Home / Fantasi / PENDEKAR KEMBARA SEMESTA / Biji Kembang Puspa Kemuning

Share

Biji Kembang Puspa Kemuning

last update Last Updated: 2021-10-01 09:09:37

Ketika Westi menebarkan pandangan ke segala penjuru, tiba-tiba Banawa telah memeluknya dari belakang sambil tertawa-tawa ceria. Westi melepaskan diri dengan perasaan agak kesal.

“Maaf, Westi kalau membuatmu kaget,” kata Banawa yang sudah rapi penampilannya. “Aku tadi mandi di pancuran yang ada di sana. Sekalian aku mencari buah jambu. Ayo kita makan buah ini untuk sarapan!”

“Baiklah, tapi lain kali jangan berbuat seperti ini!”

Westi menerima beberapa buah jambu. Kemudian mereka memakannya. Ketika matahari mulai meninggi, mereka meneruskan perjalanan ke arah selatan.

Lepas tengah hari Banawa dan Westi telah sampai di kaki Gunung Sumbing. Ada tiga jalan menuju ke puncak Gunung Sumbing. Jalan kiri lewat utara, jalan tengah, dan jalan kanan lewat selatan. Banawa dan Westi berhenti untuk menentukan pilihan.

”Kita lewat utara,” Banawa mengajukan pemikirannya.

”Setuju,” sahut Westi. ”Kita berangkat sekarang supaya sampai puncak sebelum petang.”

”Tidak bisa! Kalian tidak boleh naik Gunung Sumbing!” teriak sebuah suara lantang dari atas sebuah batu.

Banawa dan Westi menengok ke atas. Seorang pendekar muda berdiri dengan congkak. Rambut awut-awutan, lepas tergerai. Warna baju dan celana yang dipakai tak berpadu. Asal pakai saja. Di dada berderet puluhan pisau dalam sarung kulit binatang yang terikat kuat.

Di pinggang terselip pisau sakti andalannya, Pisau Liman Kuring. Banawa dan Westi mengenali sosok pendekar itu. Dia bernama Kojar. Kojar berjuluk Pendekar Pisau Terbang.

”Hei! Tak usah mengurus kepentingan orang lain! Uruslah wajahmu yang semrawut supaya enak dipandang!” ejek Westi.

Wajah Kojar memang kotor. Kelihatannya dia jarang mandi, juga jarang membasuh muka. Ketika diejek malah terkekeh-kekeh.

”Aku akan bersihkan wajahku asal kamu mau tidur denganku satu malam saja, hehehe....”

”Bangsat! Jangan asal ngomong, Kojar!” sentak Banawa naik darah. ”Kurobek mulutmu, baru tahu rasa kamu!”

”Jangan marah dulu sobat!” nada suara Kojar menurun. ”Aku ngomong tadi ada dasarnya. Memangnya kekasihmu yang kinyis-kinyis dan bahenol itu setia padamu?”

Kojar kembali tertawa ngikik. “Banawa, Banawa..., tanyakan pada kekasihmu itu! Apa yang dia lakukan bersama Garjitalung di tepi Sungai Nipuna sebulan lalu?”

Ada rona merah di wajah Westi. ’Bangsat! Agaknya dia mengintipku ketika aku selingkuh dengan Garjitalung!’ kata hati Westi disertai kegeraman yang tidak mudah ditahan.

“Banawa..., kuberi tahu sebuah berita ‘gembira’ ya! Sebulan lalu. Di tepi Sungai Nipuna, di balik semak belukar, pada senja hari, Westi dan Garjitalung asyik berhahahiho, hehehe....” nada bicara Kojar ringan, tetapi berat dirasakan bagi Westi dan Banawa.

”Jangan kau dengar ocehan orang syaraf ini!” kata Westi pada Banawa. ”Kita habisi dia untuk mengurangi pesaing kita!”

