Dunia Kuno dalam cerita mengikuti hierarki kekuatan tertentu: Normal, Langka, Spesial, Top, Supreme, dan Legendaris. Tingkatan ini berlaku untuk senjata, kemampuan manusia, hingga benda-benda kuno.
Bab 1: Kebangkitan di Lembah BabiGang sempit itu pengap, dipenuhi aroma keringat, asap rokok, dan lumpur basah. Lampu jalan redup berkedip lemas, menciptakan bayangan samar di malam yang pekat. Kenta terjatuh, tubuhnya penuh lebam dan luka. Napasnya tersengal-sengal, sementara dunia di sekelilingnya berputar seperti mimpi buruk yang tak kunjung usai.Beberapa pria berdiri mengepungnya, tatapan mereka tajam penuh kebencian, seperti pemburu yang menemukan mangsa tak berdaya. Tawa dingin mereka menggema di malam kelam, menusuk hati. Salah satu dari mereka maju, tendangannya menghantam kepala Kenta dengan brutal. Darah hangat mengalir dari bibirnya yang pecah.“Uangnya mana? Beri sekarang, atau kau mati di sini!” suara pria itu pendek dan menusuk.Kenta mencoba menegakkan kepala, tapi pandangannya kabur. Tubuhnya gemetar, seperti lentera kecil yang nyaris padam. "Maaf... aku tidak punya apa-apa lagi," suaranya serak, hampir tenggelam dalam tawa para pria itu. "Tolong... jangan bunuh aku.
Bab 2 : Berburu Babi HutanMatahari pagi baru saja muncul di langit timur ketika Kenta terbangun oleh suara keras yang memekakkan telinga.“Bangun, bocah! Kalau kau terus tidur seperti ini, kita takkan pernah memulai!” seru Hakka sambil mengetuk pintu kamar Kenta dengan tongkat kayunya.Kenta membuka matanya dengan berat, kepalanya masih terasa pening. Malam sebelumnya terasa seperti mimpi buruk, terutama interaksinya dengan Hakka. Namun, suara kasar pria tua itu adalah bukti nyata bahwa dia tak bermimpi."Baik, baik! Aku bangun!" balas Kenta, mencoba bangkit dari tempat tidur dengan malas.Namun, Hakka sudah membuka pintu tanpa menunggu izin. “Lihat dirimu, seperti pangeran manja yang tersesat di pondok petani! Cepat siap-siap. Kita akan pergi ke hutan sebelum matahari terlalu tinggi,” perintahnya sambil melipat tangan, ekspresinya penuh ketidaksabaran.Kenta mendesah panjang, menyadari bahwa tidak ada gunanya membantah. “Kenapa kau begitu bersemangat membawaku ke hutan?” gumamnya, l
Bab 3 : Sistem yang TerbangunKenta mengatur napasnya dalam-dalam, mencoba mengatasi kelelahan yang masih terasa setelah pertarungan sengit melawan babi hutan. Tubuhnya yang lelah bersandar pada salah satu pilar aula keluarga, sementara pandangannya sesekali melirik ke arah Hakka yang sedang memeriksa tumpukan daging babi hasil buruan mereka."Atur napasmu, dan coba evaluasi apa yang kau pelajari di hutan tadi," kata Hakka tanpa menoleh. Nada suaranya tegas namun tidak setajam biasanya. "Aku akan ke dapur untuk menyerahkan daging ini kepada tukang masak. Kalau kita beruntung, malam ini kita makan sup daging babi." Ia mengangkat bungkusan daging dan melangkah pergi tanpa menunggu jawaban Kenta.Kenta hanya mengangguk pelan. Setelah Hakka keluar dari aula, ia duduk bersila, mencoba menenangkan pikirannya. Di saat itulah, sesuatu yang penting terlintas di benaknya.“Bukankah aku mendapatkan hadiah dari misi sebelumnya?” gumamnya. Ia memejamkan mata, mencoba memusatkan perhatian.Tiba-tib
BAB 4 : SayembaraKenta mengangguk dengan penuh keyakinan, meskipun hatinya berdegup keras. Dia menatap peta di tangannya dengan serius, seolah-olah peta itu adalah kunci terakhir untuk menyelamatkan desa. “Kita adakan sayembara,” katanya, suaranya tegas. “Kita kumpulkan orang-orang yang memiliki kemampuan dari desa ini.”Hakka, yang berdiri di sisinya, memandangnya dengan tatapan tajam sebelum tersenyum tipis. “Rencanamu lumayan juga bocah, tapi biar bagaimanapun dirimu harus waspada, Bocah. Desa ini sedang di ambang kehancuran. Orang-orangnya tidak mudah percaya. Luka mereka dalam, seperti jurang yang sulit dijembatani.”Tanpa membuang waktu, keduanya berjalan menuju pusat desa, di mana sebuah batu besar yang biasa digunakan untuk pengumuman penting berdiri megah di tengah alun-alun. Setiap langkah terasa berat bagi Kenta, karena dia tahu tanggung jawab yang menanti. Ketika mereka tiba, sebuah kerumunan kecil telah berkumpul. Wajah-wajah kusam itu mencerminkan kelelahan, kemarahan y
