"Hehehee! Dia calon muridku Cakradewa!" sahut Eyang Pandunatha terkekeh. "Hmm. Baru calon kan Pandunatha, berarti masih ada kesempatan bagiku untuk menjadi gurunya. Hahaha! Rajawali kau bermainlah dulu!" sahut Eyang Cakradewa tergelak, seraya memerintahkan burung Rajawali Putih besar yang mengantarnya, untuk menjauh dari pulau Garuda itu. Kyaakkhh!! Weershh!Pekik lantang sang Rajawali tunggangan Eyang Cakradewa itu, seraya melesat mengangkasa. Ya, sekali lirik saja mata batin Eyang Cakradewa yang baru tiba langsung bisa melihat, bahwa ada suatu aura energi 'luar biasa' yang memancar dari dalam diri Jalu.Disamping itu bentuk tulang dan bakat Jalu juga nampak jelas dimatanya, seketika timbul keinginannya menjadikan Jalu sebagai muridnya. "Hehee. Memang baru calon Cakradewa, tapi calon kuat!" seru Eyang Pandunatha terkekeh. Taph!"Hmm. Lalu darimana bocah itu berasal Pandunatha?" tiba-tiba saja muncul seorang sepuh lagi, yang mendarat di bagian karang menonjol lainnya di tepian pa
Tokk, tokk, tokk!"Mohon maaf ketua! Di markas telah datang Ki Braja Denta bersama putranya Arya menunggu ketua," terdengar ketukan pintu, di sertai pemberitahuan dari seorang anggota sektenya. "Baik! Aku segera kesana. Kirana, mari ikut ayah menemui mereka," ucap Ki Taksaka pada putrinya. "Baik ayah," ucap Kirana, walau dalam hatinya dia sungguh enggan menemui putra ketua sekte Harimau Besi bernama Arya itu.Karena Kirana sungguh tak suka dengan sikap dan prilaku Arya yang sombong serta semena-mena itu. Akhirnya mereka pun menemui Ki Braja Denta dan Arya, yang telah menunggu di ruang depan markas sekte Elang Merah. "Ahh, maafkan kedatanganku jika mengganggu kesibukkanmu Ki Taksaka," ucap Ki Braja Denta seraya berdiri dari duduknya bersama Arya, saat melihat Ki Taksaka datang menemuinya bersama putrinya. "Hahaa! Tak apa Ki Braja Denta, inikah putramu Arya yang gagah itu?" sambut Ki Taksaka tergelak senang. "Benar Ki Taksaka. Hehee! Arya, ayo beri salam pada paman Taksaka," ucap
DEESSHH! Slaphh!Eyang Pandunatha menendang biduknya melesat deras tingggi ke arah tengah laut, lalu sosoknya pun melesat mengikuti arah biduknya melayang. "Ahhk!" Jalu berseru kaget sesaat, lalu pejamkan kedua matanya. Dirinya sangat terkejut dengan kecepatan daya lesat biduk yang dinaikinya itu.Biduk itu melesat cepat melebihi kecepatan anak panah yang di lepaskan dari busurnya. Slaagkh! Eyang Pandunatha melesat di atas biduk itu, lalu ia pun segera jejakkan salah satu kakinya ke badan biduk itu. Pada jarak yang dirasa cukup jauh dan aman dari pulau Garuda, maka ..Byuursh!Biduk itu pun seketika jatuh ke permukaan laut. Namun anehnya biduk itu bagai diam tak bergerak diatas titik jatuhnya itu. Ya, seberapa tinggi dan derasnya gelombang laut saat itu, tetap saja tak mampu membuat biduk itu tenggelam atau pun bergeser dari tempatnya di titik itu. Aneh! "Jalu, kau tenanglah di atas biduk itu. Jangan sekalipun kau keluar dari biduk itu, jika kau tak mau tergulung dan tenggelam ol
"Heii..! Ada biduk dan anak lelaki di dalamnya..! Mari kita tolong dia..!" seru lantang seseorang di sebuah kapal berukuran sedang, yang kebetulan tengah melintas di jalur itu. Kapal itu pun melaju mendekat di tengah gelombang tinggi dan angin kencang yang membadai. "Aneh! Biduk kecil itu bagai tak terpengaruh dengan gelombang tinggi yang menghantamnya! Lihatlah!" seru seorang awak kapal yang heran, melihat betapa biduk itu bagai tak bergeming dari posisinya walau terhantam gelombang tinggi. "Hahh! Kau benar! Namun tetap saja berbahaya bagi anak itu jika dia sampai terlempar keluar dari biduk itu! Cepat kita angkat anak itu ke atas!" perintah sang pemilik kapal itu. "Serahkan saja padaku tuan!" ucap seorang pria berpakaian hitam yang sejak tadi berdiri di dekat sang pemilik kapal itu. "Baik Sena! Angkat anak itu dan bawa ke kapal ini! Biar nanti kita titipkan pada kapal lain di pelabuhan Semanding, jika tujuannya bukan ke tlatah Pallawa!" seru sang pemilik kapal, yang dasarnya ad
