Bab 3 : Sistem yang Terbangun
Kenta mengatur napasnya dalam-dalam, mencoba mengatasi kelelahan yang masih terasa setelah pertarungan sengit melawan babi hutan. Tubuhnya yang lelah bersandar pada salah satu pilar aula keluarga, sementara pandangannya sesekali melirik ke arah Hakka yang sedang memeriksa tumpukan daging babi hasil buruan mereka.
"Atur napasmu, dan coba evaluasi apa yang kau pelajari di hutan tadi," kata Hakka tanpa menoleh. Nada suaranya tegas namun tidak setajam biasanya. "Aku akan ke dapur untuk menyerahkan daging ini kepada tukang masak. Kalau kita beruntung, malam ini kita makan sup daging babi." Ia mengangkat bungkusan daging dan melangkah pergi tanpa menunggu jawaban Kenta.
Kenta hanya mengangguk pelan. Setelah Hakka keluar dari aula, ia duduk bersila, mencoba menenangkan pikirannya. Di saat itulah, sesuatu yang penting terlintas di benaknya.
“Bukankah aku mendapatkan hadiah dari misi sebelumnya?” gumamnya. Ia memejamkan mata, mencoba memusatkan perhatian.
Tiba-tiba, suara mekanis yang tenang terdengar di kepalanya.
[Sistem diaktifkan. Hadiah misi tersedia untuk klaim. Membuka menu...]
Sebuah tampilan transparan muncul di hadapan Kenta, seperti layar yang menggantung di udara. Ia melihat daftar hadiah dengan penjelasan rinci:
[Teknik Penyembuhan Diri (Kelas Normal) : menyembuhkan luka ringan dan memulihkan stamina dalam posisi bermeditasi, Tongkat Sihir Kuno (Kelas Langka) : peninggalan pemimpin desa, hadiah menyelamatkan ahli racun di pinggiran hutan) , Gulungan Kuno Misterius.]Mata Kenta berbinar saat membaca deskripsi hadiah tersebut.
“Teknik penyembuhan ini akan sangat berguna,” gumamnya. Ia memutuskan untuk mencobanya, duduk bersila dengan tangan diletakkan di atas lutut. Dengan memusatkan perhatian pada napasnya, ia merasa aliran energi di tubuhnya mulai mengalir lebih lancar. Denyut di lengannya berkurang, dan tubuhnya terasa segar kembali.
“Tongkat sihir ini juga menarik. Tapi, apa fungsi sebenarnya dari gulungan kuno ini?” Kenta memegang gulungan yang tiba-tiba muncul di tangannya. Sebelum ia sempat mempelajarinya lebih lanjut, suara baru yang berbeda dari sebelumnya terdengar.
[Administrator Sistem telah terhubung.]
Kenta tersentak. Suara itu terdengar lebih manusiawi, namun tetap memiliki nada mekanis. Ia menoleh ke sekeliling, tetapi aula itu kosong.
"Administrator sistem? Apa maksudnya?" tanyanya dalam hati.
"Selamat datang, Tuan Kenta," suara itu melanjutkan. "Saya adalah Maya, administrator sistem yang berada dalam pikiran Anda."
“Maya? Administrator sistem?” Kenta mencoba mencerna apa yang terjadi.
"Saya dirancang untuk memandu Anda dalam perjalanan ini. Dunia ini memiliki aturan dan hierarki tertentu. Anda telah menyelesaikan misi perburuan babi hutan dan menerima hadiah berupa gulungan kuno. Sebagai hadiah tambahan, Anda dapat mengajukan satu pertanyaan kepada saya."
Kenta mengerutkan kening. “Hanya satu pertanyaan?” pikirnya keras. Ada begitu banyak hal yang ingin ia tanyakan, tetapi ia tahu harus memilih dengan bijak.
“Kalau begitu, jelaskan sistem dunia ini. Aku ingin tahu apa yang sedang kuhadapi,” katanya akhirnya.
Maya menjawab dengan nada tenang, seolah mempertimbangkan bagaimana menyampaikan informasi. "Dunia ini mengikuti hierarki kekuatan tertentu: Normal, Langka, Spesial, Top, Supreme, dan Legendaris. Tingkatan ini berlaku untuk senjata, kemampuan manusia, hingga benda-benda kuno."
Kenta mengernyit. "Jadi, tongkat ini... Tongkat Sihir Kuno, termasuk kelas Langka? Apa yang membuatnya berbeda dari kelas Normal?"
