Share

PENGENDALI ANGIN PETIR
PENGENDALI ANGIN PETIR
Penulis: Nandar Hidayat

Bab 1

Penulis: Nandar Hidayat
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sejak Eyang Ismaya memutuskan menjadi santri di Pesantren Quro, posisi sesepuh Padepokan Cakrabuana diserahkan kepada Ki Abiasa.

Semua kegiatan di padepokan berjalan seperti biasanya. Setiap dua tahun menerima murid baru dengan syarat yang sudah ditetapkan sejak dahulu.

Karena padepokan ini dekat dengan kerajaan, maka murid-murid yang sudah siap turun gunung kebanyakan direkrut menjadi pejabat di kerajaan khususnya di bidang keprajuritan.

Letak padepokan yang berada di lereng gunung bahkan mendekati puncaknya membuat kegiatan di dalamnya terasa tenang. Semua murid bisa mengambil pelajaran dengan tenang dan fokus.

Namun, di suatu pagi terjadi sebuah kegemparan yang tidak pernah disangka-sangka. Seluruh penghuni padepokan ditemukan tewas termasuk Ki Abiasa.

Yang pertama kali menemukan keadaan ini adalah sepasang suami isteri di mana sang suami adalah murid padepokan tersebut.

Mereka adalah Wirapati yang dikenal dengan julukan Tapak Sakti dan Parwati yang dijuluki Walet Putih. Yang paling terpukul tentu saja Wirapati.

Pada saat kejadian mereka berdua sedang berada di perguruan Teratai Emas, tempat tinggalnya Parwati. Kemudian karena Wirapati merindukan padepokan, maka mereka pergi ke gunung Cakrabuana.

Sampai di sana ternyata mereka mendapati keadaan yang begitu mengerikan. Setelah diperiksa tidak ada satu pun yang masih bernyawa, termasuk istri rahasia Wirapati yang dinikahi secara diam-diam sebelum menikah dengan Parwati. (Baca Pendekar Angin Petir)

"Ini tidak mungkin!" pekik Wirapati, "hanya orang berkekuatan seperti dewa yang bisa melakukan hal ini!"

Sementara Parwati sedang memeriksa beberapa jasad yang terkapar di sekelilingnya.

"Biadab!"

Parwati terfokus pada bentuk luka di tubuh korban. Setelah beberapa saat murid Nyai Gandalaras ini terkesiap seperti teringat sesuatu.

"Lihat ini!" seru Parwati.

Wirapati yang sedang menangisi jasad istri rahasianya segera berpaling dan mendekati Parwati. Si cantik itu menunjuk pada bentuk luka di tubuh korban.

"Apa yang kau temukan?"

"Semua bentuk lukanya sama, pasti pembunuhnya satu orang dan sepertinya aku sangat mengenali ilmu yang digunakan untuk membunuh mereka semua!"

"Ya! Aku juga tahu ciri-ciri ilmu ini!" sambung Wirapati.

"Pukulan Geledek!" seru mereka berdua bersamaan.

"Tidak salah, dia memang salah satu pendekar yang ilmunya mendekati dewa. Yang memiliki ilmu ini hanyalah Panji, Pendekar Angin Petir!" ungkap Wirapati.

Di hati yang paling dalam Wirapati memang membenci Panji lantaran sang pendekar itulah yang pertama kali mengambil kesucian Parwati.

Dengan melihat kejadian ini timbul niatnya untuk menekan Pendekar Angin Petir.

"Ada dendam apa Panji terhadap padepokan, bukankah hubungannya baik-baik saja. Bahkan Eyang Ismaya dan Ki Abiasa tampak akrab walaupun Panji bukan murid padepokan?" pikir Parwati.

"Yang terlihat di luar kadang bisa menipu untuk menutupi keadaan di dalam," ujar Wirapati.

"Seperti kita!" sahut Parwati, tapi hanya dalam hati.

Mereka berdua juga hanya terlihat seperti pasangan harmonis di luarnya, tapi sebenarnya keduanya tidak sejalan. Wirapati lebih mencintai istri rahasianya. Begitu juga Parwati lebih cenderung kepada Panji.

"Apa pun yang terjadi sebenarnya, sudah jelas pelaku biadab ini tidak lain adalah Panji Saksana!"

"Kenapa dia terang-terangan melakukannya dengan meninggalkan jejak?" tanya Parwati berusaha mencari alasan lain.

