Beranda / Romansa / PENGAKUAN ANAKKU / Bab 102 - Hancur!

Share

Bab 102 - Hancur!

Penulis: Azzila07
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Senyum Jaya mengembang. Dengan semangat empat lima, dia melangkah lebar kearah pintu kamar, tak sabar ingin memberi hadiah istimewa pada, Hella.

"La ..." Jaya bersuara, tanpa ragu mendorong pintu kamar yang tidak terkunci.

Prakk!

Kotak kecil perhiasan terlepas begitu saja, Jaya mematung dengan dada bergemuruh hebat melihat pemandangan dihadapannya.

Dunia seakan berhenti berputar, hati bagai tertimpa godam meluluh lantakan jiwa dan perasaan.

Nafas Jaya mulai tersendat-sendat, Jaya memegangi dada yang terasa ngilu dan terbakar.

Sementara dua manusia tanpa urat malu itu, masih mendengkur kelelahan sambil memeluk satu sama lain.

Selimut yang tidak menutupi seluruh badan, membuat tubuh polos keduanya terlihat. Membuat kepala Jaya berputar berdentum-dentum.

Jaya mengerang kalut, lutut yang bergetar hebat membuat langkahnya tertatih menuju ranjang.

Brak!!

Tak sanggup kaki melangkah, Jaya jatuh terduduk di atas lantai dengan air mata mengucur deras. Sakit hatinya begitu hebat, bayangan wajah
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Bundanya Talita Hafizh
kmrn sok jago, skrg udh tw kn sakitny gmn d khianati.. mna udh keluar uang bnyak buat manjain si pelakor.. eh skrg mlah d selingkuhi balik.. giliran sakit2n baru deh ingat ank, cucu dan istri tua.. nyusahin ja
goodnovel comment avatar
Winangsi Rahim
satukanlah mereka.... hanum dan jaya
goodnovel comment avatar
Anita S
setruk mksdnya haha ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 103 - Jaya Stroke

    Sigap, Ika membantu Jaya beringsut bangun, memegangi tangan, Bapaknya. "Ka ..." suara Jaya tercekat, saat menyadari sebelah anggota tubuhnya tidak dapat di gerakan."Kenapa, Pak? Ayok, pelan-pelan saja." ujar Ika sambil mengeratkan tangan, membangunkan tubuh, Jaya."Ka ..." Jaya menatap nanar, bibirnya bergetar dengan wajah ketakutan."Kenapa, Pak?" Ika mendekatkan wajah, menelisik Jaya."Ta-ngan ..." Jaya menatap nanar wajah, Ika. "Tangan kanan, Bapak tidak bisa di gerakkan." sambung Jaya, dengan nafas tersendat.Ika bergeming mencerna kata-kata, Bapaknya. Lalu beradu pandang oleh Bidan."Ya Alloh, Buk. Ini kenapa, Bapak saya?" ujar Ika panik, saat melihat Jaya semakin meringis dengan wajah cemas."To-long, Ka. Kaki, Bapak juga tidak bisa di gerakan." cicit Jaya dengan wajah menyedihkan.Hanum langsung mendekat, menatap cemas keadaan mantan suaminya."Buk, Bapak kenapa?" cecar Ika, pada Bidan.Bidan Devi memasang stetoskop di telinga, lalu mengarahkan pada dada, Jaya."Sakit tidak,

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 104 - Rampok.

    "Dasar tua bangka. Kau sembunyikan dimana suamiku, hah!" cecar Hella sambil menerobos masuk ke dalam rumah.Hella begitu murka, di tambah saat melihat gelang emas yang berukuran lumayan besar melingkar di lengan Hanum.Pikiran sudah menerka-nerka, Hanum sudah merayu Jaya dan merampok uang pesangon.Hanum yang mendapat serangan tak terduga, membelalakan mata. Detak jantung terpompa lebih cepat saat menyadari rupa perempuan yang memasuki rumahnya tanpa permisi."Mana, hah!" Hella berkacak pinggang dengan mata melirik ke kiri dan kanan.Hanum menarik nafas panjang, menormalkan detak jantung sebelum mengeluarkan suara."Dasar jalang!" desis Hanum dengan rahang terkantup. "Kau pikir disini tempat penampungan suami orang!""Halahh ... ngeles saja! Tuh di luar. Itu motor suamiku!" sengit Hella."Dasar jalang tidak punya adab! Masuk tanpa permisi, menuduh orang pula. Nyari masalah kau rupanya!" gentak Hanum tak mau kalah, kedua tangannya bergantian menggulung dastar berlengan panjang."Keluar

