Senapati Bardasena tidak bisa menyelamatkan diri. Posisinya yang terdesak menyebabkan ruang geraknya sempit. Akhirnya bobol sudah pertahanannya.
Tombak Senapati Pranajaya menembus dalam ke bagian jantungnya. Seketika darah mengucur di bagian yang tertusuk. Tubuh Senapati Bardasena limbung. Bola matanya berputar-putar ke atas. Jeritannya tertahan.Sett! Brukk!Begitu tombak dicabut, tubuh senapati tua ini ambruk tak berkutik lagi. Bersamaan dengan itu pertempuran lainnya terhenti. Kecuali pertarungan antara Mangkubumi dengan Gulutuk Cengir.Senapati Pranajaya memerintahkan prajuritnya membawa para pengkhianat yang masih hidup ke ruang tahanan. Kemudian dia bersama anak dan istrinya menyaksikan pertarungan Mangkubumi.Pada saat para pengkhianat ini digiring, mereka sempat menyaksikan pertarungan Mangkubumi. Ada yang membuat mereka terkejut bukan main. Kecuali keluarga Senapati Pranajaya.Karena saat itu Mangkubumi membuka penyamara"Sebenarnya aku lebih dendam kepada Jawara Bentar alias Dewa Petir, tapi dia sudah tiada. Tinggal satu orang yaitu Ismaya, aku harus membalas sakit hatiku!""Dewa Petir memiliki penerus, dan itu menjadi urusanku karena aku juga menyimpan dendam kepadanya!" sahut Orang serba hitam."Kau duduklah di situ!" perintah sosok serba merah sambil menunjuk ke batu tempat duduknya tadi.Orang serba hitam langsung menuruti tanpa banyak kata. Dia duduk bersila di atas batu tersebut menghadap ke arah sosok serba merah yang merupakan gurunya."Silangkan tanganmu, tatap mataku!"Kembali orang serba hitam melakukan yang disuruh oleh sosok serba merah.Beberapa kejap berikutnya terasa hawa sakti panas memenuhi ruangan ini. Lalu mengepul asap merah keluar dari kepala bagian belakang sosok serba merah.Keduanya saling tatap tak berkedip. Bahkan berusaha sekuat mungkin agar tidak mengedipkan mata. Lalu terdengar suara menggeram.Syu
"Itu membuktikan bahwa bumbung bambu tidak berisi air, tapi sesuatu yang lebih berat dari air. Yang benar adalah patung emas itu ada di dalamnya!" lanjut Bayu.Benda berat itulah yang menyebabkan tali bumbung menekan kuat seperti mencekik sehingga menimbulkan bekas di kulit bahu."Beraninya kau bicara sembarangan!" Bayan angkat goloknya hendak hendak menebas kepala Bayu.Akan tetapi, orang ke empat yang dari tadi diam saja tiba-tiba bergerak menjambret bumbung bambu yang masih menggantung di bahu Bayan seraya langsung membantingnya ke lantai.Brakk!Bumbung bambu pecah dan mencelatlah sebuah benda berat berguling ke lantai. Patung kecil berwarna kuning berbentuk rupa dewa Whisnu."Bayan, beraninya kau berbohong!" bentak Barep langsung naik pitam.Pada saat itu Bayan hendak kabur, tapi orang ke empat tadi langsung menyarangkan beberapa pukulan yang menyebabkan Bayan tersungkur.Orang ke empat ini segera menotok
Di salah satu teras bangunan sebelah utara tampak tiga orang tua yang beberapa hari lalu menyaksikan pertarungan Bayu di bukit kecil. Mereka adalah dua kakek-kakek dan satu nenek-nenek.Sementara di sisi selatan tampak berdiri dua orang menghadap ke arah para pendekar. Sepertinya mereka yang akan memimpin pertemuan ini.Mereka adalah tokoh yang berhubungan dengan padepokan ini. Sepasang suami istri, sepasang pendekar yang telah menorehkan nama besar mereka.Yang laki-laki bisa dibilang satu-satunya murid Padepokan Cakrabuana yang masih ada yaitu Wirapati yang juluk Si Tapak Sakti.Yang satunya adalah istrinya. Murid terbaik perguruan Teratai Emas yang juga telah hancur yaitu Parwati Si Walet Putih.Di antara pendekar lainnya ada juga Jaya Antea Pendekar Cakar Sakti.Beberapa saat kemudian Wirapati tampak maju beberapa langkah ke tengah. Dia mengangkat satu tangannya pertanda meminta perhatian kepada para hadirin."Sampur
