Share

BAB 2

Penulis: Faisalicious
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-27 03:13:13

Bab 2 : Berburu Babi Hutan

Matahari pagi baru saja muncul di langit timur ketika Kenta terbangun oleh suara keras yang memekakkan telinga.

“Bangun, bocah! Kalau kau terus tidur seperti ini, kita takkan pernah memulai!” seru Hakka sambil mengetuk pintu kamar Kenta dengan tongkat kayunya.

Kenta membuka matanya dengan berat, kepalanya masih terasa pening. Malam sebelumnya terasa seperti mimpi buruk, terutama interaksinya dengan Hakka. Namun, suara kasar pria tua itu adalah bukti nyata bahwa dia tak bermimpi.

"Baik, baik! Aku bangun!" balas Kenta, mencoba bangkit dari tempat tidur dengan malas.

Namun, Hakka sudah membuka pintu tanpa menunggu izin. “Lihat dirimu, seperti pangeran manja yang tersesat di pondok petani! Cepat siap-siap. Kita akan pergi ke hutan sebelum matahari terlalu tinggi,” perintahnya sambil melipat tangan, ekspresinya penuh ketidaksabaran.

Kenta mendesah panjang, menyadari bahwa tidak ada gunanya membantah. “Kenapa kau begitu bersemangat membawaku ke hutan?” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.

Hakka memejamkan mata sejenak sebelum melanjutkan, suaranya menjadi lebih lembut namun tetap keras. "Aku hanya ingin kau tahu, dunia ini tidak peduli pada kelembutan. Kalau kau ingin hidup, kau harus belajar. Jangan biarkan ayahmu kecewa melihat anaknya hanya menjadi beban."

Kenta tidak menjawab, hanya menggertakkan gigi sambil bersiap. Setelah sarapan singkat penuh ceramah dari Hakka, mereka berjalan ke utara desa menuju hutan. Perjalanan sunyi, hanya diisi suara langkah kaki mereka dan sesekali keluhan dari Kenta.

“Haruskah kita berjalan sejauh ini hanya untuk berburu?” keluh Kenta, melihat jalan setapak yang seolah tak ada habisnya.

“Berhenti mengeluh! Kau pikir berburu itu duduk-duduk di atas kuda dengan panah emas di tangan?” balas Hakka tajam. “Ayahmu dulu bahkan tak pernah mengeluh, meski aku menyuruhnya memanjat tebing untuk menangkap burung liar.”

Kenta melirik Hakka dengan tatapan ragu. “Ayahku melakukan itu?”

“Ya, dan dia tidak pernah menyebutku cerewet seperti yang kau lakukan!” Hakka menghentikan langkahnya, menatap Kenta dengan sorot tajam. “Kau mungkin anaknya, tapi jangan harap aku akan bersikap lembut hanya karena itu.”

Kenta menelan ludah, menyadari bahwa perjalanan beratnya baru dimulai. Saat mereka sampai di tepi hutan, Kenta tertegun melihat  pohon-pohon besar menjulang tinggi, menciptakan kanopi hijau yang hampir menutupi langit. Kabut pagi masih melayang, memberikan suasana misterius.

Hakka berhenti di sebuah lapangan kecil, menatap sekeliling dengan waspada. “Baiklah, kita mulai di sini,” ujarnya, mengeluarkan sebuah tongkat kayu dari dalam jubahnya dan menyerahkannya kepada Kenta.

“Pegang ini!” Hakka melemparkan tongkat itu dengan keras, hampir membuat Kenta terhuyung saat menangkapnya.

“Kau mau aku melakukan apa dengan ini?” tanya Kenta, memandangi tongkat itu dengan ragu.

Dalam hati Kenta dia sedikit menggerutu, “Bukankah dalam komik komik fantasi kharakter utama memiliki senjata hebat semacam pedang atau tombak naga yang keren, kenapa aku memegang kayu lapuk seperti ini?!” ia bergidik heran.

“Belajar bertahan hidup, apa lagi? Dunia ini tidak akan memberimu kesempatan kedua, jadi lebih baik kau memanfaatkan setiap detik,” jawab Hakka dingin.

Hakka mulai memperagakan beberapa gerakan dasar, menunjukkan cara bertahan, menyerang, dan menghindar dengan presisi yang tampak sederhana namun mematikan.