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 105 - Memulai hidup baru.

    Jaya tertegun, air mata mengalir deras seirama dengan pintu yang perlahan tertutup.Tercenung seorang diri, hawa sunyi langsung hinggap di sanubari. Tak ada satu pun keluarga yang menjenguk, membuat Jaya semakin nelangsa.Andai, Hanum masih disisinya. Sudah pasti, Hanum akan melayani dan menemani sepenuh hati.Nasi sudah menjadi bubur, walau diratap sepilu apapun semua takkan berubah."Ya A-lloh ..." lirih Jaya pilu, dengan bibir yang sulit bergerak dan miring sebelah.***Ofd.Sesampainya dirumah, setelah membersihkan badan, Ika langsung menghampiri Hanum. Sorotnya nanar melihat, Hanum yang duduk terpaku menghadap jendela dengan Bayu di dalam pangkuan.Ika mendesah lelah, menduga sesuatu yang buruk sudah dialami sang, Ibu."Buk ..." tidak ada sahutan, hanya ada helaan nafas panjang dari mulut Hanum."Taruh saja, Bayu di kasur. Ibu istirahat saja." ujar Ika, sambil meraih Bayu dari pangkuan Hanum lalu menaruhnya di atas ranjang.Mengedarkan pandangan, banyak pakaian yang berserak di at

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 106 - TERMALU.

    "Habis makan, kita cari toko emas terdekat. Lalu kita jual gelang sama kalung yang ukurannya besar." Irfan menarik turunkan alisnya."Oke!" sahut Hella semangat, sambil mengacungkan jempol."Setidaknya, satu kalung lima juta. Coba bayangkan kalau kita jual semua ..." ujar Irfan dengan mata berbinar-binar."Kaya ... kita, Mas." ujar Hella sambil menggenggam erat tangan, Irfan."Pasti!" balas Irfan dengan senyum lebar."Kita buka usaha, nyewa karyawan. Hidup santai, uang berdatangan." seru Irfan begitu semangat. Hella tersenyum lepas, hidup penuh kedamaian menari-nari di kepala.Makanan lezat berjejeran rapih di atas meja. Hella dan Irfan begitu semangat melahap santapannya. Derai tawa mengiringi setiap kunyahan, senyum kemenangan terukir jelas di wajah keduanya."Ya ampun, Mas. Mahal sekali," bisik Hella saat tiba di depan kasir."Masa makan kepiting sama ikan-ikanan doang, harganya sampai satu juta." sambung Hella dengan wajah tak rela."Ck! Sudah bayar saja. Uang segitu tidak ada arti

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 107 - Gagal.

    "Ada apa sih ribut-ribut, berisik banget!!" Irfan menerobos masuk ke dalam kamar. Matanya membulat, melihat kamar yang seperti kapal pecah.Belum lagi, Hamdan yang menangis meraung-raung, membuat semakin pusing.Hella terduduk lemas, wajahnya benar-benar terlihat putus asa. Irfan mendengkus, kembali keluar kamar sambil membanting pintu dengan kencang."Ahh sial!" gerutu Irfan sambil menghempas bobot diatas kursi.Dering suara gawai terdengar, tangan Irfan merogoh saku celana. Terlihat di dalam layar panggilan telepon tanpa nama. Irfan mendengkus kesal, lalu menekan tombol merah."Ganggu saja sih!" geramnya.Di dalam ponsel terlihat banyak sekali panggilan tak terjawab dari nomer-nomer tak di kenal. Dengan cepat Irfan, memblokir nomer tanpa nama tersebut."Sial banget sih hidup gue. Sudah jadi simpenan istri orang. Suaminya bandot tua pula! Jijik banget!" erang Irfan dengan rahang terkantup.Berharap hidup bersama, Hella akan nyaman dan banyak harta seperti yang sudah di janjikan. Namun

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 108 - Kemenangan Hella.