BAB 5. Penaklukan Goa HitamMalam itu, udara malam itu terasa begitu pekat. Kelompok kecil yang dipimpin oleh Kenta telah berkumpul dalam radius 50 meter dari dekat mulut Gua Hitam, bersembunyi di balik formasi batu besar yang setengah terkikis waktu. Dari tempat mereka, cahaya bulan yang suram hanya cukup untuk menyoroti siluet besar goblin raksasa yang mondar-mandir di depan pintu masuk goa. Di belakang goblin, goa itu tampak seperti rahang raksasa, gelap, dan penuh rahasia mengerikan.Kenta melirik peta tambang yang dipenuhi tanda posisi peledak, jalur mundur, dan rencana cadangan. Sekitar mereka, bebatuan dan pecahan pohon berserakan, seolah menjadi bukti pertempuran yang pernah terjadi di sini. “Kita tidak bisa membiarkan goblin itu keluar. Kalau dia menyerang desa, kita semua selesai,” katanya pelan namun tegas.Di depan mereka, goblin raksasa itu berdiri, tubuhnya setinggi tiga meter dengan kulit bersisik seperti batu bara. Matanya kuning menyala, bergerak liar, mencari sesuatu
Bab 6: Apakah ini hadiah dari surga?Malam di desa Lembah Babi terasa berbeda. Cahaya api unggun yang biasanya redup kini memancarkan semangat baru di antara penduduk. Kemenangan melawan goblin raksasa di Goa Hitam telah memberikan harapan baru. Namun, di tengah kebahagiaan itu, Kenta memandangi layar sistem yang berpendar di depannya dengan ekspresi serius."Bug?" pikirnya, membaca notifikasi terakhir. "Apa maksudnya hadiah dihitung ulang?"Tiba-tiba, layar holografik di depannya menampilkan daftar hadiah yang baru saja diperbarui:- Cetak biru rancangan bangunan pertahanan desa kelas 1: menara kayu pemantau, arena latihan, balai perkumpulan, bengkel besi, dan gudang alat tempur.- 50 kotak bubuk mesiu.- 10 kotak biji-bijian.- Puluhan armor dan pedang rusak.- Undian karakter kelas spesial."Undian?" Mata Kenta melebar. "Apa lagi ini?"Sebuah roda berwarna cerah muncul di layar, berputar dengan cepat. Jarum perlahan melambat, melewati berbagai nama hingga akhirnya berhenti pada satu
BAB 7 : Jenderal Batu yang angkuh.Saat sebagian besar warga masih sibuk menyortir temuan dari Goa Hitam, sebuah teriakan tiba-tiba memecah keheningan."Tuan muda! Ada seseorang yang mengacau di gerbang desa!" seorang pria berlari tergesa-gesa menuju Kenta yang baru saja keluar dari gua bersama kelompoknya.Kenta menegakkan tubuhnya, wajahnya sedikit menyeringai, seolah menduga apa yang sedang terjadi. "Apakah hadiah karakter spesialku telah tiba?" gumamnya, nyaris terdengar seperti bisikan penuh antusiasme.Namun, sebelum ia sempat melangkah, Kakek Ha mengetuk kepala Kenta dengan tongkat kayunya. "Hentikan khayalanmu, bocah! Pergi dan lihat apa yang terjadi!" hardiknya dengan nada tajam."Hehe... Baik, Kek," jawab Kenta sambil terkekeh kecil.Saat Kenta tiba di gerbang utama desa, pemandangan di depannya cukup mengejutkan. Seorang pria bertubuh besar dengan otot yang menonjol di bawah baju kulitnya berdiri dengan kaki terpentang lebar, seperti gunung yang tak tergoyahkan. Wajahnya pen
