Beranda / Fantasi / PENDEKAR KEMBARA SEMESTA / Pertarungan Maut Dua Pendekar Hebat

Share

Pertarungan Maut Dua Pendekar Hebat

Penulis: Suwito Sarjono
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-06 09:09:56

Lagi-lagi terjadi ledakan. Pisau Liman Kuring melesat kembali ke genggaman Kijar. Sedangkan tubuh Westi masih meluncur ke dasar jurang. Dalam keadaan terdesak, Westi tancapkan cundrik ke dinding tebing. Cundrik menancap pada batu, sehingga dapat digunakan Westi untuk bergelantungan.

Westi melihat di samping kanannya ada pohon cukup besar yang akarnya mencengkeram kuat pada batu dinding tebing. Dia lepas selendang yang melingkari di pinggang dengan tangan kiri. Selendang ungu dilemparkan ke batang ponon dengan gunakan tenaga dalam.

Ujung selendang mengikat erat pada batang pohon. Westi segera mencabut cundrik sekaligus menarik selendang dengan tangan kiri. Cepat sekali tubuh Westi melesat ke arah pohon. Dengan ringannya dia telah berdiri di atas batang pohon itu.

Wajah Westi menengadah ke atas. Pada jarak puluhan tombak di atasnya, terlihat Bunga Puspajingga. Sedangkan di puncak gunung sana masih terlihat sosok Kojar yang berdiri dengan congkaknya. Kojar merasa telah berada di atas angin.

”Hehehehe..., Westi Ningtyas yang cantik dan suka selingkuh, apa yang kamu lakukan di bawah sana?” tanya Kojar dengan nada mengejek. ” Bagaimana kalau kau naik ke sini saja dan bercinta denganku, manis, hehehe...! Kujamin kamu akan puas.”

”Kojar! Jangan tertawa-tawa kayak orang gila! Turunlah ke tebing ini untuk memperebutkan Bunga Puspajingga! Jangan hanya mau enaknya saja hendak merampas bunga ini dari orang lain!” Westi ganti mengejek.

”Heheheh..., untuk apa aku turun? Aku di sini saja lebih enak. Menunggumu di sini sampai kau memetik bunga itu. Setelah bunga kau petik, aku bunuh kau dengan pisauku ini. Nah, aku nanti tinggal mengambil bunga yang jatuh di dasar jurang bersama mayatmu.”

”Itu bukan cara ksatria, Kojar. Kalau kau berjiwa ksatria, harus berani menyabung nyawa untuk memperebutkan bunga ini. Kalau kau ksatria, mestinya berani turun untuk memetik bunga ini.”

”Untuk apa repot-repot pakai cara ksatria segala? Yang penting, aku nanti bisa mendapatkan bunga itu,” kata Kojar disertai tawa ajekannya. “Ramuan bunga itu nanti bisa meningkatkan tenaga dalamku.”

“Dasar licik, maunya kamu tidak banyak menggunakan tenaga, tetapi bisa mendapat hasil melimpah,” ejek Westi. “Heh, mana ada orang yang mau memetik bunga itu? Apalagi kalau mereka tahu bahwa kamu akan merampok Bunga Puspajingga.”

“Pasti ada yang memetik bunga itu,” kata Kojar dengan nada tenang. ”Nanti kalau berhasil mendapatkan Bunga Puspajingga, akan kugunakan untuk menajamkan pisauku. Sisanya untuk meningkatkan kejantananku, hehehehehe...!”

”Jantan? Dirimu laki-laki jantan? Heh, siapa yang percaya bahwa dirimu benar-benar laki-laki jantan?” tanya Westi sinis. “Sepanjang waktu yang kuketahui, kamu hanya mampu mengintip orang lain yang sedang bercinta.”

 “Kau merasa puas kalau berhasil mengintip orang bercinta,” lanjut Westi. “Iya kan. Itu baru satu bukti bahwa kamu bukan laki-laki jantan.”

“Bukti yang lain, nyatanya sekarang kamu tak berani turun ke tebing ini untuk memperebutkan bunga yang kamu incar. Kalau kamu laki-laki jantan, kamu pasti berani menghadapi tantangan duel dari seorang wanita!”

