiri di sisi seberang. Begitu dia berdiri di situ dan aku melihatnya, tenggorokanku tiba-tiba terasa kering. Aku merasa kehausan, seolah-olah sudah lama tidak minum, dan menelan ludah pun menjadi masalah besar.Gabriel tidak mengenakan apa pun kecuali celana olahraga abu-abu yang menggantung rendah di pinggulnya. Pria ini seperti karya seni dengan tubuh Dewa Yunani. Bahunya yang lebar, perutnya yang berotot, dan garis “V” yang pasti membuat siapa pun tergila-gila.Ada jejak rambut gelap yang dimulai dari pusarnya dan menghilang ke dalam celananya. Seolah-olah itu menunjuk ke arah kejantanannya.Aku ingin memalingkan mata, tapi itu mustahil. Mataku menikmati pemandangan itu seolah-olah dia adalah satu-satunya
GabrielAku masih bisa merasakan lembutnya kulitnya di bawah sentuhanku. Sesaat, aku ingin menggesekkan ibu jariku di persendian lengannya yang berdenyut.Versi baru dirinya ini menarik perhatian. Dia dipenuhi oleh semangat, dan sikap barunya adalah sesuatu yang bisa membuatku terobsesi. Aku suka wanita yang percaya diri, seksi, dan punya kepribadian berapi-api. Aku suka sekali ketika mereka melawan dan menantang balik.Dia telah bertransformasi menjadi tipe wanita seperti itu, dan ini membuatku tertarik. Dia tangguh dan tidak takut mengatakan padaku untuk pergi jauh. Kenapa aku tidak akan tertarik pada itu?Saat kami menikah, dia membosankan. Kepribadiannya yang hambar membuatnya tampak kusam di mataku. Tidak ada yang menarik darinya. Dia terlalu penurut, sementara aku menyukai wanita yang memiliki ‘cakar’. Dia melakukan segalanya untuk menyenangkan dan menarik perhatianku.Dia berusaha keras untuk membuatku tertarik padanya, tanpa menyadari bahwa hal itu justru membuatku semakin menj
Hana“Apa maumu, Gabriel? Seperti yang kamu lihat, aku sedang tidak ingin bicara.” Aku bangkit dari lantai sambil menghapus air mataku.Kata-kata Lilly masih terngiang di kepalaku serta menyayat hatiku berulang kali. Aku mengusap rambutku untuk mencoba mengusir rasa sakit yang kurasakan. Aku tahu ini akan terjadi. Aku tahu dia mungkin tidak akan menerimanya dengan baik.Maksudku, bagaimana bisa seseorang menerimanya dengan baik ketika ibunya tiba-tiba mengungkapkan bahwa pria yang selama ini dianggapnya Ayah ternyata bukan ayahnya? Bahwa dia telah dibohongi dan tidak ada yang mau memberi tahu kebenarannya hingga keadaan memaksa. Aku mengerti perasaannya dan paham reaksinya. Aku hanya tidak tahu bagaimana menghadapi kata-katanya dan rasa sakit yang kulihat di matanya.“Dia tidak benar-benar bermaksud begitu,” ujar Gabriel sambil berjalan lebih dekat ke kamarku.Aku menatapnya tajam dan merasakan sesuatu yang buruk membuncah di dalam diriku. “Bagaimana kamu tahu? Kamu bahkan belum cukup
HanaMinggu ini benar-benar kacau. Sejak kembali ke kota ini, rasanya aku terus-menerus berlarian menyelesaikan berbagai urusan tanpa sempat istirahat sedikit pun.Setidaknya Lilly sekarang merasa lebih nyaman. Gabriel menolak untuk mengirim kasurnya karena kasur di sini lebih nyaman, tapi dia setuju untuk mengirimkan seprai dan selimutnya. Itu sudah cukup membuat perubahan, dan sekarang dia bisa tidur nyenyak sepanjang malam.Gabriel … dari mana aku harus memulainya? Dia pulang ke rumah meskipun larut malam, tapi hanya sebatas itu. Kami saling menghindari dan mencoba hidup seperti tidak saling ada. Kurasa ini cara terbaik untuk kami. Ini akan mencegah Lilly melihat kami bertengkar terus-menerus.“Ibu, katanya ingin bicara denganku?” Suara Lilly menarikku dari lamunanku.Aku meletakkan pakaian yang sedang kulipat dan duduk di tempat tidur sebelum memberi isyarat padanya untuk melakukan hal yang sama. Dia melangkah mendekat dengan dahi berkerut dan duduk di sebelahku.Kami berada di kam
Punggung wanita itu membelakangiku, begitu juga dengan Guntur. Aku tidak perlu mengkhawatirkan Calvin, sebab dia terlihat begitu tergila-gila dan mengarahkan perhatiannya pada setiap perkataan wanita itu dengan senyuman lembut di bibirnya.Lagi-lagi, perasaan tidak nyaman menyusupi diriku. Mengapa aku merasa aku tidak bisa bernafas? Kerongkonganku terasa tercekat melihatnya. Aku berfokus pada mereka. Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka katakan karena mereka berjarak beberapa meja dariku, tapi kedamaian dan kebahagiaan di wajah Calvin sudah cukup untuk membuatku tahu apa yang tengah terjadi. Dia sedang berkencan dan Guntur ikut. Wanita itu bahkan tidak mempermasalahkannya, tapi tidak mungkin aku akan membiarkan wanita lain menggantikanku di kehidupan putraku. Aku tidak bisa melihat Guntur, tapi aku tahu, seperti dengan Calvin, dia senang bisa berada di sini. Calvin pasti akan langsung pergi dengan putra kami kalau dia merasa sebaliknya. Entah mengapa, aku tetap ada di sana meski