“Ini bukan permainan, bocah. Kalau kau lambat, kau mati. Kalau kau ceroboh, kau juga mati. Jadi, dengarkan baik-baik,” ujarnya sambil memukul tanah dengan tongkatnya.

Kenta mencoba meniru gerakan itu, tetapi tubuhnya terasa kaku dan lamban. Hakka tidak segan-segan mengkritiknya.

“Kau pikir ini parade? Gerakkan tubuhmu lebih cepat!” bentaknya.

“Aku mencoba!” sahut Kenta frustrasi.

“Jangan mencoba, lakukan!”

Latihan mereka terhenti ketika suara gaduh terdengar dari semak-semak. Kenta menoleh, dan matanya melebar melihat seekor babi hutan besar muncul dari balik pepohonan. Tubuhnya kekar, dengan taring panjang yang mengancam.

Hakka tersenyum tipis, seolah sudah menantikan momen ini. “Ah, akhirnya datang juga. Ayo, bocah. Tunjukkan apa yang sudah kau pelajari.”

“Maksudmu… aku harus melawannya?” Kenta menelan ludah, merasa tubuhnya gemetar.

“Tentu saja. Kau pikir aku membawamu ke sini untuk piknik?” balas Hakka sinis. “Kalau kau tidak ingin jadi makan malam babi itu, lebih baik kau bertindak sekarang.”

Babi hutan itu menggeram, melompat maju dengan kecepatan tinggi. Kenta mencoba menghindar seperti yang diajarkan Hakka, tetapi gerakannya terlalu lambat. Taring babi itu menyerempet lengannya, membuatnya terhuyung mundur.

“Lihat itu! Kau seperti penari mabuk!” seru Hakka, matanya tak lepas dari pergerakan Kenta.

“Tolong aku!” Kenta berteriak panik.

“Tidak. Ini pertarunganmu. Kalau kau gagal, aku hanya akan mengurus jenazahmu,” jawab Hakka dengan nada dingin.

Babi hutan itu menyerbu, dan Kenta hanya sempat mengangkat tongkat kayunya. Tubuh babi yang besar menghantamnya dengan keras. Tongkat itu terpental dari tangannya, dan Kenta terhempas ke tanah, dadanya terasa seperti dihantam palu godam.

“Cepat berdiri, bocah!” suara Hakka menggema, penuh tekanan. “Kalau kau hanya berguling seperti itu, babi itu akan mencabikmu.”

Kenta menggeliat, mencoba berdiri. Pandangan babi mendekat, harapan hampir hancur. Namun, sesuatu muncul di pikirannya—pelajaran gerakan dari Hakka.

“Aku harus fokus,” pikir Kenta, dengan kelelahan yang memuncak kenta mencoba memutar otak, dan mencoba strategi baru.

Ia memindahkan tongkat kayunya ke tangan kiri dan bergerak ke kanan. Kali ini, dia menghindari taring babi dengan lebih cepat, memanfaatkan pengalaman gerakan yang diajarkan Hakka sebelumnya. Melihat kesempatan, Kenta mengangkat tongkatnya lebih tinggi. Dengan gerakan cepat, ia memutar tongkat ke arah kepala babi, memukul babi itu hingga terhuyung. Meski berhasil menyerang, pukulan itu tak begitu berarti bagi babi hutan dengan kulitnya yang tebal dan keras. Babi hutan itu kembali mendekat, matanya yang merah menyala seolah hanya mengenali Kenta sebagai musuh.

Hakka menghela napas, ia akhirnya bertindak melihat tuan mudanya tidak bisa bangkit lagi dan nyawanya terancam. “Kau benar-benar payah.”

Dia melangkah maju. Dengan gerakan yang sangat terkontrol, Hakka mengetuk tanah dengan ujung tongkat kayunya. Seketika itu pula, sesuatu yang luar biasa terjadi. Lingkaran cahaya muncul di bawah kaki Hakka, selebar setengah batu belah. Cahaya itu tidak seperti sihir dalam dongeng. Ini mekanis, seperti pola rumit yang dirancang dengan presisi. Lingkaran itu dipenuhi simbol geometris yang bersinar biru cerah, berdenyut perlahan seperti mesin yang baru diaktifkan.

