'Huhh! Ternyata hanya pemuda tukang gombal!' maki batin Larasati, yang mendadak jadi sebal pada pemuda sederhana itu. Tak lama kemudian Niken di ikuti Panji beranjak dari meja mereka. Setelah membayar semua pesanan, mereka pun keluar dari rumah makan itu.Ada hal aneh yang menyebabkan Larasati bertambah sebal pada pemuda sederhana itu, karena sempat-sempatnya Panji melemparkan senyum ramah disertai anggukkannya pada Larasati. "Huhh!" karuan Larasati langsung melengoskan wajah kearah lain mendapati hal tersebut.'Dasar pria gombal murahan! Pasti dia ada maunya mendekati wanita dari kadipaten itu!' maki batin Sati, dia bertambah muak pada pemuda sederhana bernama Panji itu. Usai makan, Larasati meneruskan acaranya berjalan-jalan mengelilingi kota kadipaten hingga senja menjelang malam.Larasati akhirnya memutuskan untuk beristirahat di atas sebuah pohon cukup rindang dan besar, yang kebetulan terletak tak jauh dari istana kadipaten Larantuka. Setelah memilih dahan pohon yang cukup n
"Hihihiii! Tak kau perlu kau jelaskan juga aku sudah mengerti Panji. Maksudmu baik tapi caramu salah Panji," Larasati berkata seraya tertawa geli.Larasati sangat geli, melihat betapa kikuknya Panji karena tuduhan yang di lontarkannya tadi. "Salah bagaimana?! Aku hanya mengambil harta keluargaku yang di rampas oleh Adipati tamak dan keji itu!Itupun belum termasuk nyawanya dan keluarganya yang masih berhutang padaku!" seru kesal Panji, yang wajahnya mendadak menjadi merah padam menahan murka.Dia teringat kembali peristiwa 6 tahun yang lalu, sebuah peristiwa yang membuatnya menjadi yatim piatu dan melarat dalam sekejap. "Ehh! Kenapa kau jadi marah dan serius begitu Panji?!" seru Larasati, dia merasa heran sekaligus tersinggung dengan seruan keras Panji. "Bagaimana aku tidak marah?! Adipati Sena Tohjaya dan orang-orangnyalah yang telah membunuh semua keluargaku, menyita harta dan tanah milik keluargaku.Dan dia juga telah membuat hidupku nelangsa bagaikan orang gila selama setahun l
Sungguh ketampanan, kharisma, dan kegagahan yang membuat Jalu tak sulit, untuk menggetarkan wanita mana pun yang menatapnya.Ditambah lagi dengan kemampuan tak umum yang di miliki pemuda seumurnya. Power Jalu kini telah sampai pada level Ksatria Langit tingkat lanjut, suatu power yang setara dengan Eyang sepuh Pandunatha, Shindupalla dan Cakradewa dari tiga tlatah. Jalu juga masih menyimpan 'wadah energi' warisan dari 29 poro sepuh sekte Rajawali Emas dalam dirinya. Sebuah power dahsyat yang masih tersimpan rapih, menanti saat yang tepat untuk berselaras dengan powernya.Entah kapan 'power' warisan itu pecah dan menyatu dengan power dasar Jalu. Namun hal itu pasti akan terjadi cepat atau lambat! Banyak sudah ajian serta jurus yang telah dikuasai Jalu, selama dia berada di Ruang Bumi itu. Diantara jurus dan ajian itu adalah : - Jurus Naga Bumi.Merupakan jurus dasar gerak dan serangan yang aneh dan mematikan bagi lawan. Banyak terdapat kembangan-kembangan gerakkan tak terduga di dal
"Ahh! Lalu Eyang Guru sendiri butuh waktu berapa lama, untuk bisa masuk ke dalam Ruang Langit itu?" tanya Jalu yang menjadi penasaran. "Hmm. Eyang dulu butuh waktu dua tahun untuk bisa masuk ke dalam Ruang Langit itu Jalu. Dan semua yang berhasil masuk dalam Ruang Langit itu telah terikat sumpah.Kami di sumpah untuk tidak membuka jawaban dari petunjuk tertulis di pintu masuk Ruang Langit itu. Itu pun sampai saat ini hanya 3 orang yang mampu memasuki Ruang Langit itu Jalu," sahut Eyang sepuh Jayasona menjelaskan. "Wah begitu sulitnyakah memecahkan peunjuk itu Eyang Guru? Lalu bagaimana pula dengan Jalu yang masih sangat hijau dalam pemahaman ini Eyang Guru?" Jalu bertanya dengan nada cemas.Ya, Jalu merasa petunjuk yang tertulis di pintu masuk ke Ruang Langit pastilah sangat sulit untuk di pahami. Bahkan Eyang Gurunya saja memerlukan waktu sampai 2 tahun untuk bisa masuk ke Ruang Langit itu. "Jalu. Diluar nalar kita sebagai manusia, ada yang namanya wangsit, wisik, mimpi, dan juga