"Tongkat Sihir Kuno mampu memperkuat sihir elemen dasar tanpa pelatihan khusus. Itu salah satu ciri utama kelas Langka," jelas Maya singkat. "Tapi, potensi itu hanya bisa dimanfaatkan sepenuhnya jika pengguna menguasai teknik tertentu."
Kenta merenung. "Jadi, semakin tinggi kelasnya, semakin sulit untuk menguasai kekuatan itu?"
"Betul. Tingkatan yang lebih tinggi tidak hanya soal kekuatan, tetapi juga kompatibilitas dan pemahaman. Bahkan ayah Anda, seorang pemburu yang berbakat, terhenti di tingkat Langka meskipun bertahun-tahun berusaha. Ia kehilangan kesempatan menjadi pemburu tingkat Spesial karena tidak mampu memanfaatkan potensi penuh 'Pisau Bayangan,' senjatanya dahulu."
Kenta menunduk, kenangan tentang ayahnya menyesakkan dada. Tapi ia segera mengalihkan pikiran. "Bukankah Kakek Ha pernah menceritakan bahwa ayahku dibunuh oleh bos organisa bandit gunung? Bisakah kau menceritakan padaku mengenai kekuatannya?"
Maya terdiam sesaat sebelum menjawab. "Ya. Menurut catatan sistem, ketua organisasi bandit tersebut menggunakan senjata magis kelas Spesial, 'Tombak Ular.' Kemampuannya cukup unik: serangan tombak itu meninggalkan luka yang sulit disembuhkan dengan teknik penyembuhan biasa karena racun unik yang ada didalamnya."
Mata Kenta membulat. "Jadi, bahkan Teknik Penyembuhan Diri yang baru saja kupelajari tidak akan berguna?"
"Teknik itu hanya efektif pada luka ringan," balas Maya. "Jika Anda berniat menghadapi mereka, Anda perlu kekuatan lebih besar. Gulungan Kuno yang Anda peroleh mungkin dapat membantu, tetapi hanya jika Anda memahami cara menggunakannya."
Sebelum Kenta sempat bertanya lebih lanjut, suara Hakka menggema dari arah dapur. "Kenta! Kalau kau sudah selesai bermalas-malasan, datang ke sini. Ada yang perlu kita bahas."
Dengan berat hati, Kenta mengabaikan tampilan sistem dan bangkit untuk menemui pamannya. Tapi di dalam benaknya, informasi dari Maya terus bergema. Ia tidak hanya harus melindungi desanya—ia juga harus menemukan cara untuk melampaui keterbatasan yang pernah menahan ayahnya.
Kenta mendengarkan dengan serius. Penjelasan ini menjawab sebagian kebingungannya, tetapi juga memunculkan lebih banyak pertanyaan di benaknya. Namun, sebelum ia sempat bertanya lagi, suara Hakka terdengar dari arah dapur.
“Kenta! Kalau kau sudah selesai bermalas-malasan, datanglah ke sini. Bantu aku untuk mengurus babi-babi ini,” panggil Hakka dengan nada tegas.
Kenta bangkit dengan enggan, masih memikirkan informasi yang baru saja diterimanya. Ia berjalan menuju dapur, di mana Hakka sedang memotong daging dengan cekatan.
"Aku menemukan sesuatu," kata Kenta dengan hati-hati, mencoba menilai reaksi Hakka.
Hakka menghentikan pekerjaannya, matanya menyipit. "Tambang Besi Hitam? Tunggu, dari mana kau mendapatkannya?"
"Di kamar ayah, aku menemukan peta yang menunjukkan lokasi Tambang Besi Hitam."
“Ehmm, aku pernah mendengar bahwa ayahmu menceritakan beberapa hal terkait tambang ini bocah. Dulu saat Lembah Babi merupakan yang terbaik di Pinggiran Kota Batu, penghasilan utama keluarga adalah produk dari biji besi hitam.”
"Sejujurnya, aku tidak yakin," jawab Kenta. "Tapi aku merasa ini penting, terutama setelah... kematian ayah."
“Tapi, bahkan ayahmu yang memiliki pengalaman bertempur saja, tidak berani mendekatinya selama dua puluh tahun terakhir. Ia mengatakan ada Goblin Raksasa yang menjaganya!”
Kenta mengernyit,” Lalu, apakah tidak ada cara mengalahkannya, Kek?!”