"Apa yang dia takutkan? Satu-satunya pewaris dua tokoh berkekuatan dewa yang jejak ilmunya kita saksikan saat ini. Bisa dibilang dia termasuk tokoh paling sakti. Jadi buat apa sembunyi-sembunyi?"

Apa yang dipaparkan Wirapati memang benar juga. Yang mampu menandingi Pendekar Angin Petir hanya sesepuh padepokan atau Maharaja Pajajaran. Namun, Ki Abiasa yang menjadi sesepuh juga ikut tewas.

"Sekarang kita kabarkan ke dunia persilatan. Semua pendekar harus turun menangkap Panji untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya!"

Wirapati segera mengajak istrinya turun gunung lagi. Pertama mereka kembali ke perguruan Teratai Emas untuk menyampaikan kabar duka ini.

Maka beberapa hari kemudian berita tewasnya seluruh penghuni padepokan telah menyebar ke setiap penjuru dunia persilatan.

Semua pendekar bisa percaya kalau Panji mampu melakukan pembunuhan tersebut. Namun, semuanya juga menaruh pertanyaan kenapa Panji melakukannya.

Kenapa pendekar yang dikenal baik hati, pembela kebenaran penumpas kejahatan malah membantai padepokan aliran putih yang terbesar?

Yakin karena bukti berupa bentuk luka yang tampak. Sekarang semua orang sudah tahu bagaimana kehebatan Pukulan Geledek milik Panji, tapi mereka ragu lantaran alasan apa Panji sampai tega dan keji seperti itu?

Tidak lama kemudian bergeraklah para pendekar ke tempat tinggal Panji Saksana yang tidak jauh dari Pesantren Quro.

***000***

Sejak melahirkan anak pertama, Panji dan Paramita memilih pindah dari dalam lingkungan pesantren ke luar. Mereka membangun rumah sendiri di perkampungan yang masih sepi penduduk. Kabar tragis dari Padepokan Cakrabuana tentu saja sudah sampai ke telinga mereka.

Di ruang depan dalam sebuah rumah kayu yang sederhana tampak empat orang duduk bersila berhadap-hadapan. Yang duduk di dekat pintu rumah tidak lain sepasang suami istri, Panji dan Paramita menghadap ke arah dalam.

Dua orang lagi duduk menghadap ke arah suami istri tersebut. Yang satu seorang lelaki yang sudah sangat sepuh, tapi masih terlihat segar dengan wajah teduh memancarkan cahaya kewibawaan.

Yang satu lagi seorang anak lelaki berumur dua belas tahun. Wajah anak ini perpaduan antara Panji dan Paramita. Sorot matanya tajam dan tegas.

Dialah Bayu Bentar putra Panji dan Paramita, sedangkan si kakek sepuh adalah Eyang Ismaya.

"Eyang adalah saksi pada saat kejadian aku selalu berada di dekat Eyang, Paramita dan juga Bayu. Tapi, aku yakin kesaksian Eyang akan diragukan. Mereka lebih percaya bukti yang tertampak," ucap Panji tampak tenang walau sudah tahu hari ini dia akan dikepung para pendekar.

"Aku akan membantumu," ujar Eyang Ismaya.

"Tidak perlu, Eyang. Aku sudah punya rencana sendiri mengatasi masalah ini. Aku hanya ingin Eyang merawat Bayu."

"Merawat Bayu?"

"Masalah sebesar ini tidak akan bisa diselesaikan dalam waktu singkat, dan pada saat itu aku tidak akan sempat membimbing Bayu. Ah... Sayang sekali!" desah Panji pelan.

"Jadi, apa rencanamu?" tanya Eyang Ismaya.

Panji menoleh ke arah istrinya. Paramita balas menatap suaminya, lalu mengangguk pelan. Wanita cantik juga tampak tegar atas kabar yang beredar menimpa suaminya.

"Eyang dan Bayu jangan keluar saat aku dan Paramita menghadapi mereka. Jangan melakukan tindakan apa pun sampai para pendekar meninggalkan tempat ini. Cara ini harus aku lakukan demi mengungkap kebenaran." Panji menjelaskan.

Eyang Ismaya angguk-angguk kecil sambil mengusap jenggotnya. Sepertinya sang sesepuh yang sudah berusia lebih dari seratus tahun ini sudah bisa membaca maksud Panji.

