Sethh!"Hiahh!" Weesh!Panji melesat mengelak, seraya berseru dan hantamkan ajian Kilat Pelebur Jagadnya untuk memapaki pukulan pembokong itu. Cahaya merah juga berkiblat deras menyambut pukulan lawan."Hiyahh!" Wussh!Larasati pun tak berbeda, dia melesat menghindar seraya lepaskan Pukulan Seribu Bayangan miliknya. Cahaya putih berkilau membersit cepat, menghadang pukulan bercahaya merah membara itu.Blaarghks!! Blaargks!!Dua dentuman dahsyat terjadi di pinggiran lembah Arumpaka itu. Gelombang energi memecah kesegala arah.Rerumputan dan bebatuan kerikil melayang bertebaran di sekitar titik pertemuan dua benturan pukulan jarak jauh tersebut. Asap tebal hitam putih menyelubungi area di bekas benturan pukulan terjadi."Ahhkssh!" Taph! Taph!Larasati berseru kaget dan terdorong beberapa langkah, namun Panji segera merangkul dan menahan tubuhnya."Hehehee! Bagus Panji! Kewaspadaanmu makin terasah kini!" seru seorang sepuh terkekeh, sosoknya tiba-tiba saja telah berada di hadapan mereka
"Heii! Ja-Jalu! Apakah dia anak lelaki berusia sekitar 10 tahunan lebih, saat kejadian itu terjadi, Larasati?!" kembali Eyang Shindupalla tersentak kaget.Ya, hari ini Eyang Shindupalla merasa begitu bertubi-tubi mendapatkan kabar yang tak di sangka-sangkanya.Eyang Shindupala juga teringat nama seorang bocah lelaki, yang pernah menjadi rebutan di antara dirinya dan dua sahabatnya di pulau Garuda."Aihh! Be-benar Eyang, adikku Jalu memang masih berusia 10 tahunan lebih, pada masa 8 tahun yang lalu. A-apakah Eyang pernah melihatnya?" Larasati kini yang terkejut.Karena mendengar Eyang Shindupalla bisa menebak dengan tepat usia Jalu, pada saat dirinya terpisah dengan adiknya itu."Ahh! Demi Hyang Widhi Yang Agung! Semua kejadian demi kejadian bagai sudah dirangkai dengan halus oleh-NYA.Larasati, adikmu Jalu terakhir kali Eyang ketahui berhasil di selamatkan oleh Eyang Pandunatha dari Tlatah Ramayana.Dan saat ini Jalu mungkin telah di angkat menjadi muridnya Larasati," sahut Eyang Shin
"Hahahaa! Hebat juga dua muridmu Pandunatha!" terdengar seruan dan tawa terbahak dari seorang lelaki sepuh, yang tiba-tiba saja muncul di dekat air terjun Silihwarna, yang terletak di belakang kediaman Eyang Pandunatha."Hehee. Cakradewa! Sungguh suatu kegembiraan melihat kedatanganmu, masuklah sahabatku!" seru gembira Eyang Pandunatha, membalas seruan sahabatnya itu."Hahahaa! Sungguh terasa makin sejuk dan damai saja tempatmu ini Pandunatha," ucap Eyang Cakradewa, setelah ia masuk ke rumah asri dan sederhana milik Eyang Pandunatha.Perpaduan bambu dan kayu mendominasi kediaman sahabatnya itu, di tambah lagi dengan pepohonan serta tanaman hias di sekeliling halamannya."Biasa saja Cakradewa. Duduklah di atas dipan itu sobat. Apakah kau belum mengangkat murid hingga saat ini Cakradewa?" tanya Eyang Pandunatha tersenyum senang."Muridku Pranata sedang memasuki masa 'hening puncak' selama 30 harinya Pandunatha. Terpaksa kutinggalkan dia di tempat latihannya.Aku datang membawa kabar ya
"Hmm! Kalau hanya sekedar tampan, seekor kera juga bisa lebih tampan jika di dandani..!" seru keras seorang di antara dua pemuda keki itu, dengan tatapan sinis ke arah Jalu.Pemuda itu memakai pakaian yang serupa dengan teman semejanya itu. Nampaknya mereka berdua adalah anggota dari sebuah sekte yang sama.Jalu hanya menatap sekilas ke arah pemuda yang berseru sambil menatap sinis padanya itu. Merasa tak punya urusan dengan mereka, Jalu kembali arahkan pandangannya keluar jendela seraya meneguk tuak wanginya.Sementara dua gadis cantik berusia sekitar 19 tahunan itu menatap sebal kearah pemuda yang baru berseru keras itu. Mereka merasa tindakkan pemuda itu malah menunjukkan ketidak dewasaan prilakunya.Hal yang menyebabkan dua gadis itu makin muak dan enggan menoleh ke arah dua pemuda banyak gaya tersebut.Glek, glek, glek!Jalu menenggak tabung tuaknya, seraya mengenang kembali petualangannya dengan dua kakak beradik Ranti dan Jaya. Dua orang yang sudah di anggap bagaikan adik kandu
Srraaghhkk.!! Braallgghk..!Lalu tanah di dekat Jalu berpijak pun jebol ambyar, bagai terbongkar oleh suatu power dahsyat dari dalam bumi.Wenngzzt..!Sebuah pedang berselimutkan cahaya merah membara melesat keluar dari dalam bumi menuju angkasa."Haahhh..!! Gilaa!!""Gempaa..!!""Arkkhsshk!"Brugh! Brugh! Brukk!Seruan terkejut dan panik bergema, dari para anggota senior sekte Naga Terbang yang mengepung Jalu.Banyak pula di antara mereka yang terjungkal bertumbangan, akibat guncangan bumi yang terjadi. Hal yang mengakibatkan mereka semua tak berani menyerang Jalu.Taph!Jalu langsung menggenggam gagang pedang berbentuk kepala Naga Bumi tersebut. Sosoknya langsung ikut melesat tinggi ke angkasa, sebelum akhirnya dia menukik dan mendarat ringan di hadapan Ki Arga Bayu."Pe-pedang Bumi!" seru gugup Ki Arga Bayu gentar. Saat melihat cahaya merah membara yang menyelimuti seluruh tubuh pedang di tangan Jalu.Sementara sosok Jalu sendiri juga kini telah berselimutkan cahaya putih kemilau.