Hakka mengangguk perlahan, ekspresinya berubah serius. "Ada, tapi setidaknya kita harus membawa banyak ahli pertempuran dan strategi yang matang untuk bisa mengalahkannya, tidak ada ruang untuk kesalahan."
Percakapan mereka terhenti oleh suara langkah kaki tergesa-gesa dari luar. Liam, keponakan Hakka, muncul di pintu dengan wajah tegang. Pemuda itu membawa busur besar di punggungnya dan gulungan kecil yang diikat pada anak panah.
“Paman Hakka! Pesan darurat!” serunya sambil menyerahkan gulungan itu. Hakka membuka gulungan dengan cepat, dan wajahnya berubah suram.
“Organisasi bandit gunung...” gumamnya. “Mereka memberikan ultimatum. Sepuluh hari lagi, desa ini harus menyerahkan biji-bijian, emas, dan... budak. Jika tidak, mereka akan membantai semuanya.”
Kenta mengepalkan tangannya. "Sepuluh hari... Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi."
Hakka menatapnya tajam. "Kalau begitu, kita harus bersiap. Dan itu termasuk mempersiapkan menaklukan apa yang ada di Tambang Besi Hitam. Kita akan gunakan apapun yang bisa membantu kita melawan mereka."
Kenta mengangguk, lalu menatap peta itu dengan serius. “Kita adakan sayembara!”
Bersambung…
BAB 4 : SayembaraKenta mengangguk dengan penuh keyakinan, meskipun hatinya berdegup keras. Dia menatap peta di tangannya dengan serius, seolah-olah peta itu adalah kunci terakhir untuk menyelamatkan desa. “Kita adakan sayembara,” katanya, suaranya tegas. “Kita kumpulkan orang-orang yang memiliki kemampuan dari desa ini.”Hakka, yang berdiri di sisinya, memandangnya dengan tatapan tajam sebelum tersenyum tipis. “Rencanamu lumayan juga bocah, tapi biar bagaimanapun dirimu harus waspada, Bocah. Desa ini sedang di ambang kehancuran. Orang-orangnya tidak mudah percaya. Luka mereka dalam, seperti jurang yang sulit dijembatani.”Tanpa membuang waktu, keduanya berjalan menuju pusat desa, di mana sebuah batu besar yang biasa digunakan untuk pengumuman penting berdiri megah di tengah alun-alun. Setiap langkah terasa berat bagi Kenta, karena dia tahu tanggung jawab yang menanti. Ketika mereka tiba, sebuah kerumunan kecil telah berkumpul. Wajah-wajah kusam itu mencerminkan kelelahan, kemarahan y
BAB 5. Penaklukan Goa HitamMalam itu, udara malam itu terasa begitu pekat. Kelompok kecil yang dipimpin oleh Kenta telah berkumpul dalam radius 50 meter dari dekat mulut Gua Hitam, bersembunyi di balik formasi batu besar yang setengah terkikis waktu. Dari tempat mereka, cahaya bulan yang suram hanya cukup untuk menyoroti siluet besar goblin raksasa yang mondar-mandir di depan pintu masuk goa. Di belakang goblin, goa itu tampak seperti rahang raksasa, gelap, dan penuh rahasia mengerikan.Kenta melirik peta tambang yang dipenuhi tanda posisi peledak, jalur mundur, dan rencana cadangan. Sekitar mereka, bebatuan dan pecahan pohon berserakan, seolah menjadi bukti pertempuran yang pernah terjadi di sini. “Kita tidak bisa membiarkan goblin itu keluar. Kalau dia menyerang desa, kita semua selesai,” katanya pelan namun tegas.Di depan mereka, goblin raksasa itu berdiri, tubuhnya setinggi tiga meter dengan kulit bersisik seperti batu bara. Matanya kuning menyala, bergerak liar, mencari sesuatu
