Share

MERTUA DAN MENANTU

Penulis: Yoyok RB
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Suatu tempat di Brebes. Pagi menjelang siang. Suropati diancam hukuman mati oleh Kapten Francois Tack, yang merasa malu karena anaknya hamil dan punya anak dari Suropati.

“Hukum mati? Apa salah saya? Saya memberi cucu pada Anda, dan Anda akan membuat cucu Anda kehilangan ayahnya!” bantah Suropati.

Kyai Rangga turun dari kudanya dan mencoba menengahi.

“Mohon maaf, bukanya turut campur, tetapi apa yang sebenarnya terjadi? Apa kesalahan Suropati?” tanya Kyai Rangga pada Kapten Francois.

Kapten Francois Tack mendengus.

      “Hmm, begini, kujelaskan mulai dari awal,” kata Kapten Francois.

Suropati adalah seorang budak dari hubungan gelap gadis Bali dan serdadu VOC yang tidak dikenal namanya, makanya penampilannya mirip dengan orang Belanda. Ayahnya meninggal dalam perang melawan pasukan pemberontak di Bali. Akhirnya dia diangkat anak oleh seorang pedagang bernama Moor. Nah, disitulah a

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PERTARUNGAN

    Kapten Francois Tack masih terdiam, belum memberikan tanggapan atas pernyataan Kyai Rangga. Walau dia menyadari akan kebenaran kata-kata Kyai Rangga. Akan tetapi harga dirinya dan nama baiknya telah tercemar oleh perbuatan Suropati. Dia telah memperlakukan Suropati dengan baik, tetapi balasannya sungguh sangat menyakitkan hati dan membuat malu keluarganya. Kapten Francois Tack berjalan mondar-mandir sambil berpikir. Bagaimanapun, Suropati adalah ayah dari cucunya, sulit baginya mengambil keputusan. Antara harga diri dan belas kasihan berkumpul jadi satu. Kapten Francois Tack harus memutuskan sesuatu yang sangat penting dan besar dalam perjalanan hidupnya. Jika dia menerima Suropati dan melepaskannya, seluruh harga dirinya, nama keluarganya akan selamanya jadi cemoohan orang. Begitu juga jika dia tetap menghukum Suropati, orang akan menilainya sebagai sosok yang kejam dan tidak berperikemanusiaan.“Hoe gaat het, meneer Tack? Bagaimana, Tuan Tack?” tanya Kyai Rangga

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   MENCARI SUZANE

    Kapten Francois Tack dalam keadan tak berdaya. Ujung pedang Suropati menempel ke tenggorokannya. Dia sudah pasrah, menerima apa pun yang akan dilakukan Suropati. Akan tetapi, Suropati dengan perlahan menarik pedangnya, melempar pedang itu ke arah pasukan VOC, dan membantu Kapten Francois berdiri.Kapten Francois agak enggan menerima bantuan Suropati, tetapi diterimanya juga. Setelah berdiri, Kapten Francois membersihkan pakaiannya dari debu, dan berdiri menatap Suropati.“Aku akan menepati janjiku, kamu boleh berkumpul dengan Suzane dan anakmu,” kata Kapten Francois pelan.“Terima kasih, maafkan saya,” kata Suropati sambil membungkuk memberi hormat pada Kapten Francois.“Tetapi, ada dimana Suzane sakarang?” tanya Suropati.“Selama kehamilan sampai kelahirannya, aku telah membawanya dan menaruhnya di sebuah tempat di desa Songsong dekat pantai Larangan,” jelas Kapten Francois.“Aku tahu te

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   BAJAK LAUT KERTAPATI

    Pantai Larangan. Sore hari. Puluhan orang turun dari kapal berbendera hitam bergambar tengkorak. Mereka adalah komplotan bajak laut Kertapati. Mereka berjalan menuju ke desa Songsong, dipimpin oleh Kertapati, bajak laut paling ditakuti di wilayah pantai selatan. Mereka berjalan dengan cepat menuju ke desa Songsong.“Siapa mereka?” tanya Suropati yang melihat dari kejauhan.“Kalau tidak salah itu gerombolan bajak laut Kertapati!” jawab Dwipangga.“Wadoo, gawat, kita harus segera ke sana!” kata Sakera.“Ya, benar, Suzane ada di sana! Ayo kita segera pergi ke sana!” kata Suropati sambil naik ke atas kudanya.Dwipangga dan Sakera juga segera naik ke atas kudanya dan memacu kuda mereka ke arah desa Songsong.Tiga orang itu berderap dengan cepat menuju desa Songsong. Dwipangga berada di depan sebagai penunjuk arah, tetapi karena jaraknya sudah dekat dan desa Songsong sudah tampak di depan mata, maka

