Dunia Kuno dalam cerita mengikuti hierarki kekuatan tertentu: Normal, Langka, Spesial, Top, Supreme, dan Legendaris. Tingkatan ini berlaku untuk senjata, kemampuan manusia, hingga benda-benda kuno.
BAB 9 : Hari Datangnya Perang [Peringatan!]Organisasi Bandit Pembunuh dalam perjalanan ke Desa Lembah Babi. Perkiraan waktu kedatangan: 1-2 jam.Kenta menatap layar itu dengan serius. Namun, perhatian utamanya tertuju pada notifikasi tambahan yang muncul di bawahnya:[Analisis Perang]Kekuatan Bandit: 74% (Dominan) Kekuatan Desa Lembah Babi: 26% (Lemah) Kemungkinan Kemenangan: 38%.“38 persen,” gumam Kenta sambil menghela napas panjang. “Tapi ini bukan nol.”Dengan tekad yang diperbarui, Kenta menutup layar holografiknya. “Jika aku tidak bisa menaikkan angka itu dengan kekuatan, aku akan melakukannya dengan akal.”Desa Lembah Babi tenggelam dalam bayang-bayang kecemasan. Cahaya redup dari lentera bergetar di antara deretan rumah kayu, seperti jantung warga yang berdetak gelisah. Suara langkah kaki tergesa-gesa bergema, bercampur dengan dentang alat dan bisikan doa yang lirih. Di aula desa, suasana seperti bara api yang siap menyala, menunggu kabar terakhir tentang musuh yang mendekat,
BAB 10 : Organisasi Bandit Pembunuh Tiba!Di tengah hutan yang gelap, Liam dan sepuluh pemanah tersembunyi di balik rerimbunan pepohonan. Mereka diam, menahan napas, memantau pasukan bandit berkuda yang mendekat dengan kecepatan tinggi. Derap kaki kuda menggema, membuat tanah bergetar seolah memperingatkan bahaya yang akan datang.Liam mengangkat tiga jarinya, memberi isyarat pada timnya untuk bersiap. Panah-panah sudah terpasang di busur, tegang menunggu aba-aba terakhir. “Satu… dua… tiga!” bisik Liam.Dalam hitungan ketiga, belasan anak panah melesat dari bayangan hutan, menyasar titik vital bandit dan kuda mereka. Jeritan terdengar saat beberapa bandit terjatuh dari kudanya, tubuh mereka terhantam panah tepat di leher atau dada. Kuda-kuda yang terluka meringkik keras, menyebabkan kekacauan di antara barisan pasukan musuh. Formasi mereka hancur, beberapa bandit saling bertabrakan, sementara yang lain berteriak panik mencoba mengendalikan tunggangan mereka.“Lari!” perintah Liam.Tanp
BAB 11 : Pertarungan Para JenderalRengga maju dengan langkah mantap, tombak di tangannya memantulkan cahaya bulan. Otot-ototnya menegang, penuh amarah yang tak tertahankan. Kebencian yang dia pendam bertahun-tahun terhadap “anjing-anjing penguasa kota” memuncak, menjadikannya kekuatan besar di medan perang.Namun, saat ia mendekati lawannya, suara Kenta memecah kemarahannya.“Ingat tujuanmu!” bisik Kenta dengan tegas. “Kau hanya perlu menahannya. Tunggu aba-aba dariku untuk mundur. Dirimu adalah kunci kemenangan kita!”Rengga melirik Kenta sejenak, lalu mengangguk singkat tanpa mengucapkan sepatah kata.Di depannya, seorang pria kekar dengan rambut kusut dan tatapan beringas mengangkat pisaunya yang melengkung seperti sabit. Mata pria itu bersinar dengan kebengisan yang murni.“Aku Holo,” teriak pria itu, menjilat mata pisau sabitnya hingga ujungnya menyentuh bibir. “Pangli
BAB 12. Administrator SistemCahaya pagi yang hangat menyinari lembah yang sebelumnya menjadi arena pertumpahan darah. Di kejauhan, asap tipis masih membubung dari reruntuhan bekas puluhan kotak bubuk mesiu yang meledak, mengingatkan penduduk desa akan kerasnya perjuangan semalam.Kenta berdiri di atas bukit kecil di pelataran aula pertemuan, mengamati pemandangan yang suram namun penuh arti. Pasukan bandit telah dihancurkan, dan penduduk desa yang bertahan kini mulai keluar dari persembunyian mereka dengan langkah ragu namun penuh harapan. Sisa- sisa kemenangan tampak jelas, kuda-kuda yang tertinggal di ladang, peralatan perang dari musuh yang berserakan, dan udara yang membawa bau mesiu dan tanah basah. Ia memandangi medan perang yang mulai tenang, mencoba merenungkan langkah berikutnya.Kenta tahu bahwa ini bukan akhir. Ia mengepalkan tangan, mengingat notifikasi sistem yang muncul di benaknya: “Misi Kelas Spesial: Penaklukan Penyerang