Bab 6: Apakah ini hadiah dari surga?Malam di desa Lembah Babi terasa berbeda. Cahaya api unggun yang biasanya redup kini memancarkan semangat baru di antara penduduk. Kemenangan melawan goblin raksasa di Goa Hitam telah memberikan harapan baru. Namun, di tengah kebahagiaan itu, Kenta memandangi layar sistem yang berpendar di depannya dengan ekspresi serius."Bug?" pikirnya, membaca notifikasi terakhir. "Apa maksudnya hadiah dihitung ulang?"Tiba-tiba, layar holografik di depannya menampilkan daftar hadiah yang baru saja diperbarui:- Cetak biru rancangan bangunan pertahanan desa kelas 1: menara kayu pemantau, arena latihan, balai perkumpulan, bengkel besi, dan gudang alat tempur.- 50 kotak bubuk mesiu.- 10 kotak biji-bijian.- Puluhan armor dan pedang rusak.- Undian karakter kelas spesial."Undian?" Mata Kenta melebar. "Apa lagi ini?"Sebuah roda berwarna cerah muncul di layar, berputar dengan cepat. Jarum perlahan melambat, melewati berbagai nama hingga akhirnya berhenti pada satu
BAB 7 : Jenderal Batu yang angkuh.Saat sebagian besar warga masih sibuk menyortir temuan dari Goa Hitam, sebuah teriakan tiba-tiba memecah keheningan."Tuan muda! Ada seseorang yang mengacau di gerbang desa!" seorang pria berlari tergesa-gesa menuju Kenta yang baru saja keluar dari gua bersama kelompoknya.Kenta menegakkan tubuhnya, wajahnya sedikit menyeringai, seolah menduga apa yang sedang terjadi. "Apakah hadiah karakter spesialku telah tiba?" gumamnya, nyaris terdengar seperti bisikan penuh antusiasme.Namun, sebelum ia sempat melangkah, Kakek Ha mengetuk kepala Kenta dengan tongkat kayunya. "Hentikan khayalanmu, bocah! Pergi dan lihat apa yang terjadi!" hardiknya dengan nada tajam."Hehe... Baik, Kek," jawab Kenta sambil terkekeh kecil.Saat Kenta tiba di gerbang utama desa, pemandangan di depannya cukup mengejutkan. Seorang pria bertubuh besar dengan otot yang menonjol di bawah baju kulitnya berdiri dengan kaki terpentang lebar, seperti gunung yang tak tergoyahkan. Wajahnya pen
BAB 8 : Rencana PerangLedakan energi dari sihir api Kenta mengguncang udara. Meski tampak yakin, dalam hatinya Kenta menahan napas, mengawasi apa yang akan terjadi pada Rengga. Ketika ledakan itu mereda, debu mengepul, dan semua orang menahan napas, Rengga berdiri di tempatnya. Tubuhnya kokoh, namun luka bakar menggores lengannya. Ia menatap Kenta dengan tatapan yang bercampur antara kekesalan dan penghormatan.“Kau bocah…,” Rengga akhirnya berkata dengan suara berat. “Aku tidak pernah menyangka seseorang sepertimu bisa melukaiku.” Ia melirik luka di lengannya, lalu tertawa kecil. “Kau menang. Aku tunduk.”Para warga terpana, beberapa bahkan membelalak tak percaya. Bisikan pelan menyelimuti kerumunan, mencerminkan perasaan campur aduk antara rasa kagum dan kekhawatiran. "Dia benar-benar membuat Jenderal Batu tunduk..." bisik seorang wanita tua. Anak-anak kecil yang mengintip dari balik kaki ibu mereka mulai berlari mendekat, melihat Kenta dengan mata penuh rasa bangga, sementara beber
BAB 9 : Hari Datangnya Perang [Peringatan!]Organisasi Bandit Pembunuh dalam perjalanan ke Desa Lembah Babi. Perkiraan waktu kedatangan: 1-2 jam.Kenta menatap layar itu dengan serius. Namun, perhatian utamanya tertuju pada notifikasi tambahan yang muncul di bawahnya:[Analisis Perang]Kekuatan Bandit: 74% (Dominan) Kekuatan Desa Lembah Babi: 26% (Lemah) Kemungkinan Kemenangan: 38%.“38 persen,” gumam Kenta sambil menghela napas panjang. “Tapi ini bukan nol.”Dengan tekad yang diperbarui, Kenta menutup layar holografiknya. “Jika aku tidak bisa menaikkan angka itu dengan kekuatan, aku akan melakukannya dengan akal.”Desa Lembah Babi tenggelam dalam bayang-bayang kecemasan. Cahaya redup dari lentera bergetar di antara deretan rumah kayu, seperti jantung warga yang berdetak gelisah. Suara langkah kaki tergesa-gesa bergema, bercampur dengan dentang alat dan bisikan doa yang lirih. Di aula desa, suasana seperti bara api yang siap menyala, menunggu kabar terakhir tentang musuh yang mendekat,