Darah Kojar mendidih karena hinaan Westi yang terlalu tandas. Terlalu mendasar. Hal ini sudah sangat menyinggung harga diri sebagai sosok manusia yang berani mengaku sebagai laki-laki!

”Sundal iblis! Rupanya kau sudah ngebet untuk nyusul Banawa, hiaaat!” kata Kojar sambil mencabut dua pisau yang menyilang di dada. Dia segera melompat ke jurang.

Kojar menggunakan pisau di tangan kanan dan kiri untuk menempel di tebing. Kedua pisau ditancapkan di bebatuan dinding tebing. Lalu bergerak cepat ke sisi kanan Westi. Di sana ada batu besar menonjol untuk digunakan berpijak.

Jarak batu besar yang menyatu dengan dinding dari pohon yang digunakan Westi untuk berpijak cukup jauh. Lebih dari sepuluh tombak. Kini antara Kojar dan Westi sudah berhadapan dengan jarak sepuluh tombak.

Kaki Kojar berpijak di batu besar yang menonjol dari dinding tebing, sedangkan kaki Westi menapak di batang pohon yang mencengkeram kuat pada batu dinding tebing juga.

Di atas mereka berkelebat-kelebat sekuntum Bunga Puspajingga karena tiupan semilir angin. Bunga sakti itulah yang sama-sama mereka inginkan. Sedangkan di bawah mereka ada dasar jurang menganga yang siap memangsa siapa pun yang jatuh dari puncak gunung!

Dalam benak Kojar berkembang pemikiran untuk menumbangkan pohon yang digunakan Westi untuk berpijak. Dia akan gunakan pisau-pisaunya untuk menumbangkannya.

Pada saat yang sama, Westi juga berkeinginan menghancurkan batu besar yang digunakan Kojar untuk berpijak. Westi akan gunakan butiran peledak dan cundrik saktinya untuk menghancurkan batu besar itu.

Kojar melemparkan pisau sakti andalannya ke batang pohon tempat Westi berpijak. Pisau Liman Kuring yang pancarkan sinar merah membara melesat menuju sasaran.

Westi juga melemparkan cundrik ke arah batu besar tempat Kojar berpijak. Cundriknya melesat cepat dalam keadaan berputar sesar.

Dhuarrr!

Dua senjata sakti beradu lagi. Keduanya sama-sama kembali ke genggaman pemiliknya. Kojar gusar, dia lemparkan pisau yang dicabut dari deretan pisau yang menyilang di dada.

Dia melemparkan ke arah pohon yang diinjak lawannya. Westi mengeluarkan sebutir peledak dari balik baju dan langsung dilemparkan ke arah batu yang dipijak Kojar.

Kembali terjadi ledakan dahsyat  karena bertabrakannya dua senjata yang dilemparkan. Pisau Kojar patah menjadi beberapa bagian dan meluncur jatuh ke dasar jurang.

Kedua pendekar bertempur jarak jauh dengan saling melempar senjata masing-masing ke arah lawan. Namun mereka sama-sama tangguh, sehingga belum pernah ada satu pun senjata lawan yang mengena sasaran.

Sampai suatu saat Westi maupun Kojar menyadari bahwa senjata mereka semakin berkurang. Westi tinggal memiliki tiga butir peledak, sedangkan pisau di dadanya tinggal dua bilah.

Westi menemukan cara untuk mendekati Kojar. Dia ikat dua selendang panjangnya. Lalu ujung selendang diikatkan pada batang pohon, sedangkan ujung yang lain diikatkan pada pinggangnya. Dengan gerakan tak terduga, dia melompat ke arah Kojar sambil menusukkan cundrik ke dahi lawannya itu.

Tentu saja Kojar sangat kaget dengan kenekadan Westi. Maka dia tangkis dengan Pisau Liman Kuring. Ledakan terjadi mengakibatkan tubuh Westi terlontar ke belakang. Menapak kembali di atas pohon tempatnya berpijak tadi.