Dari tengah lingkaran, sebuah nyala api kecil menyembur, tidak lebih besar dari bara di ujung korek api. Namun, dalam sekejap, api itu tumbuh menjadi cahaya merah yang intens, seperti plasma yang terkompresi. Hakka mengangkat tangannya, seolah memberi perintah pada api itu. Cahaya dari lingkaran di tanah berdenyut lebih cepat, dan suara lembut seperti getaran elektronik terdengar, membuat jantung Kenta berdebar lebih kencang.

“Perhatikan, bocah,” ujar Hakka tanpa menoleh.

Tiba-tiba, api itu melesat. Tidak ada ledakan besar atau loncatan liar. Api itu terbang dengan kecepatan cahaya, membentuk garis merah menyala di udara, seperti lampu sorot yang menjangkau hingga ke tubuh babi hutan. Ketika mengenai targetnya, tidak ada waktu untuk menghindar.

Boom!

Babi hutan itu terlempar ke belakang, tubuhnya melayang beberapa meter sebelum jatuh menghantam tanah dengan suara yang berat. Asap mengepul dari luka bakar besar di dadanya. Meskipun terluka parah, babi itu masih bergerak, tubuhnya bergoyang, berusaha untuk kembali berdiri. Kenta berdiri terpaku. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Itu bukan sihir seperti dalam dongeng, melainkan sesuatu yang jauh lebih modern dan menakutkan.

“Apa... apa itu tadi?” tanya Kenta dengan suara parau, masih memandangi lingkaran sihir di tanah yang perlahan memudar.

Kenta, yang menyaksikan itu semua, merasa seolah dunia terhenti. Lingkaran mekanis itu, ledakan cahaya, api yang dikendalikan dengan sempurna—itu lebih dari sekadar sihir. Itu teknologi, kekuatan yang terasa hampir tak terjangkau. Namun, saat dia menatap api yang perlahan memudar, sesuatu terjadi dalam dirinya. Sebuah suara samar, mekanis dan akrab, bergema di kepalanya.

“Penyalinan skill di proses. Mantra Api diaktifkan.”

Mata Kenta melebar. Dia memandang lingkaran sihir Hakka, lalu ke tangannya sendiri. Sebuah perasaan hangat menjalari tubuhnya, seolah ada sesuatu yang menyatu dengan dirinya. Tanpa sadar, Kenta memejamkan mata. Ketika dia membukanya kembali, lingkaran sihir yang hampir identik muncul di bawah kakinya. Denyutannya lebih lemah, tetapi pola geometris itu sama simetris dan sempurna.

“Apa?” gumam Hakka dengan alis terangkat. “Bagaimana bisa...?”

Namun, Kenta tidak mendengar kata-katanya. Di dalam dirinya, dia tahu apa yang harus dilakukan. Lingkaran sihirnya mulai bersinar merah, menyulut api kecil di atas telapak tangannya. Babi hutan itu bangkit dengan suara geraman yang dalam, meskipun tubuhnya bergoyang akibat luka bakar. Kali ini, ia menargetkan Hakka.

“Tidak!” seru Kenta.

Dia mengangkat tangannya, merasakan energi mengalir seperti arus listrik. Tanpa berpikir panjang, dia melemparkan api itu ke arah babi hutan. Api itu melesat liar, seperti kilatan merah yang berpendar terang, menghantam babi tepat di sisi tubuhnya.

Boom!

Hantaman itu membuat babi hutan terkapar. Tubuhnya tidak lagi bergerak. Lingkaran di bawah kaki Kenta memudar, tetapi rasa panas di dadanya masih terasa. Dia jatuh ke lutut, terengah-engah. Pandangannya bertemu dengan Hakka, yang menatapnya penuh kebingungan dan amarah.

"Aku... aku baru saja melakukan sesuatu yang bahkan tidak pernah kubayangkan. Bagaimana aku bisa mengendalikan api itu? Bukankah hanya Hakka yang memiliki kekuatan seperti itu? Apa ini... kemampuan yang diwarisi dari ayahku?"

Perasaan kagum dan panik saling beradu. Tubuhnya masih bergetar, tangannya masih terasa panas akibat lingkaran yang hampir menyatu dengannya.

