Bab 3 : Sistem yang Terbangun
Kenta mengatur napasnya dalam-dalam, mencoba mengatasi kelelahan yang masih terasa setelah pertarungan sengit melawan babi hutan. Tubuhnya yang lelah bersandar pada salah satu pilar aula keluarga, sementara pandangannya sesekali melirik ke arah Hakka yang sedang memeriksa tumpukan daging babi hasil buruan mereka.
"Atur napasmu, dan coba evaluasi apa yang kau pelajari di hutan tadi," kata Hakka tanpa menoleh. Nada suaranya tegas namun tidak setajam biasanya. "Aku akan ke dapur untuk menyerahkan daging ini kepada tukang masak. Kalau kita beruntung, malam ini kita makan sup daging babi." Ia mengangkat bungkusan daging dan melangkah pergi tanpa menunggu jawaban Kenta.
Kenta hanya mengangguk pelan. Setelah Hakka keluar dari aula, ia duduk bersila, mencoba menenangkan pikirannya. Di saat itulah, sesuatu yang penting terlintas di benaknya.
“Bukankah aku mendapatkan hadiah dari misi sebelumnya?” gumamnya. Ia memejamkan mata, mencoba memusatkan perhatian.
Tiba-tiba, suara mekanis yang tenang terdengar di kepalanya.
[Sistem diaktifkan. Hadiah misi tersedia untuk klaim. Membuka menu...]
Sebuah tampilan transparan muncul di hadapan Kenta, seperti layar yang menggantung di udara. Ia melihat daftar hadiah dengan penjelasan rinci:
[Teknik Penyembuhan Diri (Kelas Normal) : menyembuhkan luka ringan dan memulihkan stamina dalam posisi bermeditasi, Tongkat Sihir Kuno (Kelas Langka) : peninggalan pemimpin desa, hadiah menyelamatkan ahli racun di pinggiran hutan) , Gulungan Kuno Misterius.]Mata Kenta berbinar saat membaca deskripsi hadiah tersebut.
“Teknik penyembuhan ini akan sangat berguna,” gumamnya. Ia memutuskan untuk mencobanya, duduk bersila dengan tangan diletakkan di atas lutut. Dengan memusatkan perhatian pada napasnya, ia merasa aliran energi di tubuhnya mulai mengalir lebih lancar. Denyut di lengannya berkurang, dan tubuhnya terasa segar kembali.
“Tongkat sihir ini juga menarik. Tapi, apa fungsi sebenarnya dari gulungan kuno ini?” Kenta memegang gulungan yang tiba-tiba muncul di tangannya. Sebelum ia sempat mempelajarinya lebih lanjut, suara baru yang berbeda dari sebelumnya terdengar.
[Administrator Sistem telah terhubung.]
Kenta tersentak. Suara itu terdengar lebih manusiawi, namun tetap memiliki nada mekanis. Ia menoleh ke sekeliling, tetapi aula itu kosong.
"Administrator sistem? Apa maksudnya?" tanyanya dalam hati.
"Selamat datang, Tuan Kenta," suara itu melanjutkan. "Saya adalah Maya, administrator sistem yang berada dalam pikiran Anda."
“Maya? Administrator sistem?” Kenta mencoba mencerna apa yang terjadi.
"Saya dirancang untuk memandu Anda dalam perjalanan ini. Dunia ini memiliki aturan dan hierarki tertentu. Anda telah menyelesaikan misi perburuan babi hutan dan menerima hadiah berupa gulungan kuno. Sebagai hadiah tambahan, Anda dapat mengajukan satu pertanyaan kepada saya."
Kenta mengerutkan kening. “Hanya satu pertanyaan?” pikirnya keras. Ada begitu banyak hal yang ingin ia tanyakan, tetapi ia tahu harus memilih dengan bijak.
“Kalau begitu, jelaskan sistem dunia ini. Aku ingin tahu apa yang sedang kuhadapi,” katanya akhirnya.
Maya menjawab dengan nada tenang, seolah mempertimbangkan bagaimana menyampaikan informasi. "Dunia ini mengikuti hierarki kekuatan tertentu: Normal, Langka, Spesial, Top, Supreme, dan Legendaris. Tingkatan ini berlaku untuk senjata, kemampuan manusia, hingga benda-benda kuno."