Westi dan bawana bersama-sama melesat ke atas batu tempat Kojar berdiri. Pendekar bersenjata pisau itu masih tertawa terkekeh-kekeh.

Kedua tangan Westi dan Banawa siap mengembangkan jurus-jurus untuk menghantam mulut Kojar!

Kojar agak terdesak menghadapi serangan dua pendekar tangguh yang terus mencecar. Sekali Kojar menangkis pukulan Westi sambil menghindari pukulan Banawa.

Pada saat lain dia menangkis hantaman Banawa sambil menghindar  dari pukulan Westi. Kojar banyak menghindar ketika bertarung melawan pendekar yang ilmu silatnya tinggi. Kojar memperkirakan, ilmu silat lawan-lawannya lebuh tinggi darinya.

Satu saat Kojar meluncur dari atas batu. Dia kini berada di tanah lapang perempatan jalan. Westi dan Banawa menyusul dengan tendangan menyamping ke arah lawan. Westi melesat ke arah wajah, sedangkan Banawa ke arah dada.

Tak ada kesempatan bagi Kojar untuk menghindar karena cepatnya tubuh dua lawannya yang melesat turun. Maka jalan pintas pun diambil.

Kedua tangan Kojar mencabut pisau dari sarung yang menyilang di dada. Pisau baja tajam berkilat-kilat siap menebas kaki-kaki yang akan mendepak dada dan wajahnya!

Banawa dan Westi membanting diri ke kanan dan kiri untuk menghindari tebasan pisau lawan. Mereka segera menapak di tanah dengan tenang. Ada sisa kekagetan di wajah mereka karena tindakan nekad yang diambil Kojar.

Hati Banawa dan Westi terbakar kemarahan. Mereka meraba senjata  masing-masing. Siap beradu nyawa dengan Kojar. Namun yang dilakukan Kojar justru sebaliknya. Dia menyarungkan kembali dua pisaunya di dada.

”Sayang sekali sobat, aku tidak dapat melanjutkan pertarungan,” kata Kojar. Lagi-lagi dengan nada enteng. ”Sebentar lagi ada pendekar lain yang lewat sini. Aku tak mau pertarungkanku diintip orang lain, hehehe...!”

Kata ‘diintip’ dalam kalimat Kojar menyinggung Westi. Namun sebelum Westi mencabut senjata saktinya, Kojar telah kabur. Melesat cepat naik Gunung Sumbing lewat jalan selatan!

Westi ingin mengejar, namun Banawa menahannya.

”Sudahlah Westi, tak usah dikejar!”

”Tapi Banawa, aku tidak terima karena dituduh berselingkuh dengan Garjitalung,” kata Westi sambil terisak. Tepatnya, pura-pura terisak. “Kenal orangnya saja tidak, kok dituduh selingkuh. Kamu sendiri tahu kan, aku selalu setia padamu.”

”Tenanglah Westi, apa pun kata orang, aku tetap cinta padamu. Aku percaya akan kesetiaanmu. Soal kata Kojar tadi, tak usah dirasakan! Dia kan syaraf! Otaknya kurang waras. Sudahlah, ayo kita teruskan perjalanan!”

Westi mengangguk, sambil tertawa dalam hati. Dia menurut saja ketika Banawa menuntunnya untuk meneruskan perjalanan mendaki Gunung Sumbing lewat jalan utara.

Seperti yang dikatakan Kojar tadi, tak lama kemudian terlihat seorang pendekar berpakaian serba putih. Pendekar ini berjalan dari arah barat.

Dia berhenti di perempatan. Ikat pinggang berbentuk kepala burung rajawali menunjukkan jati dirinya. Dia tak lain dan tak bukan adalah Suro Joyo.

”Ada tiga jalan untuk mendaki Gunung Sumbing,” gumam Suro. ”Jalan mana yang harus kulalui? Utara, tengah, atau selatan?”

”Hem..., ada apa anak muda? Kok bicara sendirian,” tanya seorang tua yang telah berdiri di depan Suro.