BAB 10 : Organisasi Bandit Pembunuh Tiba!Di tengah hutan yang gelap, Liam dan sepuluh pemanah tersembunyi di balik rerimbunan pepohonan. Mereka diam, menahan napas, memantau pasukan bandit berkuda yang mendekat dengan kecepatan tinggi. Derap kaki kuda menggema, membuat tanah bergetar seolah memperingatkan bahaya yang akan datang.Liam mengangkat tiga jarinya, memberi isyarat pada timnya untuk bersiap. Panah-panah sudah terpasang di busur, tegang menunggu aba-aba terakhir. “Satu… dua… tiga!” bisik Liam.Dalam hitungan ketiga, belasan anak panah melesat dari bayangan hutan, menyasar titik vital bandit dan kuda mereka. Jeritan terdengar saat beberapa bandit terjatuh dari kudanya, tubuh mereka terhantam panah tepat di leher atau dada. Kuda-kuda yang terluka meringkik keras, menyebabkan kekacauan di antara barisan pasukan musuh. Formasi mereka hancur, beberapa bandit saling bertabrakan, sementara yang lain berteriak panik mencoba mengendalikan tunggangan mereka.“Lari!” perintah Liam.Tanp
BAB 11 : Pertarungan Para JenderalRengga maju dengan langkah mantap, tombak di tangannya memantulkan cahaya bulan. Otot-ototnya menegang, penuh amarah yang tak tertahankan. Kebencian yang dia pendam bertahun-tahun terhadap “anjing-anjing penguasa kota” memuncak, menjadikannya kekuatan besar di medan perang.Namun, saat ia mendekati lawannya, suara Kenta memecah kemarahannya.“Ingat tujuanmu!” bisik Kenta dengan tegas. “Kau hanya perlu menahannya. Tunggu aba-aba dariku untuk mundur. Dirimu adalah kunci kemenangan kita!”Rengga melirik Kenta sejenak, lalu mengangguk singkat tanpa mengucapkan sepatah kata.Di depannya, seorang pria kekar dengan rambut kusut dan tatapan beringas mengangkat pisaunya yang melengkung seperti sabit. Mata pria itu bersinar dengan kebengisan yang murni.“Aku Holo,” teriak pria itu, menjilat mata pisau sabitnya hingga ujungnya menyentuh bibir. “Pangli
BAB 77 – AWAL TURNAMEN SERIBU BESARSuara gong besar menggema di seluruh arena utama. Ribuan peserta yang berkumpul di alun-alun pusat segera mengalihkan perhatian mereka ke podium, tempat Kakek Hakka dan para tetua Sekte Lembah Babi berdiri. Di samping mereka, kelima Jenderal Paviliun berjajar, masing-masing dengan ekspresi tenang, menatap para pendekar muda yang akan bertarung di turnamen ini.Suasana semakin memanas. Turnamen Seribu Besar bukanlah kompetisi biasa, ini adalah ajang bagi para pendekar muda dari seluruh benua untuk membuktikan diri. Sekte-sekte besar, klan-klan terhormat, bahkan pendekar independen turut hadir demi satu tujuan: kejayaan dan hadiah yang luar biasa.Di antara peserta, beberapa sosok mencuri perhatian. Mereka adalah nama-nama yang sudah dikenal sebagai jenius muda, orang-orang yang diprediksi akan masuk 10 besar turnamen ini.Di sudut arena, sekelompok pemuda dari berbagai sekte tengah berdiskusi dengan suara rendah.“Dengar-dengar, ‘Si Tangan Setan’ jug
BAB 76 – PERKENALAN PARA JENDERALLangit siang membentang luas di atas arena utama Turnamen Seribu Besar, namun suasana di tanah jauh dari ketenangan. Puluhan ribu pasang mata dari berbagai sekte dan klan menatap lurus ke panggung utama, tempat para Jenderal Paviliun Sekte Lembah Babi berdiri dengan gagah.Para murid baru, pendekar independen, dan tetua-tetua dari berbagai belahan dunia menunggu dengan penuh antisipasi. Hari ini, sebelum turnamen benar-benar dimulai, para jenderal yang baru terpilih akan memperkenalkan diri dan menunjukkan teknik khas masing-masing paviliun.Di podium tertinggi, Kakek Hakka berdiri dengan tangan di belakang, matanya menyapu kerumunan di bawahnya. Dengan suara yang menggema, ia berbicara:“Hari ini, sebelum kita menyaksikan para jenius muda bertarung di turnamen ini, aku ingin memperkenalkan para pemimpin baru dari Sekte Lembah Babi.”Kerumunan mulai berbisik, beberapa tampak tidak sabar untuk melihat langsung kemampuan para jenderal yang akan memimpin
