Terlihat hanya ada rangkaian tulisan saja di halaman pertama. Bayu membacanya dengan pelan. Untung jenis aksaranya bisa dikenali Bayu sehingga bisa membacanya.
"Ilmu silat tidak dibatasi gerakGerak tidak akan memberikan kembanganKecuali hanya sedikitDan bagi orang yang terbuka pikiranSedangkan aksaraBisa membuat gerakan bebasMengikuti pikiranMenciptakan banyak kembanganSatu kata bisa membuat ribuan gerak."Bayu membuka halaman berikutnya, isinya sama. Semua tulisan tidak ada gambar gerakan silat sampai halaman terakhir seperti Kitab Aksara Sakti. Kitab ini tidak terlalu tebal, hanya sekitar lima puluh lembar saja. Bahannya terbuat dari daun lontar.Anak ini merenungkan tulisan di halaman awal tadi. Tidak butuh waktu lama dia menemukan makna tulisan itu. Sekarang dia sadar kenapa di dalam kitab ini tidak ada gambar orang memainkan jurus?Karena gambar gerakan akan membatasi gerakan jurus itu sendiri. Jurus akKemudian Bayu duduk bersila di depan Ki Abiasa sampai menempelkan kedua lututnya. Lalu kedua telapak tangan ditempelkan di atas lutut Ki Abiasa.Bayu mulai mengerahkan kesaktiannya. Dia tahu apa yang harus dilakukan. Dalam seketika pemuda ini sudah menemukan rangkaian kalimat dalam hafalan Kitab Buana Sampurna yang bisa diaplikasikan untuk menyembuhkan luka dalam Ki Abiasa.Beberapa kejap kemudian hawa sakti mengalir dari tubuh Bayu masuk ke badan sesepuh Padepokan Cakrabuana itu melalui telapak tangan yang menempel ke lutut.Aki Baplang dan Nini Padma memperhatikan dengan penuh rasa kagum. Kecerdasan sang ayah telah menular kepada anaknya.Mereka yang dari bangsa guriang tentu saja bisa merasakan hawa sakti dalam tubuh pemuda itu. Sebelumnya memang masih terkunci karena belum bisa mengendalikannya.Sementara itu wajah Ki Abiasa yang tadinya sedikit pucat kini tampak bersinar. Aliran darahnya mengalir lancar lagi. Luka membekas yang bentu
"Sepertinya di sebelah sana. Ayo!" Ki Abiasa berlari lebih dulu ke arah sumber suara. Bayu mengikutinya dari belakang.Di tanah lapang di atas sebuah bukit kecil tampak lima orang tengah menggempur satu orang berpakaian serba hitam yang wajahnya ditutup kain hitam, hanya kedua matanya saja yang terlihat.Walaupun dikeroyok lima orang lelaki yang semuanya berbadan kekar dan pakaian mereka seragam warna kuning, tapi orang serba hitam tampak lebih unggul.Dilihat dari setiap gerakan tangannya selalu mengeluarkan kilatan seperti petir yang menyilaukan mata. Bahkan sesekali kilatan petir itu mencari sasaran salah satu di antara lima penyerangnya.Namun, kelima orang itu tampak sigap menghindari serangan tersebut. Mereka sudah mengantisipasi terhadap serangan lawannya."Kami semua sudah tahu kau, Panji. Kenapa mesti menutupi muka?" teriak salah seorang.Orang serba hitam hanya mengeluarkan tawa. Bayu dan Ki Abiasa yang menyaksikan agak
Pada saat itulah kesempatan ini digunakan orang serba hitam untuk melarikan diri. Bayu hendak mengejar, tapi Ki Abiasa keburu menahannya."Biarkan saja!" teriak Ki Abiasa. Sosoknya sudah mendekati Lima Singa Emas yang kini sedang duduk bersila mengatur napas dan hawa sakti guna menyembuhkan luka dalam mereka.Sementara itu, di tempat lain yang tidak disadari oleh semuanya. Tampak tiga orang sedang memperhatikan kejadian tadi. Mereka adalah dua orang kakek-kakek dan satu nenek-nenek.Ketiganya saling pandang penuh arti saat menyaksikan kehebatan Bayu. Apalagi sekarang anak muda itu tampak duduk bersila dikelilingi Lima Singa Emas yang juga duduk bersila.Setiap Singa Emas tangannya menyentuh bagian tubuh Bayu seperti lutut, bahu dan tangan.Rupanya Bayu sedang menyalurkan hawa sakti untuk menyembuhkan luka dalam kelima orang itu. Hal ini atas perintah Ki Abiasa yang ingin menolong Lima Singa Emas.Beberapa lama kemudian Lima Singa