“T-tidak ada apa-apa, ehm....”

”Aku Ki Panjong dari Ujung Kulon,” kata orang tua yang sudah memutih rambutnya itu. Tangan kanan memegang tongkat berkelok-kelok dari kayu jati tua. Bukan untuk menyangga tubuh, tapi sebagai senjata bila sewaktu-waktu ada bahaya.

”Ki Panjong? Sepertinya guru pernah menyebut nama Ki Panjong.”

”Bisa saja begitu, soalnya aku sahabat Maeso Item sejak kanak-kanak. Bahkan belum lama ini aku pernah bertemu dia.”

”Bagaimana kabar guru, Ki?”

”Baik. Dia sehat-sehat saja.”

“Guru sekarang berada di mana?”

”Kau ini kok aneh, Suro. Gurumu itu kan petualang sejati. Mana mungkin dia punya tempat tinggal tetap?”

Benar juga kata orang tua ini, kata hati Suro. ”Dari mana Ki Panjong tahu namaku?”

”Gurumu. Dia menyebutkan nama murid satu-satunya lengkap dengan segala ciri-cirinya.”

”Apa tujuan Ki Panjong datang kemari? Memetik Puspajingga?”

”Tidak. Aku ingin mencari biji Kembang Puspa Kemuning.”

”Biji Kembang Puspa Kemuning?”

“Iya.”

“Ini jenis bunga apa lagi, Ki?”

“Ini bukan jenis bunga yang baru. Orang dulu menyebutnya Kembang Puspa Kemuning. Orang sekarang menyebutnya Bunga Puspajingga.”

“O, begitu. Jadi, Ki Panjong ingin mencari biji Bunga Puspajingga?”

“Benar, anak muda.”

“Apa ada, Ki?”

”Aku yakin ada. Seyakin bahwa kamu ke sini ingin memetik Bunga Puspajingga.”

”Iya, Ki.”

”Kalau begitu, kita menuju tempat yang sama walau maksudnya berbeda. Biji bunga sakti yang cuma sebutir itu pasti terletak satu pohon dengan Bunga Puspajingga.”

”Ehm..., begitu. Kalau begitu, kita kerjasama saja.”

“Iya.”

“Menurut Ki Panjong, jalan mana yang mesti dilalui?”

***

Related chapters

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Serangan Tak Terduga

    ”Semua jalan sama saja, akan sampai ke puncak,” jawab Ki Panjong. “Hanya saja, menurut jejak-jejak ini, jalan selatan dan utara telah dilalui para pendekar. Maka dari itu, kita lewat jalan tengah saja.”Kedua pendekar yang beda usia itu berjalan menyusuri jalan tengah. Jalan semakin lama semakin menanjak. Membuat kedua kaki terasa berat untuk melangkah.Jalan yang dilalui merupakan jalan setapak dan sempit. Suro dan Ki Panjong tidak bisa beriringan. Ki Panjong yang berjalan di depan, sedangkan Suro di belakangnya.Walau sudah tua Ki Panjong masih mampu berjalan cepat mendaki batu-batu terjal. Jalan yang menuju puncak ternyata berkelok-kelok. Semakin tinggi, semakin sulit didaki.Banyak semak belukar yang membuat kaki-kaki mereka kadang terhambat. Semak yang lebat membuat perjalanan lebih lambat.Matahari telah tenggelam ketika mereka baru mendaki seperempat dari tinggi gunung. Suro dan Ki panjong masih terus mendaki.

