Danu dan Nurma saling bertatapan. Keduanya menahan rasa terkejut saat melihat mempelai pria yang sedang duduk bersanding bersama putri pak Alex.“Pantas dibikin acaranya di rumah aja, suaminya itu lakinya orang!” bisik seorang ibu yang duduk tepat di belakang Nurma dan Danu.“Katanya udah isi duluan, Bu!” balas ibu yang lainnya. Keduanya berbisik-bisik, tapi masih didengar oleh Nurma dengan samar-samar.Bukan Cuma kedua ibu tadi yang menggunjingkan kedua mempelai yang tampak tak bahagia itu. Namun beberapa tamu undangan yang hadir juga terdengar berkasak kusuk tentang hal yang sama. Bahkan tentang kehadiran keluarga mempelai pengantin pria pun menjadi bahan omongan. Sebab pernikahan ini hanya dihadiri oleh ayah si lelaki.Sementara ibu sang mempelai wanita pun tak hadir. Dengar-dengar, ibunya juga tak setuju Violetta menikah dengan suami orang. Ibunya saja yang sudah janda, masih bisa dapat bujang, sementara dia masih gadis malah dapat suami orang. sudah hamil duluan pula. Itu yang me
“Jangan benci ayahmu. Jangan benci ayahmu.” Sofia terus mengucap kalimat itu dalam hati sambil mengelusi perutnya yang semakin menyembul dari balik baju seragam warna kheki yang digunakan hari ini.Bukan Arbi tak mengakui pernikahan keduanya pada Sofia. suaminya itu mengakui, bahkan diikuti dengan ratusan kata maaf.Namun Sofia harus bagaimana? Sementara Arbi memang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya pada perempuan itu.Hatinya benar-benar sakit. namun tak ada yang bisa Sofia lakukan selain menangis dan berpasrah diri. Andai ia ingin menuruti rasa sakit hatinya. Ia pun rasanya ingin mempermalukan perempuan yang sudah menghancurkan rumah tangga dan hatinya.Namun biarlah waktu yang membalas semuanya. “Kamu bisa melaporkan mereka Sof. Mereka sudah berzina dan menikah diam-diam tanpa persetujuan kamu.” Wina memberi saran.Andai Sofia ingin melaporkan Arbi dan Violetta, Wina dan suaminya bisa membantu. Sebab mereka berdua punya saudara yang bekerja di kantor polisi. Sofia hanya m
Betapa kecewanya Sofia atas perlakuan Arbi hari ini. Sofia tak memungkiri bila perasaan rindu itu juga hadir di lubuk terdalam hatinya. Namun perlakuan Arbi yang sedikit brutal hari ini membuatnya semakin kecewa. Bahkan tadi Arbi tak menghentikan hunjamannya dibawah sana, meski Sofia tersedu memintanya untuk berhenti.Arbi seperti lelaki yang bertahun-tahun tak mengurai rindu. Bahkan ia buat Sofia semakin panik saat ia masuk ke ke dua kalinya. “Kamu jahat, Mas. aku benci sama kamu!” Sofia tersedu. Ia merasa seperti dilecehkan oleh suaminya sendiri. Sementara Arbi merasakan seperti di awang-awang. Rasa itu datang bergumpal-gumpal. Tak ingin ia sudahi, meski peluh dan sedu sedan istrinya ikut menemani aktivitasnya. Baru disadari, bila yang halal ternyata jauh lebih indah. Mungkin dulu ia merasakan nikmat dengan permainan garangnya bersama Violetta. Namun itu hanya kenikmatan semu, sebab syetan juga ikut bermain dengan mereka. Luar biasa tipu daya iblis pada zina anak manusia. Arbi t