"HUPSH..!!!"Ketiga sepuh itu serentak bersiap melontarkan pukulan pamungkas mereka. BYAARSSH!! SCRAZZTHH!Eyang Pandunatha kerahkan power maksimalnya, seketika sekujur tubuhnya diselimuti oleh kobaran api hitam pekat dan panas bukan main.Nampak kedua tapak tangannya yang diselimuti api hitam berkobar meletup-letup, dengan percikkan api hitam bertebaran ke segala arah.Ya, itulah pukulan pamungkas miliknya yang bernama 'Tapak Penghancur Neraka'. Dahsyat! BYAARSSHH!! CLAAPSSHH!!Eyang Shindupalla juga menggebrak dengan terapkan aji pamungkasnya 'Pukulan Matahari dan Rembulan'.Kedua kepalan tangannya nampak diselubungi dua bola energi bercahaya putih menyilaukan di kanan, dan bola cahaya merah membara di kirinya.Sementara sosoknya juga berubah menjadi dua warna, putih menyilaukan di bagian kanannya dan merah membara di bagian kirinya. Ngeri! BYAARSSHHK!! SWAASSHHH!Eyang Cakradewa ledakkan powernya, dan segera terapkan pamungkasnya aji 'Selaksa Badai Semesta'.Nampak di bagian uju
"Hei! Kau?!" seruan terkejut terdengar dari mulut Arya, saat mengenali sosok yang sedang bersama Kirana adalah Jalu. Anak lelaki yang tempo hari di hajarnya bersama teman-temannya. Seth! Wusshh!Arya segera melesatkan tendangannya ke arah Jalu. Karena rasa cemburu yang membakar hatinya, melihat Kirana sangat akrab dengan anak lelaki yang di anggapnya berkasta rendah itu. Daghk!"Apa-apaan kamu Arya?! Mas Jalu adalah temanku!" Kirana langsung berdiri menangkis tendangan Arya dengan pergelangan tangannya, seraya berseru marah memperingatkan Arya.Sosok Kirana sampai terdorong ke samping, akibat kuatnya tendangan yang di lepaskan Arya dengan sepenuh tenaganya itu. Sementara Jalu juga ikut berdiri siaga, dia juga menaruh rasa benci pada Arya yang di anggapnya anak yang angkuh dan mengandalkan nama besar sektenya.Andai Jalu tahu, bahwa Arya adalah putra salah satu orang yang telah membantai ayah dan bundanya, pastinya dia akan menyerang Arya lebih dulu. Namun Arya yang telah dikuasai
"A-apa?! Putra ketua sekte Rajawali Emas?!" seru kaget terdengar dari mulut Ki Braja Denta.Seketika dia melirik ke arah Ki Taksaka, dan pada saat yang sama Ki Taksaka juga melirik ke arahnya. Dan seulas senyum misterius sama terlukis di wajah Ki Braja Denta dan Ki Taksaka.'Bagus Arya, tak sengaja kau malah menyempurnakan misi kami! Hahahaa!' seru batin Ki Taksaka tergelak puas. Sejujurnya dia malah senang dengan kejadian itu, dan merasa makin suka pada putra sahabatnya itu. "Dimana Kirana putriku?!" seru Ki Taksaka pada Klawing dan Badra. "Nona muda sudah kami antarkan ke rumah Ketua. Terpaksa kami menotoknya tak sadarkan diri, karena Nona Muda ingin berlari ke arah jurang melihat anak yang terjatuh itu," sahut Klawing. "Bagus! Sekarang kalian kembalilah ke ruang latihan, dan jangan ceritakan hal ini pada siapapun! Paham!" seru Ki Taksaka memperingatkan. "Baik ketua! Kami mohon diri!" sahut keduanya, seraya beranjak meninggalkan ruang khusus ketua sekte Elang Merah itu. "Arya!
"Ratri. Antarkan Jalu ke ruanganku." "Baik. Eyang sepuh," sahut Ratri. "Mas Jalu, mari ikut bibi ke ruang pakaian. Mas harus ganti pakaian dulu dengan yang kering," ajak Ratri pada Jalu. "Ahh! Ehh! Kulitku sekarang mulus lagi Bi Ratri!" seru Jalu kaget, saat mendapati seluruh luka dan lecet di sekujur tubuhnya kini telah pulih bagaikan tak pernah ada. "Itulah khasiat 'Sendang Pulih Rogo' ini Mas Jalu," sahut Ratri tersenyum, seraya menunjuk ke arah telaga tempat Jalu terjatuh tadi. "Wah! Betul-betul ajaib Bi!" seru Jalu merasa takjub dan gembira.Lalu dia pun mengikuti langkah Ratri menaiki tangga batu, dan menyusuri sebuah lorong berdinding batu pula. Jalu juga sempat melihat relief-relief yang terukir di sepanjang dinding lorong, yang bentuknya bagai sebuah terowongan itu. Akhirnya Ratri mempersilahkan Jalu masuk ke sebuah ruangan tanpa pintu. Ratri lalu membuka sebuah lemari antik dari kayu jati yang cukup besar, dia mengambil beberapa baju kain berkualitas sangat bagus dari