Kaki Westi menggenjot batang pohon untuk melesat lagi ke arah lawan sambil lemparkan sebutir peledak ke dada Kojar. Kali ini Kojar tak mau menangkis, karena ledakannya bisa membuatnya terlontar ke belakang. Sehingga tubuhnya bisa jatuh ke jurang. Kojar melentingkan tubuhnya ke atas, dengan tetap tegak di atas batu pijakan.

Sebutir peledak tadi melesat di bawah kaki Kojar. Menghantam dinding batu hingga meledak. Menimbulkan beberapa batu hancur menjadi serpihan. Serpihan-serpihan batu berjatuhan ke dasar jurang.

Westi berhasil menapakkan kakinya di batu besar tempat Kojar tadi berpijak. Sedangkan Kojar yang berada di atas Westi melesat ke bawah sambil menusukkan pisau saktinya ke kepala Westi. Untungnya Westi waspada. Dia ayunkan cendriknya ke atas untuk menangkis pisau Kojar.

Dhuarrr!

Tubuh Kojar terdorong ke belakang beberapa tombak. Punggungnya menghantan dinding tebing. Lalu tubuhnya meluncur ke jurang!

Westi tergeletak di batu besar yang tadi digunakan Kojar untuk berpijak. Tubuhnya masih diikat selendang yang terikat pada batang pohon.

*

Bab terkait

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Kehebatan Ki Panjong yang Tak Terduga

    Kojar cepat menancapkan pisau saktinya ke dinding tebing sehingga dirinya tidak jauh turun dari puncak gunung. Di dekatnya ada beberapa utas akar pohon yang menjalar. Kojar segera mengikatkan satu utas akar ke tubuhnya. Dia biarkan tubuhnya bergelantungan untuk sementara waktu sambil beristirahat karena kelelahan. Westi pun membiarkan dirinya tergeletak beberapa saat karena kelelahan setelah bertempur sekian lama. Dia tatap Bunga Puspajingga yang berdiri kokoh di tebing Gunung Sumbing. Dalam keadaan sangat lelah, Westi melihat ke puncak gunung. Terihat dua sosok pendekar. Satu pendekar berusia tua membawa tongkat lusuh dari kayu jati. Sedangkan yang satunya adalah sosok pendekar muda berpakaian serba putih mengenakan ikat pinggang berbentuk kepala rajawali. Westi Ningtyas tersentak kaget ketika dia ingat sosok pendekar berpakaian serba putih itu. Dia terbangun dari sikap terlentangnya. Dia mendongakkan ke atas. Bertatapan dalam jarak cukup jauh dengan

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-07
  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Memetik Bunga Puspajingga

    ”Ilmu Cicak Merayap. Sudah kupelajari sejak puluhan tahun silam,” jawab Ki Panjong. ”Ayo kita ambil biji dan Bunga Puspajingga bersama-sama. Sebelum kedahuluan pendekar lain!” ”Bersama-sama? Mana mungkin, Ki? Saya tidak bisa merayapi tebing ini sepertimu,” tanya Suro disertai rasa heran yang tak bisa ditahan. ”Untuk itu, kau harus temukan akal.” ”Akal...? Akal bagaimana, Ki? Dalam keadaan seperti ini masih harus berpikir keras?” ”Hanya ada satu cara.” ”Apa, Ki?” ”Kau naik di punggungku!” Suro pun menurut pemikiran Ki Panjong. Seumur-umur baru kali ini dia digendong pada usia dewasa. Digendong oleh seorang kakek-kakek lagi! Akan terasa aneh dan di luar nalar. Mestinya yang menggendong itu yang muda. Yang muda menggendong kakek-kakek karena sudah renta dan lemah. Ini malah sebaliknya, yang kakek-kakek tua menggendong anak muda yang gagah perkasa. ”Tunggu! Kalian tak bisa memetik bunga itu begitu saja!” sentak West

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-08
  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Bertemu Sahabat Lama