Kenta mengernyit. "Jadi, tongkat ini... Tongkat Sihir Kuno, termasuk kelas Langka? Apa yang membuatnya berbeda dari kelas Normal?"
"Tongkat Sihir Kuno mampu memperkuat sihir elemen dasar tanpa pelatihan khusus. Itu salah satu ciri utama kelas Langka," jelas Maya singkat. "Tapi, potensi itu hanya bisa dimanfaatkan sepenuhnya jika pengguna menguasai teknik tertentu."
Kenta merenung. "Jadi, semakin tinggi kelasnya, semakin sulit untuk menguasai kekuatan itu?"
"Betul. Tingkatan yang lebih tinggi tidak hanya soal kekuatan, tetapi juga kompatibilitas dan pemahaman. Bahkan ayah Anda, seorang pemburu yang berbakat, terhenti di tingkat Langka meskipun bertahun-tahun berusaha. Ia kehilangan kesempatan menjadi pemburu tingkat Spesial karena tidak mampu memanfaatkan potensi penuh 'Pisau Bayangan,' senjatanya dahulu."
Kenta menunduk, kenangan tentang ayahnya menyesakkan dada. Tapi ia segera mengalihkan pikiran. "Bukankah Kakek Ha pernah menceritakan bahwa ayahku dibunuh oleh bos organisa bandit gunung? Bisakah kau menceritakan padaku mengenai kekuatannya?"
Maya terdiam sesaat sebelum menjawab. "Ya. Menurut catatan sistem, ketua organisasi bandit tersebut menggunakan senjata magis kelas Spesial, 'Tombak Ular.' Kemampuannya cukup unik: serangan tombak itu meninggalkan luka yang sulit disembuhkan dengan teknik penyembuhan biasa karena racun unik yang ada didalamnya."
Mata Kenta membulat. "Jadi, bahkan Teknik Penyembuhan Diri yang baru saja kupelajari tidak akan berguna?"
"Teknik itu hanya efektif pada luka ringan," balas Maya. "Jika Anda berniat menghadapi mereka, Anda perlu kekuatan lebih besar. Gulungan Kuno yang Anda peroleh mungkin dapat membantu, tetapi hanya jika Anda memahami cara menggunakannya."
Sebelum Kenta sempat bertanya lebih lanjut, suara Hakka menggema dari arah dapur. "Kenta! Kalau kau sudah selesai bermalas-malasan, datang ke sini. Ada yang perlu kita bahas."
Dengan berat hati, Kenta mengabaikan tampilan sistem dan bangkit untuk menemui pamannya. Tapi di dalam benaknya, informasi dari Maya terus bergema. Ia tidak hanya harus melindungi desanya—ia juga harus menemukan cara untuk melampaui keterbatasan yang pernah menahan ayahnya.
Kenta mendengarkan dengan serius. Penjelasan ini menjawab sebagian kebingungannya, tetapi juga memunculkan lebih banyak pertanyaan di benaknya. Namun, sebelum ia sempat bertanya lagi, suara Hakka terdengar dari arah dapur.
“Kenta! Kalau kau sudah selesai bermalas-malasan, datanglah ke sini. Bantu aku untuk mengurus babi-babi ini,” panggil Hakka dengan nada tegas.
Kenta bangkit dengan enggan, masih memikirkan informasi yang baru saja diterimanya. Ia berjalan menuju dapur, di mana Hakka sedang memotong daging dengan cekatan.
"Aku menemukan sesuatu," kata Kenta dengan hati-hati, mencoba menilai reaksi Hakka.
Hakka menghentikan pekerjaannya, matanya menyipit. "Tambang Besi Hitam? Tunggu, dari mana kau mendapatkannya?"
"Di kamar ayah, aku menemukan peta yang menunjukkan lokasi Tambang Besi Hitam."
“Ehmm, aku pernah mendengar bahwa ayahmu menceritakan beberapa hal terkait tambang ini bocah. Dulu saat Lembah Babi merupakan yang terbaik di Pinggiran Kota Batu, penghasilan utama keluarga adalah produk dari biji besi hitam.”
"Sejujurnya, aku tidak yakin," jawab Kenta. "Tapi aku merasa ini penting, terutama setelah... kematian ayah."