    Last Updated : 2021-10-02
  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Pertarungan di Puncak Gunung Sumbing

    Pucat wajah begundal demi dilihatnya kepalan tangan Suro. ”Ka-kami disuruh... Garjitalung....” lalu begundal itu pun pingsan. Saking takutnya melihat kepalan tangan Suro!”Dasar cecurut..., tampang sangar, nyali ciut!” gumam Suro. ”Mari kita teruskan perjalanan, Ki!””Mari,” jawab Ki Panjong.Keduanya meneruskan perjalanan mendaki gunung dengan langkah cepat. Ketika waktu menjelang tengah hari keduanya hampir sampai di puncak gunung. Mereka sepakat duduk di bawah pohon maja untuk istirahat.Sementara itu pada waktu yang sama Westi Ningtyas dan Banawa telah sampai di puncak Gunung Sumbing. Mereka bernapas lega setelah sampai di tempat yang dituju.”Jangan merasa lega sobat..., aku sampai di sini sejak tadi,” kata seseorang yang keluar dari balik bebatuan. Dia ternyata Garjitalung.Banawa dan Westi terkejut karena tak menduga ada orang lain yang terlebih dahulu sampai di puncak ini. N

    Last Updated : 2021-10-03
  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Serangan Pendekar Candik Naga

    ”Banawa! Banawa...! Di mana kau?” Westi memanggil-manggil sang kekasih sambil berjalan sempoyongan ke arah selatan.Dia mendekati Garjitalung dengan pandangan penuh kebencian. Bahkan ada kesan dirinya jijik melihat Garjitalung.”Di mana Banawa? Di Mana?” tanya Westi pada Garjitalung penuh kegeraman.“Mana aku tahu?” jawab Garjitalung acuh tak acuh. “Aku tidak tahu-menahu tentang kekasihmu yang paling kau cintai itu.””Bangsat tengik! Kau kan tadi bertarung melawan dia! Masa kau tidak tahu?””Seharusnya kau tak perlu bertanya! Kalau dua pendekar bertempur di tepi jurang, sedangkan satu dari pendekar itu hidup, maka nasib pendekar yang satunya dapat kau tebak sendiri.””Jadi Banawa....” ucapan Westi belum selesai, keburu dia lari ke tepi jurang. Melihat ke arah bawah yang jaraknya ratusan tombak. Melihat ke arah bawah untuk mengetahui apa yang ada di bawa

    Last Updated : 2021-10-04
  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Pertarungan di Tebing Gunung Sumbing

    Pendekar muda itu merasakan nyeri pada lambung kiri, sedangkan darah menetes dari luka goresan. Secara naluri tangan kirinya memegangi luka, agar darah berhenti mengalir. Dia berdiri dengan susah payah sambil bersiul keras sekali.Dari arah bawah berjumpalitan sepuluh anak buah Garjitalung yang berpakaian serba hitam. Di tangan mereka tergenggam golok tajam berkilat-kilat kena sinar matahari.”Habisi sundal ini, cepat!” perintah Garjitalung sambil matanya memandang segala penjuru. ”Jangan sampai gagal memusnahkan perempuan itu!”Anak buah Garjitalung yang berjumlah sepuluh orang maju serentak. Golok mereka mengarah satu tujuan, yakni tubuh pendekar yang berpakaian serba ungu. Namun para pengeroyok agaknya tak menyadari siapa lawan mereka.Mereka tidak menyadari bahwa yang mereka lawan pendekar pilih tanding. Dengan sekali lontaran dari tangan kiri, empat butiran peledak melesat ke arah mereka. Empat butir menghantam dada empat peng

    Last Updated : 2021-10-05
  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Pertarungan Maut Dua Pendekar Hebat

    Lagi-lagi terjadi ledakan. Pisau Liman Kuring melesat kembali ke genggaman Kijar. Sedangkan tubuh Westi masih meluncur ke dasar jurang. Dalam keadaan terdesak, Westi tancapkan cundrik ke dinding tebing. Cundrik menancap pada batu, sehingga dapat digunakan Westi untuk bergelantungan.Westi melihat di samping kanannya ada pohon cukup besar yang akarnya mencengkeram kuat pada batu dinding tebing. Dia lepas selendang yang melingkari di pinggang dengan tangan kiri. Selendang ungu dilemparkan ke batang ponon dengan gunakan tenaga dalam.Ujung selendang mengikat erat pada batang pohon. Westi segera mencabut cundrik sekaligus menarik selendang dengan tangan kiri. Cepat sekali tubuh Westi melesat ke arah pohon. Dengan ringannya dia telah berdiri di atas batang pohon itu.Wajah Westi menengadah ke atas. Pada jarak puluhan tombak di atasnya, terlihat Bunga Puspajingga. Sedangkan di puncak gunung sana masih terlihat sosok Kojar yang berdiri dengan congkaknya. Kojar merasa t