“Puas kamu, menyakiti putri saya?” Kirani berkacak pinggang di hadapan menantunya yang tertunduk malu. Wanita lima puluh tahun ini geram betul pada anak dan menantunya. Ya, bukan hanya pada Arbi, Kirani geram. Namun juga pada Sofia. Kirani sudah lebih dulu mengalami kepahitan rumah tangga seperti ini. Tentu ia tahu apa yang menyebabkan putrinya terlambat pulang hingga hampir tiga jam ini.Mungkin Sofia dulu, seperti dirinya yang dulu. Tetap melayani has rat Danu walau ia sudah tahu bila dirinya diduakan.Namun, tetap saja geram rasanya. Tahu bila putri kesayangannya sudah dikhianati, dimadu, masih dijadikan pelampiasan hasrat juga.Kirani tak habis pikir bagaimana para wanita yang diduakan itu bisa menahan cemburunya. Sementara ini tentang rumah tangga putri sambungnya, tapi Kirani begitu geram. Inginnya Kirani ini Sofia segera menggugat cerai saja, tak perlu menunggu melahirkan dulu.“Kamu sudah punya istri baru, kenapa masih mencari-cari Sofia? kurang puas, kah?” Ingin sekali rasa
Arbi terkejut bukan main, saat merasakan telapak tangan itu melayang tepat di pipinya yang belum sempat ia cukur. Rona merah dan rasa panas menjalari pipinya yang nampak sedikit tirus.“Saya memang tak merestui anak saya dinikahi sama karyawan biasa seperti, Kamu!” Gelegar suara bu Irene, memenuhi lobi UGD itu. Bukan rasa sakit yang membuat Arbi tertunduk, tapi rasa malu, sebab kelakuan nekat ibunya Violetta barusan, mengundang perhatian pengunjung yang lainnya.Bila Kirani tadi masih bisa menegurnya cukup pelan, namun mertua yang satunya ini, tak seperti Kirani. Attitudenya sedikit berbeda. Dari cara berpakaian saja sudah jauh berbeda. Ibunya Violetta ini sudah empat puluh tujuh tahun, tapi masih senang berpakaian yang cukup terbuka.Sungguh malu Arbi hari ini. “Hari ini, gara-gara kamu, anak saya dapar celaka. Awas aja, kamu kalau terjadi apa-apa sama Violetta!” ancam bu Irena penuh amarah.Dengan menahan rasa malu dan rasa perih di pipi, Arbi tetap melangkah mengikuti arah mertua
“Sayang, aku …,” Arbi terperanjat terkejut. Tak menyangka bila Sofia shift pagi hari ini. Betapa ia berusaha menghindari agar istrinya itu jangan sampai melihat dirinya di rumah sakit ini. Ia tak ingin Sofia terluka lagi. Padahal tak sadar selama ini ia sudah membuat istrinya itu berdarah-darah dalam hati.“Sof, biar aku.” Wina mendekat ingin menggantikan posisi Sofia yang akan memberikan obat pada Arbi. ia tahu perasaan kawannya ini pastilah sangat sakit. Namun Sofia menggeleng. Tak ingin digantikan. Bagaimana rasanya lelaki yang bergelar suami ternyata sedang mengantrikan obat untuk istri yang lain. Wanita yang diam-diam hadir dalam pernikahan, bukan hanya menghancurkan pernikahan Sofia, tapi juga menghancurkan hati perempuan baik ini begitu sadisnya.“Obat yang anti pendaharan diminum tiga kali sehari, setelah makan. Bila ada rasa demam, diminum obat ibuprofennya. Vitaminnya diminum satu kali satu hari tiap malam sebelum tidur.” Dengan menahan rasa sakit di dada, Sofia memberi
Air mata Arbi luruh bersama rasa sesalan yang datang menggumpal-gumpal dalam hati. Sakit hati yang Sofia rasa tentu main-main, maka istrinya itu juga memberinya hukuman yang tak main-main pula.Lelaki gagah ini terisak. Ingin rasanya berlari dan segera menemui kekasih hatinya itu. namun semua sudah tak sama. Ada jurang yang Sofia gali diantara mereka. Sofia mencipta jurang, bukan sedang membangun tembok, agar Arbi bisa meruntuhkannya.“Aku, pergi bukan untuk kamu kejar, Mas.” Begitu ucapan Sofia saat bersama dirinya terakhir di hotel beberapa hari yang lalu.Apakah benar, kebersamaan mereka kemarin adalah yang terakhir? Oh jangan, Arbi tak sanggup.“Sayang, maafkan masmu ini,” lirihnya dengan buliran air mata yang jatuh satu-satu. Akhirnya ia merasakan yang namanya patah hati. Sesakit ini rasanya. Sekecewa ini rasanya. Kecewa? Mengapa ia harus merasa kecewa? Bukankah ini yang ia tunggu. Arbi tak menyadari, sejak hari pertama ia membagi hangta tubuhnya bersama Violetta, sejak hari i
