Share

Bab 004

Bayu terpental sejauh tiga tombak setelah menahan pukulan si kakek yang bernama Setan Berambut Putih itu. Dalam beberapa saat dia merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Setelah itu hilang lagi sakitnya dalam sekejap. Tenaganya kembali pulih.

Ketika bangkit lagi, Setan Berambut Putih sudah tiga langkah di hadapannya dengan satu kaki mengangkat melepaskan tendangan ke arah kepala.

Wush!

Remaja ini cepat guling-gulingkan badannya hingga menjauh sampai mendapatkan kesempatan untuk berdiri. Setelah berhasil berdiri dia siap kabur.

Namun, Setan Berambut Putih terus memburunya. Hawa membunuh kini terpancar dari tubuhnya. Dia tidak segan-segan walau korbannya masih anak remaja.

Memiliki kesempatan untuk berlari, Bayu tak menyia-nyiakannya. Sekuat tenaga dia ambil langkah seribu.

Setan Berambut Putih sangat geram. Bagaimana bisa anak yang dianggap masih ingusan ini begitu mudah lepas darinya? Tak ingin kehilangan muka, kakek kurus ini melesat menggunakan ilmu meringankan tubuh.

Di depan, Bayu merasakan kakek itu mengejarnya. Hawa membunuhnya terasa begitu kuat. Sementara pandangannya tidak menemukan Eyang Ismaya berada.

"Di mana Eyang?" batin si anak.

Walaupun mendapat tenaga tambahan dari sabuk ajaib yang dipakainya, tetap saja tidak mampu lebih cepat dari pengejarnya. Si kakek yang kurus tentu saja sangat ringan tubuhnya.

Namun, dalam sekejap dia mendapat akal. Di depannya ada sebuah pohon besar. Bayu berlari seolah hendak menabrakan diri ke pohon. Setan Berambut Putih tersenyum lebar.

"Mau lari kemana kau ... Apa!"

Bruk!

Satu tombak lagi jaraknya ke pohon itu, Bayu meloncat ke samping agar tidak menabrak pohon, tapi tetap saja masih menyenggolnya sedikit. Akibatnya tubuhnya terpental dan jatuh bergulingan, tapi tidak separah si kakek kurus.

Setan Berambut Putih yang sudah siap melepaskan pukulannya, tidak bisa 'mengerem' gerakannya. Akibatnya kakek itu menabrak pohon dengan keras lalu tubuhnya terjatuh. Kepalanya terasa pusing.

Dia memandang berkeliling. Bayu sudah tidak kelihatan. Setan Berambut Putih mendengus kesal. Dia menyesal telah menganggap remeh anak itu.

Bayu baru menghentikan larinya ketika merasa tak ada yang mengejar lagi. Dia sama sekali tidak kelelahan atau napas yang terputus-putus disebabkan lari yang tanpa henti-henti. Tapi masih ada keringat membasahi badan.

"Sabuk ini memang hebat!" ujarnya.

Tangannya meraba sabuk itu. Penasaran, dia coba melepas sabuk itu. Seketika setelah lepas, seluruh tubuhnya terasa pegal-pegal dan sakit. Kepala pusing dan tenggorokan kering.

Segera dia pakai lagi dan kesegaran langsung merayapi tubuhnya. Bayu menarik napas lega. Dia memandang langit, hari sudah sore. Dia harus mencari Eyang Ismaya.

Bayu melangkah lagi ke arah utara. Menyusuri jalan setapak. Sampai matahari hampir tenggelam di ujung barat, Bayu belum menemukan sebuah desa atau kampung.

Yang ditemukan hanya sebuah gubuk kecil yang sepertinya sengaja dibuat untuk tempat 'ngasoh'. Bayu masuk ke gubuk itu. Duduk menyandar pada salah satu tiangnya.

"Kenapa Eyang malah menghilang meninggalkanku?" gerutu Bayu sambil memandang langit yang sebentar lagi gelap.

Tiba-tiba terdengar suara.

"Akhirnya kutemukan juga, bocah sial!" Suara itu terdengar dekat sekali.

Bayu membuka mata. Hari sudah gelap, tapi sepasang mata menatapnya dengan nafsu membunuh. Si kakek yang bernama Setan Berambut Putih itu ternyata masih mengejarnya.

"Kau siapa?" Bayu pura-pura tidak kenal.

Setan Berambut Putih pelototkan matanya, tapi tetap saja kelihatan kecil karena cekung.

"Kau jangan pura-pura lupa!"

