Mereka berdua duduk di ruang depan rumah peninggalan orang tua Eyang Ismaya.
"Apakah Eyang ada petunjuk lain?" tanya Bayu yang bentuk tubuhnya semakin menjadi. Tampak gagah dan kekar walaupun masih enam belas tahun. Sorot matanya pun semakin matang dan tajam."Ini hanya perkiraanku saja, mungkin guruku, Resi Kuncung Putih memiliki petunjuk.""Guru Eyang, apakah masih hidup?"Wajar saja Bayu bertanya seperti itu. Sebab Eyang Ismaya sendiri sudah berumur lebih seratus tahun. Kedua orang tua si Eyang juga sudah meninggal."Tentu saja masih, makanya aku membicarakan beliau. Seperti aku yang sudah mundur dari sesepuh Padepokan Cakrabuana, beliau juga hidup menyepi," jawab Eyang Ismaya."Di mana dia, Eyang?""Nanti aku kasih tahu, tapi kau harus pulang dulu ke rumahku yang di sana. Melihat keadaan dia yang aku tinggalkan."Bayu tampak menerawang lalu angguk-angguk, dia tahu siapa yang dimaksud Eyang Ismaya.""Aki Baplang, Nini Padma, terima kasih sudah terus menjaga!" ucap Bayu kepada sepasang manusia setengah baya yang sedang menjaga seseorang yang duduk bersila di sudut ruangan."Bayu, kau sudah besar sekarang. Kenapa datang dari belakang? Di mana Eyang Ismaya?" tanya wanita setengah baya yang disebut Nini Padma."Eyang berada di tempat tinggal leluhurnya." Kemudian Bayu menceritakan secara singkat tentang alam dimensi lain tempat leluhur Eyang Ismaya."Begitu rupanya!" sahut lelaki setengah baya yang disebut Aki Baplang.Mereka berdua ikut mengasuh Bayu sejak lahir. Namun, sampai sekarang Bayu tidak tahu kalau mereka sebenarnya bukan manusia, tapi sepasang makhluk dari bangsa guriang.Bayu hanya tahu mereka berdua masih ada hubungan kekerabatan dengan ayahnya Lalu siapa yang duduk bersila di sudut ruangan? Dialah Ki Abiasa sesepuh Padepokan Cakrabuana. Empat tahun lalu jasadnya dibawa diam-diam oleh Pendekar Angin Petir.
Di ujung halaman yang berbatasan dengan hutan inilah terdapat istal atau kandang kuda.Masih di lapangan rumput, di seberangnya, yaitu berdekatan dengan rumah Ki Wirya di pojok kiri ada rumah kecil.Suasana sudah gelap ketika Bayu sampai di sana. Ki Wirya membawa pemuda ini ke rumah kecil itu."Inilah rumah pekati yang tewas itu. Namanya Ki Tanu lebih tua sedikit umurnya dariku. Dia tinggal bersama istrinya di sini!"Ki Wirya mengucap salam yang langsung disambut oleh istri Ki Tanu yang segera keluar dari dalam. Sepasang mata wanita tua ini tampak sembab bekas tangisan, wajahnya pun pucat.Mereka dipersilakan masuk. Begitu di dalam tampaklah seorang lelaki tua yang sudah tak bernyawa tergeletak di atas bale bambu. Cahaya damar cukup menerangi ruangan sehingga bisa melihat keadaan jasad Ki Tanu.Berarti sudah sejak tadi malam jasadnya lelaki tua ini belum dikebumikan. Kondisinya pun sudah kaku dan dingin."Aku tidak membu
Tidak banyak bicara lagi, dua lelaki bersenjata golok ini langsung memberikan serangan yang tidak tanggung-tanggung.Dua golok berkelebat mengejar sasaran, ke arah perut dan leher. Bayu menggunakan salah satu jurus dari Kitab Gerbang Langit. Ini pertama kalinya menghadapi pertarungan sungguhan.Karena sebelumnya hanya berupa latihan bersama Eyang Ismaya dan lainnya.Sosok pemuda tampan ini seperti bayangan yang tidak bisa disentuh. Ke mana pun dua golok bergerak, selalu menemui sasaran kosong.Untungnya dua orang ini tingkat tenaga dalamnya masih biasa saja. Bukan termasuk pendekar yang sudah kawakan. Entah kenapa si peternak brewok itu menyewa orang semacam ini?Lewat belasan jurus, Bayu masih mulus tak sedikit pun tergores senjata lawan. Sedangkan dua orang tersebut napasnya sudah mulai tidak teratur.Namun, mereka tidak kehabisan akal. Secara tiba-tiba mereka melemparkan senjata rahasia berupa pisau kecil tadi guna mengecoh Ba
Wajah lelaki ini langsung memerah. Dua tangannya mengepal kuat."Sabar dulu, Paman. Kita memang hendak ke sana!""Si Brewok maksudmu?""Ya!""Jadi dia yang mencuri kudaku dan membunuh Ki Tanu!""Masalahnya belum jelas, Paman. Kita akan tahu setelah menemui si Brewok. Aku harap Paman menahan diri!"Ki Wirya mendengkus, mengatur nafasnya akibat menahan amarah yang meluap-luap."Baiklah!"Kemudian mereka melanjutkan langkahnya. Sampai di luar hutan, di lapangan rumput tampak kuda-kuda yang tadi pagi masih di dalam kandang kini sudah merumput liar.Bayu dan Ki Wirya langsung menuju depan ke rumah tempat tinggal si brewok. Mereka langsung masuk ke ruang depan tanpa mengetuk pintu lagi.Si bewok yang mendengar suara pintu dibuka secara kasar langsung tersentak marah dan segera keluar dari kamarnya. Namun, dia langsung lemas ketika melihat siapa yang datang.Padahal dia hendak memarahi orang