Banyak orang sudah menyangka Ki Abiasa ikut terbunuh dalam pembantaian di Padepokan Cakrabuana delapan tahun lalu. Sekarang mereka melihat dengan jelas kalau sang sesepuh padepokan tersebut masih hidup.Kalau saja mukanya tidak ditutup kain, orang serba hitam ini menunjukkan rasa terkejutnya."Yang Maha Kuasa masih menghendaki aku tetap hidup untuk mengungkap kebenaran. Justru Pendekar Angin Petir-lah yang menyelamatkan aku saat sekarat sampai akhirnya bisa pulih seperti yang kalian lihat sekarang!"Meski separuhnya sudah terbongkar siapa pelaku pembantaian yang sebenarnya, tapi orang serba hitam sepertinya tidak gentar sama sekali. Dia begitu yakin dengan kekuatan yang dimilikinya."Saya juga bersaksi kalau Pendekar Angin Petir bukan pelakunya!" Suara ini berasal dari salah satu kakek yang berdiri di teras bangunan sebelah utara.Semuanya menoleh ke arah sana. Si kakek tersebut lalu menarik jenggot dan rambut putihnya yang ternyata palsu
Ki Abiasa berhasil mengimbangi lawan walaupun mengeluarkan tenaga yang lebih menguras.Pada saat itulah Bayu segera mengirim suara batinnya setelah mendapatkan inti sari ilmu dan jurus yang digunakan Kupra dalam kitab Buana Sampurna baris sekian halaman sekian.Bayu memberikan petunjuk baik gerakan sebagai perlawanan jurus lawan atau bagaimana cara mengalirkan hawa sakti dan tenaga dalam guna menghalau ilmu Jari Petir yang menjadi andalan Kupra.Semua yang menyaksikan terperanjat termasuk Kupra juga. Yang awalnya menebak Ki Abiasa akan terdesak dalam beberapa jurus justru tiba-tiba saja mampu mengimbangi lawan.Bahkan petir-petir yang melesat dari jari-jari Kupra dibuat meleset, hanya menemui tempat kosong.Sementara pertarungan terus berlangsung sengit. Panji malah terpusat kepada Asmarini. Tentu saja karena wajah gadis itu sangat mirip dengan ibunya."Nyai, lihat gadis itu!" kata Panji kepada istrinya."Siapa dia, Kang
Kupra laksana ditimpa gunung. Bangunan terdekat di sebelah selatan ikut hancur terkana hantaman telapak tangan raksasa itu.Sementara tubuh Kupra terdengar retak tulang-tulangnya, tapi sosoknya masih tampak menggeliat-geliat kesakitan. Dari sepuluh jarinya masih keluar petir-petir kecil.Semua pendekar bersorak girang, tapi tak ada satu pun yang bertindak tidak kesatria. Kalau mau bisa saja mereka turun mengeroyok menghabisi musuh yang selama ini telah meresahkan dunia persilatan.Agak jauh di tempat terpisah, tampak seorang wanita berumur tiga puluhan tahun menatap penuh kepuasan saat melihat Kupra tersiksa sedemikian rupa.Di sebelah kirinya wanita ini menggandeng seorang anak laki-laki yang berumur tujuh tahun. Anak ini tampak polos saja menyaksikan kejadian mengerikan itu.Tanpa disadari wanita ini sejak tadi menjadi perhatian Jaya Antea alias Pendekar Cakar Sakti. Sepertinya satu-satunya murid perguruan Lodaya Sakti yang tersisa ini