“Udah dulu, Mas!” Sinta menghapus peluh yang membasahi punggung lebar suaminya. Usia pak Alex boleh tua, tapi semangatnya untuk urusan ranjang, masih bisa membuat Sinta lemas terkulai.“Dikit lagi, Sayang!” ucapnya dengan nafas terengah. Aktivitas dibawah pun tak dihentikannya, malah semakin cepat, memburu tepian hasrat yang hampir puncak. Lagi dan lagi Sinta dibuat terpekik kecil dan menjeritkan nama suaminya, saat lelaki yang tengah bergerak diatasnya memejam erat dan mengeluarkan semua benih cintanya ke dalam rahim hangat perempuan sederhana ini.Betul dugaan Arbi, bila mertua lelakinya ini sedang bersenang-senang mereguk nikmatnya madu cinta bersama istri mudanya. Sementara dirinya dibuat kelabakan mengurusi perusahaan yang tengah dilanda bermacam masalah.Belum lagi dirinya yang menjadi perbincangan karyawan di kantor ini. Ibarat durian runtuh. Buahnya memang enak, tapi durinya ikut melukai bila tak hati-hati.Begitulah posisi Arbi di keluarga Violetta sekarang. Ia tak sadar bil
Waktu berjalan begitu pantas dan berlalu tanpa bisa dihentikan. Masa-masa derita, sakit hati, kecewa dan air mata kini berganti tawa bahagia. Meski luka itu tetap meninggalkan bekasnya. Namun duka itu sebisa mungkin tak diingat-ingat lagi oleh Sofia dan Arbi. Pun dengan Kirani yang sudah terlebih dahulu memaafka luka masa lalu yang dulu membuatnya menangis kecewa. “Nenek sudah makan?” Davka yang sudah kelas lima SD menghampiri Kirani yang terlihat sedang menjahit sebuah jaket berwarna coklat tua. “Sudah, tadi ibumu sudah bawakan nenek ubi jalar rebus. Nenek sudah dua hari tak makan nasi, ibumu yang melarang.” “Karna mama bilang, gula darah nenek tinggi lagi!” Davka memperhatikan jaket coklat yang sering digunakan neneknya akhir-akhir ini. Terlihat ada tiga bekas jahitan pada baju hangat itu. “Nenek, kayanya suka sekali dengan jaket kakek ini?” “Ya, suka sekali. Kakekmu itu baik dan sangat sayang pada nenek.” Bukan sekali dua kali Kirani menceritakan tentang Gani pada cucu mere
“Kok, begitu liatnya, Mas?” Kening lebat Sofia berkedut heran, melihat Arbi menatapnya seolah tak berkedip. Baju dinas belum sempat Sofia lepas, bahkan rambut panjangnya hanya dicepol asal. Sofia sedikit terlambat pulang, siang ini. Membuatnya harus terburu mengeluarkan bahan makanan dari kulkas. Ia ingat suaminya pasti belum makan siang. Tinggal di desa seperti ini, tak seperti di kota, bila lapar bisa lari ke warung makan yang bertebaran dimana-dimana. Di sini, belum banyak yang menjual makanan masak. Hanya ada bakso, ayam crispy dan jajanan cilok dan sejenisnya. Penampilan berantakan itu malah membuat Sofia semakin terlihat cantik. Wajahnya terlihat bersinar. Bisa jadi karna efek KB juga. Sofia tak ingin kecolongan. Setelah memastikan dirinya tak hamil, segera saja ia meminta suntik KB satu bulan. Mungkin Kbnya cocok di tubuh Sofia. Ia tak merasa pusing atau keluhan lainnya. Lagian masa lalu yang menyakitkan itu membuatnya masih takut untuk memberi adik lagi pada Davka. Arbi me
