Seperti orang gila, Hella memasukan makanan serta barang apa saja ke dalam keranjang belanjaan. Hella begitu semangat menghabiskan uang suami tuanya."Ya ampun, jangan norak deh!" Irfan menaruh kembali barang-barang ke etalase."Ihhh, apaan sih, Mas!" Hella merengut."Jangan banyak-banyak belanjanya, nanti bawanya ribet." jelas Irfan."Huh ... iya juga." Hella mencucutkan bibir. "Terus gimana dong?" tanya Hella. "Aku mau borong ini semua." sambungnya."Secukupnya saja. Besok kita ke Mall, naik taksi online, kita belanja sepuasnya." jawab Irfan dengan senyum lebar.Hella tersenyum miring, lalu tertawa lepas melihat Irfan menarik turunkan alisnya sambil menepuk-nepuk tas miliknya ."Besok kamu bisa belanja sepuasnya. Borong satu Mall kalau perlu," Irfan menjawil hidung, Hella."Oke deh." Hella mengacungkan jempol."Gitu dong. Nurut sama aku." balas Irfan dengan senyum lebar."Sekarang ini saja cukup," Hella membawa keranjang belanjaan menuju kasir, lalu membayarnya."Ayok, pulang. Kita
"Maliinggg ..." jerit Hella bak orang gila. Tak ada satu pun kendaraan yang melintas, membuat Hella frustasi menjambak rambutnya sendiri mengingat uang yang di bawa kabur."Mas! Kenapa diam saja!" bentak Hella, melihat Irfan hanya terdiam dengan tatapan kosong."Kamu punya hutang apa, hah! Kenapa juga harus aku yang menanggung! Itu uangku. Hasil kerja kerasku!" gelagar suara, Hella.Irfan hanya meringis sakit, perlahan mencoba untuk bangun dari tempatnya."Uhuk-uhuk ..." susah payah Irfan berdiri, Hella hanya mengamati dengan tangan berkacak pinggang dan tatapan tajam."Ayok, kejar mereka, Mas! Ambil kembali uang itu, aku tidak mau tahu ya!" ujar Hella dengan nafas terengah-engah.Irfan tak menggubris, langkahnya tertatih menuju motor yang tergeletak di tengah jalan."Mas! Kamu dengar aku tidak sih!" Hella mulai kesal."Bisa diam tidak sih! Berisik tau gak." Irfan mendengkus dengan mata melotot."Ya ... gimana aku bisa diam. Uang itu di gondol semua sama mereka!" balas Hella tak kalah
"Ini, kok tulisannya salah, PIN melampaui batas?"Hella mengkerutkan alis, tubuhnya langsung meringsek mendekati mesin atm."Coba lagi, Mas ..." Hella mengamati mesin atm dengan serius.Irfan mengangguk gusar, kembali tangannya menari-nari diatas mesin atm."Ya ampun! Atm terblokir, La!" seru Irfan panik, saat melihat tampilan layar.Mata Hella melotot, jantungnya berdetak dengan cepat."Sialan! Pasti ini kerjaan si bandot itu!" Irfan mengeram, meninju layar mesin atm dengan keras.Hella hanya bisa mematung, masih menatap layar didepannya."Ki-ta harus gimana, Mas ..." lirih Hella dengan perasaan berkecamuk."Aku belum menikmati uang itu. Kenapa si bandot itu banyak tingkah!" Hella mengerang rahangnya mengatup dengan kuat."Sialan!!" jerit Hella, tangannya memukul mesin berharap uang keluar dari dalam."Gimana ini, Mas! Kenapa kamu diam saja!" Hella mengguncang tubuh Irfan."Ya aku harus bagaimana?" sentak Irfan, kesal."Semua karna ulah suami bengekmu itu. Banyak tingkah, padahal sud
Suasana rumah, yang tadinya adem, ayem dan tentram. Kini berubah menjadi riuh, dengan suara umpatan serta makian yang mengiris pendengaran.Irfan begitu kuwalahan, mendapat serangan dari dua perempuan yang sudah terbakar api amarah. Hella yang sejak awal berwajah pucat, tak bisa balik melawan. Tubuhnya begitu lemas, semua persendian terasa begitu ngilu. Hella hanya bisa menghalau, sesekali tangannya mencakar siapapun yang menarik rambut kepalanya."Mampus lu jalang!" gigi, Ika bergeletuk tangannya dengan buas memukul wajah serta tubuh, Hella. Sudah lama, ingin memberi pelajaran. Kini anak musang, ada di kandang serigala."Rasain! Biar kapok sekalian!" teriak Hanum, sambil menarik rambut, Hella.Irfan yang tak tega melihat istrinya di keroyok dua orang langsung menyentak tubuh, Hanum. Lalu memukul keras, tangan Ika yang terus melayang mendarat di tubuh Hella."Berani melukai, Hella. Saya laporkan kalian berdua ke Polisi!" teriak Irfan sambil menarik tubuh, Hella dan menyembunyikannya d
