DEESSHH! Slaphh!Eyang Pandunatha menendang biduknya melesat deras tingggi ke arah tengah laut, lalu sosoknya pun melesat mengikuti arah biduknya melayang. "Ahhk!" Jalu berseru kaget sesaat, lalu pejamkan kedua matanya. Dirinya sangat terkejut dengan kecepatan daya lesat biduk yang dinaikinya itu.Biduk itu melesat cepat melebihi kecepatan anak panah yang di lepaskan dari busurnya. Slaagkh! Eyang Pandunatha melesat di atas biduk itu, lalu ia pun segera jejakkan salah satu kakinya ke badan biduk itu. Pada jarak yang dirasa cukup jauh dan aman dari pulau Garuda, maka ..Byuursh!Biduk itu pun seketika jatuh ke permukaan laut. Namun anehnya biduk itu bagai diam tak bergerak diatas titik jatuhnya itu. Ya, seberapa tinggi dan derasnya gelombang laut saat itu, tetap saja tak mampu membuat biduk itu tenggelam atau pun bergeser dari tempatnya di titik itu. Aneh! "Jalu, kau tenanglah di atas biduk itu. Jangan sekalipun kau keluar dari biduk itu, jika kau tak mau tergulung dan tenggelam ol
"Heii..! Ada biduk dan anak lelaki di dalamnya..! Mari kita tolong dia..!" seru lantang seseorang di sebuah kapal berukuran sedang, yang kebetulan tengah melintas di jalur itu. Kapal itu pun melaju mendekat di tengah gelombang tinggi dan angin kencang yang membadai. "Aneh! Biduk kecil itu bagai tak terpengaruh dengan gelombang tinggi yang menghantamnya! Lihatlah!" seru seorang awak kapal yang heran, melihat betapa biduk itu bagai tak bergeming dari posisinya walau terhantam gelombang tinggi. "Hahh! Kau benar! Namun tetap saja berbahaya bagi anak itu jika dia sampai terlempar keluar dari biduk itu! Cepat kita angkat anak itu ke atas!" perintah sang pemilik kapal itu. "Serahkan saja padaku tuan!" ucap seorang pria berpakaian hitam yang sejak tadi berdiri di dekat sang pemilik kapal itu. "Baik Sena! Angkat anak itu dan bawa ke kapal ini! Biar nanti kita titipkan pada kapal lain di pelabuhan Semanding, jika tujuannya bukan ke tlatah Pallawa!" seru sang pemilik kapal, yang dasarnya ad
"HUPSH..!!!"Ketiga sepuh itu serentak bersiap melontarkan pukulan pamungkas mereka. BYAARSSH!! SCRAZZTHH!Eyang Pandunatha kerahkan power maksimalnya, seketika sekujur tubuhnya diselimuti oleh kobaran api hitam pekat dan panas bukan main.Nampak kedua tapak tangannya yang diselimuti api hitam berkobar meletup-letup, dengan percikkan api hitam bertebaran ke segala arah.Ya, itulah pukulan pamungkas miliknya yang bernama 'Tapak Penghancur Neraka'. Dahsyat! BYAARSSHH!! CLAAPSSHH!!Eyang Shindupalla juga menggebrak dengan terapkan aji pamungkasnya 'Pukulan Matahari dan Rembulan'.Kedua kepalan tangannya nampak diselubungi dua bola energi bercahaya putih menyilaukan di kanan, dan bola cahaya merah membara di kirinya.Sementara sosoknya juga berubah menjadi dua warna, putih menyilaukan di bagian kanannya dan merah membara di bagian kirinya. Ngeri! BYAARSSHHK!! SWAASSHHH!Eyang Cakradewa ledakkan powernya, dan segera terapkan pamungkasnya aji 'Selaksa Badai Semesta'.Nampak di bagian uju