BAB 75 – AWAL TURNAMEN SERIBU BESARPagi itu, langit cerah membentang luas di atas Sekte Lembah Babi, tetapi suasana di tanah terasa begitu padat dan bergemuruh. Di depan gerbang utama, ribuan orang dari berbagai sekte, klan, dan kelompok independen memadati pelataran, menunggu giliran untuk masuk ke area pendaftaran. Para peserta, tetua sekte, dan penonton dari seluruh penjuru benua berkumpul di tempat ini, semua dengan tujuan yang sama, menyaksikan dan berpartisipasi dalam Turnamen Seribu Besar, ajang yang akan menentukan generasi pendekar paling berbakat dalam beberapa dekade ke depan.Namun, di balik kemeriahan ini, ada satu hal yang menarik perhatian banyak orang: hadiah utama turnamen ini yang ditawarkan oleh Sekte Lembah Babi.- Satu tempat di antara lima paviliun utama sekte untuk pemenang pertama.- Teknik kultivasi tingkat tinggi dari arsip rahasia sekte bagi mereka yang masuk sepuluh besar.- Sumber daya langka, termasuk pil kultivasi dan senjata pusaka, bagi mereka yang ma
BAB 74 – MENGUJI BATASLangit pagi di Sekte Lembah Babi masih diselimuti kabut tipis saat para Jenderal Paviliun yang baru terpilih mulai menjalani latihan intensif. Mereka hanya memiliki satu minggu untuk menguasai teknik kultivasi khas masing-masing paviliun sebelum demonstrasi besar di Turnamen Seribu Besar, ajang bergengsi yang akan menentukan murid-murid baru berbakat dari seluruh benua.Tidak ada waktu untuk bersantai. Ini bukan sekadar latihan biasa—ini adalah ujian untuk membuktikan bahwa mereka memang layak memimpin.Di aula utama sekte, para Jenderal Paviliun berdiri berbaris di hadapan Dewan Tetua. Mereka mendengarkan dengan saksama instruksi terakhir sebelum memulai latihan mereka."Dalam waktu seminggu, kalian harus bisa memahami dan menguasai teknik yang diberikan kepada kalian," ujar Kakek Hakka, sorot matanya penuh ketegasan. "Bukan hanya menggunakannya, tetapi mengajarkannya. Ingat, kalian adalah pemimpin, bukan sekadar petarung."Nenek Cio menambahkan dengan suara le
BAB 73. Para Jenderal 5 PaviliunLangit mulai berubah jingga saat turnamen besar Sekte Lembah Babi akhirnya mencapai akhir. Debu yang beterbangan perlahan mereda, dan para murid yang menyaksikan pertarungan dari tribun masih dipenuhi semangat. Dari sekian banyak peserta, lima petarung terbaik telah muncul sebagai pemenang, siap menerima gelar Jenderal Paviliun dan memimpin generasi berikutnya.Kelima jenderal yang berhasil lolos ke puncak turnamen adalah:- Haru ; petarung cepat dan strategis yang menekankan akurasi serta kelicikan dalam bertarung.- Mei ; ahli dalam seni bertarung dengan berbagai jenis senjata, tangguh dan cerdas dalam membaca lawan.- Daichi ; pendekar kuat dengan serangan eksplosif, mengandalkan kekuatan fisik yang dominan.- Souta ; pengamat pertempuran yang mampu memanfaatkan celah sekecil apa pun untuk membalikkan keadaan.- Renji ; seorang petarung serba bisa dengan kemampuan adaptasi tinggi, menjadikannya lawan yang sulit diprediksi.Sementara itu, mereka akan