Wanita yang membawa anak juga tengah berjalan menuruni lereng. Di belakangnya Jaya Antea tampak selalu mengikuti. Percakapan beberapa waktu lalu hanya berupa perkenalan saja.Jaya Antea sepertinya ingin selalu menemani wanita yang membawa anak itu. Namun, wanita itu seperti tidak nyaman. Hingga akhirnya wanita ini berhenti melangkah lalu berbalik."Kenapa kau mengikutiku?"Jaya Antea terdiam tidak bisa menjawab. Ada perasaan halus terhadap perempuan ini. Perasaan yang belum pernah dia alami sebelumnya."Aku, aku ...." Mulut Jaya Antea jadi kelu."Apa maksudmu?""Aku ... Ingin menikahimu!"Wanita ini terperanjat mendengar ucapan Jaya Antea yang terkesan dipaksakan berani. Sedangkan Jaya Antea menahan debaran keras dalam dadanya.Setelah mengucapkan kalimat tadi, dia merasa seperti baru saja menghancurkan belenggu yang mengunci mulutnya."Apa-apaan kau ini. Baru saja bertemu hari ini, kau sudah macam-maca
Sampai lima tombak, tidak ada lagi gangguan, tapi Bayu merasa belum aman selagi masih di dalam hutan itu. Tiba-tiba terdengar suara dari atas.Bayu segera melompat ke depan sejauh dua tombak setelah dia melihat apa yang ada di atas.Brukk!Sebuah kerangkeng besar terbuat dari kayu hampir saja mengurungnya."Benar, tampaknya penguasa hutan ini ingin menangkapku! ujar Bayu.Tapi hutan apa ini?Bayu sudah berjalan lagi. Kalau yang merintanginya adalah penghuni hutan ini maka setelah keluar tidak akan mengganggu lagi.Bisa jadi penyerang itu si Iblis Petir yang mengincar nyawanya. Mengingat dirinya sudah membuat Kupra sekarat.Masalahnya Bayu tidak tahu berapa lama lagi keluar dari hutan itu? Berapa panjang jalan setapak yang dia lalui? Namun, Bayu tidak takut sama sekali, dia selalu siap jika ada rintangan lagi yang menghadang.Jauh di ujung sana sekitar puluhan tombak tampak pepohonan sudah tidak rapat la
"Keluarkan kemampuanmu Anak sialan, aku tidak takut sekalipun menghadapi bapakmu!" teriak Rukmini bermaksud memancing emosi. "Aku tidak menyangka, di balik kecantikan dan kemolekan tubuh bibi ternyata menyimpan hati yang busuk!" Bayu malah balas memancing kemarahan bibinya. "Bocah laknat, mampus kau!" Rukmini memutar pedang di atas kepala dua kali. Rupanya dia sedang menambah kekuatan. Karena pada putaran ketiga angin yang menyertai pedang tersebut mendadak lebih kuat. Hawa sakti yang keluar dari tubuh Rukmini juga semakin besar tekanannya. Namun, Bayu tetap bergeming di tempatnya. Terpaan angin kuat itu tidak membuatnya tersurut mundur. Sekarang bukan waktunya pura-pura lemah lagi. Sementara serangan Rukmini menjadi semakin berbahaya. Tidak diduga sama sekali, ternyata wanita ini masih menyimpan kekuatan lain. Wajah wanita ini berubah menjadi garang, terkesan menyeramkan seperti
Semua yang ada di sana terkejut kecuali Bayu. Belum hilang rasa terkejutnya dari balik pagar rumah yang mirip benteng melompat masuk sebelas orang dengan pakaian prajurit dan senjata lengkap. "Kau...!" Telunjuk senapati Hanggara bergetar menunjuk ke wajah orang yang berdiri tegap di depannya. Sementara Rukmini langsung pucat pasi melihat siapa yang baru datang ini. Bahkan sampai tersurut dua langkah saking kagetnya. "Ya, aku yang merencanakan semua ini agar menemukan siapa dalang yang telah merusak nama baikku. Setelah pemuda itu menyebut namamu..." Sosok yang tak lain adalah Arya Soma menunjuk ke Rukmini. "Aku langsung curiga ini pasti ulah kau Hanggara!" lanjut Arya Soma. Bagaimana Arya Soma bersama sebelas prajurit pengikutnya bisa sampai di sini? Karena dimulai ketika berangkat dari perguruan Kembang Sari, Bayu diam-diam mengirimkan informasi lewat burung merpati pengantar surat.