"Hei! Kau?!" seruan terkejut terdengar dari mulut Arya, saat mengenali sosok yang sedang bersama Kirana adalah Jalu. Anak lelaki yang tempo hari di hajarnya bersama teman-temannya. Seth! Wusshh!Arya segera melesatkan tendangannya ke arah Jalu. Karena rasa cemburu yang membakar hatinya, melihat Kirana sangat akrab dengan anak lelaki yang di anggapnya berkasta rendah itu. Daghk!"Apa-apaan kamu Arya?! Mas Jalu adalah temanku!" Kirana langsung berdiri menangkis tendangan Arya dengan pergelangan tangannya, seraya berseru marah memperingatkan Arya.Sosok Kirana sampai terdorong ke samping, akibat kuatnya tendangan yang di lepaskan Arya dengan sepenuh tenaganya itu. Sementara Jalu juga ikut berdiri siaga, dia juga menaruh rasa benci pada Arya yang di anggapnya anak yang angkuh dan mengandalkan nama besar sektenya.Andai Jalu tahu, bahwa Arya adalah putra salah satu orang yang telah membantai ayah dan bundanya, pastinya dia akan menyerang Arya lebih dulu. Namun Arya yang telah dikuasai
"A-apa?! Putra ketua sekte Rajawali Emas?!" seru kaget terdengar dari mulut Ki Braja Denta.Seketika dia melirik ke arah Ki Taksaka, dan pada saat yang sama Ki Taksaka juga melirik ke arahnya. Dan seulas senyum misterius sama terlukis di wajah Ki Braja Denta dan Ki Taksaka.'Bagus Arya, tak sengaja kau malah menyempurnakan misi kami! Hahahaa!' seru batin Ki Taksaka tergelak puas. Sejujurnya dia malah senang dengan kejadian itu, dan merasa makin suka pada putra sahabatnya itu. "Dimana Kirana putriku?!" seru Ki Taksaka pada Klawing dan Badra. "Nona muda sudah kami antarkan ke rumah Ketua. Terpaksa kami menotoknya tak sadarkan diri, karena Nona Muda ingin berlari ke arah jurang melihat anak yang terjatuh itu," sahut Klawing. "Bagus! Sekarang kalian kembalilah ke ruang latihan, dan jangan ceritakan hal ini pada siapapun! Paham!" seru Ki Taksaka memperingatkan. "Baik ketua! Kami mohon diri!" sahut keduanya, seraya beranjak meninggalkan ruang khusus ketua sekte Elang Merah itu. "Arya!
"Ratri. Antarkan Jalu ke ruanganku." "Baik. Eyang sepuh," sahut Ratri. "Mas Jalu, mari ikut bibi ke ruang pakaian. Mas harus ganti pakaian dulu dengan yang kering," ajak Ratri pada Jalu. "Ahh! Ehh! Kulitku sekarang mulus lagi Bi Ratri!" seru Jalu kaget, saat mendapati seluruh luka dan lecet di sekujur tubuhnya kini telah pulih bagaikan tak pernah ada. "Itulah khasiat 'Sendang Pulih Rogo' ini Mas Jalu," sahut Ratri tersenyum, seraya menunjuk ke arah telaga tempat Jalu terjatuh tadi. "Wah! Betul-betul ajaib Bi!" seru Jalu merasa takjub dan gembira.Lalu dia pun mengikuti langkah Ratri menaiki tangga batu, dan menyusuri sebuah lorong berdinding batu pula. Jalu juga sempat melihat relief-relief yang terukir di sepanjang dinding lorong, yang bentuknya bagai sebuah terowongan itu. Akhirnya Ratri mempersilahkan Jalu masuk ke sebuah ruangan tanpa pintu. Ratri lalu membuka sebuah lemari antik dari kayu jati yang cukup besar, dia mengambil beberapa baju kain berkualitas sangat bagus dari
"Tidak ayahanda! Kirana tak sudi di jodohkan dengan Arya!" sentak Kirana di kamarnya, saat Ki Taksaka menyuruhnya berbaik-baik pada Arya dan mengatakan Arya adalah calon jodohnya kelak. Plakh!"Berani kau melawan ayah..?! Ini pasti gara-gara kau berteman dengan anak gembel bernama Jalu itu?!" Ki Taksaka menampar Kirana, seraya berseru marah pada putrinya. Ya, Ki Taksaka menganggap Kirana berani melawan dirinya, gara-gara pengaruh pergaulan Kirana dengan Jalu. "Ayahanda, tsk, tsk! Ayah boleh menjodohkan Kirana dengan siapa saja, asal jangan dengan pembunuh seperti dia! Tsk, tsk!" Kirana langsung terisak memohon pada ayahnya, agar kesepakatan perjodohannya dengan Arya di batalkan. "Kirana! Kau ... kau! Hhhh!" Braghk! Ki Taksaka sontak berseru marah, dengan tangan terangkat gemetar siap menampar kembali putri kecilnya itu.Namun akhirnya Ki Taksaka bisa menguasai emosinya, dengan menghela nafas kesal dia pun beranjak keluar dari kamar putrinya itu seraya membanting pintu. 'Dasar ana