    Last Updated : 2021-10-06
  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Kehebatan Ki Panjong yang Tak Terduga

    Kojar cepat menancapkan pisau saktinya ke dinding tebing sehingga dirinya tidak jauh turun dari puncak gunung. Di dekatnya ada beberapa utas akar pohon yang menjalar. Kojar segera mengikatkan satu utas akar ke tubuhnya. Dia biarkan tubuhnya bergelantungan untuk sementara waktu sambil beristirahat karena kelelahan. Westi pun membiarkan dirinya tergeletak beberapa saat karena kelelahan setelah bertempur sekian lama. Dia tatap Bunga Puspajingga yang berdiri kokoh di tebing Gunung Sumbing. Dalam keadaan sangat lelah, Westi melihat ke puncak gunung. Terihat dua sosok pendekar. Satu pendekar berusia tua membawa tongkat lusuh dari kayu jati. Sedangkan yang satunya adalah sosok pendekar muda berpakaian serba putih mengenakan ikat pinggang berbentuk kepala rajawali. Westi Ningtyas tersentak kaget ketika dia ingat sosok pendekar berpakaian serba putih itu. Dia terbangun dari sikap terlentangnya. Dia mendongakkan ke atas. Bertatapan dalam jarak cukup jauh dengan

    Last Updated : 2021-10-07
  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Memetik Bunga Puspajingga

    ”Ilmu Cicak Merayap. Sudah kupelajari sejak puluhan tahun silam,” jawab Ki Panjong. ”Ayo kita ambil biji dan Bunga Puspajingga bersama-sama. Sebelum kedahuluan pendekar lain!” ”Bersama-sama? Mana mungkin, Ki? Saya tidak bisa merayapi tebing ini sepertimu,” tanya Suro disertai rasa heran yang tak bisa ditahan. ”Untuk itu, kau harus temukan akal.” ”Akal...? Akal bagaimana, Ki? Dalam keadaan seperti ini masih harus berpikir keras?” ”Hanya ada satu cara.” ”Apa, Ki?” ”Kau naik di punggungku!” Suro pun menurut pemikiran Ki Panjong. Seumur-umur baru kali ini dia digendong pada usia dewasa. Digendong oleh seorang kakek-kakek lagi! Akan terasa aneh dan di luar nalar. Mestinya yang menggendong itu yang muda. Yang muda menggendong kakek-kakek karena sudah renta dan lemah. Ini malah sebaliknya, yang kakek-kakek tua menggendong anak muda yang gagah perkasa. ”Tunggu! Kalian tak bisa memetik bunga itu begitu saja!” sentak West

    Last Updated : 2021-10-08
  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Bertemu Sahabat Lama

    ”Hai, gadis muda! Jangan mencoba berbohong padaku! Dari ceritamu, aku menduga kamu tahu banyak tentang Garjitalung. Berarti kamu tahu di mana dia sekarang.””Aku tidak bohong. Aku berkata apa adanya! Kalau tidak percaya, tanya saja pada orang lain!””O..., agaknya kamu belum tahu siapa aku, gadis manis. Sehingga kamu berani membentak seperti itu. Dengar baik-baik, aku bernama Lodra Dahana,” pengakuan pendekar muda itu.“Aku anak Raja Taweng Dahana dari Kerajaan Garbaloka,” Lodra Dahana menyebutkan asal-usulnya. “Kuharap kamu jawab sekali lagi tentang keberadaan Garjitalung yang brengsek itu!””Lodra! Aku tak pandang siapa dirimu. Biar kamu anak raja atau hanya seorang pengemis, bagiku sama saja. Aku sudah menjawab apa yang kamu tanyakan secara jujur. Sekarang minggirlah! Aku akan lewat....””Tidak bisa! Kamu boleh lewat bila dapat menunjukkan jalan menuju Sanggar Teratai