“Bagaimana kau,” ujar Hakka, suaranya lebih tajam dari sebelumnya.

“Aku tidak tahu,” jawab Kenta, suaranya gemetar. “Itu... hanya terjadi.”

Hakka memandangi Kenta dengan tatapan penuh teka-teki. Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, dia menghela napas panjang.

“Kau benar-benar bocah aneh,” gumamnya. “Kita akan membahas ini nanti. Sekarang, bangun. Kalau kau terlalu lama merenung, kau mungkin akan kehilangan kesempatan untuk hidup lebih lama.”

Dengan tubuh yang masih gemetar, Kenta berdiri.

“Misi kelas normal terselesaikan, hadiah dikirimkan ke dalam kotak penyimpanan.”

Bersambung…

Bab terkait

  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 3

    Bab 3 : Sistem yang TerbangunKenta mengatur napasnya dalam-dalam, mencoba mengatasi kelelahan yang masih terasa setelah pertarungan sengit melawan babi hutan. Tubuhnya yang lelah bersandar pada salah satu pilar aula keluarga, sementara pandangannya sesekali melirik ke arah Hakka yang sedang memeriksa tumpukan daging babi hasil buruan mereka."Atur napasmu, dan coba evaluasi apa yang kau pelajari di hutan tadi," kata Hakka tanpa menoleh. Nada suaranya tegas namun tidak setajam biasanya. "Aku akan ke dapur untuk menyerahkan daging ini kepada tukang masak. Kalau kita beruntung, malam ini kita makan sup daging babi." Ia mengangkat bungkusan daging dan melangkah pergi tanpa menunggu jawaban Kenta.Kenta hanya mengangguk pelan. Setelah Hakka keluar dari aula, ia duduk bersila, mencoba menenangkan pikirannya. Di saat itulah, sesuatu yang penting terlintas di benaknya.“Bukankah aku mendapatkan hadiah dari misi sebelumnya?” gumamnya. Ia memejamkan mata, mencoba memusatkan perhatian.Tiba-tib

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 4

    BAB 4 : SayembaraKenta mengangguk dengan penuh keyakinan, meskipun hatinya berdegup keras. Dia menatap peta di tangannya dengan serius, seolah-olah peta itu adalah kunci terakhir untuk menyelamatkan desa. “Kita adakan sayembara,” katanya, suaranya tegas. “Kita kumpulkan orang-orang yang memiliki kemampuan dari desa ini.”Hakka, yang berdiri di sisinya, memandangnya dengan tatapan tajam sebelum tersenyum tipis. “Rencanamu lumayan juga bocah, tapi biar bagaimanapun dirimu harus waspada, Bocah. Desa ini sedang di ambang kehancuran. Orang-orangnya tidak mudah percaya. Luka mereka dalam, seperti jurang yang sulit dijembatani.”Tanpa membuang waktu, keduanya berjalan menuju pusat desa, di mana sebuah batu besar yang biasa digunakan untuk pengumuman penting berdiri megah di tengah alun-alun. Setiap langkah terasa berat bagi Kenta, karena dia tahu tanggung jawab yang menanti. Ketika mereka tiba, sebuah kerumunan kecil telah berkumpul. Wajah-wajah kusam itu mencerminkan kelelahan, kemarahan y

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 5

    BAB 5. Penaklukan Goa HitamMalam itu, udara malam itu terasa begitu pekat. Kelompok kecil yang dipimpin oleh Kenta telah berkumpul dalam radius 50 meter dari dekat mulut Gua Hitam, bersembunyi di balik formasi batu besar yang setengah terkikis waktu. Dari tempat mereka, cahaya bulan yang suram hanya cukup untuk menyoroti siluet besar goblin raksasa yang mondar-mandir di depan pintu masuk goa. Di belakang goblin, goa itu tampak seperti rahang raksasa, gelap, dan penuh rahasia mengerikan.Kenta melirik peta tambang yang dipenuhi tanda posisi peledak, jalur mundur, dan rencana cadangan. Sekitar mereka, bebatuan dan pecahan pohon berserakan, seolah menjadi bukti pertempuran yang pernah terjadi di sini. “Kita tidak bisa membiarkan goblin itu keluar. Kalau dia menyerang desa, kita semua selesai,” katanya pelan namun tegas.Di depan mereka, goblin raksasa itu berdiri, tubuhnya setinggi tiga meter dengan kulit bersisik seperti batu bara. Matanya kuning menyala, bergerak liar, mencari sesuatu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 6