“Fia,”“Y-ya, Mas!”Rasanya begitu gugup. Bukan hanya Sofia, tapi juga Arbi. Benar-benar canggung. Bahkan debaran itu semakin menggila saat Arbi melihat lagi rambut sebahu istrinya yang begitu indah. Bertahun-tahun baru ia melihat mahkota legam itu lagi. Ditambah dengan Sofia yang masih menggunakan baju mandi saja, membuat Arbi semakin, ah ...Tak jadi masuk, Arbi malah keluar lagi, mengganti lampu di ruang TV dengan yang lebih redup.“Huf! Selamat,” batin Sofia.Namun ...“Lho kok dimatiin lampunya, Mas?”Arbi masuk lagi, mematikan lampu kamar. Namun pintu kamar ia buka sedikit agar tetap bisa mengawasi Davka yang sedang tertidur di depan. Ingin tidur di kamar ini juga tak bisa, sebab kasurnya hanya muat untuk dua orang. Memang malam ini mereka harus tidur bertiga di depan tv. Namun, Arbi ada keinginan sendiri yang tak bisa ditunda. Melihat penampilan Sofia tadi membuatnya seketika on fire.“Mas kangen banget sama, kamu!”Arbi mendekat, bahkan langsung memeluk. Mendekap tubuh itu d
Sofia tergugu dalam isak tangisnya. Ini bukan tangis kesedihan lagi. Namun ini tangis keikhlasan. Keikhlasan yang membawanya kembali pada jodoh pertamanya.Ingin sekali rasanya Arbi memeluk tubuh terguncang itu, tapi disini ada bunda Kiran, dan tentu Sofia tak ingin disentuh terlalu jauh, sebab keduanya belum menjadi muhrim lagi.Antara bahagia dan sedih, juga rasa khawatir menyatu, mengepung benak perempuan tiga puluh tiga tahun ini. “Mama, maukah mama maafkan papa, biar papa bisa bobo sama kita disini?”Davka berdiri dengan sebuah kotak cincin sederhana di belakang Sofia yang sedang mengusap air mata yang tak ingin berhenti.Pertanyaan yang sudah diajarkan Arbi berulang kali tadi pada sang putra sebelum mereka masuk ke dapur menemui Sofia yang sedang menghapus air matanya yang tak ingin berhenti.Pernyataan Arbi tadi bila akan menikah, membuat hatinya nelangsa dan semakin hilang separuh rasanya.“Eh, Avka. Apa itu, Nak? Kembalikan sama papa.” Jujur hati Sofia sedikit tercubit, meli
Arbi yang dulu selingkuh, Arbi pula yang merasa kecewa. Keputusan Sofia yang belum ingin membuka hatinya kembali, cukup membuat Arbi merasa kecewa, sekaligus takut. Mengapa kecewa?Sebab Arbi merasa Sofia bukan hanya sedang menghukum dirinya, tapi juga sedang menghukum Davka yang begitu ingin melihat mama papanya tinggal serumah.“Kamu nggak, kasihan sama Davka, kah?”“Nanti pasti akan mengerti, Mas.”Sofia selalu yakin bila suatu hari Davka akan mengerti tentang kondisi orang tuanya yang tak sudah tak bersama. Kelak pun akan diceritakannya pada putranya itu bila, papa mamanya sudah berpisah sebelum dirinya dilahirkan.“Kok, papa nggak pernah bobo sama kita, Ma?” Pertanyaan polos seperti itu bukan satu dua kali meluncur dari bocah tampan berhidung mangir mirip ayahnya. Namun Sofia menguatkan hati, selalu mencari jawaban yang tepat, agar sang putra tak merasa sedih.“Papa kan, kerja, Nak. Jadi tidak bisa tinggal disini.”“Papanya Nanda juga kerja, tapi selalu diantar ngaji sama papa m
Masa sudah berlalu. Siang dan malam berkejaran laksana busur panah yang tak bisa dihentikan. Musim penghujan pun berganti dengan kemarau yang cukup panjang. Violetta menatap jauh kebawah sana. Pemadangan hijau nan asri begitu menyejukkan mata. Ia berdiri di balkon villa milik ibunya. Membelakangi Adam yang tampak begitu berharap padanya.“Mengapa menutup diri terlalu kuat, Vio. Apa tak ada cinta sedikit pun di hatimu untuk aku?”“Rasa mungkin bisa dipupuk kembali, Mas. tapi restu yang utama, kan? aku ini janda dan punya masa lalu yang cukup buruk. Menikah tanpa restu sudah pernah kurasakan. Dan akhirnya begitu sakit.”Violetta tersenyum kecut. Perasaannya untuk Arbi belum hilang sepenuhnya. Bukan hanya perasaan cinta, tapi juga ada dendam yang masih belum tuntas. Violetta cukup terharu, melihat kesungguhan di mata Adam. Namun Violetta juga tahu, jalannya bersama lelaki ini tidak akan semudah keinginan pria bermata tajam ini. Violetta mendekat mengelus cambang kasar yang tumbuh di s