Siapakah sebenarnya Mangkubumi ini?Selanjutnya Mangkubumi mengenakan pakaian kebangsawanan lagi, tetapi bagian wajahnya tetap menyamar. Orang tidak bisa terlihat wajah aslinya kecuali keluarga Senapati Pranajaya.Sang senapati sendiri diperintahkan untuk bersiap menghadapi musuh yang akan datang. Mangkubumi sudah menyiapkan rencana apa saja yang harus dikerjakan Senapati Pranajaya.Di rumah kediaman senapati, Pranajaya sudah mengenakan pakaian kebesaran. Sedangkan Nala Ratih dan Asmarini hanya berganti pakaian yang lebih bersih saja.Saat di perjalanan sebelumnya Mangkubumi sudah menjelaskan bahwa hampir semua pejabat di istana Kawali sudah berpihak kepada tiga senapati senior.Mangkubumi sudah mencium gerakan tiga senapati tersebut tidak lama lagi akan menggulingkan dirinya. Dia juga sudah menyelidiki siapa di belakang tiga senapati itu.Malam harinya tiga senapati senior itu sedang berkumpul di satu tempat masih di dalam wilay
Asmarini, si cantik yang sudah digembleng sejak kecil oleh orang tuanya, terutama sang ibu. Kini sudah tumbuh menjadi pendekar wanita yang tangguh.Satu yang belum dia dapatkan yaitu pusaka Pedang Bidadari, karena senjata itu masih menyatu di dalam tubuh ibunya.Namun, dengan senjata pedang pemberian sang ayah, Asmarini tampak tangguh memainkan jurus-jurus yang kebanyakan didapat dari sang ibu.Gadis cantik yang kini berusia dua puluh satu tahun itu melakoni pertarungan pertamanya melawan Senapati Darsana yang juga sama menggunakan pedang sebagai senjatanya.Memiliki tubuh molek yang membuat gairah lelaki menggelora menjadi senjata lain yang dapat mempengaruhi lawan. Tidak terkecuali Senapati Darsana yang merupakan lelaki normal dan masih suka melihat yang bening-bening."Sialan! Aku tidak bisa memusatkan pikiran!" keluh Senapati Darsana.Lelaki ini tidak bisa memainkan jurusnya dengan mantap. Lekuk tubuh Asmarini yang begitu ind
Senapati Bardasena tidak bisa menyelamatkan diri. Posisinya yang terdesak menyebabkan ruang geraknya sempit. Akhirnya bobol sudah pertahanannya.Tombak Senapati Pranajaya menembus dalam ke bagian jantungnya. Seketika darah mengucur di bagian yang tertusuk. Tubuh Senapati Bardasena limbung. Bola matanya berputar-putar ke atas. Jeritannya tertahan.Sett! Brukk!Begitu tombak dicabut, tubuh senapati tua ini ambruk tak berkutik lagi. Bersamaan dengan itu pertempuran lainnya terhenti. Kecuali pertarungan antara Mangkubumi dengan Gulutuk Cengir.Senapati Pranajaya memerintahkan prajuritnya membawa para pengkhianat yang masih hidup ke ruang tahanan. Kemudian dia bersama anak dan istrinya menyaksikan pertarungan Mangkubumi.Pada saat para pengkhianat ini digiring, mereka sempat menyaksikan pertarungan Mangkubumi. Ada yang membuat mereka terkejut bukan main. Kecuali keluarga Senapati Pranajaya.Karena saat itu Mangkubumi membuka penyamara