"Siapa, ya? Aku tidak pernah mengenalmu!" sungut Bayu ketus.

"Orang yang ajalnya sudah dekat memang suka lupa!"

Tangan si kakek sudah siap mengemplang kepala Bayu. Namun, anak ini masih terdian tenang. Padahal dalam hatinya gemetar. Tangan yang terangkat itu tampak bergetar memancarkan hawa jahat.

"Bersiaplah, akan aku kirim kau ke neraka!"

Tangan si kakek benar-benar bergerak. Seandainya tidak berisi tenaga dalam mungkin Bayu masih berani menahannya, dia memiliki sedikit kepandaian yang diajarkan oleh ayahnya. Wajah anak ini terlihat pucat di dalam gelap malam.

Beruntung, ide selalu datang di saat kepepet. Sebelum tangan kurus itu sampai ke kepalanya, Bayu cepat merebahkan tubuh. Dia mencoba peruntungannya. Dia pejamkan mata.

Bukk!

"Aw!"

"Aahh...!" Bayu menarik napas lega. Perhitungannya berhasil.

Tangan Setan Berambut Putih mengenai sabuknya tepat. Tadinya Bayu masih takut kalau gerakannya kurang tepat. Bisa saja meleset, mengenai perut atau malah bagian bawahnya.

Sementara Setan Berambut Putih memegangi tangannya yang kesakitan. Dia seperti memukul batu yang sangat keras. Si kakek ini mengumpat tiada henti.

Bayu sudah duduk lagi. Dia ingin kabur lagi, tapi keadaan tidak memungkinkan. Kakek kurus ini mengancam jiwanya. Sementara Eyang Ismaya entah ke mana.

Beberapa saat kemudian Setan Berambut Putih sudah pulih lagi. Dia menatap tajam ke arah Bayu. Hanya cahaya bintang yang menerobos ke tempat itu. Itu juga tidak cukup untuk penglihatan orang biasa yang belum memiliki tenaga dalam.

Bayu belum memikirkan cara apalagi untuk mengatasi manusia kurus ini. Seandainya sabuk itu bisa menutupi seluruh tubuhnya. Yang dia sesali dirinya belum mempunyai atau membangkitkan tenaga dalamnya.

Tiba-tiba anak ini teringat sesuatu. "Oh, kenapa aku lupa?"

Segera saja Bayu mengusap bahu kanannya. Seketika si kakek kurus terperanjat karena melihat tiba-tiba saja sosok Bayu menghilang dari pandangannya.

"Hah! Jangan-jangan dia jurig, Sialan betul!" maki si kakek sambil tengak tengok siapa tahu Bayu ada di tempat lain.

Si kakek kembali terkejut karena di tempat lain dia melihat satu sosok, tapi bukan Bayu, melainkan seorang kakek-kakek juga.

"Kau mencariku?" tanya kakek-kakek yang tidak lain Eyang Ismaya.

Setan Berambut Putih jadi semakin ternganga. Dia menyangka anak muda tadi berubah menjadi kakek-kakek.

"Ternyata kau seorang tua bangka. Pantas saja berani menghinaku!"

"Kalau malam aku berganti wujud menjadi begini," ujar Eyang Ismaya malah sengaja mempermainkan si kakek kurus.

"Siapa kau berani bermain-main denganku!" Setan Berambut Putih menunjuk keras ke arah hidung Eyang Ismaya.

Sebagai jawaban, Eyang Ismaya menyentakkan satu tangan ke depan. Seketika angin panas berhembus keras ke muka si kakek berambut putih.

Setan Berambut Putih menarik diri menghindar, tetapi dia terkejut ketika punggungnya merasakan satu pukulan kuat yang membuatnya terdorong lagi ke depan.

Wushh! Dukk!

Kontan saja pukulan tenaga dalam yang berupa angin panas tadi melabrak tubuhnya yang kurus. Setan Berambut Putih terpental bagaikan ranting kering terhempas angin.

Brukk!

Si kakek kurus berambut putih terjatuh punggung. Sebelum jatuh tadi dia mencoba melihat siapa yang memukulnya dari belakang, ternyata tidak ada siapa-siapa.

Padahal itu perbuatan Bayu dalam keadaan menghilang.

"Sial dangkal!" maki Setan Berambut Putih menahan sakit pada seluruh tubuhnya. Lalu dia bangkit perlahan dan segera ambil langkah seribu.

Setelah kakek kurus itu lenyap barulah Bayu muncul dengan mengusap bahu kirinya. Anak ini sudah berdiri di depan Eyang Ismaya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status