BAB 8 : Rencana PerangLedakan energi dari sihir api Kenta mengguncang udara. Meski tampak yakin, dalam hatinya Kenta menahan napas, mengawasi apa yang akan terjadi pada Rengga. Ketika ledakan itu mereda, debu mengepul, dan semua orang menahan napas, Rengga berdiri di tempatnya. Tubuhnya kokoh, namun luka bakar menggores lengannya. Ia menatap Kenta dengan tatapan yang bercampur antara kekesalan dan penghormatan.“Kau bocah…,” Rengga akhirnya berkata dengan suara berat. “Aku tidak pernah menyangka seseorang sepertimu bisa melukaiku.” Ia melirik luka di lengannya, lalu tertawa kecil. “Kau menang. Aku tunduk.”Para warga terpana, beberapa bahkan membelalak tak percaya. Bisikan pelan menyelimuti kerumunan, mencerminkan perasaan campur aduk antara rasa kagum dan kekhawatiran. "Dia benar-benar membuat Jenderal Batu tunduk..." bisik seorang wanita tua. Anak-anak kecil yang mengintip dari balik kaki ibu mereka mulai berlari mendekat, melihat Kenta dengan mata penuh rasa bangga, sementara beber
BAB 7 : Jenderal Batu yang angkuh.Saat sebagian besar warga masih sibuk menyortir temuan dari Goa Hitam, sebuah teriakan tiba-tiba memecah keheningan."Tuan muda! Ada seseorang yang mengacau di gerbang desa!" seorang pria berlari tergesa-gesa menuju Kenta yang baru saja keluar dari gua bersama kelompoknya.Kenta menegakkan tubuhnya, wajahnya sedikit menyeringai, seolah menduga apa yang sedang terjadi. "Apakah hadiah karakter spesialku telah tiba?" gumamnya, nyaris terdengar seperti bisikan penuh antusiasme.Namun, sebelum ia sempat melangkah, Kakek Ha mengetuk kepala Kenta dengan tongkat kayunya. "Hentikan khayalanmu, bocah! Pergi dan lihat apa yang terjadi!" hardiknya dengan nada tajam."Hehe... Baik, Kek," jawab Kenta sambil terkekeh kecil.Saat Kenta tiba di gerbang utama desa, pemandangan di depannya cukup mengejutkan. Seorang pria bertubuh besar dengan otot yang menonjol di bawah baju kulitnya berdiri dengan kaki terpentang lebar, seperti gunung yang tak tergoyahkan. Wajahnya pen
Bab 6: Apakah ini hadiah dari surga?Malam di desa Lembah Babi terasa berbeda. Cahaya api unggun yang biasanya redup kini memancarkan semangat baru di antara penduduk. Kemenangan melawan goblin raksasa di Goa Hitam telah memberikan harapan baru. Namun, di tengah kebahagiaan itu, Kenta memandangi layar sistem yang berpendar di depannya dengan ekspresi serius."Bug?" pikirnya, membaca notifikasi terakhir. "Apa maksudnya hadiah dihitung ulang?"Tiba-tiba, layar holografik di depannya menampilkan daftar hadiah yang baru saja diperbarui:- Cetak biru rancangan bangunan pertahanan desa kelas 1: menara kayu pemantau, arena latihan, balai perkumpulan, bengkel besi, dan gudang alat tempur.- 50 kotak bubuk mesiu.- 10 kotak biji-bijian.- Puluhan armor dan pedang rusak.- Undian karakter kelas spesial."Undian?" Mata Kenta melebar. "Apa lagi ini?"Sebuah roda berwarna cerah muncul di layar, berputar dengan cepat. Jarum perlahan melambat, melewati berbagai nama hingga akhirnya berhenti pada satu
BAB 5. Penaklukan Goa HitamMalam itu, udara malam itu terasa begitu pekat. Kelompok kecil yang dipimpin oleh Kenta telah berkumpul dalam radius 50 meter dari dekat mulut Gua Hitam, bersembunyi di balik formasi batu besar yang setengah terkikis waktu. Dari tempat mereka, cahaya bulan yang suram hanya cukup untuk menyoroti siluet besar goblin raksasa yang mondar-mandir di depan pintu masuk goa. Di belakang goblin, goa itu tampak seperti rahang raksasa, gelap, dan penuh rahasia mengerikan.Kenta melirik peta tambang yang dipenuhi tanda posisi peledak, jalur mundur, dan rencana cadangan. Sekitar mereka, bebatuan dan pecahan pohon berserakan, seolah menjadi bukti pertempuran yang pernah terjadi di sini. “Kita tidak bisa membiarkan goblin itu keluar. Kalau dia menyerang desa, kita semua selesai,” katanya pelan namun tegas.Di depan mereka, goblin raksasa itu berdiri, tubuhnya setinggi tiga meter dengan kulit bersisik seperti batu bara. Matanya kuning menyala, bergerak liar, mencari sesuatu