    Mata Jaya menatap sendu ke arah pintu, hatinya bergetar pilu memandangi sekitar ruangan.Ada dua bankar yang mengelilingi raganya, semua kosong tak berpenghuni seperti hatinya saat ini.Baru saja di tinggal beberapa jam oleh, Ika. Rasanya sunyi langsung memenuhi jiwanya.Jaya memejamkan mata yang terasa panas, nafas berat terhembus dari mulutnya.Pelan ... tangan Jaya terulur meraih gawai yang ada di atas nakas. Terlihat deretan pesan serta panggilan dari nomer istri mudanya memenuhi layar. Nafas berat kembali terdengar dari mulutnya, Jaya memejamkan mata dengan hati berkedut ngilu."Ya Alloh ..." Jaya membatin pilu, tak menyangka istri yang di anggapnya sempurna, tega menusuknya dari belakang.Kenop pintu terdengar, tak lama pintu terbuka dengan pelan. Jaya menoleh ke sumber suara, matanya melebar saat melihat sosok Hella yang menyebul di balik pintu."Mas Jaya ..." suara cemas Hella terdengar, membuat jantung Jaya berdegup dengan kencang."Benar ini kerabatnya?" tanya suster yang ada

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 109 - Tak Terduga.

    Seperti orang gila, Hella memasukan makanan serta barang apa saja ke dalam keranjang belanjaan. Hella begitu semangat menghabiskan uang suami tuanya."Ya ampun, jangan norak deh!" Irfan menaruh kembali barang-barang ke etalase."Ihhh, apaan sih, Mas!" Hella merengut."Jangan banyak-banyak belanjanya, nanti bawanya ribet." jelas Irfan."Huh ... iya juga." Hella mencucutkan bibir. "Terus gimana dong?" tanya Hella. "Aku mau borong ini semua." sambungnya."Secukupnya saja. Besok kita ke Mall, naik taksi online, kita belanja sepuasnya." jawab Irfan dengan senyum lebar.Hella tersenyum miring, lalu tertawa lepas melihat Irfan menarik turunkan alisnya sambil menepuk-nepuk tas miliknya ."Besok kamu bisa belanja sepuasnya. Borong satu Mall kalau perlu," Irfan menjawil hidung, Hella."Oke deh." Hella mengacungkan jempol."Gitu dong. Nurut sama aku." balas Irfan dengan senyum lebar."Sekarang ini saja cukup," Hella membawa keranjang belanjaan menuju kasir, lalu membayarnya."Ayok, pulang. Kita

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 110 - Kacau.

    "Maliinggg ..." jerit Hella bak orang gila. Tak ada satu pun kendaraan yang melintas, membuat Hella frustasi menjambak rambutnya sendiri mengingat uang yang di bawa kabur."Mas! Kenapa diam saja!" bentak Hella, melihat Irfan hanya terdiam dengan tatapan kosong."Kamu punya hutang apa, hah! Kenapa juga harus aku yang menanggung! Itu uangku. Hasil kerja kerasku!" gelagar suara, Hella.Irfan hanya meringis sakit, perlahan mencoba untuk bangun dari tempatnya."Uhuk-uhuk ..." susah payah Irfan berdiri, Hella hanya mengamati dengan tangan berkacak pinggang dan tatapan tajam."Ayok, kejar mereka, Mas! Ambil kembali uang itu, aku tidak mau tahu ya!" ujar Hella dengan nafas terengah-engah.Irfan tak menggubris, langkahnya tertatih menuju motor yang tergeletak di tengah jalan."Mas! Kamu dengar aku tidak sih!" Hella mulai kesal."Bisa diam tidak sih! Berisik tau gak." Irfan mendengkus dengan mata melotot."Ya ... gimana aku bisa diam. Uang itu di gondol semua sama mereka!" balas Hella tak kalah

Bab terbaru

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 62 - Larissa.