Pada jarak sepuluh tombak di depan, Bayu melihat dua orang yang berjalan terburu-buru masuk ke dalam hutan kecil, tapi rimbun dan lembab.Karena penasaran, Bayu ingin tahu apa yang akan dilakukan dua orang yang gerak-geriknya sepertinya tidak ingin diketahui orang lain.Segera saja Bayu usap bahu kanan sehingga sosoknya tidak bisa dilihat mata manusia. Anak ini melangkah lebih cepat agar tidak ketinggalan dua orang tadi.Setelah berada agak dekat di belakang kedua orang tersebut, barulah Bayu melihat ternyata mereka mengenakan pakaian berlapis.Bagian luarnya berupa pakaian sederhana serba hitam yang hampir menutup seluruh tubuh kecuali bagian kepala. Sedangkan di bagian dalam Bayu hanya melihat sedikit bagian sisinya saja, tapi tampak mewah seperti pakaian seorang pejabat istana.Kedua orang ini masuk ke hutan paling dalam. Suasananya semakin sepi. Ada aura yang bikin merinding, tapi Bayu tidak peduli. Dia menduga kedua orang ini pasti a
Hari beranjak mendekati senja. Walaupun tidak merasakan lelah karena efek Sabuk Ajaib, tapi Bayu masih ingin merasakan kesegaran minum air jernih.Dari jauh sudah terdengar suara deras aliran sungai. Segera saja Bayu bergerak ke arah suara gemuruh aliran sungai tersebut.Bayu melintasi jalan setapak yang sudah mengeras. Baru beberapa langkah saja Bayu harus segera menyelinap ke balik sebuah pohon besar.Agak ke dalam dari jalan setapak tersebut Bayu melihat sebuah rumah kecil. Ternyata di tempat sepi jauh dari perkampungan ini ada sebuah rumah.Namun, bukan rumah itu yang menjadi perhatian Bayu. Anak muda ini segera mengaktifkan Rompi Halimunan. Lalu memandang ke arah halaman rumah yang cukup luas itu.Di halaman depan rumah itu tampak seorang gadis berparas cantik berumur sembilan belas tahun sedang berlatih sebuah jurus.Pandangan Bayu sampai terbelalak melihat gadis itu. Parasnya lebih cantik dari Miranti. Lekuk tubuhnya pun l
Terlihat hanya ada rangkaian tulisan saja di halaman pertama. Bayu membacanya dengan pelan. Untung jenis aksaranya bisa dikenali Bayu sehingga bisa membacanya."Ilmu silat tidak dibatasi gerakGerak tidak akan memberikan kembanganKecuali hanya sedikitDan bagi orang yang terbuka pikiranSedangkan aksaraBisa membuat gerakan bebasMengikuti pikiranMenciptakan banyak kembanganSatu kata bisa membuat ribuan gerak."Bayu membuka halaman berikutnya, isinya sama. Semua tulisan tidak ada gambar gerakan silat sampai halaman terakhir seperti Kitab Aksara Sakti. Kitab ini tidak terlalu tebal, hanya sekitar lima puluh lembar saja. Bahannya terbuat dari daun lontar.Anak ini merenungkan tulisan di halaman awal tadi. Tidak butuh waktu lama dia menemukan makna tulisan itu. Sekarang dia sadar kenapa di dalam kitab ini tidak ada gambar orang memainkan jurus?Karena gambar gerakan akan membatasi gerakan jurus itu sendiri. Jurus ak
Sejak Eyang Ismaya memutuskan menjadi santri di Pesantren Quro, posisi sesepuh Padepokan Cakrabuana diserahkan kepada Ki Abiasa.Semua kegiatan di padepokan berjalan seperti biasanya. Setiap dua tahun menerima murid baru dengan syarat yang sudah ditetapkan sejak dahulu.Karena padepokan ini dekat dengan kerajaan, maka murid-murid yang sudah siap turun gunung kebanyakan direkrut menjadi pejabat di kerajaan khususnya di bidang keprajuritan.Letak padepokan yang berada di lereng gunung bahkan mendekati puncaknya membuat kegiatan di dalamnya terasa tenang. Semua murid bisa mengambil pelajaran dengan tenang dan fokus.Namun, di suatu pagi terjadi sebuah kegemparan yang tidak pernah disangka-sangka. Seluruh penghuni padepokan ditemukan tewas termasuk Ki Abiasa.Yang pertama kali menemukan keadaan ini adalah sepasang suami isteri di mana sang suami adalah murid padepokan tersebut.Mereka adalah Wirapati yang dikenal dengan julukan Tapak Sakti dan Parwati yang dijuluki Walet Putih. Yang palin