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PENGEJARAN

    Suropati berlari ke tengah laut mencoba mengejar kapal bajak laut yang membawa Suzane. Ombak menghantam tubuhnya, Suropati berhenti.“Suzane!!” teriaknya keras dengan nada putus asa.Tetapi kapal berbendera bajak laut itu perlahan-lahan meninggalkan pantai Larangan menuju lautan lepas.Merasa putus asa, Suropati duduk bersimpuh dan memukul dengan keras air laut yang ada di bawahnya. Pukulan Suropati membuat air laut berderai di udara. Suropati terdiam menatap kapal bajak laut yang ada di tengah laut itu. Dia merasa sangat menyesal tidak bisa menyelamatkan Suzane. Tanpa terasa air matanya menetes.“Suro!!” terdenger teriakan Sakera.Suropati menoleh dan dilihatnya Sakera dan Dwipangga sudah naik kapal layar kecil milik nelayan sambil melambaikan tangan mengajak Suropati untuk segera naik kapal nelayan itu. Suropati berbinar, dia segera mengusap air matanya dan berlari menuju kapal itu.“Ayo, cepat naik, gak usah

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PULAU BAJAK LAUT

    Sakera mengemudikan kapal layar kecil itu dengan susah payah ditengah ombak yang semakin membesar. Sementara Suropati dan Dwipangga menjaga kesimbangan di kedua sisi kapal sambil terus memperhatikan kapal bajak laut yang ada di depan mereka. Debur air dan ombak dari percikan air laut membuat tubuh mereka basah kuyup. Malam semakin gelap, tetapi mereka sudah dapat menyesuaikan diri dengan gelapnya malam. Sejauh mata memandang hanya kegelapan dan air laut yang mengelilingi mereka. Pedoman mereka hanyalah lentera bajak laut yang ada di depan mereka.Setelah berjam-jam berada dalam deburan ombak dan angin laut yang kencang, seolah tidak akan berakhir Ombak perlahan-lahan mereda, laut menjadi tenang, dengan riak-riak kecil.“Ombak sudah mereda, tampaknya kita akan tiba di sebuah pulau,” kata Sakera.“Benarkah?” tanya Suropati.“Itu ada bayangan hitam besar di depan, sebuah pulau dan ada tanda lampu-lampu suar di sepanjang pantai,&

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PENYELAMATAN SUZANE

    Malam hari. Di pulau persembunyian bajak laut. Suara tangis bayi masih terdengar dari rumah bajak laut. Tangis bayi yang khas membuat semua perhatian tertuju pada bayi itu. Suropati, Sakera, dan Dwipangga yang bersembunyi di bawah pohon bakau masih bingung bagaimana cara mereka menyelamatkan Suzane. Suropati memandangi rumah asal suara tangis bayi, itu adalah anaknya, buah cintanya dengan Suzane anak Kapten Francois Tack. Kemudian dia memandang ke arah laut tempat kapal bajak laut berlabuh. “Aku ada ide!” kata Suropati tiba-tiba mengejutkan kedua temannya. “Apa?” tanya Dwipangga. “Kita harus mengalihkan perhatian para bajak laut itu,” kata Suropati. “Caranya?” tanya Sakera. “Pertama, kita bakar kapal mereka, saat mereka panik aku akan menyelinap ke rumah itu untuk menyelamatkan Suzane,” Suropati menjelaskan rencananya. “Lha, siapa yang akan bakar kapal itu?” tanya Sakera. “Ya, di antara kalian berdua, siapa yang s