    Pov Larissa."Pasien rumah sakit jiwa terlindas truk hingga tewas, kondisi sangat mengenaskan. Saat ini jenazah korban ada dirumah sakit Pelita Keluarga.""Baca, apa sih sayang serius banget?" Mas Bagas yang sedang mengemudi, menoleh singkat lalu kembali fokus menghadap jalan."Baca berita yang lewat dibranda, Mas. Seram ih, aku baca juga komen-komennya. Katanya, tubuh korban tabrakan itu terbelah menjadi dua bagian." sahutku, sambil bergidik ngeri."Innalillahi ... semoga amal ibadahnya diterima Alloh." jawab Mas Bagas dengan wajah prihatin."Aamiin ..." aku hanya menyahut, pandangan fokus pada gawai melanjutkan membaca komentar yang ada di dalam berita.Mengingat rumah sakit jiwa, aku jadi teringat ucapan Nyonya Diana. Dia bilang, Hella terkena gangguan jiwa, dan sekarang tinggal dirumah sakit jiwa. Semoga dia dalam keadaan baik-baik saja, walau aku sangat membencinya tapi aku tak ingin mendoakan keburukan padanya. Aku takut doa buruk itu akan kembali padaku. Naudzubillah."Nyonya D

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 61 - Bagian Special.

    Pov DianaSuara debur ombak beradu dengan karang membuat aku menarik nafas panjang, angin lembut berhembus diwajah dan rambut. Menimbulkan aura menenangkan.Hmm ....Menghembuskan nafas secara perlahan, bibir tersenyum simpul melihat dua sosok kesayangan bermain dengan ceria ditepi pantai.Duhai Tuhan ... trimakasih. Atas izinmu, kau biarkan aku melalui badai yang sangat kuat lagi dahsyat."Mamih, ayok kesini!" seru Deo meski terdengar samar. Aku hanya tersenyum, meraih gelas berisi jeruk hangat lalu menyesapnya pelan.Tangan ini melambai saat melihat pasangan suami istri celingukan mencari seseorang. Aku tersenyum manis, saat mata kami beradu tatap."Hai ..." sapaku ceria."Lama tidak bertemu, Nyonya Diana." wanita cantik menyapa dengan senyuman manis, dia menyodorkan tangan, setelahnya kita berjabat tangan mencium pipi kiri dan kanan."Mbak Larissa semakin cantik saja." ucapku tulus. Karna memang wajah wanita muda yang ada dihadapanku memang selalu cantik."Nyonya bisa saja," ucapny

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 60 - Tamat.

    Pov Hella."Lepass!" aku memberontak saat dua laki-laki berseragam rumah sakit memegangi kedua tangan."Kalian tuli, hah! Lepas aku bilang!" sungutku sambil terus memberontak.Kedua laki-laki itu hanya mendengkus kesal tak mengindahkan ucapanku."Jalan!" ucapnya, lalu menyeret tubuhku keluar dari penjara.Nafasku terengah-engah, terpaan sinar matahari menerjang wajah menimbulkan sensasi hangat dan menenangkan.Otak mulai mencerna apa yang sebenarnya terjadi, aku terbahak menyadari akan keluar dari tempat pengap itu."Hahah ... aku bebas. Aku bebas!" teriakku bersemangat. "Bawa aku pulang ke apartement, aku rindu rumahku. Aku rindu." cerocosku sambil menatap penuh harap kearah dua laki-laki itu.Satu diantaranya membuka pintu bagasi mobil khas rumah sakit, setelah terbuka lebar dia kembali memegangi tanganku."Masuk!" titahnya sambil mendorong tubuhku."Hati-hati, jangan membuatnya marah. Atau kalian akan tersakiti." ucap Polisi gendut. Keduanya saling bertatapan, lalu menoleh kearahku

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 59 - Bertemu Ibu.