    Last Updated : 2021-10-09

Latest chapter

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Meninggalkan Pesanggrahan Alas Waru

    CataAkibat kena hantaman Ajian Maruta Seketi, tubuh melesat tinggi ke langit dengan tubuh berputar. Namun kali ini Suro Joyo bisa menguasai angin puting beliung. Dia bersalto beberapa kali sehingga lepas dari kisaran angin puting beliung Ajian Maruta Seketi. Malah dengan gesitnya dia menghantamkan pukulan Rajah Cakra Geni ke arah lawan saat dirinya melayang ke bumi! Sinar merah melesat ke arah Keksi Anjani yang sudah berada pada keadaan luka. Dia berusaha menghantamkan ajiannya dengan menggunakan tangan kiri. Paniratpati tidak tega mengetahui keadaan Keksi Anjani. Dia menyambar tubuh Keksi Anjani. Dia bawa lari ke tempat yang aman, lalu meletakkannya di bawah pohon besar. Leretan ajian dari Suro Joyo menghantam batu besar. Batu itu hancur menjadi kepingan-kepingan kecil. Bahan ada yang menjadi debu. Debu melayang ke udara bebas. ”Paniratpati..., kalau kamu ingin mempersuntung diriku, habisi Suro Joyo terlebih dahulu!” rayu Keksi Anjani dekat telinga Paniratpati. Laki-laki muda berwa

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Pertarungan Maut Dua Pendekar Hebat

    Godar mundur beberapa langkah untuk menghindari tendangan yang lebih keras dan mematikan. Setelah berjarak beberapa tombak, Godar berhasil menguasai diri. Dia pasang kuda-kuda lagi sambil mengarahkan pedang yang ujungnya telah patah, ke arah lawan.“Wooo, kamu bisa selamat dari serangan pertamaku,” kata Rumpang. “Hanya pedangmu yang patah, bukan lehermu! Kalau orang lain, mungkin ada anggota tubuh yang kutung.”“Aku berbeda dengan siapa pun, termasuk denganmu,” sahut Godar untuk mencari celah-celah kelemahan supaya bisa menundukkan lawan. “Kalau orang lain mati akibat serangan pedang bajamu, tetapi aku tidak. Aku masih bisa menandingi serangan pedang baja.”“Baiklah, kalau pada serangan pertama kamu bisa lolos dari maut, sekarang kamu tidak bisa lolos lagi, hiaaat!” kata Rumpang sambil menyabetkan pedang bajanya. Rumpang pmengalirkan tenaga dalam ke tangan kanan yang menggenggam pedang baja warna hitam.

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Tendangan Maut untuk Senapati Parangbawana

    Benturan keras dua pedang tak terhindarkan. Saat menangkis tadi, gerakan Sengkalis agak terlambat. Pedang Sengkalis melencong. Melenceng. Menyerempet bahu kiri lawan. Palarum terperanjat setelah menyadari bahwa dirinya merasakan sengatan panas akibat goresan kecil pedang di tangan Sengkalis.Palarum mundur beberapa langkah untuk melihat luka di bahu kirinya. Dia lihat hanya goresan kecil akibat terserempet ujung pedang Sengkalis.“Ternyata tidak parah,” gumam Palarum. “Aku bisa menyerang lagi untuk menghabisinya. Seperti yang pernah dikatakan Gusti Putri Keksi Anjani, dengan cara apa pun, lawan harus dilenyapkan!”Sengkalis yang lolos dari sabetan pedang lawan yang mengarah kepala, juga mundur beberapa langkah. Meskipun ujung pedangnya tadi telah menggores bahu kecil Palarum, tapi Sengkalis tetap pasang kuda-kuda untuk menyongsong serangan lawan. Dia lihat Palarum telah siap melakukan serangan lagi dengan ujung pedang mengarah ke depan. M