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   MENJELAJAH LAUT

    Angin laut bertiup semakin kencang. Malam semakin dingin di pulau persembunyian bajak laut. Sakera sedang menyiapkan kapal layar ketika dilihatnya Suropati dan Suzane sedang berlari ke arahnya.“Ayo, cepat, kesini!” kata Sakera sambil melambaikan tangan.Suropati dan Suzane yang menggendong anaknya segera menghampiri Sakera.“Ayo, naik!” kata Sakera.Suropati membantu Suzane menaiki kapal. Setelah Suzane naik ke kapal dengan aman, Suropati mendorong kapal nelayan itu ke tengah laut. Setelah kapal menuju ke laut, Suropati naik ke kapal itu. Sementara itu Dwipangga tampak berenang menuju kapal itu.“Ayo, sini,” kata Sakera sambil melambaikan tangan.Dwipangga segera mempercepat renangnya untuk mencapai kapal dan segera naik ke atasnya.Kapal bajak laut terbakar hebat, puluhan bajak laut sibuk memadamkan api, tetapi tampaknya sia-sia, api sudah terlanjut membesar.Sakera mengarahkan kapal menuju

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   DI TENGAH LAUT

    Malam hari. Di tengah laut yang luas. Kapal nelayan yang dinaiki Suropati, Sakera, Dwipangga, Suzane, dan Roberth, melaju di tengah lautan yang luas. Hanya Sakera dan Dwipangga yang terjaga, lainnya tertidur lelap. Sakera yang berpedoman bintang di langit, mencoba untuk mengarahkan kapal itu menuju ke pantai terdekat. Tetapi angin sangat kencang, membuat Sakera harus bekerja keras mengarahkan kapal agar sesuai dengan tujuan.“Cak, tarik tali layar ini!” teriak Sakera pada Dwipangga.Dwipangga segera menuruti perkataan Sakera.“Ini, sudah?”“Kurang kencang, tarik lagi!” kata SakeraDwipangga menarik tali itu sekuat tenaga.Arah kapal sekarang bergeser, sesuai yang dikehendaki Sakera.“Berapa lama lagi kita sampai di daratan?” tanya Dwipangga.“Tidak tahu, mungkin tiga jam atau empat jam, atau nanti setelah matahari terbit,” jawab Sakera.“Wah, masih lama ju

Bab terbaru

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PERPISAHAN

    Matahari mulai bergeser ke barat. Tetapi di dalam gua Sindanglaut suasana tetap gelap tidak ada bedanya siang dan malam. Rombongan Kyai Rangga telah berada di pintu keluar gua. Tetapi suasana cukup gelap, mereka tidak bisa melempar-lempar peti tanpa ada penerangan.“Buat obor!” perintah Kyai Rangga.Dwipangga segera mengeluarkan batu pemantik kemudian mencoba membuat api. Tetapi gagal, lagipula tidak ada ranting kering atau apa pun yang dapat digunakan untuk menyalakan api di gua itu.“Maaf Kanjeng Tumenggung, saya tidak dapat menyalakan api,” kata Dwipangga merasa menyesal.“Hmm, tidak ada jalan lain, kita harus membawanya keluar dengan panduan Badra. Jadi kita terpaksa harus bolak-balik masuk ke dalam gua untuk mengeluarkan peti-peti ini,” kata Kyai Rangga.Maka ke sepuluh orang itu harus empat kali bolak-balik keluar masuk gua untuk mengeluarkan peti-peti itu. Untungnya di luar ada Lasmini dan Suzane yang sigap membantu, sehingga mereka dapat lebih cepat mengeluarkan peti-peti itu

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   HARTA KARUN VOC

    Suasana mendadak hening. Semua mata menatap pada tumpukan peti yang terbuat dari baja tahan karat itu. Di atas masing-masing peti terdapat simbol VOC berwarna keemasan. Ada pegangan di kanan dan kirinya untuk mengangkat peti itu. Di bagian tutupnya ada gembok besar berwarna perak. Di gembok itu juga ada logo VOC, walau samar karena tertutup tanah. Semuanya ada 80 peti.“Sarip, coba kau buka salah satu peti itu,” kata Kyai Rangga.Sarip segera menghunus goloknya dan menebas gembok yang mengunci peti itu dengan kekuatan penuh.Triiingg!! Terdengar suara benturan keras, gembok terlepas dari tempatnya. Semua penasaran ingin segera melihat isinya.“Buka peti itu!” kata Kyai Rangga yang juga ingin segera melihat isi peti itu.Sarip segera membuka peti itu dan membuat semuanya terbelalak. Batangan-batangan emas berkilauan terdapat dalam peti itu. Sarip mengambil satu batang dan mengamatinya dengan saksama. Ada tulisan dalam bahasa yang tidak dimengerti oleh Sarip dan ada lambang piramida ter