    Bab 6: Apakah ini hadiah dari surga?Malam di desa Lembah Babi terasa berbeda. Cahaya api unggun yang biasanya redup kini memancarkan semangat baru di antara penduduk. Kemenangan melawan goblin raksasa di Goa Hitam telah memberikan harapan baru. Namun, di tengah kebahagiaan itu, Kenta memandangi layar sistem yang berpendar di depannya dengan ekspresi serius."Bug?" pikirnya, membaca notifikasi terakhir. "Apa maksudnya hadiah dihitung ulang?"Tiba-tiba, layar holografik di depannya menampilkan daftar hadiah yang baru saja diperbarui:- Cetak biru rancangan bangunan pertahanan desa kelas 1: menara kayu pemantau, arena latihan, balai perkumpulan, bengkel besi, dan gudang alat tempur.- 50 kotak bubuk mesiu.- 10 kotak biji-bijian.- Puluhan armor dan pedang rusak.- Undian karakter kelas spesial."Undian?" Mata Kenta melebar. "Apa lagi ini?"Sebuah roda berwarna cerah muncul di layar, berputar dengan cepat. Jarum perlahan melambat, melewati berbagai nama hingga akhirnya berhenti pada satu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 7

    BAB 7 : Jenderal Batu yang angkuh.Saat sebagian besar warga masih sibuk menyortir temuan dari Goa Hitam, sebuah teriakan tiba-tiba memecah keheningan."Tuan muda! Ada seseorang yang mengacau di gerbang desa!" seorang pria berlari tergesa-gesa menuju Kenta yang baru saja keluar dari gua bersama kelompoknya.Kenta menegakkan tubuhnya, wajahnya sedikit menyeringai, seolah menduga apa yang sedang terjadi. "Apakah hadiah karakter spesialku telah tiba?" gumamnya, nyaris terdengar seperti bisikan penuh antusiasme.Namun, sebelum ia sempat melangkah, Kakek Ha mengetuk kepala Kenta dengan tongkat kayunya. "Hentikan khayalanmu, bocah! Pergi dan lihat apa yang terjadi!" hardiknya dengan nada tajam."Hehe... Baik, Kek," jawab Kenta sambil terkekeh kecil.Saat Kenta tiba di gerbang utama desa, pemandangan di depannya cukup mengejutkan. Seorang pria bertubuh besar dengan otot yang menonjol di bawah baju kulitnya berdiri dengan kaki terpentang lebar, seperti gunung yang tak tergoyahkan. Wajahnya pen

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 8

    BAB 8 : Rencana PerangLedakan energi dari sihir api Kenta mengguncang udara. Meski tampak yakin, dalam hatinya Kenta menahan napas, mengawasi apa yang akan terjadi pada Rengga. Ketika ledakan itu mereda, debu mengepul, dan semua orang menahan napas, Rengga berdiri di tempatnya. Tubuhnya kokoh, namun luka bakar menggores lengannya. Ia menatap Kenta dengan tatapan yang bercampur antara kekesalan dan penghormatan.“Kau bocah…,” Rengga akhirnya berkata dengan suara berat. “Aku tidak pernah menyangka seseorang sepertimu bisa melukaiku.” Ia melirik luka di lengannya, lalu tertawa kecil. “Kau menang. Aku tunduk.”Para warga terpana, beberapa bahkan membelalak tak percaya. Bisikan pelan menyelimuti kerumunan, mencerminkan perasaan campur aduk antara rasa kagum dan kekhawatiran. "Dia benar-benar membuat Jenderal Batu tunduk..." bisik seorang wanita tua. Anak-anak kecil yang mengintip dari balik kaki ibu mereka mulai berlari mendekat, melihat Kenta dengan mata penuh rasa bangga, sementara beber

