”Huahahaha... ! Tak ada yang tak mungkin di dunia ini!” kata salah satu Lengkoro sambil berkacak pinggang. “Mata batinmu sudah tidak dapat membedakan Lengkoro asli dengan yang palsu kan?”
Riris Manik terperangah oleh kata-kata yang diucapkan Lengkoro. Lengkoro seolah-olah mengetahui kata hati Riris Manik. kenyataannya Riris Manik sekarang kebingungan. Bingung untuk menentukan sosok Lengkoro yang asli.
“Wajar saja kamu tidak bisa menentukan Lengkoro asli,” sahut Lengkoro lainnya. “Permainan sihirku ini memang permainan terbaru yang belum pernah kutunjukkan kepada siapa pun. Hanya kamu, calon istriku, yang mendapat kehormatan untuk menyaksikan permainan sihir paling hebat di seluruh jagat ini, huahahaha...!”
Dalam keadaan terdesak seperti sekarang, Riris Manik merasa bingung untuk menentukan sikap. Terus melanjutkan pertarungan ataukah menyerah? Melanjutkan pertarungan rasanya tidak mungkin. Dalam
Keenam Lengkoro tercebur ke danau. Begitu menyentuh, keenam tubuh itu menghilang. Namun sekejap kemudian muncul kembali di permukaan danau dalam bentuk satu Lengkoro, yakni Lengkoro yang sebenarnya.Lengkoro yang sejati ini dalam keadaan lemas. Pertarungan melawan Riris Manik benar-benar telah menguras tenaganya. Dirinya tak menduga bakal mengalami kejadian seperti sekarang. Tubuh berada di permukaan danau dalam keadaan kehabisan tenaga.Terlihat berseliweran tubuh-tubuh binatang melata yang berenang di dalam danau. Mereka berenang di bawah tubuh Lengkoro. Keadaan ini membuat Lengkoro panic. Dia mulai takut. Bahkan sudah mulai ketakutan.“Riris Manik…, tolong aku!” teriak Lengkoro. “Tolong aku, Riris Manik…!”Riris Manik memandang Lengkoro dengan pandangan mata beku. Mata yang tidak menyiratkan apa-apa. Sinar mata yang tidak menyiratkan perasaan apa pun. Benar-benar seperti sosok iblis betina yang menyeramkan.
Suatu saat pedang sakti Suro Joyo hendak membabat bahu Riris Manik, tapi pendekar wanita itu mampu menghindar. Pedang Suro Joyo membabat satu tiang Sanggar Teratai Perak hingga putus. Sabetan lain dihindari Riris Manik, maka pedang sakti membabat tiang sanggar yang lain. Braaak! Terdengar suara keras yang menggemuruh. Suara suatu bangunan yang runtuh. Suara sesuatu yang runtuh membuat hati Riris Manik lantak luluh. Serambi depan sanggar milik Riris Manik itu ambruk. Kenyataan ini membuat Riris Manik naik pitam. “Bedebah! Kamu telah merubuhkan sanggarku!” teriak Riris Manik dengan suara lantang. “Kamu harus mengganti Sanggar Teratai Perak dengan nyawamu, hiaaat!” Riris Manik meningkatkan serangan untuk segera melumpuhkan lawan. Dia melakukan serangan dengan perasaan marah yang meluap-luap. Serangan yang dilandasi kemarahan cenderung kurang terarah da nasal-asalan. Beberapa pisau beracun dia lemparka
Kerajaan Garbaloka diliputi mendung. Raja Taweng Dahana yang sudah lanjut usia saat ini sedang sakit. Sudah puluhan tabib kerajaan berupaya untuk menyembuhkan. Tak satu pun dari mereka berhasil menyembuhkan raja.Jangankan menyembuhkan, menguarai sakit saja tak ada yang mampu. Semua tabib kerajaan mengatakan bahwa raja sakit tua. Sakit karena usianya sudah tua. Sakit menjelang ajal yang diderita manusia bila sudah tua usianya.Sebenarnya Taweng Dahana sudah ikhlas mati karena takdir kematian pasti dialami manusia. Hanya saja, dia sedih karena belum bisa menentukan siapa yang kelak menjadi penggantinya. Karena ada satu hal yang menjadi penghalang baginya untuk menentukan siapa yang kelak menggantikan kedudukannya sebagai Raja Garbaloka.Penghalang yang mengganjal niatnya untuk menentukan calon raja adalah hilangnya pusaka sakti milik kerajaan berupa tombak. Namanya Tombak Siung Sardula.