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   JEBAKAN MAUT

    Rombongan Kyai Rangga mulai menjelajahi daratan aneh itu. Mereka berjalan dengan pelan mengikuti Badra yang tetap berjalan di depan. Kyai Rangga berada tepat di samping Badra.“Kamu yakin sudah tahu tempatnya?” tanya Kyai Rangga.“Ya, sangat yakin karena waktu itu aku berada di sini dan mengamati setiap gerakan pasukan VOC yang menyembunyikan harta karun itu. Dan jangan lupa, Wanara juga melihatnya!” kata Badra sambil menunjuk Wanara di pundaknya.Wanara melompat-lompat kecil sambil meringis dan mengeluarkan bunyinya yang khas, seolah mengiyakan kata-kata Badra.Anggota rombongan yang lain mengikuti Badra dan Kyai Rangga sambil melihat-lihat disekitar mereka dengan penuh ketakjuban.“Jangan menyentuh apa pun, dan jangan mengambil apa pun yang ada di sini,” kata Kyai Rangga mengingatkan pada rombongannya.“Mengapa?” tanya Jampang.“Sudah, patuhi saja, jika tidak ingin ada kejadian buruk,” kata Suropati sambil mengingat kejadian yang pernah dialaminya saat memasuki gua itu.Walaupun kur

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   LEMBAH RAHASIA

    Sindanglaut. Siang hari. Cuaca sangat cerah, tidak ada awan sama sekali di angkasa, ketika Kyai Rangga dan rombongannya mendarat di pantai Sindanglaut. mereka segera berjalan menuju ke arah gua di tepi pantai itu. Mereka berjalan beriringan, sampai di depan gua mereka berhenti. “Sebaiknya hanya laki-laki saja yang masuk,” kata Kyai Rangga setelah berada di depan gua. Semua pandangan tertuju pada Lasmini dan Suzane. Tampaknya semua setuju bahwa kedua wanita itu tidak ikut masuk ke dalam gua. “Bagaimana?” tanya Kyai Rangga. “Ya, kami akan menunggu di luar gua sambil berjaga-jaga. Lagipula Suzane membawa anak kecil,” kata Lasmini. Semua setuju untuk meninggalkan Lasmini, Suzane dan si kecil Roberth di luar gua. Kyai Rangga memimpin di depan diikuti oleh Suropati, Sakera, Sarip, Dwipangga, Jampang, Pitung, Rais, dan Ji’i. Ketika mereka hampir masuk gua mendadak terdengar sebuah suara. “Aku juga ikut, sudah lama aku m

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PANTAI SINDANGLAUT

    Tengah laut. Siang hari. Di atas binatang raksasa berbentuk pulau. Rombongan Kyai Rangga tengah melaju dengan kencang menuju ke Sindanglaut. Semua masih terdiam setelah Kyai Rangga menyatakan bahwa Lembu Sora adalah seorang pengkhianat. Mereka semua terkejut dan tidak menyangka bahwa Lembu Sora, yang selama ini merupakan orang kepercayaan Kyai Rangga adalah pengkhianat. “Sejak kapan Kanjeng Tumenggung mengetahui kalau Lembu Sora adalah pengkhianat?” tanya Suropati penasaran. “Bukankah dia ikut membunuh Kanigoro?” Sarip juga ikut mengajukan pertanyaan. Kyai Rangga tidak langsung menjawab, dia memandang semua yang ada, semua orang yang telah ikut dalam penyerangan ke Batavia. “Hmm, akan kuc