"Huuaahh..!!"Ranti dan Jaya berteriak ngeri bersamaan, tubuh mereka melayang deras ke bawah tebing dengan posisi saling berpelukan erat. "Sial! Mereka nekat sekali!""Bedebah! Gagal kita dapat uang setelah berlari sejauh ini!""Bocah brengsek!" Demikianlah ketiga pemuda begajulan itu, mereka hanya bisa memaki dan menyumpahi kedua anak itu, yang lebih memilih menantang maut daripada menyerahkan uang mereka.Akhirnya dengan kesal dan wajah lesu mereka bertiga meninggalkan tempat itu. Ya, tindakkan yang di ambil Ranti dan adiknya sungguh sebuah tindakkan yang sangat nekat!Karena di sepanjang tepian sungai Seroja adalah hamparan bebatuan belaka. Sangat kecil kemungkinan mereka berdua bisa selamat, jika mereka sampai jatuh di tepian sungai itu. "Mbak! Lompatan kita tak sampai sungai!!" teriak Jaya ketakutan, seraya mempererat pelukkannya pada sang kakak.Jaya baru saja melihat kebawah dan mendapati, bahwa lompatan mereka ternyata tak sampai ke tengah sungai di bawah mereka. Dan adal
BLAPH..!Seketika kilau cahaya putih cemerlang yang menyilaukan di atas area Padang Khayangan yang tak bertepi itu pun lenyap.Kini hanya ada warna keemasan pekat di area Padang Khayangan itu. Sunyi ... angin pun bagai tak berhembus saking tenangnya.Jalu ambil posisi bersila dengan sikap teratai, perlahan dia pejamkan kedua matanya. Tak lama Jalu pun tenggelam di alam keheningan yang tercipta. Pasrah ... Mandah ... dan Berserah.*** Dan kehebohan pun terjadi di Tlatah Klikamuka.Ya, semua orang di sana ribut dan panik mencari sosok Jalu, yang bagai hilang ditelan bumi. Mereka semua yakin Jalu bisa mengatasi dan melenyapkan Arya. Karena Arya sendiri tak pernah muncul kembali, setelah duelnya melawan Jalu.Selama 7(tujuh) hari lebih seluruh orang di Tlatah Klikamuka mencari keberadaan Jalu. Mereka menyusuri dengan kapal-kapal laut hingga jauh ke laut lepas, namun tetap saja sosok Jalu tak mereka lihat dan temukan.Pada akhirnya mereka semua menyimpulkan, bahwa Jalu telah mati sampyuh
Sosok Eyang Sokatantra ambyar berkeping, terlabrak pukulan inti 'Poros Bumi Langit' milik Eyang Bardasena.Ya, bola emas berpusar milik Eyang Bardasena itu berhasil menerobos titik benturan pukulan dahsyatnya dengan pukulan milik Eyang Sokatantra.Akibatnya, dengan telak sekali bola emas yang berputar dahsyat itu menghantam dada Eyang Sokatantra. Sungguh dahsyat tak tertahankan memang power Eyang Bardasena saat itu. Kendati sesungguhnya power Eyang Sokatantra berada di atas tingkatan Eyang Barnawa dulu.Ya, keajaiban olah Pernafasan Bathara Bayu yang diperdalam Eyang Bardasena di bawah arahan Jalu, memang telah membuat peningkatan pesat pada powernya.Bahkan bisa dikatakan Eyang Bardasena kini telah memasuki ranah awal di tingkat Ksatria Semesta tingkat tak terbatas, ranah yang sama seperti halnya Jalu. Namun tentu saja power dan daya bathin Eyang Bardasena masih berada beberapa tingkat di bawah Jalu."Hukghs..!" sosok Eyang Bardasena terhuyung ke belakang, namun cepat dia kembali teg