'Ahhh. Maafkan Eyang, Jalu', bathin Eyang sepuh Jayasona.Ya, sesungguhnya ada sesuatu hal yang diketahui Eyang sepuh Jayasona, namun ia tak bisa mengatakannya pada siapapun juga.Ingin rasanya Eyang sepuh Jayasona mentransfer seluruh power dan kemampuannya pada murid tersayangnya itu, namun 'aturan langit' tidak membolehkannya melakukan itu. 'Hhhh. Baiknya aku mensucikan diri dulu di sendang pulih rogo', bathinnya.Blaph! Sosok Eyang sepuh Jayasona pun lenyap seketika. Usai mandi di Sendang Pulih Rogo, Eyang sepuh Jayasona kembali lenyap dari Istana Pasir Bumi dan tiba-tiba saja sosok sepuh itu telah bersila di ketinggian langit malam itu.Melayang di antara langit dan bumi, dalam rasa penuh berserah pada ketentuan Yang Maha Kuasa. Selimut cahaya kilau keemasan nampak menyelimuti dirinya.Sebuah ibadah yang sungguh tersembunyi dari mata para makhluk di bumi! Keesokkan harinya, tepat saat matahari terbit Jalu telah mendatangi Eyang sepuh Jayasona di gubuknya.Namun Jalu segera berd
"Eyang Guru. Kirana mohon pamit dulu, terimakasih atas kemurahan hati Eyang Guru selama ini telah membimbing Kirana," ucap serak penuh haru sang dara jelita itu. "Hihihii! Kirana cah ayu, harusnya kamu itu senang tak lagi Eyang marahi dan caci maki selama berada di istana kecil ini bersama Eyang," ucap sosok wanita sepuh itu seraya tertawa geli.Namun hal yang aneh adalah matanya yang beriak basah, saat dia tertawa dan berkata-kata. "Tidak Eyang Guru. Kirana tahu, Eyang marah-marah karena ingin Kirana bisa menguasai ilmu ajaran Eyang Guru dengan sempurna.Kirana berhutang budi sama Eyang Guru. Tsk, tskk!" kini Kirana malah terisak, karena dia sudah menganggap Nyi Wedari adalah neneknya sendiri. Wajahnya tetap tertunduk di hadapan sang Gurunya itu. "Hihihii! Kau memang murid dan cucu yang bandel Kirana! Bangkitlah!" Nyi Wedari berseru memaki Kirana, namun sebenarnya dia sangat terharu mendengar jawaban murid tersayangnya itu. Kirana pun bangkit dengan mata basah berlinang, dan beta
"Tenang semuanya..!!" seruan menggelegar yang di lambari power tenaga dalam terdengar dari mulut Ki Taksaka.Seruan yang seketika membuat semua perwakilan sekte yang hadir terdiam. "Kita persilahkan Adipati Sena Tohjaya berbicara lebih dulu!" seru Ki Taksaka lagi. "Terimakasih Ki Taksaka. Saudara-saudara perwakilan seluruh sekte di tlatah Pallawa yang hadir. Sebagai Adipati Larantuka saya ucapkan terimakasih atas kehadiran kalian semuanya.Maksud acara pertemuan ini sebenarnya adalah, saya Adipati Larantuka hendak menawarkan lapangan pekerjaan di wilayah Larantuka ini. Ini berlaku untuk semua anggota sekte yang berada di bawah naungan sekte Elang Harimau!" seru Sena Tohjaya. "Tentunya pihak Kadipaten akan membayar seluruh anggota sekte yang bekerja di wilayah Larantuka itu dengan upah yang pantas dan memuaskan!" seru Sena Tohjaya lagi. "Apakah ada tempat tinggal untuk anggota sekte kami yang ikut bekerja di sini Kanjeng Adipati?!" seru seorang perwakilan bertanya. "Tentu saja ada
"HUUAARGGGHHH..!!!"Teriakkan Jalu pun lantang bergema menggetarkan Istana Pasir Bumi, suara teriakkan yang bagaikan raungan seekor naga yang terluka, dan menahan rasa sakit yang luar biasa. "Mas Jalu..! Akhs!" Brukh!Ratri tersentak dari rasa kesedihannya, mendengar teriakkan Jalu yang lantang bergaung itu. Dadanya bagai terpukul dan bergetar sesak, hingga akhirnya Ratri pun jatuh tak sadarkan diri. Jalu terdiam beberapa saat di tempatnya, terasa ada sebagian dari semangat hidupnya yang pergi melayang seiring kematian Eyang Gurunya itu. Ya, selama Jalu berada di Istana Pasir Bumi, memang hanya Eyang Gurunya itulah tempat dia bertanya dan mengadu.Jalu selalu mendapatkan jawaban yang memuaskan dan menenangkan dari setiap hal yang ditanyakannya. Kini Jalu merasa dunianya sepi, gairah untuk masuk ke Ruang Langit pun menjadi surut karenanya. Karena sesungguhnya di hati Jalu tak berambisi sedikitpun, untuk menjadi pendekar nomor satu ataupun yang terhebat.Baginya cukup dia bisa menun