BAB 13. Pasca PerangKetika pintu aula terbuka, suasana di dalam langsung menyergap Kenta seperti gelombang. Ruangan besar itu dipenuhi oleh orang-orang yang duduk dalam lingkaran tidak sempurna, sebagian besar adalah wajah-wajah familiar. Para petani yang selama ini mengolah ladang, pandai besi yang tangannya dipenuhi bekas luka pekerjaan, bahkan beberapa orang bepengaruh di desa seperti Kakek Ha dan Nenek Cio. Mereka semua menoleh serempak saat pintu berderit terbuka.Keheningan menyelimuti ruangan.“Tuan Muda,” suara Nenek Cio memecah keheningan, lembut namun jelas. “Kami semua sudah menunggu Anda.”Kenta melangkah masuk, menganggukkan kepala dengan hormat kepada mereka yang menatapnya. Di dalam aula, meskipun ada kelelahan yang tergambar di wajah setiap orang, rasa bangga tampak jelas di mata mereka. Sebagian besar tersenyum kecil, bahkan ada yang menunduk sedikit, seolah menyembunyikan rasa gugup mereka.I
BAB 14 : ZeroSeorang pria bertubuh kekar dengan postur tegap muncul dari balik pintu. Dia mengenakan pakaian sederhana namun terlihat kuat, dengan lengan berotot yang terlihat jelas dari balik bajunya yang tergulung. Sebuah ikat kepala cokelat mengikat rambutnya yang gelap, dan pensil tersembul dari telinga kiri, seolah ia sedang siap untuk bekerja dengan tangan terampilnya. Wajahnya tampak penuh dengan bekas luka kecil, bukti dari banyaknya pengalaman dan kerja keras yang telah dilalui. Meskipun usianya cukup tua, ada kesan lembut yang terpancar dari sorot matanya yang tajam dan wajah yang tegas.“Tuan Muda, ini dia. Zero, pandai besi terkenal di desa ini. Seorang ahli yang dapat membuat senjata dan peralatan dengan kualitas terbaik,” ujar Liam dengan suara penuh kebanggaan.Zero mengangguk perlahan, menyapa Kenta dengan tatapan tajam dan penuh penghormatan. “Tuan Muda, saya dengar Anda sedang berencana membangun kembali desa in
Bab 15: Benteng Pertama yang TerancamKehidupan di Lembah Babi mulai menunjukkan tanda-tanda perubahan. Desa yang selama ini terlupakan oleh dunia luar, kini perlahan-lahan dibangkitkan kembali. Pembangunan tembok pertahanan semakin menyelesaikan tahap awal, dengan menara pemantau tinggi yang baru selesai dibangun di ujung desa. Dari menara ini, Kenta bisa memandang jauh ke lembah yang sunyi. Jalan desa yang dulu penuh debu dan lumpur kini berubah, dengan rumah-rumah warga yang mulai diperbaiki.Tidak hanya infrastruktur yang dibangun. Sebuah bengkel besar baru dibuka di pusat desa, mengolah logam dari Tambang Besi Hitam yang sebelumnya terkubur dalam gua. Di bengkel ini, penduduk desa mulai memproduksi senjata dan baju zirah, berusaha menyiapkan diri untuk kemungkinan terburuk. Para pemuda yang terpilih dalam sayembara mulai dilatih oleh Rengga, sang Jenderal Batu, dengan keterampi
Bab 16: Perang di Gerbang DesaUdara pagi di Lembah Babi terasa berat. Kabut tipis melayang di antara pohon-pohon yang mengelilingi desa, menambah kesan suram di tengah ketegangan yang semakin memuncak. Di menara pemantau, Kenta berdiri dengan mata tajam mengamati perbatasan barat. Di kejauhan, kepulan asap hitam terlihat membumbung ke langit, menandakan pergerakan musuh semakin dekat.Di bawah menara, para penduduk bersiap dalam diam. Ada yang memperbaiki tombak dan pedang di bengkel baru, ada yang mengisi anak panah dengan racun buatan Nenek Cio, dan beberapa orang lainnya menggali parit jebakan di sepanjang jalan masuk desa. Meskipun ketakutan masih menyelimuti hati mereka, tidak ada satu pun yang memilih untuk lari. Mereka telah memutuskan: mereka akan bertarung.Hakka mendekat ke arah Kenta, ekspresinya penuh kekhawatiran. "Mereka akan tiba sebelum matahari mencapai puncaknya. Kita tidak bisa berharap pada bantuan Kekaisaran. Desa ini sepen