“Ya Allah, ya Allah!”Habis sudah bangunan dan isi ruko tempat Arbi menjalankan usahanya sehari-hari selama ini. usaha yang awalnya dirintis oleh ayahnya, setelah rujuk kembali bersama ibunya. Kini ludes terbakar. Semen, cat tembok, pipa dan bahan bangunan lainnya ikut terbakar. Mungkin paku dan bahan lainnya yang terbuat dari besi atau aluminium, tidak ikut terbakar tapi tentu sudah tak bisa di jual lagi.Dua buah mobil pemadam kebaran datang membantu berusaha memadamkan api. Sebab api yang makin besar, membuat warga yang tadi ikut membantu memdamkan api, sekarang tak berani mendekat.Arbi menangis! netranya memerah. Perasaannya semakin kacau. Entah. Apa ini hari pembalasan untuk Arbi mulai dari pagi tadi, rasanya tak ada satupun urusannya yang beres.Apa yang bisa ia lakukan sekarang? Selain memandangi api yang melalap habis bangunan di depan matanya.Kehebohan bukan hanya terjadi di sini. Tapi juga tadi di rumah papa Gani. Sebab kabar kebakaran itu diterima Arbi saat ia duduk seba
Pov. Author__Arbi begitu susah payah menelan makanan enak yang ada diatas piringnya. Tenggorokannya terasa kering dan sakit. Laksana ada duri yang tumbuh pada batang lehernya. Bahkan beberapa kali dia harus menelan air mineral yang tersedia di depannya. Bahkan Davka yang duduk di pangkuannya dan menanyakan banyak hal, tak terlalu digubrisnya. Fokusnya lebih banyak pada Sofia yang nampak begitu cantik hari ini. gamis biru muda dengan potongan brokat di bagian dada dan lengan berpadu dengan jilbab warna senada dan make up tipis di wajahnya. Semakin mempertegas kecantikan mantan istrinya.Di depan sana, Sofia nampak duduk di samping seorang gadis berhijab yang mengenakan kebaya brokat warna kuning gading. Di samping gadis itu ada Keenan yang menggunakan kemeja batik dan celana kain warna hitam.Sofia dan Keenan, meski lahir dari ibu yang berbeda, namun garis wajah keduanya cukup mirip. Sama-sama beralis tebal dan berhidung bangir.Rasanya separuh sukma Arbi hilang tadi, saat remaja ya
Pov Arbi__Sengaja kudatangi penjara tempat Adam ditahan. Dari awal aku memang sedikit tak percaya saat mendengar pengakuan dirinya bila ia sudah mengintai dan merencanakan untuk mencelakai Sofia.Jika dibandingkan dengan Adam, mungkin aku jauh lebih pengecut dan brengsek dibanding dirinya. Lihatlah, bagaimana ia berusaha melindungi Violetta saat perempuan itu masih menjadi istriku.Peristiwa kecelakaan yang menimpa Sofia, menyadarkan diriku bila semua itu terjadi sebab kesalahan yang kubuat. Tak kusangka, walau aku dan Sofia sudah berpisah, tapi rupanya Violetta tak terima, saat kutuntut cerai dari dirinya.Dan kembali perempuan tersabar yang pernah kumiliki dalam hidupku yang menjadi korbannya.Satu kesalahan terbesar dalam hidupku saat mencoba bermain api bersama putri dari bos besar tempatku mencari nafkah.“Mas Arbi dewasa sekali. Aku nyaman sam mas Arbi.”Aku begitu terbuai saat mendengar kata-kata perempuan muda itu. sukses kedua orang tuanya ternyata membuat Violetta justru t