Wuunnggtzz..!!! Weerrsskh..!!Dengung membahana suara cakra emas yang memancarkan cahaya cemerlang terdengar. Cakra emas itu berputar menggila bukan main cepatnya.Seluruh badai angin yang berada di sekitar lokasi pertarungan itu, seketika ikut terhisap masuk dan menyatu dengan pusaran badai raksasa cakra tersebut. BADAS..!Sementara badai halilintar emas tak henti menghujani lokasi pertarungan Arya dan Jalu tersebut. Tengah laut, lokasi pertarungan dua tokoh muda tersakti di jamannya itu, seketika bagai berubah menjadi sebuah wilayah yang terkutuk. Mengerikkan..!Dan yang terdahsyat adalah terbentuknya pusaran laut mega raksasa, yang berpusat di bawah sosok Jalu melayang. Pusaran laut raksasa itu mencakup radius yang sangat luas, hingga menelan pusaran raksasa yang berada di bawah sosok Arya! Inilah kegilaan yang super gila..!"Ca-cakra Semesta..?! Ini Gila..!! Keparat kau Jalu..!!" Arya tersentak kaget dan gentar bukan main. Dia seketika teringat ucapan Maha Gurunya sang Penguasa Ke
"HUAAAHHH..HH..!!!"Teriakkan bergemuruh dari pasukkan perang tiga tlatah membahana badai di pantai Parican saat itu. Dan permukaan air laut di pantai Parican yang biasanya berwarna hijau kebiruan itu, kini telah berubah total menjadi merah darah..!Patih Karna bisa mengerti siasat panglima Indrakila, dengan tidak melabuhkan kapal di pelabuhan pantai Parican. Karena rawan untuk dipakai para pasukkan tlatah Bhineka, yang hendak melarikan diri nantinya.Sungguh siasat yang cukup mematikan langkah pihak musuh. Sebuah siasat yang hanya berarti dua pilihan untuk pihak musuh, tetap menyerang dan melawan, atau mati di negeri orang..!Sungguh sebuah kesalahan fatal dari siasat dan pemikiran Panglima Besar pasukkan Bhineka, Arya.Arya tak memperhitungkan, bahwa persatuan dan persahabatan tlatah Pallawa, Klikamuka, serta Ramayana semakin bertambah solid, setelah perang besar yang terjadi 5(lima) tahun yang lalu.Arya benar-benar kurang memperhitungkan hal yang sebenarnya sangat fatal itu.***
"Bedebah kau Bardasena..! Bisakah sopan sedikit saat berbicara denganku! Simpan arakmu brengsek..!" seru marah Eyang Sokatantra.Ya, Eyang Sokatantra sangat keki dan merasa diremehkan oleh sikap Bardasena, yang berbicara dengannya sambil minum arak."Hmm. Sokatantra kita sudah sama sepuh, dan kita sudah sama tahu apa itu arti basa basi dan sikap munafik. Apa bedanya sikapku yang minum arak, dengan kata-kata makian kasarmu itu padaku! Hahahaa!" seru Eyang Bardasena tergelak, membalikkan teguran Eyang Sokatantra dengan sindirannya."Hmm. Baik Bardasena! Kita mulai saja pertarungan kita sekarang!" karuan Eyang Sokatantra bertambah keki, mendengar ucapan Eyang Bardasena yang dengan telak membalikkan teguran dengan sindiran tajamnya.Glk, glk, glk!"Baik Sokatantra! Sebaiknya kita juga bertarung agak ke tengah laut sana! Kasihan jika ada prajurit yang tewas karena pukulan kita yang meleset," ucap tegas Eyang Bardasena, menyambut tantangan Eyang Sokatantra.Slaph..!! Slaphh..!!Dua tokoh se
"MEREKA DI BELAKANG KITA..! BERSIAPLAH..!" seru lantang sang Mahapatih Suryalaga.Dia memimpin pasukkan penjaga di pantai Parican untuk mundur, agar pasukkan musuh terpancing untuk maju mengejar mereka, yang disangka gentar oleh pasukkan musuh.Cepat sekali ke 9 ribu pasukkan yang dipimpin sang patih Suryalaga tersebut membentuk barisan di sisi kiri dan kanan depan pasukkan sang Maharaja, yang telah berbaris di depan perbatasan kotaraja. Hingga Pasukkan Tlatah Klikamuka dan sekutunya kini membentuk formasi huruf 'U'.Srraakh.! Spyaarrsshk..!Sang Maharaja lolos keris pusaka 'Ki Nogo Suryo' dan acungkan keris pusaka itu ke arah langit. Seketika selarik kilatan terang melesat dari keris pusaka itu menembus awan, langit pun nampak semakin terang, walaupun matahari belum lagi menyorotkan sinar terangnya di pagi hari itu."ESA HILANG DUA TERBILANG..! PARA KSATRIA KLIKAMUKA..!! SERAANNGG..!!" seru lantang sang Maharaja, seraya acungkan 'Ki Nogo Suryo' ke arah depan dan membedal maju kudanya