"Sebenarnya aku lebih dendam kepada Jawara Bentar alias Dewa Petir, tapi dia sudah tiada. Tinggal satu orang yaitu Ismaya, aku harus membalas sakit hatiku!""Dewa Petir memiliki penerus, dan itu menjadi urusanku karena aku juga menyimpan dendam kepadanya!" sahut Orang serba hitam."Kau duduklah di situ!" perintah sosok serba merah sambil menunjuk ke batu tempat duduknya tadi.Orang serba hitam langsung menuruti tanpa banyak kata. Dia duduk bersila di atas batu tersebut menghadap ke arah sosok serba merah yang merupakan gurunya."Silangkan tanganmu, tatap mataku!"Kembali orang serba hitam melakukan yang disuruh oleh sosok serba merah.Beberapa kejap berikutnya terasa hawa sakti panas memenuhi ruangan ini. Lalu mengepul asap merah keluar dari kepala bagian belakang sosok serba merah.Keduanya saling tatap tak berkedip. Bahkan berusaha sekuat mungkin agar tidak mengedipkan mata. Lalu terdengar suara menggeram.Syu
"Itu membuktikan bahwa bumbung bambu tidak berisi air, tapi sesuatu yang lebih berat dari air. Yang benar adalah patung emas itu ada di dalamnya!" lanjut Bayu.Benda berat itulah yang menyebabkan tali bumbung menekan kuat seperti mencekik sehingga menimbulkan bekas di kulit bahu."Beraninya kau bicara sembarangan!" Bayan angkat goloknya hendak hendak menebas kepala Bayu.Akan tetapi, orang ke empat yang dari tadi diam saja tiba-tiba bergerak menjambret bumbung bambu yang masih menggantung di bahu Bayan seraya langsung membantingnya ke lantai.Brakk!Bumbung bambu pecah dan mencelatlah sebuah benda berat berguling ke lantai. Patung kecil berwarna kuning berbentuk rupa dewa Whisnu."Bayan, beraninya kau berbohong!" bentak Barep langsung naik pitam.Pada saat itu Bayan hendak kabur, tapi orang ke empat tadi langsung menyarangkan beberapa pukulan yang menyebabkan Bayan tersungkur.Orang ke empat ini segera menotok
Seperti gurunya, tubuh Kupra juga hancur berserakan. Seakan tidak puas, ibu dan anak ini sampai menginjak-injak serpihan tubuh Kupra yang menjadi seperti pasir. Pertempuran berakhir. Dua tokoh golongan hitam paling kuat saat ini telah menemui ajalnya. Sementara itu Bayu dan Asmarini sudah tidak ada di tempatnya. Mereka sudah berjalan meninggalkan wilayah desa Rancawaru. "Sekarang ceritakan, bagaimana kau bisa jadi pawang hujan?" Asmarini mendengkus kesal. "Pawang hujan, pawang hujan!" "Oh, ya, ya! Bidadari Pengendali Air!" Akhirnya Asmarini tersenyum. Kemudian sambil berjalan gadis ini menceritakan pengalamannya. "Setelah kita berpisah waktu itu, tiba-tiba datang seseorang yang mengaku gurunya ibuku!" "Nenek Pancasari?" Bayu tahu karena pernah mendengar dari ayahnya. "Benar!" "Lalu?" Nenek Pancasari yang dulu telah mengu
Iblis Petir yang tadinya duduk bersila segera meloncat ke atas ikut berdiri di sebelah Kupra di atas atap. Pasalnya dia merasakan hawa dingin meresap dari tanah. Guru dan murid ini mengerahkan seluruh kekuatan yang dimiliki. Tubuh Agnibali mulai dikabari api, sedangkan Iblis Petir melindungi dirinya dengan zirah yang terbuat dari kilatan-kilatan petir. Hawa panas kedua orang ini berusaha menyeruak tindihan hawa dingin dari atas dan bawah. Bahkan akhirnya sosok kedua orang ini ditutupi oleh kobaran api. Tentu saja keduanya tidak merasakan panas karena ini adalah kekuatan dari mereka sendiri. Kobaran api itu untuk melindungi diri dari hawa dingin yang menyerang. Sementara itu wanita berpakaian dan bercadar hitam menarik nafas lega setelah adanya hawa dingin dari bawah dan langit tampak meredup. Dia tidak perlu mengerahkan tenaga lebih banyak lagi seperti sebelumnya. Yang ditunggu-tunggu sepertinya telah tiba.
