"Huuaahh..!!"Ranti dan Jaya berteriak ngeri bersamaan, tubuh mereka melayang deras ke bawah tebing dengan posisi saling berpelukan erat. "Sial! Mereka nekat sekali!""Bedebah! Gagal kita dapat uang setelah berlari sejauh ini!""Bocah brengsek!" Demikianlah ketiga pemuda begajulan itu, mereka hanya bisa memaki dan menyumpahi kedua anak itu, yang lebih memilih menantang maut daripada menyerahkan uang mereka.Akhirnya dengan kesal dan wajah lesu mereka bertiga meninggalkan tempat itu. Ya, tindakkan yang di ambil Ranti dan adiknya sungguh sebuah tindakkan yang sangat nekat!Karena di sepanjang tepian sungai Seroja adalah hamparan bebatuan belaka. Sangat kecil kemungkinan mereka berdua bisa selamat, jika mereka sampai jatuh di tepian sungai itu. "Mbak! Lompatan kita tak sampai sungai!!" teriak Jaya ketakutan, seraya mempererat pelukkannya pada sang kakak.Jaya baru saja melihat kebawah dan mendapati, bahwa lompatan mereka ternyata tak sampai ke tengah sungai di bawah mereka. Dan adal
"Kiranaa..!! Dimana kau Nakk..?!" teriak histeris Nyi Wilasih, saat pagi itu dia mendapati kamar putri kesayangannya itu telah kosong dengan jendela kamar terbuka lebar.Segera dia menjelajahi tiap sudut rumahnya, namun tak juga di temukannya sosok Kirana. Sedangkan semua pintu depan, samping, dan belakang rumah masih terpalang dari dalam.Hal itulah yang membuat sang ibu dari Kirana ini berteriak nyaring menggetarkan seisi rumah. "Ada apa Wilasih?!" seru Ki Taksaka yang bergegas datang menghampiri istrinya itu. "Kangmas! Kirana Mas..! Kirana tak ada di kamarnya! Jendela kamarnya juga terbuka lebar!" seru cemas dan panik Wilasih, memberitahu suaminya itu. "A-apa?! Kemana dia?! Lekas kau periksa apakah ada barang-barang di kamarnya yang hilang, Wilasih!" seru Ki Taksaka terkejut bukan main mendengar kabar itu. Segera dia masuk ke kamar putrinya dan memeriksa keadaan di kamar itu. Namun dia tak menemukan bekas-bekas kejadian yang mencurigakan, kecuali jendela kamar putrinya yang terb
"Grooaarrghk!" seekor babi hutan menguik dan berlari kencang mengejar Kirana. Babi hutan itu muncul dari sisi sebelah kanan semak. "Hahh! Hiyy!" betapa terkejutnya Kirana, saat dia melihat babi hutan yang besar dan mengerikkan itu.Ya, boleh jadi dia adalah perempuan yang tabah, namun tetap saja dirinya gentar jika menghadapi binatang yang besar seperti itu. Seth! Claph! Claph!Kirana melesat ke sebuah batang pohon dan memanjatnya dengan menancapkan kedua pisaunya secara bergantian.Hingga akhirnya dia tiba di sebuah dahan cukup besar di pohon itu. Kirana pun duduk di atas dahan itu, sambil memandangi babi hutan yang masih berada di bawah pokon itu dengan perasaan ngeri. 'Kenapa babi hutan itu ukurannya jauh lebih besar daripada babi hutan lain yang pernah kutemui ya?' batin Kirana terheran. Rasa laparnya mendadak terlupakan seketika akibat kejadian itu. Ya, Kirana sama sekali tak menyadari bahwa saat itu dia telah berada di hutan terlarang. Sebuah hutan penuh mitos dan misteri, y
"Ahh, tentu tidak! Ba-baik Eyang Putri, Kirana akan turun," sahut gugup Kirana. Kirana pun turun dan langsung memberi hormat pada wanita sepuh penyelamatnya itu. "Salam hormat saya Eyang Putri," ucap Kirana seraya menundukkan wajahnya. "Hmm. Cah Ayu, siapa namamu dan kenapa kau bisa berada di hutan terlarang ini?" tanya sang wanita sepuh itu. "Nama saya Kirana Eyang Putri. Kirana tak sengaja tersesat di hutan ini, karena Kirana kabur dari rumah ," sahut Kirana polos. "Hihihii! Sungguh berani kau Kirana, maukah kau tinggal bersama Eyang dan menjadi murid Eyang?" tanya si wanita sepuh setelah terkikik senang. Hatinya langsung merasa suka dengan keterus terangan Kirana dan keberaniannya menghadapi bahaya. Kiranapun langsung berpikir keras mendengar tawaran si wanita sepuh itu. 'Jika aku menolaknya berarti aku harus siap menghadapi bahaya dan binatang-binatang buas di hutan terlarang ini. Lagipula apa salahnya aku menjadi muridnya, daripada aku terlantar seperti anak hilang',