Suara kenalpot menggerung-gerung terdengar memecah pendengaran. Tak lama dua motor besar sudah berada di kiri dan kanan motor, Irfan."Haha ... dasar gembel! Di kemanain motor keren lu!"Pupil mata, Irfan membesar. Wajahnya berubah pias, begitu mendengar suara yang dia kenal."Bayar hutang lu, setaan!"Braak!!Hella menjerit histeris, saat laki-laki berbadan besar menendang motor Irfan hingga terjungkal."Mampus kan lu!" suara gelak tawa terdengar, saat segerombolan laki-laki besar itu melihat mangsanya meringis kesakitan."Abisin saja sudah, Boss!"Dua motor besar berhenti di sisi jalan, laki-laki dengan otot besar penuh tato membuka helm memperlihatkan wajah bengisnya."Ampun, Bang ..." seru Irfan dengan wajah ketakutan, saat Baron berjalan mendekatinya."Sialan lu ya!" laki-laki itu mendengkus, membuang ludah sembarangan."Orang kaya lu tuh, emang gak bisa di percaya. Bukannya bayar hutang, malah kabur!"Irfan yang terjatuh di bawah motor, berusaha menggeser tubuh. Namun sebelum, I
"Lumayan juga, untuk hidangan malam ini." senyum menyerigai terlihat dari bibir perempuan bermake-up tebal. Hella terbelalak, saat mengingat wajah perempuan yang berada di sampingnya. "Ka-kamu?" Hella menunjuk ragu. "Tolong selamatkan suami saya." pinta hella dengan bibir bergetar. Perempuan itu mendecis sinis, lalu menegakkan badan dengan pandangan lurus ke depan. "Jalan ..." titahnya pelan, tak lama mobil melaju dengan kecepatan sedang. "Hei berhenti! Mas Irfan butuh pertolongan." Hella berteriak gusar, menatap laki-laki di kursi pemgemudi dan Tante indri di sampingnya. "Tolong, selamatkan suami saya!" Hella memegani tangan, Tante Indri dengan wajah penuh harap. "Suami?" alis tebal itu berjinggat sebelah. Menatap jengah kearah Hella. Hella masih bernafas terengah-engah, tangannya menyentuh kaca mobil memandang pilu melihat, Irfan yang masih terkapar tak berdaya di tengah jalan. "Tidak perlu cemas, nanti akan ada orang yang membantu menguburkan mayatnya." lirih Ta
Hella menangis pilu, merasa harga dirinya terhina begitu kejam. Tubuh lemasnya tak berdaya, Hella mencoba meronta saat kedua manusia tak bermoral itu terus saja menjelajah di tubuhnya."Lepas huhu ... Lepas sialaaaaan!" bergema suara Hella, mengguncang isi ruangan.Tetesan air mata berderai-derai, bayangan wajah Rissa melintas begitu saja di kepala."Rissa ..." bibir itu bergetar, hati Hella begitu nelangsa saat mengingat segala dosa yang pernah dia perbuat. Sementara kedua laki-laki itu terus saja melecehkan, tanpa peduli dengan jerit dan tangis yang keluar dari mulut, Hella."Aman, Nyonya. Masih bagus, meski ada beberapa bagian yang kurang kencang." ujar laki-laki berwajah sangar."Huhu ..." Hella menangis tersedu-sedu, merapatkan tubuh yang menggigil."Kalau kamu, gimana, Git?" tanya Tante pada laki-laki berambut plontos, yang menatap Hella dengan tatapan penuh nafsu."Sangat manis, Nyonya. Saya rasa dia akan laku keras." jawab Agit tanpa menoleh kearah majikannya. Tatapannya masih
Berkali, Tante Indri melirik arlogi di pergelangan tangan. Jemarinya menaut satu sama lain, dengan pikiran tertuju pada, Hella.Sudah tiga jam, sejak Mister Jack masuk ke dalam kamar. Namun sampai sekarang belum ada tanda-tanda, Mister memberi kabar."Kenapa lama sekali, bukankah Mister Jack bilang hanya bermain satu jam saja?" gumam Tante dengan alis yang menaut."Sepertinya jalang itu bekerja dengan baik." ujarnya dengan senyum miring.Suara dering menyentak pikiran, Tante melirik sekilas, tangannya dengan cepat menggeser layar saat melihat nama Mister Jack ada di dalam layar."Yes, Mister." sapa Tante Indri."Ya. Aku sudah menaruh tips di atas meja untukmu. Semoga berkenan." ujar Mister Jack, lalu memutuskan sambungan."Hallo, Mister." Tante berdecak kesal, melihat layar. Tak suka, panggilannya terputus begitu saja."Nyonya ..." suara Agit, terdengar panik dari luar pintu."Ya." pintu terbuka cepat, wajah Agit terlihat benar-benar cemas."Nyonya ..." Agit mengatur nafas."Kenapa?"