Kupra berpindah tempat, meloncat ke atas atap. Kedua tangannya diputar-putar. Kepalanya terus mendongak ke langit. Dia mengerahkan kekuatan apinya lebih besar lagi. Seketika di seluruh tempat sampai ke pelosok desa diselimuti hawa panas terik bagai di siang hari di musim kemarau. Bahkan tidak terasa sedikit pun semilir angin yang memberikan kesejukan. Perubahan cuaca ini dirasakan dampaknya pada mereka yang tengah bertempur baik anak buah Kupra sendiri atau pendekar golongan putih. Apalagi warga desa yang merupakan orang biasa tidak memiliki kepandaian apa-apa. Mereka merasakan seperti dipanggang. Banyak yang langsung berlari menuju sungai agar tidak kepanasan. Di dalam ruang bawah tanah, Iblis Petir merasakan hawa panas yang disebarkan muridnya itu. "Sepertinya muridku mendapat lawan yang berat. Aku harus membantunya. Kau tetap di sini, kalau kau keluar maka tubuhmu akan seperti dipanggang api sangat panas!"
Hampir semua anak buah yang dibawa Kalacakra akhirnya tewas. Sedangkan yang tersisa tidak kuat lagi menahan gigitan racun dari dalam tubuh sehingga ambruk dengan sendirinya. Termasuk Kalacakra, kini dia terdesak hebat. Tongkat Ki Hanggareksa yang bisa memanjang dan memendek sudah berkali-kali memberikan luka di tubuhnya. Awalnya memang bisa menahan dengan tenaga dalam yang ada, tapi lama-lama tenaganya melemah juga. Apalagi Ki Hanggareksa menghantamkan tongkatnya ke bagian yang berbahaya. Takk! Bukk! Bukk! Senjata cakra yang terbang sudah entah ke mana hilangnya. Senjata yang satunya pun bisa dikatakan tidak berguna lagi. Hanya benda yang digenggam di tangan saja, tapi tak bisa memberikan perlawanan. "Kalian licik!" seru Kalacakra menyadari kalau dia terkena racun, walau tidak tahu siapa dan bagaimana cara racun itu masuk ke tubuhnya. "Ah, baru sekali ini saja. Kalian sendiri melakukan kelicika
Mereka berlima ditambah Lasmini berkumpul di ruang pertemuan. "Sepertinya kelompok aliran putih sudah mulai menyerang," duga Soca Srenggi, ketua perguruan Elang Setan. "Mata-mata melaporkan mereka memang sudah bergerak, tetapi mendadak lenyap begitu saja setelah dekat dengan desa ini," sambung Kalacakra, ketua perguruan Gunung Sindu. Sementara dari tadi Kupra memperhatikan langit yang gelap, tetapi dia tampak tenang saja walau hatinya bertanya-tanya karena hal yang aneh ini. "Saat ini aku hanya menantikan Panji. Apa mungkin dia sudah bisa mengendalikan hujan atau air. Atau mengendalikan angin untuk membawa hujan?" batin Kupra. Lalu datanglah salah satu anggota melaporkan bahwa memang kelompok golongan putih sudah mengepung desa. Ini sungguh mengejutkan karena pergerakan golongan putih tidak terdeteksi ketika sudah dekat ke markas mereka. Akhirnya Agnibali memerintahkan keempat wakilnya untuk me
Parwati menoleh dan langsung kaget. Begitu juga Wirapati yang masih berendam di sungai langsung melesat ke samping Istrinya. Sepasang suami istri ini memang sedang dalam perjalanan menuju desa Rancawaru yang menjadi markas Laskar Raja Api. "Mau apa kau?" sentak Wirapati seraya langsung menyiapkan tenaga sakti. Tentu saja karena sekarang Kupra bukan yang dulu lagi. Sekarang Kupra menjadi pemimpin Laskar Raja Api. "Mau mengambil Parwati!" kata Kupra lantang dengan sorot mata tajam mengancam Wirapati. "Sejak pertama kali melihat dia, aku sudah jatuh hati. Sekarang ada kesempatan untuk membawanya tinggal bersamaku!" "Setan keparat, lancang!" umpat Wirapati. Kupra tertawa lantang sambil melepas hawa sakti panas guna menekan Wirapati. "Sekarang tidak ada lagi yang aku takutkan. Aku bisa membunuhmu semudah membalikkan telapak tangan. Aku adalah penguasa rimba persilatan. Yang kuat yang berkuasa!"