"Baboo, baboo! Bedebah..! Mengganggu tapa orang saja kalian!" Wessh!!Terdengar seruan memaki dari seorang sepuh diatas pohon randu alas itu, yang diiringi dengan kibasan tangannya kearah Ki Taksaka dan Ki Braja Denta.Hanya sebuah kibasan ringan saja namun menimbulkan gelombang energi yang bukan olah-olah dahsyatnya. Weersh! Kraaghk!! Seth! Seth!Gelombang pukulan menerpa ke dahan cukup besar, yang sedang dipijak oleh Ki Taksaka dan Ki Braja Denta hingga berderak patah saat itu juga.Kedua tokoh itu segera melesat ke arah dahan lain di atas mereka, wajah mereka pucat pasi seketika demi merasakan betapa dahsyatnya selimut energi yang melambari pukulan tadi. "Hahhh! Si-siapakah Eyang sepuh?" seru kaget Ki Taksaka tergetar.Dia melihat seorang pria yang sudah teramat sepuh tengah bersila di dalam sebuah ceruk berlubang pada batang besar pohon randu itu.Dari bentuk alami ceruk itu saja menandakan sosok sepuh itu telah lama sekali berada di dalam sana, sungguh ajaib dan juga mengerikka
"Hupsh!" Byarrskh!Larasati hirup dalam nafasnya seraya ledakkan powernya.Seketika aura kebiruan menyelimuti sosoknya, dengan dua kepalan tangannya pancarkan cahaya putih berkilau.Ya, Larasati tengah menerapkan aji pamungkasnya Pukulan Seribu Bayang. "Hiyaah..!" Slaph! Wessh! Wushh! Swaash..!Dengan berseru keras, Larasati melesat cepat sekali seraya pukulkan tangannya ke segala arah di sekitar telaga itu. Blaargh! Blargks! ... Blarghk!Telaga di bawah air terjun yang cukup besar itu bagai pecah ambyar bergemuruh, oleh hamburan ledakkan puluhan bebatuan besar di sekitar telaga.Batu-batu sebesar kambing dewasa itu luluh lantak berkeping, oleh pukulan-pukulan yang di lepaskan Larasati. Ternyata semua pukulan Larasati terarah tepat pada sasarannya, walau sekilas nampak asal karena saking cepatnya pukulan itu di lontarkan.Sementara Larasati sendiri telah tegak berdiri menjejak di atas permukaan air telaga itu. Luar Biasa! "Hihihii! Bagus Sati! Kini kau sudah menguasai semua ilmu y
Swaashh!! Braalggks!! Dengan sekali tebasan saja, dinding batu bersimbol Naga di Ruang Bumi itu langsung terbelah dan ambyar ke bawah. "Hahh!" seru kaget Jalu, saat melihat sebuah ruang di balik dinding itu.Kini terhampar sebuah ruang yang luasnya sekitar setengah bahu atau 3500 m2. Di tengah-tengah ruangan itu nampak sebuah meja batu dengan sebuah kotak kayu jati ukir di atasnya. "Jalu. Pelajari dan kuasailah jurus pedang dalam kitab Pedang Gerak Jagad yang ada di atas meja batu itu.Setelah kau menguasainya dengan sempurna, kau boleh keluar dari Ruang Bumi itu untuk naik ke Ruang Langit," suara bergema Eyang sepuh Jayasona kembali terdengar di ruangan itu. "Baik Eyang Guru," sahut Jalu patuh, seraya melangkah masuk ke dalam ruangan itu.Atap ruangan itu nampak lebih tinggi daripada atap di ruang magma. Sebuah celah lubang di atas ruangan itu membersitkan cahaya sinar matahari yang masuk dan jatuh tepat di tengah-tengah ruangan. Tempat di mana meja batu berada, bagaikan sebuah l
"Hah! Yang benar kau Prul?! Baru saja dua malam lalu pemilik Rumah Kembang di sudut jalan kadipaten ini kemalingan.Masa sudah ada korban lagi di kota ini?!" seru si Tonggos kaget dan seolah tak percaya, atas kabar yang di katakan si Semprul temannya itu. "Huhh! Kamu ini di kasih kabar benar malah ngeyel! Tapi yang aku herankan, setelah pemilik Rumah Kembang itu kemalingan malam hari itu.Maka pada pagi harinya, warga miskin di sekitar pesisir pantai Semanding banyak yang mendapat rejeki nomplok Tong!" seru kesal si Semprul, seraya melanjutkan ceritanya. "Iya Prul. Aku juga mendengar kabar tentang warga pesisir pantai Semanding itu. Banyak penduduk di pesisir pantai Semanding yang mendapati sekantung uang, di pintu gubuk mereka pada pagi harinya.Bahkan anak-anak terlantar di kota juga mendapatkan beberapa kantung uang, entah siapa orang yang membagi-bagikan uang itu," ucap si Tonggos menimpali. "Aku berpikir, jangan-jangan maling itu adalah orang yang memberikan kantung-kantung ua