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Goresan Kecil Pedang Beracun

    Setiap ingat kematian Riris Manik dan Mayang Kencana, Keksi Anjani jadi naik pitam. Kemarahannya meledak-ledak tak terkendali. Dua saudara seperguruan telah tewas oleh Suro Joyo. Hanya satu cara dendam Keksi Anjani terlampiaskan, bunuh Suro Joyo. Tak ada hal lain yang bisa menuntaskan kemarahan dan dendam Keksi Anjani kecuali kematian Suro Joyo.Keksi Anjani mengumpulkan segenap tenaga dalamnya pada kedua telapak tangan. Dia ingin melancarkan serangan tangan kosong. Satu jurus dia siapkan untuk menyerang, tapi Suro Joyo tiba-tiba menahan Keksi Anjani supaya tidak menyerang terlebih dulu.”Tunggu! Aku perlu memberi penjelasan padamu dulu,” kata Suro Joyo dengan tenangnya. ”Bukannya aku sombong, memang beginilah pembawaanku. Sifatku seperti ini. Aku kadang-kadang suka bercanda. Mungkin karena kata-kataku kadang-kadang ada yang kasar, mungkin orang-orang menyebutku sombong.”Keksi Anjani menahan gerakannya untuk lawan sedang berbicara untuk

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Bertarung Lagi di Pesanggrahan Alas Waru

    Suro Joyo menghela napas sejenak sambil mengingat-ingat mimpi yang dialaminya saat dirinya tidur. Tepatnya pingsan, lalu dilanjutkan tidur. Waktu pingsan dan tidur itu selama sehari semalam. Berapa lama dirinya pingsan dan berapa waktu pingsan, Suro Joyo tidak tahu. Pingsan dan tidur dialami manusia dalam keadaan tidak sadar. Suro Joyo mimpi saat dirinya tidur.“Tadi aku mimpi didatangi seorang pendekar muda yang umurnya sebaya denganku,” Suro Joyo memulai cerita mimpinya. “Wajah orang itu persis dengan wajahku. Hanya bedanya pakaian yang dikenakannya berwarna kuning. Mulai baju, celana, dan ikat kepala, semua berwarna kuning.”Banaswarih, Bandem, dan Lunjak mendengarkan cerita Suro Joyo sambil mengamati pakaian Suro Joyo yang serba putih. Pakaian yang dikenakan Suro Joyo robek-robek di sana-sini karena kena Ajian Maruta Seketi kemarin.“Pendekar muda yang mirip aku itu membentak-bentakku dengan suara keras,” lanjut Suro Joyo.

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   ­­­­Mimpi yang Membingungkan

    Ketika bangun dari pingsannya, Suro Joyo merasa dirinya berada di sebuah tempat yang asing. Dia kini juga bertatapan dengan tiga orang yang asing. Padahal, baru saja dirinya mimpi ditemui sosok yang membuatnya terbangun. Terbangun dari pingsan, juga tidur selama sehari semalam.Suro Joyo duduk sambil mengucek-ngucek mata beberapa kali. Dia ingin memastikan bahwa dirinya sedang sadar. Sudah bangun dari mimpinya. Mimpi yang membuatnya merasa ngeri karena bentakan orang dalam mimpi yang tidak pernah dikenalnya!“Eh…, maaf, kalian ini siapa?” tanya Suro Joyo kepada tiga orang yang menungguinya selama Pendekar Kembara Semesta itu tak sadar diri. “Dan…, aku ini di mana sekarang?”“Namaku Banaswarih,” jawab kesatria tampan itu. “Ini anak buahku, Bandem dan Lunjak.”Banaswarih melanjutkan perkataannya, “Coba Kisanak Suro Joyo ingat kembali peristiwa kemarin. Kemarin Kisanak bertarung melawan Keks