    ”Hai, gadis muda! Jangan mencoba berbohong padaku! Dari ceritamu, aku menduga kamu tahu banyak tentang Garjitalung. Berarti kamu tahu di mana dia sekarang.””Aku tidak bohong. Aku berkata apa adanya! Kalau tidak percaya, tanya saja pada orang lain!””O..., agaknya kamu belum tahu siapa aku, gadis manis. Sehingga kamu berani membentak seperti itu. Dengar baik-baik, aku bernama Lodra Dahana,” pengakuan pendekar muda itu.“Aku anak Raja Taweng Dahana dari Kerajaan Garbaloka,” Lodra Dahana menyebutkan asal-usulnya. “Kuharap kamu jawab sekali lagi tentang keberadaan Garjitalung yang brengsek itu!””Lodra! Aku tak pandang siapa dirimu. Biar kamu anak raja atau hanya seorang pengemis, bagiku sama saja. Aku sudah menjawab apa yang kamu tanyakan secara jujur. Sekarang minggirlah! Aku akan lewat....””Tidak bisa! Kamu boleh lewat bila dapat menunjukkan jalan menuju Sanggar Teratai

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-09
  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Menumpas Para Perampok

    ”Oh..., ehm..., anu, tidak.aku..., tidak..., tidak sedang memikirkan apa-apa kok!” Westi bingung untuk menjawab pertanyaan Radipta.”Sebaiknya kamu istiharat dan tidur di sini saja! Besok kamu pulang setelah fajar menyingsing!””Tapi..., aku tak berani tidur di sini sendirian,” alasan Westi sebagai ‘undangan’ terselubung.“Aku akan menungguimu di sini. Tidurlah! Aku akan berjaga-jaga di sini.””Terima kasih, Radipta. Terima kasih atas pertolonganmu.”Westi memandang ke langit. Menatap bulan yang memancarkan sinar indahnya ke seantero jagat. Keindahan sinar rembulan menebarkan suasana terang yang membuat hati senang.Pagi hari yang cerah Westi terbangun dari tidur nyenyaknya. Radipta tidak berada di sampingnya lagi. Telah meneruskan perjalanan ke Sanggar Teratai Perak. Namun Westi tidak merasakan kesal atau marah.Dia menyadari bahwa Radipta tidak ada hubungan khus

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-10
  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Melawan Pendekar Pedang Beracun

    Wandasa sebenarnya merasa keder juga menghadapi Suro. Tapi sebagai laki-laki yang sudah kondang karena kekejaman itu merasa malu kalau harus meninggalkan arena pertarungan. Apalagi ketiga anak buahnya sudah tewas di tangan lawan.Maju tatu, mundur ajur. Kalau maju, mungkin dirinya tidak akan mampu mengalahkan Suro. Tapi kalau mundur, apa kata orang nanti? Dirinya akan menjadi bahan olok-olokan di dunia persilatan.Mereka pasti akan menganggapnya sebagai pendekar laki-laki yang bermental seperti banci! Belum lagi kalau didengar anak buahnya. Wah, pasti mereka tidak akan lagi menghormatinya!”Hebat! Kamu memang hebat, Suro!” kata Wandasa. ”Tak kusangka, anak kemarin sore sepertimu sudah berilmu silat setinggi ini. Tapi jangan besar kepala dulu! Rejung hanyalah anak buahku. Dia masih jauh di bawahku dalam soal ilmu silat atau kesaktian.””Heheheha..., sejak tadi bisanya kamu ngomong melulu!” ejek Suro

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-11
  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Tipuan Perampok yang Menjengkelkan

    ”Jangan pura-pura bloon, Suro! Aku sudah mengenal nama lengkapmu..., Suro Sinting. Pendekar yang benar-benar berotak miring, huahahahaha...,” ejek Garjitalung yang disambut tawa sepuluh anak buahnya. “Miring sama dengan sinting. Sinting sama dengan gila, huahahahahaha...!”Makin riuh tawa anak buah Garjitalung. Sebenarnya yang diungkapkan Garjitalung tidak lucu. Tapi karena lama tidak tertawa, mereka lampiaskan tawa saat ini juga. Sekeras-kerasnya. Tertawa sekeras-kerasnya.”Baiklah, aku bersyukur karena ada orang lain yang mengenalku. Terima kasih kamu mau mengenalku. Walau demikian, aku tak perlu mengenalmu karena kamu congkak, sok jagoan, dan sok menang-menangan,” kata Suro dengan lagak semau sendiri.“Sejujurnya, aku tidak mengenal kalian,” kata Suro sambil memandangi mereka dengan pandangan menyepelekan. “Kalian sepertinya memang tidak pantas kukenal. Juga tak pantas dikenal oleh siapa pun. Mengena