Sementara Bayu yang hanya sedikit mengerti tentang kasus yang menimpa ayahnya hanya bisa menatap bergantian wajah ibu dan ayahnya.

"Baiklah, aku mengerti," ujar Eyang Ismaya.

"Selanjutnya aku serahkan Bayu kepada Eyang. Didiklah dia supaya menjadi orang berbudi baik." Panji menatap menyesal ke arah putranya.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
NormaJeans
numpang baca Thor,,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • PENGENDALI ANGIN PETIR   Bab 002

    Secara alami pada saat lahir dalam tubuh Bayu sudah tertanam dua kekuatan angin dan petir, sementara kesaktian Darah Peri tidak ikut masuk ke dalamnya.Jadi anak ini sudah memiliki kelebihan dalam tubuhnya, hanya belum bisa mengendalikan dan memanfaatkannya.Bayu juga mewarisi bakat luar biasa ayahnya, yaitu daya ingat yang kuat. Hanya saja dia lambat dalam mempraktekkan arahan sang ayah untuk mengendalikan kekuatan yang dia miliki.Sehingga sampai di umur yang keduabelas, Bayu belum mampu mengendalikan dan memanfaatkan kesaktian angin petir dalam tubuhnya.Ditambah lagi peristiwa di Padepokan Cakrabuana yang menyeret nama Panji membuat upaya sang ayah dalam mengajari anaknya jadi terhambat.Akhirnya Panji menyerahkan pendidikan sang anak kepada Eyang Ismaya. Siapa tahu walaupun tidak bisa menggunakan kekuatan alami yang dimiliki, tapi masih memiliki ilmu lain warisan dari Eyang Ismaya."Tentu saja, aku sudah menganggap Bayu seperti cucuku sendiri. Aku juga senang ada orang yang akan

  • PENGENDALI ANGIN PETIR   Bab 003

    Apa yang ditemukan Eyang Ismaya pada jasad Ki Abiasa? Jawabannya disimpan dulu.Keesokan paginya.Sekarang berita tentang ditetapkannya Panji dan keluarga sebagai buronan kerajaan telah menyebar. Ini membuat Eyang Ismaya menjadi agak sempit gerakannya dalam membawa Bayu.Tidak mungkin dia akan terus tinggal di rumahnya bersama Bayu. Pihak kerajaan sewaktu-waktu pasti akan datang karena tahu sang sesepuh dekat dengan keluarga Panji Saksana."Bayu, sepertinya kita harus mengembara dari tempat ke tempat guna menghindari pengejaran pihak kerajaan. Kasihan sekali masih muda sudah menjadi buronan. Padahal tidak ada sangkut pautnya dengan ayahmu!""Aku menuruti apa saja yang menurut Eyang baik," sahut Bayu tegas. Wajahnya tak sedikit pun menunjukkan rasa takut. Tidak seperti ayahnya yang tengil dan suka bercanda, sifat Bayu lebih mirip ibunya yang pendiam."Baiklah, terlebih dahulu kita akan mengubah penampilan agar tidak mudah dikenali orang."Beberapa saat kemudian mereka sudah berganti pa

  • PENGENDALI ANGIN PETIR   Bab 004

    Bayu terpental sejauh tiga tombak setelah menahan pukulan si kakek yang bernama Setan Berambut Putih itu. Dalam beberapa saat dia merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Setelah itu hilang lagi sakitnya dalam sekejap. Tenaganya kembali pulih.Ketika bangkit lagi, Setan Berambut Putih sudah tiga langkah di hadapannya dengan satu kaki mengangkat melepaskan tendangan ke arah kepala.Wush!Remaja ini cepat guling-gulingkan badannya hingga menjauh sampai mendapatkan kesempatan untuk berdiri. Setelah berhasil berdiri dia siap kabur.Namun, Setan Berambut Putih terus memburunya. Hawa membunuh kini terpancar dari tubuhnya. Dia tidak segan-segan walau korbannya masih anak remaja.Memiliki kesempatan untuk berlari, Bayu tak menyia-nyiakannya. Sekuat tenaga dia ambil langkah seribu.Setan Berambut Putih sangat geram. Bagaimana bisa anak yang dianggap masih ingusan ini begitu mudah lepas darinya? Tak ingin kehilangan muka, kakek kurus ini melesat menggunakan ilmu meringankan tubuh.Di depan, Bayu me