“Tapi, bahkan ayahmu yang memiliki pengalaman bertempur saja, tidak berani mendekatinya selama dua puluh tahun terakhir. Ia mengatakan ada Goblin Raksasa yang menjaganya!”
Kenta mengernyit,” Lalu, apakah tidak ada cara mengalahkannya, Kek?!”
Hakka mengangguk perlahan, ekspresinya berubah serius. "Ada, tapi setidaknya kita harus membawa banyak ahli pertempuran dan strategi yang matang untuk bisa mengalahkannya, tidak ada ruang untuk kesalahan."
Percakapan mereka terhenti oleh suara langkah kaki tergesa-gesa dari luar. Liam, keponakan Hakka, muncul di pintu dengan wajah tegang. Pemuda itu membawa busur besar di punggungnya dan gulungan kecil yang diikat pada anak panah.
“Paman Hakka! Pesan darurat!” serunya sambil menyerahkan gulungan itu. Hakka membuka gulungan dengan cepat, dan wajahnya berubah suram.
“Organisasi bandit gunung...” gumamnya. “Mereka memberikan ultimatum. Sepuluh hari lagi, desa ini harus menyerahkan biji-bijian, emas, dan... budak. Jika tidak, mereka akan membantai semuanya.”
Kenta mengepalkan tangannya. "Sepuluh hari... Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi."
Hakka menatapnya tajam. "Kalau begitu, kita harus bersiap. Dan itu termasuk mempersiapkan menaklukan apa yang ada di Tambang Besi Hitam. Kita akan gunakan apapun yang bisa membantu kita melawan mereka."
Kenta mengangguk, lalu menatap peta itu dengan serius. “Kita adakan sayembara!”
Bersambung…
BAB 4 : SayembaraKenta mengangguk dengan penuh keyakinan, meskipun hatinya berdegup keras. Dia menatap peta di tangannya dengan serius, seolah-olah peta itu adalah kunci terakhir untuk menyelamatkan desa. “Kita adakan sayembara,” katanya, suaranya tegas. “Kita kumpulkan orang-orang yang memiliki kemampuan dari desa ini.”Hakka, yang berdiri di sisinya, memandangnya dengan tatapan tajam sebelum tersenyum tipis. “Rencanamu lumayan juga bocah, tapi biar bagaimanapun dirimu harus waspada, Bocah. Desa ini sedang di ambang kehancuran. Orang-orangnya tidak mudah percaya. Luka mereka dalam, seperti jurang yang sulit dijembatani.”Tanpa membuang waktu, keduanya berjalan menuju pusat desa, di mana sebuah batu besar yang biasa digunakan untuk pengumuman penting berdiri megah di tengah alun-alun. Setiap langkah terasa berat bagi Kenta, karena dia tahu tanggung jawab yang menanti. Ketika mereka tiba, sebuah kerumunan kecil telah berkumpul. Wajah-wajah kusam itu mencerminkan kelelahan, kemarahan y
BAB 5. Penaklukan Goa HitamMalam itu, udara malam itu terasa begitu pekat. Kelompok kecil yang dipimpin oleh Kenta telah berkumpul dalam radius 50 meter dari dekat mulut Gua Hitam, bersembunyi di balik formasi batu besar yang setengah terkikis waktu. Dari tempat mereka, cahaya bulan yang suram hanya cukup untuk menyoroti siluet besar goblin raksasa yang mondar-mandir di depan pintu masuk goa. Di belakang goblin, goa itu tampak seperti rahang raksasa, gelap, dan penuh rahasia mengerikan.Kenta melirik peta tambang yang dipenuhi tanda posisi peledak, jalur mundur, dan rencana cadangan. Sekitar mereka, bebatuan dan pecahan pohon berserakan, seolah menjadi bukti pertempuran yang pernah terjadi di sini. “Kita tidak bisa membiarkan goblin itu keluar. Kalau dia menyerang desa, kita semua selesai,” katanya pelan namun tegas.Di depan mereka, goblin raksasa itu berdiri, tubuhnya setinggi tiga meter dengan kulit bersisik seperti batu bara. Matanya kuning menyala, bergerak liar, mencari sesuatu