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-12
  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Tantangan Maut Pendekar Misterius

    Pagi-pagi benar Suro Sinting telah sampai di Istana Kerajaan Krendobumi. Istana yang megah dan mewah penuh hiasan antik yang sangat unik. Raja Agung Paramarta, Permaisuri Niken Sari, dan beberapa punggawa kerajaan menyambutnya dengan gembira. Mereka menyambut kedatangan Suro laksana menyambut datangnya seorang pahlawan. Pahlawan bagi Kerajaan Krendobumi. Memang dalam kenyataannya, Suro saat ini pahlawan Krendobumi. Bukan hanya karena berhasil mendapatkan Bunga Puspajingga, tetapi juga berhasil menumpas pendekar dari golongan hitam yang mengacau di berbagai tempat. Raja Agung segera memanggil tabib istana. Sang Raja memerintahkan tabib istana untuk menggunakan Bunga Puspajingga sebagaiahan utama ramuan obat. Obat yang hasil ramuan itu, nantinya digunakan untuk penyembuhan pada kaki permaisuri yang lumpuh. Kelumpuhan kaki ibunda Suro itu telah berlangsung selama puluhan tahun. Kaki Niken Sari lumpuh akibat pukulan telapak naga dari Jati Kawangwang yang punya ju

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-15
  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Jati Kawangwang Sang Penantang

    Suro Joyo berdiri tegak di puncak Bukit Tengkorak. Tangannya mengepal keras, pandangannya tajam lurus ke arah utara. Tubuh Suro Joyo kokoh laksana menancap di bumi. Siap menghadapi segala kemungkinan yang bisa terjadi di luar perhitungan.Rambutnya yang cukup panjang diikat kain putih berkelebat-kelebat ditiup angin pegunungan. Semilir angin sedikit mendinginkan pikirannya. Namun rasa penasaran dalam hati tak bisa dihilangkan sejak mula pertama mendapat tantangan dari seorang pendekar. Pendekar itu tidak menyebutkan jati dirinya.Dalam hati Pendekar Kembara Semesta yang terdalam dipenuhi tanda tanya tentang siapa yang menantangnya duel di bukit ini. Mengapa orang itu menantang dirinya bertarung? Apakah dia punya dendam kesumat yang ingin segera dilampiaskan? Ataukah pendekar itu hanya iseng atau main-main saja?Kalau hanya iseng atau main-main, rasanya tidak mungkin. Begitu kata hati Suro Joyo. Orang yang main-main, tentu tidak sampai membunuh praju

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-18

Bab terbaru

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Meninggalkan Pesanggrahan Alas Waru

    CataAkibat kena hantaman Ajian Maruta Seketi, tubuh melesat tinggi ke langit dengan tubuh berputar. Namun kali ini Suro Joyo bisa menguasai angin puting beliung. Dia bersalto beberapa kali sehingga lepas dari kisaran angin puting beliung Ajian Maruta Seketi. Malah dengan gesitnya dia menghantamkan pukulan Rajah Cakra Geni ke arah lawan saat dirinya melayang ke bumi! Sinar merah melesat ke arah Keksi Anjani yang sudah berada pada keadaan luka. Dia berusaha menghantamkan ajiannya dengan menggunakan tangan kiri. Paniratpati tidak tega mengetahui keadaan Keksi Anjani. Dia menyambar tubuh Keksi Anjani. Dia bawa lari ke tempat yang aman, lalu meletakkannya di bawah pohon besar. Leretan ajian dari Suro Joyo menghantam batu besar. Batu itu hancur menjadi kepingan-kepingan kecil. Bahan ada yang menjadi debu. Debu melayang ke udara bebas. ”Paniratpati..., kalau kamu ingin mempersuntung diriku, habisi Suro Joyo terlebih dahulu!” rayu Keksi Anjani dekat telinga Paniratpati. Laki-laki muda berwa