HUUOOONNKKHH...!!!Suara gaung terompet/sangkha bergema membahana dari tepian batas laut di pantai Parican. Suara gaungnya mengoyak kesunyian pagi, dan menembus hingga ke dinding perbatasan kotaraja Klikamuka.Ya, itulah gaung terompet/sangkha dari pihak armada perang Tlatah Bhineka, hal yang menandakan armada pasukkan Bhineka akan bergerak menyerang ke wilayah Klikamuka!"PASUKKAN BHINEKA..! MAJUU..!!" seru lantang panglima besar mereka Arya. Sebuah seruan yang dilambari power tenaga dalamnya, hingga menembus gendang telinga segenap pasukkan kapal armada tlatah Bhineka itu."MAJUU..!!""SERANNGG..!!"Seruan Arya segera di ikuti oleh seruan komando para pimpinan kapal pasukkan armadanya. Serentak seluruh armada kapal perang tlatah Bhineka meluruk maju dengan cepat, melesat menuju tepi pantai Parican untuk mendaratkan 25 ribu lebih pasukkannya.Sementara jauh di belakang armada perang Bhineka itu."ARMADA RAMAYANA..!! KEJAR DAN SERANGG MEREKA..!!" seru lantang sang Patih Karna Ekatama
"Heeii..! Utusan Arya keparat..! Lekas ambil surat dari Tuanmu itu, dan berikan kembali pada junjunganmu si Arya itu!" seru keras sang Maharaja Klikamuka."Ba-baik paduka..!" seru gugup sang utusan yang merasa gentar, karena dia merasa sedang berada di sarang harimau. Segera di ambil dan dilipatnya kembali surat maklumat dari junjungannya, yang kini penuh dengan ludah itu."Katakan pada junjunganmu si Arya itu! Surat maklumatnya hanyalah sampah di mata rakyat Tlatah Klikamuka ini! Cepat keluar..!" seru sang Maharaja Klikamuka murka."Ba-baik Paduka!" dengan menyahut gugup, sang utusan itu segera keluar dari istana Klikamuka. Nampak wajahnya pucat pasi, dia sadar perang tak bisa terhindarkan lagi kini.Sepanjang jalan menuju kembali ke pantai, dia mengamati kekuatan pasukkan dan perlengkapan perang Tlatah Klikamuka itu. Dan hatinya menjadi bergetar ngeri, karena ternyata jumlah pasukkan Tlatah Klikamuka setara dengan jumlah pasukkan kerajaan Bhineka!Hal yang meleset dari perkiraan jun
"Gusti Prabu. Sebagai tlatah sahabat, manalah mungkin kami dari Tlatah Pallawa hanya berdiam diri saja. Sementara dahulu Tlatah Klikamuka juga telah dengan sukarela membantu Tlatah Pallawa, dimasa-masa sulit kami.Jalu juga menghaturkan salam dari Maharaja Wucitra Samaradewa untuk Gusti Prabu Sri Baduga Maladewa disini. Semoga Klikamuka tetap jaya dan makmur," ucap Jalu santun, dia memang dititipi pesan itu oleh sang Maharaja Wucitra Samaradewa sebelum berangkat."Ahh! Sahabatku Maharaja Wucitra Samaradewa! Tlatah Klikamuka tak akan pernah melupakan uluran persahabatan ini!" seru sang Maharaja Sri Baduga Maladewa, dengan suara agak serak terharu."Maaf Gusti Prabu! Jalu hendak melihat langsung posisi pasukkan musuh saat ini. Mohon ijinnya, nanti biarlah Panglima pasukkan musuh yang bernama Arya itu menjadi lawan Jalu saja," ucap Jalu yang menjadi penasaran dengan armada pasukkan tlatah Bhineka. Sekaligus dia ingin melihat, apakah sosok Arya benar-benar berada di tengah pasukkan musuh i