    Pov Hella."Tahanan ini benar-benar keterlaluan, dia membunuh Ibunya sendiri saat datang berkunjung menemuinya." ujar petugas gendut sambil melirik kearahku sorotnya memancarkan ketidak percayaan."Ckckck ..." laki-laki berperawakan tinggi besar itu menatap lekat, menggelengkan kepalanya. Aku semakin menundukan wajah, takut tiba-tiba pukulan kembali menyerangku.Tubuh ini menggigil, luka memar terlihat disekujur tubuh. Rasanya sakit dan menyiksa sekali."Teman satu selnya pun ikut dihajar, aku rasa dia mengalami gangguan jiwa." Mataku mendelik, tak terima dengan kata-kata sipir jelek itu."Bawa dia masuk kembali, tempatkan dia diruangan 355 a. Jangan disatukan dengan yang lain, saya mencuim gelagat mengerikan dari tatapan matanya," ucap komandan Polisi."Siap, Dan!" sahut dua petugas sambil menegakkan badan."Cepat!" tubuh ini diseret paksa. Aku hanya bisa menurut, menyeret kaki mengikutinya.Dug!Rasa nyeuri menerjang lutut dan telapak tangan, saat tubuhku didorong masuk oleh petugas

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 58 - Bersyukur.

    "Istri saya sakit apa, Dok?" tanyaku setelah Dokter Murni memeriksa keadaan Diana."Sepertinya hanya terlalu lelah," jawab Dokter Murni sambil tersenyum tipis pada Diana."Jangan terlalu capek dan banyak pikiran. Bebaskan saja, jangan di pendam nanti tambah sakit," sambungnya sambil mengusap tangan Diana."Iya, Dok. Trimakasih," jawab Diana."Saya hanya meresepkan beberapa vitamin, sama obat pusing ya. Untuk berjaga-jaga, khawatir kepala Nyonya Diana ikut pusing juga karna terlalu banyak berpikir," ucap Dokter Murni sambil terkekeh pelan. Diana tersenyum menanggapinya."Saya permisi, jangan lupa diminum vitaminnya." ucapnya sambil mengemasi alat-alat ke Dokteran yang tadi dia keluarkan."Iya, Dok. Trimakasih ya," sahutku lalu mengekorinya jalan keluar kamar."Kamu tidak apa-apa, Mih?" tanyaku sambil mengusap pucuk kepalanya dengan lembut."Tidak, apa. Aku hanya butuh istirahat saja," jawab Diana."Kamu lagi banyak pikiran ya? Mikirin apa sih?" cecarku berpura bodoh. Padahal aku tahu b

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 57 - Diana Sakit.

    "Mati saja kau, Buk. Hidup pun tak berguna, hanya bisa menyusahkan anak-anakmu saja!" bisikku tepat ditelinganya. Wajah Ibu terlihat membiru, dengan lidah menjulur dan suara nafas yang tercekat ditenggorokan.Aku semakin bersemangat, bibir melengkung sempurna saat melihat Ibu menghadapi sarakatulmaut."Mati, kamu Buk. Mati!" desisku dengan suara tertekan."Hei ... mau apa kamu!" suara sumbang mengganggu kesenanganku. Tangan lemah Ibu terus memukul tangan ini, dan meminta pertolongan. Aku semakin kalap saat beberapa orang mulai mendekat, cengkraman tangan dileher Ibu semakin aku tekan.Dia harus lenyap, aku tak ingin hidup menderita sendirian.Tubuh Ibu mulai lemas, tangannya terkuai tidak lagi melakukan perlawanan.Kedua tanganku ditarik paksa, seruan dari suara sumbang terus saja mengusik pendengaranku."Hei, sudah gila kamu ya!" hadrik suara seseorang."Lepas!""Pak, tolong ...."Plakk plakk!!Rasa panas langsung menjalar dipipiku, setelah memastikan Ibu tak lagi bergerak aku baru m

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 56 - Tak Tahan.