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 9

    BAB 9 : Hari Datangnya Perang [Peringatan!]Organisasi Bandit Pembunuh dalam perjalanan ke Desa Lembah Babi. Perkiraan waktu kedatangan: 1-2 jam.Kenta menatap layar itu dengan serius. Namun, perhatian utamanya tertuju pada notifikasi tambahan yang muncul di bawahnya:[Analisis Perang]Kekuatan Bandit: 74% (Dominan) Kekuatan Desa Lembah Babi: 26% (Lemah) Kemungkinan Kemenangan: 38%.“38 persen,” gumam Kenta sambil menghela napas panjang. “Tapi ini bukan nol.”Dengan tekad yang diperbarui, Kenta menutup layar holografiknya. “Jika aku tidak bisa menaikkan angka itu dengan kekuatan, aku akan melakukannya dengan akal.”Desa Lembah Babi tenggelam dalam bayang-bayang kecemasan. Cahaya redup dari lentera bergetar di antara deretan rumah kayu, seperti jantung warga yang berdetak gelisah. Suara langkah kaki tergesa-gesa bergema, bercampur dengan dentang alat dan bisikan doa yang lirih. Di aula desa, suasana seperti bara api yang siap menyala, menunggu kabar terakhir tentang musuh yang mendekat,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 10

    BAB 10 : Organisasi Bandit Pembunuh Tiba!Di tengah hutan yang gelap, Liam dan sepuluh pemanah tersembunyi di balik rerimbunan pepohonan. Mereka diam, menahan napas, memantau pasukan bandit berkuda yang mendekat dengan kecepatan tinggi. Derap kaki kuda menggema, membuat tanah bergetar seolah memperingatkan bahaya yang akan datang.Liam mengangkat tiga jarinya, memberi isyarat pada timnya untuk bersiap. Panah-panah sudah terpasang di busur, tegang menunggu aba-aba terakhir. “Satu… dua… tiga!” bisik Liam.Dalam hitungan ketiga, belasan anak panah melesat dari bayangan hutan, menyasar titik vital bandit dan kuda mereka. Jeritan terdengar saat beberapa bandit terjatuh dari kudanya, tubuh mereka terhantam panah tepat di leher atau dada. Kuda-kuda yang terluka meringkik keras, menyebabkan kekacauan di antara barisan pasukan musuh. Formasi mereka hancur, beberapa bandit saling bertabrakan, sementara yang lain berteriak panik mencoba mengendalikan tunggangan mereka.“Lari!” perintah Liam.Tanp

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04

Bab terbaru

  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 22

    Bab 22: Perang di Ambang PintuMatahari terbit di atas Lembah Babi, cahayanya menyinari desa yang kini telah bersiap menghadapi ancaman yang belum usai. Semalam, mereka berhasil menangkap Yara, mata-mata dari Kerajaan Pembunuh Bayaran, menggagalkan salah satu bagian dari rencana musuh. Namun, Kenta tahu betul bahwa ini hanya awal dari sesuatu yang lebih besar.Di dalam balai desa, Yara diikat di kursi dengan tangan terborgol. Wajahnya lebam akibat pukulan Rengga semalam, tetapi matanya masih menyala penuh kebencian. Di sekelilingnya, Kenta, Hakka, Rengga, Jenderal Batu, dan beberapa pemimpin desa berdiri dalam diam, menatapnya dengan penuh kewaspadaan."Kau akan bicara," kata Kenta, suaranya tenang tapi tajam. "Kami ingin tahu seberapa dalam rencana kerajaanmu."Yara menyeringai, seolah tak takut sedikit pun. "Kalian pikir hanya karena menangkapku, kalian sudah menyelamatkan desa ini?" Ia tertawa pelan. "Kalian hanya memperl

  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 21

    Bab 21: Bayangan yang MengintaiMalam itu, setelah menemukan mayat mata-mata dari Kerajaan Pembunuh Bayaran, Kenta duduk di balai desa bersama Hakka, Rengga, Jenderal Batu, dan beberapa tokoh penting lainnya. Di atas meja kayu yang usang, surat yang ditemukan di genggaman si mata-mata terbuka, tintanya masih jelas meski sudah terkena sedikit darah."Misi gagal. Lembah Babi masih berdiri. Kirim laporan ke markas utama. Siapkan rencana kedua."Kenta membaca ulang tulisan itu, mencoba memahami apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia menoleh ke arah Jenderal Batu yang berdiri dengan tangan menyilang, wajahnya penuh pertimbangan.“Apa menurutmu mereka akan segera menyerang lagi?” tanya Kenta.Jenderal Batu mengangguk pelan. “Jika mereka sampai mengirim mata-mata, itu berarti mereka sedang menyusun strategi baru. Mereka tidak akan menyerah hanya karena satu kekalahan.”Hakka menghembusk