”Bersedia, Baginda,” jawab Wilis Batari . ”Hamba selama ini tidak membedakan mereka. Semua hamba perlakukan sama sebagai putra-putra hamba. Jadi siapa pun di antara mereka menjadi raja, hamba rela menerimanya. Baginda jangan khawatir hamba akan sakit hati atau iri hati. Sumpah... demi apapun juga, hamba merelakan satu dari ketiga putra kita nanti menjadi raja.””Hamba pun demikian, Baginda,” sahut Mayang Kencana. ”Selama ini sikap hamba kepada Jalung Dahana dan Lodra Dahana sama dengan sikap hamba kepada Kentar Dahana, anak kandung hamba. Walau nanti misalnya yang jadi raja adalah Jalung Dahana atau Lodra Dahana, hamba ikhlas menerimanya. Hamba bersumpah tidak akan sakit hati atau iri. Baginda harap percaya pada sumpah hamba.””Syukurlah kalau begitu. Aku gembira setelah mendengar secara langsung pernyataan tentang kerelaan kalian. Sekarang aku akan mati dengan tenang,
Wilis Batari, Mayang Kencana, Denta Singir, dan punggawa meninggalkan pendapa istana. Endragiri masih duduk termenung di kursi patih. Sejenak dia mengamati singgasana Garbaloka yang masih kosong.Kenapa bisa terjadi begini? Apakah ada orang dalam kerajaan yang merencanakan semua ini untuk mengambil keuntungan bagi diri sendiri? Demikian tanya Endragiri dalam benaknya. Bila ada orang dalam yang merencanakan untuk membunuh Baginda Raja, pastilah orang itu musuh yang sangat berbahaya!Endragiri tersadar dari lamunannya ketika seorang prajurit datang bersama laki-laki muda berpakaian serba putih. Laki-laki muda itu memakai ikat pinggang yang bagian depannya menonjol gagang pedang berbentuk kepala burung rajawali. Dia mengenakan kalung bundar bergerigi, berbentuk cakra. Tak salah lagi..., Suro Joyo!Prajurit itu melaporkan bahwa ada tamu yang ingin menghadap. Setelah menyelesaikan tugasnya, si
”Saya belum bisa menduga atau mengira, karena saya belum tahu banyak tentang mereka,” jawab Suro Joyo. “Lagi pula ini baru dugaan. Baru perkiraan. Artinya, dugaan ini bisa saja salah. Bisa saja yang menginginkan kematian baginda raja secepat ini adalah orang lain selain mereka berdua.””Lalu siapa saja yang pantas dicurigai?””Semua orang bisa dicurigai. Termasuk Endragiri, saya, dirimu, dan semua orang di muka bumi ini.”“Itu namanya mementahkan kembali masalah yang kita bicarakan, Suro Joyo.”“Ini sekadar mengingatkan bahwa kamu mesti mencurigai semua orang ketika menangani masalah ini. Kamu juga mesti hati-hati dalam menghadapi masalah suatu pembunuhan! Karena orang atau orang-orang yang terlibat dalam suatu pembunuhan pastilah manusia atau manusia-manusia keji! Dan....”“Dan apa, Suro
Malam itu Endragiri belum bisa tidur walau sudah lewat tangah malam. Sebagai patih yang memegang kendali kerajaan, dia merasa bertanggung jawab terhadap semua tindakan yang diambilnya.Patih yang masih lajang itu selalu tidur di bangsal kepatihan yang letaknya di luar beteng kerajaan. Namun dari bangsalnya, dia dapat melihat gapura istana dan benteng kokoh yang mengelilingi istana.”Mengapa semua ini bisa terjadi?” gumam Endragiri pada diri sendiri. “Mengapa Baginda Raja terbunuh dengan pedang milik Ananda Jalung Dahana? Oh, Tuhan Yang Maha Kuasa, berilah kekuatan pada hamba-Mu untuk mengemban tugas berat ini....”Setelah mengucapkan kata-kata itu, perasaan Endragiri merasa tenang. Tak lama kemudian dia tidur. Tidur pulas dibuai mimpi.Namun belum lama tidur, Endragiri merasakan ada langkah-langkah kaki menyusuri atap rumah atau bangsalnya. Dia sebenarnya sudah b
Sebenarnya Denta Singir sangat geram atas ejekan yang dilontarkan Endragiri dengan bahasa halus itu. Namun dia menyadari bahwa dalam hal kedudukan, dia kalah tinggi. Dalam ilmu silat pun dia di bawah Endragiri. Jadi walau merasa sangat marah, tapi hanya disimpan di dalam hati.”Sekarang kembali ke masalah,” kata Endragiri. ”Topeng ini tadi pagi ditemukan seorang prajurit di emper bangsalmu. Coba, ungkapkan pendapatmu tentang kenyataan ini!””Saya tidak punya pendapat apa-apa tentang topeng itu. Memangnya saya ahli soal topeng?””Bukan maksudku menganggapmu sebagai ahli topeng, tetapi mungkin kamu bisa menjelaskan, mengapa topeng itu ada di empermu?””Seperti yang sudah saya katakan, saya semalaman tidur nyenyak, sehingga tidak tahu apa-apa tentang kejadian semalam. Saya juga tidak tahu apa-apa tentang topeng yang berada di emper saya