    "Mas ...."Langkah Mas Mahesa terhenti mendengar panggilanku.Mamah menatap jengah, Diana menampilkan wajah datar berpura tak melihat kehadiranku.Sombong sekali, perempuan tua itu. Merasa menang dariku? Tak tahu malu.Mas Mahesa mengangguk kecil pada dua perempuan busuk itu, Mamah menatap khawatir, tapi akhirnya pergi juga bersama Diana."Ada apa?" tanyanya datar, tanpa melihat wajahku. Tangannya sibuk merapihkan dasi yang menjerat dilehernya."Aku ..." mata ini memanas, melihat perubahannya. Mas Mahesa melirik sekilas, menghela nafas panjang."Katakanlah, aku tidak punya banyak waktu. Mamah dan istriku sudah menunggu diluar," ucapnya sambil menatap lurus kearah pintu, dimana berdiri Mamah Hana juga Diana."Aku juga istrimu ..," sahutku dengan suara parau. Mas Mahesa terkekeh, lalu menatapku tajam."Istriku?" tanyanya dengan tatapan mengejek. "Oh ya ... kau benar. Aku belum mengucap talak untukmu," sambungnya dengan senyum tipis."Mas ..." selaku dengan wajah memelas."Aku minta maaf

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 55 - Bertemu Mas Rudi.

    ByurrrLimpahan air menerjang wajah, aku tergelagap dengan nafas terengah-engah."Hm ... saya bilang apa? Dia terlalu manja, dikit-dikit pingsan!" cibir seorang petugas wanita sambil berkacang pinggang.Dengan kasar, aku menyeka sisa air yang menempel diwajah. Hatiku pilu diperlakukan serendah ini."Bersihin sisa airnya! Jangan manja. Atau saya pindahkan ketahanan yang penghuninya sapleng semua." ketusnya dengan senyum miring menyerigai.Tubuhku benar-benar lemas, mata berkunang saat mencoba bangkit dari atas lantai."Cepeeet. Lelet banget!" Petugas bermana Mira itu menarik kasar, lalu mendorong keras tubuhku hingga mendarat kencang disudut tembok."Lelet!!" cebiknya sembul meninggalkan ruang tahananku."Dia emang terkenal brutal. Ga punya perasaan. Kalau dia lagi kontrol, jangan sesekali memasang wajah sakit. Dia ga suka," jelas Ira tanpa aku minta.Aku hanya diam, mata memanas menahan bulir air mata."Sana ganti baju, nanti masuk angin." titahnya, sok perhatian.Aku mengangguk pelan

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 54 - Sesak.

    Pov Diana.Suara bel rumah mengusik ketenanganku dengan Mas Mahesa. Aku segera beranjak dari sofa berjalan untu membuka pintu utama."Mah ..." Aku tersenyum tipis saat melihat kedatangan Mamah Hana."Kurang ajar sekali perempuan liar itu, bukti sudah di depan mata. Masih saja berkelit-kelit," gerutunya sambil berjalan melewatiku. Aku yang mengerti maksud ucapannya, hanya bisa mengekori dari belakang."Nasib Mamah buruk sekali bisa bertemu dengan orang seperti itu, Di." Keluhnya sambil menjatuhkan tubuh diatas sofa."Gimana, Mah. Sidangnya?" tanya Mas Mahesa sambil melipat koran yang tadi dia baca, lalu menaruhnya dibawah meja."Nyebelin!" sembur Mamah. "Ngeles saja kaya belut. Kesel banget Mamah," gerutunya."Ngeles gimana, Mah?" tanyaku penasaran."Dia masih tidak mau ngaku. Padahal ada saksi mata, Dokter yang kemarin itu, dia sudah meluangkan waktu untuk datang di persidangan pagi tadi." jawab Mamah panjang lebar.Mas Mahesa menyimak dengan antusias, sesekali dia mimijat pelipisnya.

DMCA.com Protection Status