  • PENGENDALI ANGIN PETIR   Bab 005

    "Sudah malam, Eyang. Kita akan istirahat di mana?""Kita makan jamur Suung dulu. Mari, cari tempat yang nyaman!"Eyang Ismaya melangkah ke arah gubuk tempat tadi Bayu duduk. Walaupun gelap mereka berdua mampu melihat dalam kegelapan.Kalau Eyang Ismaya menggunakan hawa sakti yang disalurkan ke mata, sedangkan Bayu sudah pembawaan dari lahir karena adanya tenaga petir dalam tubuhnya.Sampai di gubuk, Bayu mengeluarkan jamur dari dalam buntalannya. Lalu tidak lama kemudian dia sudah mengumpulkan ranting-ranting kering untuk membuat pembakaran."Coba kau buatlah api dengan tenaga petirmu," suruh Eyang Ismaya.Untuk hal-hal yang ringan seperti itu, Bayu memang sudah bisa melakukannya berkat bimbingan sang ayah. Anak ini hanya mengibas kecil ujung tangan sebatas pergelangan.Praatt!Keluar percikan petir kecil dari salah satu jari menimpa ranting-ranting yang telah ditumpuk di atas tanah, lalu timbul api yang langsung membakar ranting-ranting tersebut.Seketika tempat itu jadi agak terang.

  • PENGENDALI ANGIN PETIR   Bab 006

    "Eh, kalau Tuhan belum mau ambil nyawaku, maka aku akan terus hidup. Kau juga sudah tua, apa itu cucumu?" Nenek ini menatap ke arah Bayu."Bukan, selama hidup di luar aku tidak pernah menikah dan punya anak. Dia muridku!""Aduh, kau ini bodoh sekali. Kenapa tidak kawin, nanti siapa yang meneruskan keluarga Pedang Pembelah Langit?""Mungkin anak ini yang berjodoh dengan pusaka itu, makanya aku bawa ke sini. Sekalian aku melepas rindu kepada orang-orang di sini.""Sudah, sudah. Bicaranya nanti saja, sudah malam, istirahat saja dulu!"Kemudian nenek ini membawa Eyang Ismaya dan Bayu ke dalam menapaki jalan kecil yang dipadati dengan batu-batu pipih dan rapi.Sepanjang jalan penuh dengan taman-taman indah. Suasana tengah hutan sudah tidak ada lagi. Mereka memasuki perkampungan yang asri dan nyaman.Keesokan harinya.Suasana kampung kecil ini semakin jelas keindahannya ketika tersiram oleh cahaya matahari pagi. Begitu tenang dan udara segar.Eyang Ismaya mengajak Bayu ke sebuah pemakaman.

  • PENGENDALI ANGIN PETIR   Bab 007

    Bayu tidak menjawab, kedua matanya terus terpaku pada lembaran pertama kitab Aksara Sakti. Anak ini melihat susunan aksara Sunda kuno.Untungnya sejak kecil Bayu diajari membaca beberapa aksara olah ayahnya. Di antaranya aksara Sunda, Jawa, Arab dan Palawa. Jadi Bayu bisa membaca rangkaian kalimat dalam kitab Aksara Sakti.Bayu hanya membaca dalam hati, tetapi dia merasakan ada sesuatu yang mengalir ke dalam tubuhnya. Seperti hawa sejuk merasuk menjalar ke setiap rongga dan syaraf dalam tubuhnya.Seketika Bayu merasakan tubuhnya menjadi segar, ringan dan berisi."Tampaknya dia merasakan sesuatu dalam tubuhnya seperti ayah kita dulu," ujar Nini Winah sambil memandangi wajah Bayu penuh selidik."Dia berjodoh dengan kitab itu," sahut Eyang Ismaya.Tanpa disadari Bayu membaca isi kitab itu sampai halaman terakhir. Beberapa saat anak ini termenung setelah selesai membaca. Lalu kitab itu ditutup kembali."Aku bisa melihat isinya, Eyang!" kata Bayu setelah menoleh kepada Eyang Ismaya. Dia ju