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   MENUJU SINDANGLAUT

    Kyai Rangga segera berlari menuju ke pulau hidup, diikuti oleh Suropati, Sakera, Dwipangga, Suzane yang menggendong Roberth, Jampang, Pitung, Rais, dan Ji’i. Mereka berlari dengan cepat tanpa melihat ke belakang. “Tunggu!” teriak Sarip yang tiba-tiba muncul dari belakang bersama Lasmini. “Kami ikut!” teriak Sarip sambil berlari mengejar rombongan Kyai Rangga di depan. “Ya, ayo cepat!” teriak Kyai Rangga, menoleh sambil terus berlari. Sarip dan Lasmini segera berlari mengikuti Kyai Rangga dan yang lainnya. Dalam sekejap rombongan itu telah naik ke atas pulau itu. “Semua ke

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PULANG

    Kyai Rangga melihat gudang perbekalan yang sudah tidak berbentuk lagi, porak-poranda, semua sapi yang dibawa mati dalam keadaan mengenaskan. Ada yang terbakar, ada yang terbunuh, dan ada yang tercebur ke laut. Semua perbekalan sudah tidak berbentuk lagi. Kesedihan tampak di wajah Kyai Rangga, walau dia sangat senang dengan kedatangan Suropati dan kawan-kawan. Tetapi kesedihan tidak dapat disembunyikan dari wajahnya.Sakera yang hendak mengajak Kyai Rangga bergurau mengurungkan niatnya ketika melihat raut wajah Kyai Rangga. Dia ikut memandang reruntuhan benteng darurat di pelabuhan.“Tidak ada harapan lagi, pasukan Mataram tidak akan mendapat perbekalan yang dibutuhkan,” kata Kyai Rangga pada dirinya sendiri.“Bukankah kita dapat mendatangkan lagi?” tanya Arya Tejawungu.“Tidak ada waktu lagi,” jawab Kyai Rangga pendek.Mendadak dari kejauhan Lembu Sora dan Bhre Wiraguna berkuda dengan cepat menghampiri Kyai Rangg

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   SERANGAN MAUT

    Panasnya tornado api membuat kapal raksasa yang terbuat dari baja memerah dan mulai meleleh. Semua sudah membayangkan penumpang kapal raksasa itu sudah tewas karena kepanasan. Tetapi dugaan itu meleset, karena baja di kapal itu hanya lapisan luarnya. Saat lapisan bajanya meleleh, tampaklah lapisan berwarna putih di dalamnya, bahan yang tahan api dan sangat kuat. Semua yang memandang dengan takjub, benar-benar kapal yang luar biasa.Sementara itu Bayu, Agni, Anila, dan Lindhu sudah mulai kehabisan tenaga. Tornado api perlahan mulai mengecil dan lenyap. Air laut kembali normal. Bayu jatuh terduduk, begitu juga Agni, Anila, dan Lindhu. Tenaga mereka benar-benar terkuras.“Bagaimana ini, kapal itu tidak dapat dihancurkan!” kata Arya Tejawungu.“Kita bertempur sampai titik darah penghabisan!” kata Kyai Rangga sambil berdiri, tenaganya sudah pulih kembali.Semua mata memandang ke arah kapal raksasa di laut, menunggu apa yang selanjutnya

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   BANTUAN PENGUASA KEKUATAN ALAM

    Pelabuhan Sunda Kelapa. Menjelang tengah hari. Pasukan asing berpakaian hitam-hitam datang menyerbu ke dermaga. Pasukan Mataram tidak sanggup menghadapinya, senjata pasukan asing itu begitu mematikan. Kyai Rangga yang masih memulihkan tenaganya hanya dapat memandang pasukan asing itu menyerbu.“Gawat! Apa yang harus kami lakukan?” tanya Arya Tejawungu pada Kyai Rangga.“Biar kami saja yang menghadapi mereka!” kata Bayu yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka didampingi oleh Lindhu, Agni, dan Anila.Kyai Rangga tampak tersenyum senang melihat kedatangan empat saudara seperguruan itu. Kini dia merasa tenang dan melanjutkan memulihkan tenaganya, karena yakin empat orang itu akan sanggup mengatasi pasukan asing itu.Keempat penguasa kekuatan alam itu segera menyerbu pasukan asing. Agni mengeluarkan api yang dibantu oleh Anila sehingga menimbulkan tornado api yang segera menyambar pasukan asing.Tornado api itu berputar dengan cepat dan membakar semua pasukan asing yang mendekat. Pasukan a

DMCA.com Protection Status