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Pertarungan Maut Dua Pendekar Hebat

    Godar mundur beberapa langkah untuk menghindari tendangan yang lebih keras dan mematikan. Setelah berjarak beberapa tombak, Godar berhasil menguasai diri. Dia pasang kuda-kuda lagi sambil mengarahkan pedang yang ujungnya telah patah, ke arah lawan.“Wooo, kamu bisa selamat dari serangan pertamaku,” kata Rumpang. “Hanya pedangmu yang patah, bukan lehermu! Kalau orang lain, mungkin ada anggota tubuh yang kutung.”“Aku berbeda dengan siapa pun, termasuk denganmu,” sahut Godar untuk mencari celah-celah kelemahan supaya bisa menundukkan lawan. “Kalau orang lain mati akibat serangan pedang bajamu, tetapi aku tidak. Aku masih bisa menandingi serangan pedang baja.”“Baiklah, kalau pada serangan pertama kamu bisa lolos dari maut, sekarang kamu tidak bisa lolos lagi, hiaaat!” kata Rumpang sambil menyabetkan pedang bajanya. Rumpang pmengalirkan tenaga dalam ke tangan kanan yang menggenggam pedang baja warna hitam.

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Tendangan Maut untuk Senapati Parangbawana

    Benturan keras dua pedang tak terhindarkan. Saat menangkis tadi, gerakan Sengkalis agak terlambat. Pedang Sengkalis melencong. Melenceng. Menyerempet bahu kiri lawan. Palarum terperanjat setelah menyadari bahwa dirinya merasakan sengatan panas akibat goresan kecil pedang di tangan Sengkalis.Palarum mundur beberapa langkah untuk melihat luka di bahu kirinya. Dia lihat hanya goresan kecil akibat terserempet ujung pedang Sengkalis.“Ternyata tidak parah,” gumam Palarum. “Aku bisa menyerang lagi untuk menghabisinya. Seperti yang pernah dikatakan Gusti Putri Keksi Anjani, dengan cara apa pun, lawan harus dilenyapkan!”Sengkalis yang lolos dari sabetan pedang lawan yang mengarah kepala, juga mundur beberapa langkah. Meskipun ujung pedangnya tadi telah menggores bahu kecil Palarum, tapi Sengkalis tetap pasang kuda-kuda untuk menyongsong serangan lawan. Dia lihat Palarum telah siap melakukan serangan lagi dengan ujung pedang mengarah ke depan. M

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Goresan Kecil Pedang Beracun

    Setiap ingat kematian Riris Manik dan Mayang Kencana, Keksi Anjani jadi naik pitam. Kemarahannya meledak-ledak tak terkendali. Dua saudara seperguruan telah tewas oleh Suro Joyo. Hanya satu cara dendam Keksi Anjani terlampiaskan, bunuh Suro Joyo. Tak ada hal lain yang bisa menuntaskan kemarahan dan dendam Keksi Anjani kecuali kematian Suro Joyo.Keksi Anjani mengumpulkan segenap tenaga dalamnya pada kedua telapak tangan. Dia ingin melancarkan serangan tangan kosong. Satu jurus dia siapkan untuk menyerang, tapi Suro Joyo tiba-tiba menahan Keksi Anjani supaya tidak menyerang terlebih dulu.”Tunggu! Aku perlu memberi penjelasan padamu dulu,” kata Suro Joyo dengan tenangnya. ”Bukannya aku sombong, memang beginilah pembawaanku. Sifatku seperti ini. Aku kadang-kadang suka bercanda. Mungkin karena kata-kataku kadang-kadang ada yang kasar, mungkin orang-orang menyebutku sombong.”Keksi Anjani menahan gerakannya untuk lawan sedang berbicara untuk

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Bertarung Lagi di Pesanggrahan Alas Waru