  • PENGENDALI ANGIN PETIR   Bab 008

    Lalu melesat beberapa kilatan petir menyambar semua lawannya kecuali satu, yaitu si guru cantik yang jadi incarannya.Sraaat! Byarr!Selain si guru tersebut, semuanya terlempar lalu terjatuh keras saat terkena hantaman petir tadi. Mereka kelojotan beberapa saat lalu diam tak berkutik.Tinggal si guru cantik ini tampak ketakutan ketika orang bertopeng kain itu mendekat dengan sorot mata penuh nafsu."Sepertinya kau harus mendapat perlakuan yang berbeda, Cantik. Tenanglah aku akan memberimu kenikmatan. Ha ha ha ...!"Tidak ada jalan lagi selain melarikan diri, maka si guru cantik segera bergerak cepat hendak meninggalkan tempat itu. Akan tetapi gerakan si lelaki bertopeng lebih cepat lagi.Tahu-tahu si gadis sudah berada dalam dekapan lelaki yang tampak mengerikan itu. Selanjutnya si cantik ini tak memiliki daya lagi untuk melawan. Dia hanya bisa menjerit sekeras mungkin pada saat sekujur tubuhnya didera rasa sakit luar biasa.

  • PENGENDALI ANGIN PETIR   Bab 009

    Senapati Pranajaya tahu tiga senapati tua ini menyimpan dengki kepadanya. Ini pasti hanya siasat mereka saja untuk menyingkirkan dirinya."Kalian terlalu mengada-ada. Kalau ingin mengambil alih tugas ini tinggal bilang saja. Tidak perlu membuat fitnah seperti ini!" seru Senapati Pranajaya."Ini bukan fitnah. Kami punya bukti yang lain!" sanggah Senapati Bardasena."Tunjukkan!" teriak Senapati Wisrawa memberi perintah kepada beberapa prajurit.Kemudian dari dalam gerbang muncul empat prajurit yang menggiring dua wanita dalam keadaan terikat. Yang satu sudah dewasa, memiliki lekuk tubuh indah menggiurkan dan tentu saja berwajah menarik dengan sorot mata yang tajam.Yang satunya masih belia kira-kira baru berumur lima belas tahun, tapi bentuk tubuh dan wajahnya sudah mendekati wanita dewasa yang tidak lain adalah ibunya. Remaja putri ini calon gadis jelita yang akan menjadi rebutan para lelaki.Mereka adalah Nala Ratih dan Asmarini.

Bab terbaru

  • PENGENDALI ANGIN PETIR   Bab 065

    Lagi-lagi senjata mereka kandas di tengah-tengah, berjatuhan ke sungai karena tertahan oleh angin yang dikendalikan Bayu tanpa terlihat oleh orang lain. Pada saat itu, tahu-tahu Bayu sudah melesat ke arah pemimpin mereka yang tidak ikut melompat. Si pemimpin terkejut bukan main. Dia tidak sempat selamatkan diri. Tangan kanan Bayu sudah mencengkram lehernya. Setelah berhasil mendarat di atas perahu sambil mencekik leher si pemimpin, Bayu jejakkan lagi kedua kakinya ke lantai perahu. Si pemuda melesat kembali ke atas perahu sambil membawa si pemimpin bagaikan menjinjing seekor kucing saja. Kini si pemimpin berada dalam tawanan Bayu. Semua anak buahnya yang telah kembali mendarat di perahu masing-masing tampak kebingungan. Sementara Bayu sudah memberikan beberapa totokan agar tawanannya tidak bisa bergerak. "Menyerahlah!" seru Bayu. Para penumpang lain dibuat kagum dengan ulah si pe

  • PENGENDALI ANGIN PETIR   Bab 064

    Bayu keluar dari kereta kuda untuk melihat-lihat isi kapal yang lebarnya sampai tiga perempat lebar sungai yang besar. Rasanya seperti di atas lautan, tapi masih terlihat dua tepian sungai di kedua sisi. Sambil berjalan keliling kapal, Bayu diam-diam memperhatikan beberapa orang yang selalu menguntitnya dan pura-pura menjadi penumpang kapal. Juga mendalami rencana yang sudah terpikirkan. Si pemuda hanya berharap rencana yang telah disusun bersama Arya Soma berjalan dengan lancar. Semoga saja bibinya masih percaya bahwa kepala Arya Soma adalah asli. Semakin lama kapal semaki penuh. Penumpang berdatangan dari berbagai arah. Ketika senja tiba kapal jung ini mulai bergerak ke arah selatan. Perjalanan yang cukup berat karena melawan arus, tapi sudah memiliki cara agar kapal tetap melaju. Rombongan Bayu berencana turun di dermaga Nunuk untuk kemudian melakukan perjalanan darat lagi ke arah barat. Sedangkan kapal ini akan berakhir