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Terlontar ke Tengah Laut

    Keksi Anjani tahu bahwa Palasih ingin mengincar nyawanya. Pedang di tangan Palasih yang sekarang berada di ketinggian, siap membabat leher Keksi Anjani. Keksi Anjani menyadari bahwa Palasih tak kan ragu sedikit pun untuk menghabisi dirinya. Palasih sangat bernafsu untuk membunuh bekas pemimpinnya. Perasaan dendam Palasih terhadap Keksi Anjani membuatnya tega melakukan perbuatan keji. Perbuatan keji yang dilakukan Palasih ada dua. Pertama Palasih mencuri kitab Ajian Maruta Seketi. Perbuatan keji kedua, yang sekarang akan dia lakukan. Palasih sangat yakin dirinya bakal bisa memenggal Keksi Anjani! Saat Palasih berada berada di atasku, ini kesempatan yang baik. Kata hati Keksi Anjani. Ini kesempatan yang kutunggu-tunggu. Setiap lawanku melesat ke udara, maka itu kesempatan nyata yang tidak boleh disia-siakan. Aku bisa melakukan sesuatu yang menguntungkan diriku. Benar, kesempatan tersebut tidak disia-siakan Keksi Anjani. Dia menghantamkan ajian

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Pertarungan di Tepi Pantai

    Mereka berdua keluar dari goa. Mereka berdua terbelalak kaget demi dilihatnya sosok pendekar wanita yang berdiri membelakangi mereka. Sosok itu memandang lurus ke timur. Tempat ke arah matahari terbit. Janurwasis dan Palasih tahu siapa wanita yang berdiri tegak dalam posisi membelakangi. Wanita pendekar. Wanita cantik yang menjadi pendiri Pesanggrahan Alas Waru! Ya…, dia Keksi Anjani! Janurwasis sebagai orang selama ini naksir, menginginkan Keksi Anjani untuk dijadikan istri, tentu sangat mengenal Keksi Anjani. Baik dari segi fisik, tubuh, kecantikan, Janurwasis sangat hafal. Begitu juga dengan Palasih. Palasih anak buah sejak lama. Tentu saja Palasih sangat mengenali bentuk tubuh tuan putrinya itu. Keksi Anjani sengaja memunggungi kedua orang yang sama-sama dia anggap pengkhianat dan jahat. Palasih dia anggap pengkhianat karena telah mencuri kitab Ajian Maruta Seketi. Janurwasis dia anggap jahat karena telah memperdaya Palasih, sehingga mencuri kitab rahasia

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Ada yang Mengawasi Sejak Tadi

    Godar sejak tadi sudah merasa bahwa posisi pasukan Parangbawana mulai terdesak. Banyak prajurit berguguran di tangan lawan. Lebih-lebih sekarang Suro Joyo yang secara langsung atau tidak langsung membantu Parangbawana dalam keadaan terluka dan dibawa kabur oleh Banaswarih. Kalau keadaan seperti ini terus berlangsung, maka lama kelamaan pasukan Parangbawana bisa tumpas. Kata Godar dalam hati. Pasukan Parangbawana bisa habis tak tersisa. Sehebat apa pun pasukan Parangbawana, mereka sebagian kalah mengenali medan pertempuran, sehingga mudah ditundukkan lawan. Pasukan Parangbawana banyak yang gugur karena kalah mengenal areal pertempuran. Ketika Sengkalis memberi isyarat kepada dirinya, Godar sudah tanggap. Dia memberikan isyarat balik pada Sengkalis bahwa dirinya sudah paham akan isyarat yang diberikan Sengkalis. ”Mundur...!” teriak Sengkalis lantang. Suaranya menggema membelah angkasa. Dia berharap seluruh pasukan Parangbawana yang tersisa bis

DMCA.com Protection Status