"Apa dia tahu rencana kita?" "Tidak mungkin, dia terlihat biasa saja. Tidak menandakan kalau dia curiga kepada kita!" "Lalu, kenapa tiba-tiba dia menawarkan diri untuk memasak?" "Mungkin bentuk terima kasih karena kau telah memberi tumpangan," "Tapi aku merasa ada yang aneh!" "Sudahlah, kita tunggu saja. Bayu pasti mengantuk juga!" Namun, setelah menunggu lama, Bayu terlihat masih kuat. Bahkan suaranya sampai terdengar ke dalam. Si kusir juga sampai terbawa hanyut dalam obrolan. Sementara rasa kantuk pada dua wanita yang gelisah karena lama tidak merasakan pelukan lelaki ini semakin berat. Akhirnya dua wanita itu terkulai karena tak kuat ingin tidur dan langsung terlelap. Pengaruh ngantuk pada Rukmini dan Pinasih cukup kuat, maka dua wanita ini bangun kesiangan. Pinasih tampak kesal rencananya gagal. Dia tidak mungkin meminta Rukmini menginap satu ma
"Nanti aku ceritakan, apa kau tidak mau menyuguhi kami minum dulu?" "Oh, iya. Mari masuk!" Ternyata Pinasih adalah seorang selir salah satu pejabat di istana Sumedang Larang yang berteman baik dengan kerabat Rukmini yang menjadi senapati di sana. Sampai saat ini Bayu belum tahu siapa nama senapati itu. Sementara dia tidak ingin menanyakan langsung kepada bibinya. Dia ingin mendengarnya tanpa harus bertanya. Pinasih belum memiliki anak. Sang suami akan mengunjunginya setiap satu purnama dan akan berdiam di rumah ini antara tiga sampai tujuh hari lamanya. Kebetulan saat ini Pinasih belum mendapat jatah kedatangan suami. Katanya sekitar sepuluh hari lagi suaminya akan datang. Jadi selama tidak ada suami, Pinasih hanya ditemani seorang pembantu yang sudah tua. Ketika sang tuan rumah menjamu mereka dengan menyuguhkan berbagai makanan dan minuman, Rukmini belum juga memberi tahukan tentang maksudnya
Sosok Bayu berputar mendatar, melayang di udara di antara sabetan dua pedang. Sekejap kemudian lawan di sebelah kanan menarik tangannya guna menghindari serangan tapak yang datang begitu cepat. Disusul lawan sebelah kiri juga menarik mundur diri karena mendapati kaki kanan Bayu meliuk bebas melewati sisi kosong sabetan pedang. Bayu melakukan hal ini karena ingin mendapat pengalaman bertarung dengan cara tidak selalu mengandalkan tenaga saktinya yang luar biasa. Sesuai anjuran ayahnya dalam mimpi. Sejurus kemudian ketika Bayu sudah berdiri sempurna di atas tanah, dua lawannya sudah menyerang lagi dengan jurus khas dari negeri seberang itu. Untungnya si pemuda sudah paham inti sari jurus serupa sewaktu melihat pertarungan antara Arya Soma dan Yamato. Setelah lewat beberapa jurus, kini Bayu ingat jurus yang digunakan lawan sama persis dengan jurus si topeng dulu. Memiliki gerakan inti membunuh law
Lagi-lagi senjata mereka kandas di tengah-tengah, berjatuhan ke sungai karena tertahan oleh angin yang dikendalikan Bayu tanpa terlihat oleh orang lain. Pada saat itu, tahu-tahu Bayu sudah melesat ke arah pemimpin mereka yang tidak ikut melompat. Si pemimpin terkejut bukan main. Dia tidak sempat selamatkan diri. Tangan kanan Bayu sudah mencengkram lehernya. Setelah berhasil mendarat di atas perahu sambil mencekik leher si pemimpin, Bayu jejakkan lagi kedua kakinya ke lantai perahu. Si pemuda melesat kembali ke atas perahu sambil membawa si pemimpin bagaikan menjinjing seekor kucing saja. Kini si pemimpin berada dalam tawanan Bayu. Semua anak buahnya yang telah kembali mendarat di perahu masing-masing tampak kebingungan. Sementara Bayu sudah memberikan beberapa totokan agar tawanannya tidak bisa bergerak. "Menyerahlah!" seru Bayu. Para penumpang lain dibuat kagum dengan ulah si pe