Bab 55: Jejak Darah dan Keheningan yang MencekamSudah beberapa minggu berlalu sejak pembangunan desa Lembah Babi mencapai kemajuan besar. Seluruh penduduk semakin merasa nyaman dengan kehidupan yang lebih teratur dan terjamin, berkat hasil kerja keras mereka. Namun, kesejahteraan yang perlahan tumbuh itu mulai diganggu oleh kabar buruk yang datang dari luar. Desas-desus tentang pembunuhan yang terjadi di desa-desa sekitar mulai menyebar dengan cepat. Kabar tersebut mengusik ketenangan di Lembah Babi, membawa gelombang kecemasan yang mengalir perlahan di antara warga.Hari itu, suasana di desa terasa lebih sunyi dari biasanya. Kenta tengah berjalan di sepanjang jalan utama desa, matanya fokus pada laporan yang dibawa oleh Maya. Wajahnya serius, penuh pemikiran. Sesekali ia men
Bab 54: Pembangunan Desa Level 3 dan Tantangan Musim DinginSuasana pagi itu tenang. Matahari perlahan muncul di balik pegunungan, menerangi desa yang kini tampak lebih kokoh dan terorganisir daripada sebelumnya. Lembah Babi, yang sebelumnya hanya sebuah kawasan kecil yang tersembunyi di balik hutan dan perbukitan, kini berkembang pesat. Setiap sudut desa memperlihatkan tanda-tanda pembangunan yang mengesankan. Jalan-jalan yang lebih lebar, bangunan-bangunan yang lebih stabil, dan pertanian yang semakin terorganisir memberikan harapan bagi Kenta dan warganya.Kenta berjalan dengan langkah mantap melalui desa yang telah berkembang pesat. Pasukan Lembah Babi yang dulu hanya dikenal sebagai pasukan yang terlatih dalam pertempuran kini juga menjadi ahli dalam berbagai bidang. Bebe
Bab 53: Persiapan di Lembah BabiHembusan angin malam menggetarkan ranting-ranting pohon di sekitar camp yang didirikan di luar kota. Api unggun yang menyala dengan cahaya kuning-oranye memberikan kehangatan di udara yang semakin dingin. Para prajurit Lembah Babi duduk berkelompok, berbicara dengan suara rendah, sementara para pemimpin desa berkumpul di sekitar Kenta yang tengah merenung.Kenta duduk dengan punggung tegak, tatapannya kosong sejenak. Ia memikirkan apa yang baru saja terjadi, dan apa yang akan datang. Setelah keputusan untuk menghentikan pertempuran dan menarik pasukan, Kenta tahu bahwa masa depan mereka takkan sesederhana itu. Kekaisaran mungkin memberikan jeda sejenak, tapi tidak ada yang bisa memastikan berapa lama. Itu adalah waktu yang mereka butuhkan untuk
Bab 52: Keputusan yang Belum UsaiHening menyelimuti medan perang setelah perintah Jenderal Marcus untuk menahan Ryoji diumumkan. Pasukan Lembah Babi dan pasukan Kekaisaran saling menatap dengan waspada, masih belum benar-benar yakin apakah ini benar-benar akhir dari pertarungan.Namun, Marcus tetap berdiri tegap di antara dua kekuatan besar yang hampir saling membinasakan. Kenta, dengan napas masih berat setelah duel panjangnya, menatap langsung ke arah Marcus, mencoba menelaah keputusan yang baru saja dibuat."Kau yakin ini keputusan yang benar?" suara Kenta terdengar tegas namun penuh skeptisisme.Marcus menatap Kenta dengan sorot mata yang sulit dibaca. "Aku tidak akan bertindak gegabah tanpa bukti yang cukup. Aku akan membawa Ryoji ke istana dan memastikan bahwa informasi yang diberikan kepada Kaisar selama ini tidak dimanipulasi."Dua prajurit kekaisaran menyeret Ryoji yang masih memberontak. Bangsawan itu berte