  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 20

    Bab 20: Antara Kekaisaran dan KebebasanUdara pagi di Lembah Babi terasa lebih dingin dari biasanya. Meskipun pertempuran telah usai, ketegangan masih menggantung di antara penduduk desa. Mereka telah berhasil bertahan dari serangan Kerajaan Pembunuh Bayaran, tetapi kini ancaman baru datang dalam bentuk Kekaisaran yang ingin menjadikan desa mereka sebagai benteng pertahanan.Di balai desa, Kenta duduk di depan meja besar bersama para pemimpin desa. Hakka, Rengga, Jenderal Batu, Nenek Cio, dan beberapa tokoh lain hadir dalam pertemuan ini. Semua mata tertuju pada Kenta, menunggu keputusan yang akan ia buat."Dalam tiga hari, Kekaisaran akan menuntut jawaban," kata Hakka, suaranya dalam dan serius. "Jika kita menerima tawaran mereka, kita mendapatkan perlindungan. Tapi kita juga kehilangan kendali atas desa ini."Jenderal Batu menyilangkan tangan. "Jika kita menolak, kita harus bersiap menghadapi konsekuensinya. Kekaisaran tid

  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 19

    Bab 19: Luka dan KebangkitanMalam di Lembah Babi terasa sunyi setelah pertempuran dahsyat yang baru saja berlalu. Udara masih berbau darah dan asap dari rumah-rumah yang terbakar, tanah penuh dengan mayat prajurit musuh yang gagal melarikan diri. Beberapa penduduk yang selamat mulai mengumpulkan tubuh-tubuh itu, memisahkan mereka yang masih bernapas dari yang sudah tiada.Di tengah desa, di dalam sebuah rumah yang tersisa utuh, Kenta berbaring tak sadarkan diri. Napasnya lemah, tubuhnya penuh luka akibat pertempuran sengit melawan Ragnos. Inferno Overdrive telah menguras seluruh energinya, membuatnya nyaris kehilangan kesadaran begitu serangan terakhirnya berhasil.Hakka duduk di sampingnya, menggenggam pergelangan tangan Kenta sambil memeriksa denyut nadinya. Ia menghela napas lega. “Bocah ini masih hidup… tapi kondisinya parah.”Nenek Cio, yang bertugas merawat para korban luka, masuk k

  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 18

    Bab 18: Inferno GuardianApi yang dilepaskan Kenta menyala dengan hebat, bergulung-gulung seperti naga liar yang berusaha menelan Ragnos. Tanah di sekitarnya menghitam, udara mendidih oleh panasnya. Semua orang di medan perang berhenti bertarung sejenak, terpaku melihat gelombang api yang begitu besar meluncur ke arah algojo kerajaan.Namun, Ragnos hanya menyeringai. Dengan gerakan cepat, ia menghunus pedangnya ke depan.CLANG!Pedang hitamnya berpendar dengan cahaya merah gelap, dan dalam sekejap, api yang menghampirinya terbelah menjadi dua. Gelombang api yang seharusnya menghancurkannya malah terpencar ke samping, membakar rumah-rumah kosong di sekitar medan pertempuran.Kenta terkejut. "Tidak mungkin... dia menebas apiku?"Ragnos menatapnya dengan senyum dingin. "Sihir api yang mengandalkan kekuatan mentah? Itu terlalu mudah untuk ditangkis."Dalam sekejap, ia menghilang.Kent