Amoksa langsung berkelebat dan berdiri di samping Lasmini. Gadis ini baru saja mengeringkan badan beserta pakaiannya menggunakan hawa saktinya. "Memangnya siapa dia sampai-sampai kau seperti melindunginya?" "Dia Lasmini putrinya Ki Rembong!" Belasan laki-laki itu langsung berubah sikap. Mereka membuang hasratnya yang tadi ingin menikmati tubuh Lasmini. Tentu saja karena tidak ingin kena semprot wakil ketua yaitu Ki Rembong. Mereka langsung memberi jalan ketika Amoksa hendak membawa Lasmini ke markas. Tiba di markas Amoksa menyuruh salah seorang untuk melaporkan bahwa Lasmini telah ditemukan. Tentu saja Ki Rembong sangat gembira mendengar kedatangan putrinya. Lasmini langsung disambut dan dibawa ke ruang utama bertemu dengan Ketua Agnibali. Pada saat itulah Kupra terbelalak matanya begitu melihat keanggunan Lasmini. Si gadis mencoba bersikap santun sebagaimana layaknya menghadap s
Ki Abiasa menarik napas sebelum berkata. "Kalau Eyang Resi sudah memerintahkan, apa lagi yang saya cemaskan. Saya sangat yakin dengan keputusan Eyang. Baiklah, saya akan membawa mereka segera bertindak." Hawa sakti berputar-putar di dalam ruangan menghasilkan tiupan udara lembut, lalu perlahan menghilang pertanda seseorang yang dipanggil Eyang tadi juga sudah pergi. Ki Abiasa menghembuskan napas lega. "Akhirnya Eyang Resi Kuncung Putih datang juga!" Tidak menunggu lama lagi, segera Ki Abiasa mengumpulkan empat murid Resi Kuncung Putih dan para pendekar lain yang sudah berkumpul di padepokan. ***000*** Malam hari sebelum Lasmini berangkat. Sepasang kekasih ini sudah diberikan kamar khusus untuk mereka. Walaupun belum terikat pernikahan, tetapi hubungan mereka sudah terlalu dalam. Sebelum Radika pulang dan sebelum Lasmini datang ke sini saja, mereka sudah sangat intim bag
Ada empat perguruan aliran hitam yang sudah bergabung dengan Laskar Raja Api yang diketuai oleh Kupra alias Agnibali. Selain perguruan Cengkar Wulung dan Oray Hideung ditambah perguruan Gunung Sindu yang dipimpin Kalacakra dan perguruan Elang Setan yang diketuai oleh Soca Srenggi. Laskar Raja Api menduduki sebuah desa yang akan dijadikan markas. Desa Rancawaru jadi sasaran karena tempatnya yang strategis, jauh dari desa-desa di sekitarnya dan juga subur. Ki Kuwu beserta perangkat desa sampai sesepuh dibunuh tanpa ampun. Balai desa dijadikan pusat markas. Penduduk desa juga menjadi sasaran kesemena-menaan mereka. Yang laki-laki dipaksa menjadi budak yang harus bekerja melayani segala keperluan mereka. Para wanita yang masih layak sudah pasti dijadikan pemuas nafsu. Sedangkan anak-anak dan orang yang sudah tua renta dihabisi karena tenaga mereka dianggap tidak berguna. Situasi yang mengerikan di