Bab 6: Apakah ini hadiah dari surga?Malam di desa Lembah Babi terasa berbeda. Cahaya api unggun yang biasanya redup kini memancarkan semangat baru di antara penduduk. Kemenangan melawan goblin raksasa di Goa Hitam telah memberikan harapan baru. Namun, di tengah kebahagiaan itu, Kenta memandangi layar sistem yang berpendar di depannya dengan ekspresi serius."Bug?" pikirnya, membaca notifikasi terakhir. "Apa maksudnya hadiah dihitung ulang?"Tiba-tiba, layar holografik di depannya menampilkan daftar hadiah yang baru saja diperbarui:- Cetak biru rancangan bangunan pertahanan desa kelas 1: menara kayu pemantau, arena latihan, balai perkumpulan, bengkel besi, dan gudang alat tempur.- 50 kotak bubuk mesiu.- 10 kotak biji-bijian.- Puluhan armor dan pedang rusak.- Undian karakter kelas spesial."Undian?" Mata Kenta melebar. "Apa lagi ini?"Sebuah roda berwarna cerah muncul di layar, berputar dengan cepat. Jarum perlahan melambat, melewati berbagai nama hingga akhirnya berhenti pada satu
BAB 7 : Jenderal Batu yang angkuh.Saat sebagian besar warga masih sibuk menyortir temuan dari Goa Hitam, sebuah teriakan tiba-tiba memecah keheningan."Tuan muda! Ada seseorang yang mengacau di gerbang desa!" seorang pria berlari tergesa-gesa menuju Kenta yang baru saja keluar dari gua bersama kelompoknya.Kenta menegakkan tubuhnya, wajahnya sedikit menyeringai, seolah menduga apa yang sedang terjadi. "Apakah hadiah karakter spesialku telah tiba?" gumamnya, nyaris terdengar seperti bisikan penuh antusiasme.Namun, sebelum ia sempat melangkah, Kakek Ha mengetuk kepala Kenta dengan tongkat kayunya. "Hentikan khayalanmu, bocah! Pergi dan lihat apa yang terjadi!" hardiknya dengan nada tajam."Hehe... Baik, Kek," jawab Kenta sambil terkekeh kecil.Saat Kenta tiba di gerbang utama desa, pemandangan di depannya cukup mengejutkan. Seorang pria bertubuh besar dengan otot yang menonjol di bawah baju kulitnya berdiri dengan kaki terpentang lebar, seperti gunung yang tak tergoyahkan. Wajahnya pen
BAB 8 : Rencana PerangLedakan energi dari sihir api Kenta mengguncang udara. Meski tampak yakin, dalam hatinya Kenta menahan napas, mengawasi apa yang akan terjadi pada Rengga. Ketika ledakan itu mereda, debu mengepul, dan semua orang menahan napas, Rengga berdiri di tempatnya. Tubuhnya kokoh, namun luka bakar menggores lengannya. Ia menatap Kenta dengan tatapan yang bercampur antara kekesalan dan penghormatan.“Kau bocah…,” Rengga akhirnya berkata dengan suara berat. “Aku tidak pernah menyangka seseorang sepertimu bisa melukaiku.” Ia melirik luka di lengannya, lalu tertawa kecil. “Kau menang. Aku tunduk.”Para warga terpana, beberapa bahkan membelalak tak percaya. Bisikan pelan menyelimuti kerumunan, mencerminkan perasaan campur aduk antara rasa kagum dan kekhawatiran. "Dia benar-benar membuat Jenderal Batu tunduk..." bisik seorang wanita tua. Anak-anak kecil yang mengintip dari balik kaki ibu mereka mulai berlari mendekat, melihat Kenta dengan mata penuh rasa bangga, sementara beber
BAB 9 : Hari Datangnya Perang [Peringatan!]Organisasi Bandit Pembunuh dalam perjalanan ke Desa Lembah Babi. Perkiraan waktu kedatangan: 1-2 jam.Kenta menatap layar itu dengan serius. Namun, perhatian utamanya tertuju pada notifikasi tambahan yang muncul di bawahnya:[Analisis Perang]Kekuatan Bandit: 74% (Dominan) Kekuatan Desa Lembah Babi: 26% (Lemah) Kemungkinan Kemenangan: 38%.“38 persen,” gumam Kenta sambil menghela napas panjang. “Tapi ini bukan nol.”Dengan tekad yang diperbarui, Kenta menutup layar holografiknya. “Jika aku tidak bisa menaikkan angka itu dengan kekuatan, aku akan melakukannya dengan akal.”Desa Lembah Babi tenggelam dalam bayang-bayang kecemasan. Cahaya redup dari lentera bergetar di antara deretan rumah kayu, seperti jantung warga yang berdetak gelisah. Suara langkah kaki tergesa-gesa bergema, bercampur dengan dentang alat dan bisikan doa yang lirih. Di aula desa, suasana seperti bara api yang siap menyala, menunggu kabar terakhir tentang musuh yang mendekat,