  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 17

    Bab 17: Benteng TerakhirSuara dentingan senjata beradu dengan jeritan pertempuran mengisi udara. Lembah Babi, desa kecil yang dulunya hampir terlupakan, kini berubah menjadi medan perang. Pasukan dari Kerajaan Pembunuh Bayaran terus menyerang, sementara penduduk desa yang telah dipersiapkan oleh Kenta dan Rengga bertahan mati-matian.Di tengah kekacauan itu, Kenta berdiri di atas menara pemantau, mengamati jalannya pertempuran. Hatinya berdegup kencang. Meski strategi awal mereka berhasil menghambat musuh, pasukan dari barat masih terlalu banyak.Di bawah, Rengga bertarung dengan brutal. Pedangnya menebas tanpa ampun, setiap gerakannya penuh ketepatan. Beberapa prajurit musuh yang mencoba menyerang langsung terhempas oleh kekuatannya. Namun, bahkan dengan keterampilan bertarung yang luar biasa, ia sadar bahwa mereka berada dalam posisi sulit."Jangan biarkan mereka menembus barikade!" seru Rengga sambil menangkis serangan seorang prajuri

  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 16

    Bab 16: Perang di Gerbang DesaUdara pagi di Lembah Babi terasa berat. Kabut tipis melayang di antara pohon-pohon yang mengelilingi desa, menambah kesan suram di tengah ketegangan yang semakin memuncak. Di menara pemantau, Kenta berdiri dengan mata tajam mengamati perbatasan barat. Di kejauhan, kepulan asap hitam terlihat membumbung ke langit, menandakan pergerakan musuh semakin dekat.Di bawah menara, para penduduk bersiap dalam diam. Ada yang memperbaiki tombak dan pedang di bengkel baru, ada yang mengisi anak panah dengan racun buatan Nenek Cio, dan beberapa orang lainnya menggali parit jebakan di sepanjang jalan masuk desa. Meskipun ketakutan masih menyelimuti hati mereka, tidak ada satu pun yang memilih untuk lari. Mereka telah memutuskan: mereka akan bertarung.Hakka mendekat ke arah Kenta, ekspresinya penuh kekhawatiran. "Mereka akan tiba sebelum matahari mencapai puncaknya. Kita tidak bisa berharap pada bantuan Kekaisaran. Desa ini sepen

  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 15

    Bab 15: Benteng Pertama yang TerancamKehidupan di Lembah Babi mulai menunjukkan tanda-tanda perubahan. Desa yang selama ini terlupakan oleh dunia luar, kini perlahan-lahan dibangkitkan kembali. Pembangunan tembok pertahanan semakin menyelesaikan tahap awal, dengan menara pemantau tinggi yang baru selesai dibangun di ujung desa. Dari menara ini, Kenta bisa memandang jauh ke lembah yang sunyi. Jalan desa yang dulu penuh debu dan lumpur kini berubah, dengan rumah-rumah warga yang mulai diperbaiki.Tidak hanya infrastruktur yang dibangun. Sebuah bengkel besar baru dibuka di pusat desa, mengolah logam dari Tambang Besi Hitam yang sebelumnya terkubur dalam gua. Di bengkel ini, penduduk desa mulai memproduksi senjata dan baju zirah, berusaha menyiapkan diri untuk kemungkinan terburuk. Para pemuda yang terpilih dalam sayembara mulai dilatih oleh Rengga, sang Jenderal Batu, dengan keterampi

  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 14

    BAB 14 : ZeroSeorang pria bertubuh kekar dengan postur tegap muncul dari balik pintu. Dia mengenakan pakaian sederhana namun terlihat kuat, dengan lengan berotot yang terlihat jelas dari balik bajunya yang tergulung. Sebuah ikat kepala cokelat mengikat rambutnya yang gelap, dan pensil tersembul dari telinga kiri, seolah ia sedang siap untuk bekerja dengan tangan terampilnya. Wajahnya tampak penuh dengan bekas luka kecil, bukti dari banyaknya pengalaman dan kerja keras yang telah dilalui. Meskipun usianya cukup tua, ada kesan lembut yang terpancar dari sorot matanya yang tajam dan wajah yang tegas.“Tuan Muda, ini dia. Zero, pandai besi terkenal di desa ini. Seorang ahli yang dapat membuat senjata dan peralatan dengan kualitas terbaik,” ujar Liam dengan suara penuh kebanggaan.Zero mengangguk perlahan, menyapa Kenta dengan tatapan tajam dan penuh penghormatan. “Tuan Muda, saya dengar Anda sedang berencana membangun kembali desa in

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status