Bayu keluar dari kereta kuda untuk melihat-lihat isi kapal yang lebarnya sampai tiga perempat lebar sungai yang besar. Rasanya seperti di atas lautan, tapi masih terlihat dua tepian sungai di kedua sisi. Sambil berjalan keliling kapal, Bayu diam-diam memperhatikan beberapa orang yang selalu menguntitnya dan pura-pura menjadi penumpang kapal. Juga mendalami rencana yang sudah terpikirkan. Si pemuda hanya berharap rencana yang telah disusun bersama Arya Soma berjalan dengan lancar. Semoga saja bibinya masih percaya bahwa kepala Arya Soma adalah asli. Semakin lama kapal semaki penuh. Penumpang berdatangan dari berbagai arah. Ketika senja tiba kapal jung ini mulai bergerak ke arah selatan. Perjalanan yang cukup berat karena melawan arus, tapi sudah memiliki cara agar kapal tetap melaju. Rombongan Bayu berencana turun di dermaga Nunuk untuk kemudian melakukan perjalanan darat lagi ke arah barat. Sedangkan kapal ini akan berakhir
"Tinggalkan bayaran terakhir anak buahmu di rumah itu dan juga pesan agar mereka mencari jalan hidup masing-masing. Gagak Setan telah musnah dari dunia!" Begitulah pesan Arya Soma kepada Permani. Rencananya malam nanti mereka sekeluarga akan meninggalkan rumah yang telah lama di tempati ini. Para pembantu yang sudah setia bekerja di sana, diberi upah yang layak dan diperbolehkan mencari pekerjaan yang lain. Mereka tidak diberi tahu kemana sang majikan akan pergi. Sementara Bayu pun pamit untuk kembali ke Perguruan Kembang Sari melanjutkan penyelidikan yang semakin rumit ini. Pemuda ini sudah jauh melangkah meninggalkan kediaman Arya Soma. Namun, sepanjang jalan dia merasa ada yang mengikuti langkahnya. Awalnya dia mengira orang yang biasa selalu menguntitnya, tetapi setelah dirasakan lebih lama, ternyata bukan. Setelah ditunggu lama pun tidak ada pergerakan lagi selain membuntuti langkahnya dal
Apalagi Bayu sudah tahu kau kemana lawan bergerak sehingga selalu menemui jalan buntu. Wanita bertopeng mulai berpikir bagaimana cara untuk kabur. Sementara Arya Soma tampak sudah melangkah mendekat, ingin tahu lebih jelas lagi apa yang sebenarnya terjadi. Sedangkan Bayu kini mengubah sikap, dari bertahan ke menyerang. Tidak memberi ruang sedikit pun pada si topeng yang hendak kabur. Beberapa saat Arya Soma melihat jalannya pertarungan. Dari sini dia bisa membaca kalau Bayu akan mampu mengatasi lawannya. Kemudian sang tuan rumah ini memilih masuk ke bangunan tua yang sudah banyak kerusakan pada dindingnya itu. Betapa terkejutnya ketika sampai di dalam. Keadaan di dalam tampak bersih seperti ada yang mengurusnya. Dia juga menemukan kamar yang berisi kotak-kotak daun lontar. "Apa ini, seperti kumpulan nama-nama orang. Siapa yang menggunakan tempat ini secara diam-diam, kenapa aku sampai lengah. I