BAB 10 : Organisasi Bandit Pembunuh Tiba!Di tengah hutan yang gelap, Liam dan sepuluh pemanah tersembunyi di balik rerimbunan pepohonan. Mereka diam, menahan napas, memantau pasukan bandit berkuda yang mendekat dengan kecepatan tinggi. Derap kaki kuda menggema, membuat tanah bergetar seolah memperingatkan bahaya yang akan datang.Liam mengangkat tiga jarinya, memberi isyarat pada timnya untuk bersiap. Panah-panah sudah terpasang di busur, tegang menunggu aba-aba terakhir. “Satu… dua… tiga!” bisik Liam.Dalam hitungan ketiga, belasan anak panah melesat dari bayangan hutan, menyasar titik vital bandit dan kuda mereka. Jeritan terdengar saat beberapa bandit terjatuh dari kudanya, tubuh mereka terhantam panah tepat di leher atau dada. Kuda-kuda yang terluka meringkik keras, menyebabkan kekacauan di antara barisan pasukan musuh. Formasi mereka hancur, beberapa bandit saling bertabrakan, sementara yang lain berteriak panik mencoba mengendalikan tunggangan mereka.“Lari!” perintah Liam.Tanp
BAB 11 : Pertarungan Para JenderalRengga maju dengan langkah mantap, tombak di tangannya memantulkan cahaya bulan. Otot-ototnya menegang, penuh amarah yang tak tertahankan. Kebencian yang dia pendam bertahun-tahun terhadap “anjing-anjing penguasa kota” memuncak, menjadikannya kekuatan besar di medan perang.Namun, saat ia mendekati lawannya, suara Kenta memecah kemarahannya.“Ingat tujuanmu!” bisik Kenta dengan tegas. “Kau hanya perlu menahannya. Tunggu aba-aba dariku untuk mundur. Dirimu adalah kunci kemenangan kita!”Rengga melirik Kenta sejenak, lalu mengangguk singkat tanpa mengucapkan sepatah kata.Di depannya, seorang pria kekar dengan rambut kusut dan tatapan beringas mengangkat pisaunya yang melengkung seperti sabit. Mata pria itu bersinar dengan kebengisan yang murni.“Aku Holo,” teriak pria itu, menjilat mata pisau sabitnya hingga ujungnya menyentuh bibir. “Pangli
Bab 140 – Sampai JumpaKenta menatap langit malam yang dipenuhi bintang. Angin sepoi-sepoi bertiup melewati wajahnya, membawa ketenangan yang aneh. Dunia ini… dunia nyata… terasa begitu berbeda dari dunia sistem yang selama ini ia jalani.Ia sudah kembali. Segalanya sudah berakhir. Namun, entah kenapa hatinya masih terasa berat. Maya… Apakah ia benar-benar pergi? Apakah tidak ada cara lain untuk bertemu dengannya lagi? Kenta mengepalkan tangannya, lalu menghela napas panjang.“Kau terlihat seperti orang yang kehilangan sesuatu.”Sebuah suara yang familiar terdengar dari belakangnya. Kenta menoleh dan mendapati seseorang berdiri di sana, seseorang yang seharusnya tidak mungkin ada di dunia ini.Matanya melebar. “…Maya?”Maya berdiri di sana, mengenakan pakaian serba putih yang bercahaya samar di bawah sinar bulan. Wajahnya tetap seperti yang Kenta ingat, tenang, lembut, dan penuh teka-