  • PENGENDALI ANGIN PETIR   Bab 063

    "Tinggalkan bayaran terakhir anak buahmu di rumah itu dan juga pesan agar mereka mencari jalan hidup masing-masing. Gagak Setan telah musnah dari dunia!" Begitulah pesan Arya Soma kepada Permani. Rencananya malam nanti mereka sekeluarga akan meninggalkan rumah yang telah lama di tempati ini. Para pembantu yang sudah setia bekerja di sana, diberi upah yang layak dan diperbolehkan mencari pekerjaan yang lain. Mereka tidak diberi tahu kemana sang majikan akan pergi. Sementara Bayu pun pamit untuk kembali ke Perguruan Kembang Sari melanjutkan penyelidikan yang semakin rumit ini. Pemuda ini sudah jauh melangkah meninggalkan kediaman Arya Soma. Namun, sepanjang jalan dia merasa ada yang mengikuti langkahnya. Awalnya dia mengira orang yang biasa selalu menguntitnya, tetapi setelah dirasakan lebih lama, ternyata bukan. Setelah ditunggu lama pun tidak ada pergerakan lagi selain membuntuti langkahnya dal

  • PENGENDALI ANGIN PETIR   Bab 062

    Apalagi Bayu sudah tahu kau kemana lawan bergerak sehingga selalu menemui jalan buntu. Wanita bertopeng mulai berpikir bagaimana cara untuk kabur. Sementara Arya Soma tampak sudah melangkah mendekat, ingin tahu lebih jelas lagi apa yang sebenarnya terjadi. Sedangkan Bayu kini mengubah sikap, dari bertahan ke menyerang. Tidak memberi ruang sedikit pun pada si topeng yang hendak kabur. Beberapa saat Arya Soma melihat jalannya pertarungan. Dari sini dia bisa membaca kalau Bayu akan mampu mengatasi lawannya. Kemudian sang tuan rumah ini memilih masuk ke bangunan tua yang sudah banyak kerusakan pada dindingnya itu. Betapa terkejutnya ketika sampai di dalam. Keadaan di dalam tampak bersih seperti ada yang mengurusnya. Dia juga menemukan kamar yang berisi kotak-kotak daun lontar. "Apa ini, seperti kumpulan nama-nama orang. Siapa yang menggunakan tempat ini secara diam-diam, kenapa aku sampai lengah. I

  • PENGENDALI ANGIN PETIR   Bab 061

    "Bukankah tadi kau berkumpul di dalam bangunan yang tak terurus itu?" Nindira Saroya mengangguk. "Itu tempat kalian berkumpul, bukan. Bangunan itu milik siapa? Rumah ini milik siapa? Kau bilang tidak pernah melihat wajah pemimpinmu, tapi jelas dia seorang perempuan. Aku pikir dia juga tinggal di sini!" Sekali lagi Nindira Saroya terkejut. Karena selama ini dia pikir sang pemimpin hanya memanfaatkan bangunan terbengkalai saja. Tidak ada hubungan dengan pemilik rumahnya. Gadis ini juga akhirnya tahu pemilik rumah ini merupakan mantan senapati, dinyatakan buronan, tapi juga seorang pendekar pedang hebat. Yang tinggal di rumah besar ini, istri sang mantan senapati, dua anaknya, lalu ada adiknya yang kurang waras dan beberapa pembantu. Lalu siapakah sang pemimpin kalau benar tinggal di sini? Apakah istrinya Arya Soma? Tapi dia tidak memiliki kepandaian silat. Atau hanya pura-pura saja.

  • PENGENDALI ANGIN PETIR   Bab 060

    "Aku akan membuka totokan jalan suaramu, tapi kau harus mau menjawab setiap pertanyaan dengan jujur atau... aku akan menikmati tubuhmu sepuasnya sampai pagi!" Bayu mengancam. Pada saat berkata begitu Bayu memegang bahu si gadis dan merebahkan tubuhnya lalu hendak menindihnya. Sebenarnya si pemuda berdebar juga, karena sebagai lelaki dia tidak memungkiri ada hawa birahi di saat-saat seperti ini. Apalagi kesempatan begitu terbuka. Sementara si gadis tampak makin panik, tapi tak bisa apa-apa. "Kedipkan mata dua kali tanda setuju!" Akhirnya si gadis menuruti kata-kata Bayu. Dia mengedip dua kali dengan jelas. Si pemuda kembali membangunkan si gadis dan menyandarkan ke dinding. Lalu melepas totokan yang menutup jalan suara. Si gadis tampak menghela napas beberapa kali, seolah-olah baru saja menahan napas dalam waktu lama. "Nah, kau pasti sudah tahu apa yang akan aku tanyakan!" "Aku tidak akan mengatakannya walaupun kau membunuhku!" tukas gadis ini. "Bagaimana kalau..."