Seth! Weeshk!!Ki Arga Bayu berseru keras seraya tikamkan Ki Naga Wiru ke arah dada Jalu, sementara tinju kirinya memukul kearah kepala Jalu.Ya, dua serangan dalam kesatuan waktu di lancarkan sepuh itu tanpa ragu, dua cahaya kilat kebiruan membersit ke arah dada dan kepala Jalu.Jalu langsung tahu tujuan serangan Ki Arga Bayu, hanya dengan melihat sekilas isyarat gerakkan tubuh sepuh itu.Karenanya Jalu langsung miringkan tubuhnya ke kanan, dan Pedang Buminya langsung berkelebat cepat menebas ke arah pangkal lengan kanan Ki Arga Bayu, dalam jurus 'Kelebat Jagad Terbelah'.Sementara tangan kiri Jalu yang dilambari aji Pukulan Pasir Neraka langsung menyambut pukulan Pekik Guntur Naga yang mengancam kepalanya.Di sinilah kekuatan power dan kecepatan menjadi kunci penentu pertarungan antara Jalu dan Ki Arga Bayu.Boleh jadi Ki Arga Bayu telah bergerak lebih dahulu menyerang Jalu, namun balasan gerakkan Jalu hampir dua kali lebih cepat dibandingkan gerakkan Ki Argabayu. Hingga terjadilah
Dan yang membuat semuanya heran adalah, tak ada saksi mata yang jelas melihat sosok pembantai di sekte Naga Terbang.Satu-satunya saksi yang sempat melihat sosok pembantai itu, hanyalah istri muda Ki Arga Bayu yang bernama Lasmi.Itu pun dia tak jelas melihatnya, dia hanya mengatakan melihat punggung sang pembantai yang berambut panjang.Dan memang Lasmi inilah yang berteriak minta tolong, sebelum Jalu melesat lenyap dari halaman markas sekte Naga Terbang.Demikianlah, akhirnya misteri tentang siapa pembantai di sekte Naga Terbang malam itu pun tak terungkap. Hingga akhirnya jasad puluhan korban kesadisan pembantai itu di makamkan.Sungguh suatu tragedi yang cukup menghebohkan di wilayah Larantuka! ***Sementara itu telah 2(dua) tahun lebih lamanya Arya berlatih di bawah gemblengan langsung dari Eyang sepuh Gentaloka.Hampir sebagian besar ilmu serta ajian dahsyat milik Eyang sepuh Gentaloka yang telah di warisi dan dikuasai Arya dengan sempurna.Hal yang sangat rahasia telah terjadi
"Hahahaaa! Bagus Arya! Sekarang sudah saatnya kau mulai mempelajari ajian pamungkas 'Samudera Neraka Bergolak' yang eyang miliki," puji Eyang sepuh Gentaloka terbahak senang, melihat Arya telah sempurna menguasai Pukulan Halilintar Neraka yang di ajarkannya."Terimakasih Eyang Guru, semua ini berkat kemurahan hati Eyang Guru pada Arya," sahut Arya seraya menghormat pada Eyang Gentaloka dengan luwesnya.Sungguh seorang 'penjilat' sejati!Ya, sesungguhnya di hati Arya selalu berbisik, bahwa tiada seorang pun manusia yang benar-benar pantas dipujinya, selain dirinya sendiri.Dia menganggap semua pencapaian yang di raihnya adalah berkat kecerdasan dan bakat dirinya belaka.Adapun soal dia bisa menjadi murid Eyang sepuh Gentaloka, menurutnya itu murni karena Eyang Gentaloka yang memintanya menjadi muridnya, bukan dia!Demikianlah kesombongan, keangkuhan, dan keculasan, yang sebenarnya menjadi watak asli dari pemuda bernama Arya yang berusia 20 tahunan itu.Sebuah watak yang selama ini di '