Bab 139 – Tamat: Menerima KenyataanKenta berdiri di depan sebuah gedung tua yang terlihat tak terawat.Alamat yang tertulis di surat membawanya ke sini. Bangunan ini berada di pinggiran kota, jauh dari keramaian. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sekitarnya, hanya cahaya redup dari lampu jalan yang sesekali berkelap-kelip.Hatinya masih dipenuhi keraguan."Apa ini jebakan?" pikirnya.Namun, jika ini adalah satu-satunya petunjuk untuk menemukan Maya atau mendapatkan jawaban tentang apa yang terjadi, ia tidak bisa mundur sekarang.Ia menarik napas dalam, lalu mendorong pintu kayu besar di hadapannya.Saat Kenta melangkah masuk, suara derit kayu memenuhi ruangan.Bangunan ini tampaknya adalah sebuah gudang lama. Debu memenuhi lantai, dan beberapa rak besi di sudut tampak berkarat.Namun, yang paling menarik perhatiannya adalah sosok seorang pria tua yang duduk di kursi kayu, tepat di tengah ruangan.Pria itu
Bab 128 – Arch Akhir: Tanpa Maya, Kenta Hanya PecundangKenta duduk di tepi tempat tidurnya, menatap kosong pada lantai kamarnya yang berantakan. Kertas-kertas catatan, botol minuman kosong, dan beberapa buku berserakan di sana. Cahaya matahari sore masuk melalui jendela, tetapi ia tidak merasa hangat sedikit pun.Sudah sebulan sejak ia kembali ke dunia nyata. Sudah sebulan sejak ia melihat sosok Maya di gang sempit itu atau lebih tepatnya, sejak ia berhalusinasi melihatnya. Kenta menarik napas panjang, lalu menghembuskannya dengan berat."Bangkitlah sekali lagi, Kenta."Kata-kata itu masih terngiang di benaknya. Tapi bagaimana caranya? Tanpa sistem, tanpa status, tanpa teknik bertarung, tanpa Maya… ia bukan siapa-siapa. Di dunia sistem, ia bisa mengalahkan lawan yang lebih kuat, menerobos batasan dirinya, dan berdiri sebagai pemain terkuat.Di dunia ini? Ia bahkan tidak bisa mendapatkan pekerjaan paruh waktu karena riwayat medisnya. S
Bab 137 – Arch Akhir: Kembali Sebagai Kenta si Pecundang di Dunia NyataBIP. BIP. BIP.Suara mesin monitor berdenting pelan di ruangan yang sunyi. Aroma antiseptik bercampur dengan udara dingin dari pendingin ruangan. Kelopak mata Kenta bergerak sedikit, lalu perlahan membuka.Seketika cahaya putih menyilaukan matanya.Ia merasakan sesuatu yang berat di tubuhnya—seperti ada beban yang tak kasat mata menekannya. Sensasi itu terasa aneh, jauh berbeda dari medan perang yang selama ini ia jalani.Kenta mencoba menggerakkan jarinya.Lambat.Lemah.Seolah-olah tubuhnya adalah milik orang lain."Dimana aku…?" gumamnya dengan suara serak.Matanya perlahan menyesuaikan diri. Ia bisa melihat langit-langit putih, ventilasi udara yang mengeluarkan suara halus, dan… tabung infus yang terhubung ke tangannya.Ini rumah sakit.Aku… kembali?Hatinya berdebar. Ia b
Bab 127 – Arch Akhir: Menempuh Jalan untuk KembaliLangit masih dipenuhi retakan dimensi yang berpendar dalam warna keemasan dan hitam. Sisa-sisa kekuatan yang bertarung di medan perang tadi kini mereda, menyisakan ketegangan yang menggantung di udara.Di tengah-tengahnya, Kenta berdiri dengan tatapan teguh, meski dalam hatinya masih ada goncangan yang tak bisa ia redam.Ia telah membuat keputusannya.Sekarang, ia hanya perlu mencari jalan untuk mewujudkannya.Maya berdiri di hadapannya, matanya yang tajam menelisik ekspresi Kenta. "Kau sudah memutuskan?"Kenta mengangguk. "Ya."Maya menghela napas, lalu melangkah mendekat. "Jika kau benar-benar ingin kembali… maka ada satu cara. Tapi aku tidak yakin kau akan menyukainya."Kenta menajamkan pandangannya. "Apa itu?"Maya terdiam sejenak sebelum akhirnya berbicara. "Sistem yang telah memulihkan dirinya sepenuhnya kini memiliki fungsi otomatis untuk mengembalika