  • PENGENDALI ANGIN PETIR   Bab 059

    Suara kelebatan itu berasal dari atas wuwungan. Dengan tanpa suara juga, Bayu melenting ke langit-langit kamar hingga menempel ke puncak atap bagian dalam. Dengan jari-jari dia menggeser atap welit yang sangat tebal pada bagian yang lebih rendah sehingga matanya bisa menembus ke luar. Pemuda ini tidak sembarangan menggeser untuk mengintip, tapi disesuaikan dengan arah suara kelebatan. Ternyata pandangannya mengarah ke bangunan gelap yang tidak terurus itu. Walaupun agak telat, tetapi masih sempat melihat sekelebat bayangan mendarat ke belakang bangunan tersebut. Tidak lama kemudian beberapa bayangan tampak berkelebat dari belakang bangunan melesat ke berbagai arah. Setelah itu tampak satu sosok keluar dari dalam bangunan terbengkalai itu. Walaupun gelap, tidak jelas pakaian dan wajahnya, tapi bentuk tubuhnya jelas seorang wanita. "Bangunan itu ternyata masih digunakan. Tadi sewaktu makan, Paman Arya bilang sudah terbengkalai lama. Tidak ada yang mengurus dan tak ingin digu

  • PENGENDALI ANGIN PETIR   Bab 058

    "Benar!" Lelaki hampir tua ini mengumpulkan ingatannya. Terutama tentang jurus pedangnya. Dia mengumpulkan beberapa kemungkinan dalam benaknya. "Paman sepertinya pernah ada hubungan khusus dengan Bibi Rukmini?" "Dulu kami adalah sepasang kekasih yang saling mencintai dan berjanji akan sehidup semati. Namun, ternyata orang tua kami telah menentukan jodoh masing-masing dan kami tidak berdaya melawannya. Jadi kami terpisahkan!" kenang Arya Soma. "Begitu," ujar Bayu sambil menghela napas pelan. "Ada lagi, Paman!" "Apa?" "Melihat gerakan jurus Tebasan Satu Titik sepertinya bukan berasal dari negeri ini, benarkah?" "Benar," jawab Arya Soma pelan agak mendesah. "Berbeda dengan yang lain, aku dipertemukan dengan seorang pengembara dari negeri seberang dan menjadi muridnya," Ternyata benar dugaan Bayu. Pendekar dari negeri asing ini bernama Nobunaga. Dari dialah Arya Soma menjelma menjadi pendekar pedang yabg hebat. Bahkan sampai direkrut jadi senapati. "Nah, sekarang siapa y

  • PENGENDALI ANGIN PETIR   Bab 057

    Yamato berteriak kencang seraya kembali menerjang dengan serangan yang lebih ganas. Gerakan pedangnya bagaikan angin yang tak terlihat. Namun, Arya Soma tidak gentar sama sekali. Dia malah menyeringai sembari menyambut serangan lawan dengan ayunan pedang yang tampak pelan saja. "Mati saja sendiri, jangan ajak-ajak orang lain. Aku masih ingin hidup seribu tahun lagi!" teriak Arya Soma juga. Trang! Serangan Yamato kandas. Benturan pedang lebih keras lagi. Getarannya sampai terasa bagai menusuk ke ulu hati. Keseimbangan Yamato goyah, menciptakan kelengahan. Walau kecil, tapi sangat berbahaya. Arya Soma tidak melewatkan kesempatan ini. Pedangnya berkelebat, menebas dari kiri ke kanan. Leher lawan yang dituju. Yamato sadar ini adalah serangan paling ganas yang membuat nama Arya Soma melambung tinggi di dunia persilatan berkat jurus ini. Tebasan Satu Titik. Sayangnya pendekar dari negeri seberang ini sedikit terlambat mengangkat pedangnya guna melindungi dirinya. Akibatnya

DMCA.com Protection Status