BAB 72. Otot vs KelincahanLangit siang itu cerah tanpa awan, tetapi atmosfer di sekitar arena terasa tegang. Ribuan pasang mata menatap dua sosok yang berdiri di tengah panggung batu yang telah dipenuhi retakan-retakan lama. Bagi para murid Sekte Lembah Babi, pertarungan ini bukan sekadar duel biasa. Ini adalah awal dari seleksi lima jenderal paviliun, sebuah posisi yang hanya bisa diisi oleh mereka yang benar-benar pantas.Di tengah arena, Goro dan Haru berdiri berhadapan. Goro, seorang pria bertubuh raksasa dengan otot yang menggembung seperti batu pahat, menatap lawannya dengan percaya diri. Bekas luka panjang yang melintang di lengan kanannya menjadi bukti dari pertarungan-pertarungan brutal yang telah ia lalui. Di sisi lain, Haru terlihat lebih tenang. Tubuhnya lebih ramping dan lentur, sorot matanya tajam dan penuh perhitungan. Tidak ada ketegangan yang terlihat di tubuhnya, tidak ada ekspresi gentar. Yang ada hanyalah ketenangan yang seakan menunggu celah untuk menyerang. Di a
Bab 71 – Arena Sayembara dan Penyebaran Nama SekteMatahari mulai meninggi, menyinari arena utama Sekte Lembah Babi yang kini dipenuhi ribuan pasang mata penuh antusiasme. Gema sorakan dan teriakan para murid serta penduduk bergemuruh, menanti pertarungan yang akan menentukan lima jenderal besar.Di tengah-tengah tribun, para tetua sekte duduk di tempat kehormatan, mengawasi arena dengan mata tajam. Mereka tahu, hari ini bukan sekadar pertandingan, hari ini akan menentukan arah masa depan sekte mereka.Kenta berdiri di atas panggung, memandang lautan manusia di hadapannya. Ia menarik napas panjang, lalu mengangkat tangannya."Diam!"Suara itu menggelegar, seketika meredam riuh rendah sorakan. Seluruh mata kini tertuju kepadanya. Kenta melanjutkan, "Sekte Lembah Babi bukan lagi sekadar desa kecil di ujung dunia. Kita telah berkembang menjadi kekuatan baru, dan hari ini akan menjadi bukti bahwa kita layak dihormati!"Sorakan membahana."Para pendekar terbaik sekte akan bertarung untuk
BAB 70. Kelahiran Sekte Lembah BabiFajar menyingsing di cakrawala, menyelimuti tanah luas yang kini mulai diubah menjadi arena besar. Desa yang dulu terpencil ini telah berkembang begitu pesat hingga tak lagi pantas disebut desa.Hari ini, sejarah akan berubah. Kenta berdiri di atas bukit kecil, menatap hamparan lahan luas yang tengah dipersiapkan. Dulu, tempat ini hanya dataran kosong, tetapi dalam beberapa bulan terakhir, pembangunan besar-besaran telah dilakukan. Arena utama, tribun penonton, serta lima paviliun megah kini berdiri di berbagai penjuru wilayah. Di belakangnya, kelima tetua sekte berdiri dalam satu barisan.- Kakek Hakka, pria tua dengan janggut putih panjang, akan membimbing Paviliun Naga Langit, paviliun strategi dan kepemimpinan.- Nenek Cio, sosok bijak yang selama ini menangani masalah kesehatan dan peradaban, akan menaungi Paviliun Phoenix Merah, yang berfokus pada penyembuhan dan alkimia.- Rengga, sang petarung tak terkalahkan yang selalu berada di garis depa
Bab 69 – Kepulangan dan Awal BaruKenta berdiri di puncak bukit kecil, memandang desa di kejauhan yang kini mulai terlihat di balik pepohonan. Cahaya obor dan lentera menerangi jalan-jalan utama, memberi kesan hangat di tengah dinginnya angin malam. Setelah perjalanan panjang dan pertarungan yang menguras tenaga, akhirnya mereka kembali.Di belakangnya, Asami berjalan dengan langkah ringan, sesekali melirik Kenta yang tampak diam sejak tadi. Sementara itu, Renji dan Hideo mengikuti dari belakang dengan ekspresi bercampur aduk, lega karena selamat, tetapi canggung karena mereka tak tahu bagaimana mereka akan diterima di desa ini.Ketika mereka semakin dekat dengan gerbang desa, beberapa penjaga yang berjaga di pos depan segera menyadari kedatangan mereka. Salah satu dari mereka, seorang pria bertubuh kekar dengan bekas luka di pipi, melangkah maju dengan sorot mata terkejut."Kenta?!" serunya.Sorak-sorai kecil mulai terdengar dari para penjaga lainnya. Salah satu dari mereka segera be