Bab 134 – Arch Akhir: Lalu Bagaimana Caraku Kembali?Langit masih dipenuhi retakan-retakan dimensi. Pusaran energi kekacauan melayang di udara, menciptakan percikan cahaya yang terus menerus menyambar seperti petir abadi. Di tengah kehancuran yang melanda, Kenta berdiri terengah-engah, tubuhnya dipenuhi luka dan pakaiannya compang-camping.Di hadapannya, Maya menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. Mereka baru saja mengungkap kebenaran tentang sistem, tentang asal usul dunia ini, dan mengapa Kenta menjadi bagian dari semua ini.Namun, satu pertanyaan besar masih menggantung di benaknya."Lalu… bagaimana caraku kembali?"Suara Kenta terdengar serak, nyaris berbisik. Entah kenapa, setelah semua ini, pertanyaan itu baru benar-benar menghantamnya dengan kesadaran yang menyakitkan.Apa yang akan terjadi setelah semuanya berakhir?Maya menutup matanya sejenak sebelum menjawab."Itu bukan sesuatu yang mudah dijawab
Bab 134 – Pemecahan Misteri Asal Usul Sistem (Bagian 3) – Mengapa Kenta Terpilih sebagai Player?Celah besar yang terbuka di atas mereka memperlihatkan lapisan dimensi lain—cahaya keemasan yang berkilauan bersanding dengan pusaran kegelapan yang meliuk-liuk, seolah mencoba menelan satu sama lain.Kenta masih berdiri diam, mencoba mencerna semua yang baru saja terungkap.Maya adalah bagian dari sistem.Ia adalah keseimbangan, eksistensi yang tidak seharusnya ada.Dan kini, ada satu pertanyaan yang masih belum terjawab.Mengapa dirinya yang terpilih sebagai Player?Dari semua orang di dunia ini—dari sekian banyak individu yang memiliki potensi—mengapa ia, Kenta, yang harus menanggung beban ini?Maya menatapnya dengan tatapan lembut, seakan tahu apa yang sedang dipikirkannya."Kau akhirnya sampai pada pertanyaan itu, ya?" katanya pelan.Kenta mendongak, menatap Maya dengan
Bab 133 – Pemecahan Misteri Asal Usul Sistem (Bagian 2) – Siapa Maya?Langit retak.Sebuah celah menganga di atas mereka, mengungkapkan kilauan cahaya keemasan dan kegelapan pekat yang berputar seperti pusaran tak berujung.Kenta dan Maya berdiri di tengah kekosongan itu. Mereka baru saja kembali dari Gerbang Ingatan, tempat di mana mereka menyaksikan bagaimana dunia dan Wadah Sistem tercipta. Namun, masih ada pertanyaan besar yang belum terjawab.Siapa Maya sebenarnya?Kenta menoleh ke arah Maya, yang berdiri dalam diam, wajahnya sulit dibaca. Sejak awal perjalanannya, Maya selalu berada di sisinya, terkadang sebagai sekutu, terkadang sebagai musuh. Namun, dalam ingatan yang mereka lihat tadi, Maya sama sekali tidak muncul.Itu tidak masuk akal. Jika Maya adalah bagian dari Wadah Sistem, seharusnya ada petunjuk tentang keberadaannya dalam sejarah itu.“Maya…” Kenta akhirnya berbicara, suaranya terdengar
Bab 132 – Pemecahan Misteri Asal Usul Sistem (Bagian 1)Langit yang semula dipenuhi kilatan cahaya akibat pertarungan dahsyat mulai meredup, menyisakan langit kelam yang perlahan kembali tenang. Kenta berdiri di tengah reruntuhan, napasnya terengah-engah sementara tubuhnya dipenuhi luka. Maya, yang berdiri tak jauh darinya, juga dalam kondisi serupa.Keduanya selamat… untuk saat ini.Namun, perasaan ganjil menyelimuti udara. Seakan ada sesuatu yang belum berakhir.Kenta menatap ke langit, dan untuk sesaat, ia merasa seperti dunia ini berbicara padanya.“Warisan yang kau kejar… kini tinggal satu misteri terakhir.”Seketika, kesadaran Kenta terguncang. Suara itu—ia pernah mendengarnya sebelumnya, dalam mimpi-mimpi samar yang terus menghantuinya.Maya berjalan mendekat, matanya menyorot keprihatinan. “Kau merasakannya juga, bukan?”Kenta mengangg