Bab 51: Di Ujung Pedang – Diplomasi di Medan PerangLangit yang kelabu masih menaungi ibu kota kekaisaran, tetapi suara dentingan senjata perlahan mulai mereda. Pasukan dari kedua belah pihak berdiri dengan waspada, menunggu langkah selanjutnya. Pertempuran yang baru saja berkecamuk dengan brutal kini hanya menyisakan ketegangan yang bisa dirasakan di udara.Di tengah medan perang yang masih dipenuhi mayat dan darah, Jenderal Marcus menatap ke arah Kenta, yang berdiri di seberang dengan napas terengah. Dekrit kekaisaran yang diperintahkan kepadanya masih tergenggam erat di tangannya.Hening. Setiap orang di medan perang tahu bahwa keputusan Marcus sekarang akan menentukan jalannya sejarah. Kenta mengangkat kepalanya, menatap mata Marcus dengan penuh ketegas
Bab 50 : Pertempuran di Jantung KekaisaranLangit kelabu menaungi ibu kota kekaisaran, memberikan atmosfer mencekam bagi mereka yang telah bersiap bertarung. Hujan turun perlahan, membasahi tanah berbatu dan bangunan-bangunan megah yang menjulang di sekitar alun-alun. Namun, di balik ketenangan itu, peperangan besar telah pecah."Majuuu!"Suara lantang Jenderal Batu menggema di tengah suara dentingan senjata dan pekikan prajurit. Prajurit Baja, yang dipimpinnya, bergerak maju dalam formasi perisai rapat, menciptakan benteng manusia yang sulit ditembus. Serangan pedang musuh yang bertubi-tubi dipantulkan oleh zirah baja mereka, sementara tombak panjang yang mereka pegang menusuk tanpa ampun ke arah pasukan kekaisaran yang mendekat.Di sisi lain, Rengga dan Pasukan Berkuda Besi menerjang seperti badai. Derap kuda yang kuat mengguncang tanah, dan tombak panjan
Bab 49 : Di Ambang KematianAngin dingin berembus pelan di atas ibu kota kekaisaran. Langit yang biasanya cerah tampak kelabu, seolah menyatu dengan suasana tegang yang menyelimuti seluruh kota. Hari ini, ada eksekusi besar yang akan dilakukan di alun-alun utama dan nama yang akan dihapus dari dunia ini adalah Kenta, pemimpin Desa Lembah Babi.Di bawah menara eksekusi yang menjulang di tengah alun-alun, ribuan penduduk telah berkumpul. Mereka datang bukan hanya karena rasa penasaran, tetapi juga karena ketakutan. Kekaisaran jarang melakukan eksekusi di tempat terbuka seperti ini, apalagi terhadap seseorang yang berasal dari desa kecil yang hampir tidak memiliki nama di peta politik kekaisaran.“Jadi ini orangnya…?”
Bab 48 : Sang Tahanan Eksekusi MatiGelap. Itulah yang pertama kali dirasakan Kenta begitu kesadarannya mulai kembali. Seluruh tubuhnya terasa berat, seolah beban raksasa menekan dari segala arah. Rasa nyeri menjalar di sekujur tubuhnya, dari luka-luka terbuka hingga memar akibat pertempuran sebelumnya. Ia mencoba menggerakkan tangan, namun bunyi gemeretak besi segera menyadarkannya bahwa ia tengah dirantai. Ketika matanya terbuka sepenuhnya, ia langsung disambut oleh pemandangan dinding batu kasar yang lembap, udara dingin yang menusuk, dan cahaya obor yang berkedip redup. Ruang bawah tanah.Kenta menghela napas, berusaha menenangkan pikirannya yang masih berat. "Jadi begini rasanya kalah..." gumamnya, setengah mengejek dirinya sendiri."Aku penasaran berapa lama
Bab 47: Satu Lawan Sepuluh RibuAngin malam berhembus kencang di tengah distrik hiburan. Langit yang awalnya cerah kini terasa menekan, seolah ikut menjadi saksi atas pertempuran yang akan segera pecah.Di hadapan Kenta, puluhan ribu pasukan Ryoji telah mengepungnya dari segala penjuru. Jalanan sempit dan atap rumah-rumah bertingkat penuh dengan prajurit bersenjata lengkap, masing-masing siap menghabisinya dalam sekejap.Namun, di tengah kepungan itu, Kenta hanya berdiri diam. Mata emasnya menatap ke sekeliling, menghafalkan posisi lawan, mengukur celah-celah kecil di antara gerakan mereka.Di atas balkon paviliun utama, Kaede berdiri dengan tangan terlipat. Senyum meremehkan terlukis di wajahnya. “Lihatlah dirimu