BAB 4 : SayembaraKenta mengangguk dengan penuh keyakinan, meskipun hatinya berdegup keras. Dia menatap peta di tangannya dengan serius, seolah-olah peta itu adalah kunci terakhir untuk menyelamatkan desa. “Kita adakan sayembara,” katanya, suaranya tegas. “Kita kumpulkan orang-orang yang memiliki kemampuan dari desa ini.”Hakka, yang berdiri di sisinya, memandangnya dengan tatapan tajam sebelum tersenyum tipis. “Rencanamu lumayan juga bocah, tapi biar bagaimanapun dirimu harus waspada, Bocah. Desa ini sedang di ambang kehancuran. Orang-orangnya tidak mudah percaya. Luka mereka dalam, seperti jurang yang sulit dijembatani.”Tanpa membuang waktu, keduanya berjalan menuju pusat desa, di mana sebuah batu besar yang biasa digunakan untuk pengumuman penting berdiri megah di tengah alun-alun. Setiap langkah terasa berat bagi Kenta, karena dia tahu tanggung jawab yang menanti. Ketika mereka tiba, sebuah kerumunan kecil telah berkumpul. Wajah-wajah kusam itu mencerminkan kelelahan, kemarahan y
Bab 3 : Sistem yang TerbangunKenta mengatur napasnya dalam-dalam, mencoba mengatasi kelelahan yang masih terasa setelah pertarungan sengit melawan babi hutan. Tubuhnya yang lelah bersandar pada salah satu pilar aula keluarga, sementara pandangannya sesekali melirik ke arah Hakka yang sedang memeriksa tumpukan daging babi hasil buruan mereka."Atur napasmu, dan coba evaluasi apa yang kau pelajari di hutan tadi," kata Hakka tanpa menoleh. Nada suaranya tegas namun tidak setajam biasanya. "Aku akan ke dapur untuk menyerahkan daging ini kepada tukang masak. Kalau kita beruntung, malam ini kita makan sup daging babi." Ia mengangkat bungkusan daging dan melangkah pergi tanpa menunggu jawaban Kenta.Kenta hanya mengangguk pelan. Setelah Hakka keluar dari aula, ia duduk bersila, mencoba menenangkan pikirannya. Di saat itulah, sesuatu yang penting terlintas di benaknya.“Bukankah aku mendapatkan hadiah dari misi sebelumnya?” gumamnya. Ia memejamkan mata, mencoba memusatkan perhatian.Tiba-tib
Bab 2 : Berburu Babi HutanMatahari pagi baru saja muncul di langit timur ketika Kenta terbangun oleh suara keras yang memekakkan telinga.“Bangun, bocah! Kalau kau terus tidur seperti ini, kita takkan pernah memulai!” seru Hakka sambil mengetuk pintu kamar Kenta dengan tongkat kayunya.Kenta membuka matanya dengan berat, kepalanya masih terasa pening. Malam sebelumnya terasa seperti mimpi buruk, terutama interaksinya dengan Hakka. Namun, suara kasar pria tua itu adalah bukti nyata bahwa dia tak bermimpi."Baik, baik! Aku bangun!" balas Kenta, mencoba bangkit dari tempat tidur dengan malas.Namun, Hakka sudah membuka pintu tanpa menunggu izin. “Lihat dirimu, seperti pangeran manja yang tersesat di pondok petani! Cepat siap-siap. Kita akan pergi ke hutan sebelum matahari terlalu tinggi,” perintahnya sambil melipat tangan, ekspresinya penuh ketidaksabaran.Kenta mendesah panjang, menyadari bahwa tidak ada gunanya membantah. “Kenapa kau begitu bersemangat membawaku ke hutan?” gumamnya, l
Bab 1: Kebangkitan di Lembah BabiGang sempit itu pengap, dipenuhi aroma keringat, asap rokok, dan lumpur basah. Lampu jalan redup berkedip lemas, menciptakan bayangan samar di malam yang pekat. Kenta terjatuh, tubuhnya penuh lebam dan luka. Napasnya tersengal-sengal, sementara dunia di sekelilingnya berputar seperti mimpi buruk yang tak kunjung usai.Beberapa pria berdiri mengepungnya, tatapan mereka tajam penuh kebencian, seperti pemburu yang menemukan mangsa tak berdaya. Tawa dingin mereka menggema di malam kelam, menusuk hati. Salah satu dari mereka maju, tendangannya menghantam kepala Kenta dengan brutal. Darah hangat mengalir dari bibirnya yang pecah.“Uangnya mana? Beri sekarang, atau kau mati di sini!” suara pria itu pendek dan menusuk.Kenta mencoba menegakkan kepala, tapi pandangannya kabur. Tubuhnya gemetar, seperti lentera kecil yang nyaris padam. "Maaf... aku tidak punya apa-apa lagi," suaranya serak, hampir tenggelam dalam tawa para pria itu. "Tolong... jangan bunuh aku.