    Suro Joyo menghela napas sejenak sambil mengingat-ingat mimpi yang dialaminya saat dirinya tidur. Tepatnya pingsan, lalu dilanjutkan tidur. Waktu pingsan dan tidur itu selama sehari semalam. Berapa lama dirinya pingsan dan berapa waktu pingsan, Suro Joyo tidak tahu. Pingsan dan tidur dialami manusia dalam keadaan tidak sadar. Suro Joyo mimpi saat dirinya tidur.“Tadi aku mimpi didatangi seorang pendekar muda yang umurnya sebaya denganku,” Suro Joyo memulai cerita mimpinya. “Wajah orang itu persis dengan wajahku. Hanya bedanya pakaian yang dikenakannya berwarna kuning. Mulai baju, celana, dan ikat kepala, semua berwarna kuning.”Banaswarih, Bandem, dan Lunjak mendengarkan cerita Suro Joyo sambil mengamati pakaian Suro Joyo yang serba putih. Pakaian yang dikenakan Suro Joyo robek-robek di sana-sini karena kena Ajian Maruta Seketi kemarin.“Pendekar muda yang mirip aku itu membentak-bentakku dengan suara keras,” lanjut Suro Joyo.

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   ­­­­Mimpi yang Membingungkan

    Ketika bangun dari pingsannya, Suro Joyo merasa dirinya berada di sebuah tempat yang asing. Dia kini juga bertatapan dengan tiga orang yang asing. Padahal, baru saja dirinya mimpi ditemui sosok yang membuatnya terbangun. Terbangun dari pingsan, juga tidur selama sehari semalam.Suro Joyo duduk sambil mengucek-ngucek mata beberapa kali. Dia ingin memastikan bahwa dirinya sedang sadar. Sudah bangun dari mimpinya. Mimpi yang membuatnya merasa ngeri karena bentakan orang dalam mimpi yang tidak pernah dikenalnya!“Eh…, maaf, kalian ini siapa?” tanya Suro Joyo kepada tiga orang yang menungguinya selama Pendekar Kembara Semesta itu tak sadar diri. “Dan…, aku ini di mana sekarang?”“Namaku Banaswarih,” jawab kesatria tampan itu. “Ini anak buahku, Bandem dan Lunjak.”Banaswarih melanjutkan perkataannya, “Coba Kisanak Suro Joyo ingat kembali peristiwa kemarin. Kemarin Kisanak bertarung melawan Keks

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Terlontar ke Tengah Laut

    Keksi Anjani tahu bahwa Palasih ingin mengincar nyawanya. Pedang di tangan Palasih yang sekarang berada di ketinggian, siap membabat leher Keksi Anjani. Keksi Anjani menyadari bahwa Palasih tak kan ragu sedikit pun untuk menghabisi dirinya. Palasih sangat bernafsu untuk membunuh bekas pemimpinnya. Perasaan dendam Palasih terhadap Keksi Anjani membuatnya tega melakukan perbuatan keji. Perbuatan keji yang dilakukan Palasih ada dua. Pertama Palasih mencuri kitab Ajian Maruta Seketi. Perbuatan keji kedua, yang sekarang akan dia lakukan. Palasih sangat yakin dirinya bakal bisa memenggal Keksi Anjani! Saat Palasih berada berada di atasku, ini kesempatan yang baik. Kata hati Keksi Anjani. Ini kesempatan yang kutunggu-tunggu. Setiap lawanku melesat ke udara, maka itu kesempatan nyata yang tidak boleh disia-siakan. Aku bisa melakukan sesuatu yang menguntungkan diriku. Benar, kesempatan tersebut tidak disia-siakan Keksi Anjani. Dia menghantamkan ajian

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Pertarungan di Tepi Pantai

    Mereka berdua keluar dari goa. Mereka berdua terbelalak kaget demi dilihatnya sosok pendekar wanita yang berdiri membelakangi mereka. Sosok itu memandang lurus ke timur. Tempat ke arah matahari terbit. Janurwasis dan Palasih tahu siapa wanita yang berdiri tegak dalam posisi membelakangi. Wanita pendekar. Wanita cantik yang menjadi pendiri Pesanggrahan Alas Waru! Ya…, dia Keksi Anjani! Janurwasis sebagai orang selama ini naksir, menginginkan Keksi Anjani untuk dijadikan istri, tentu sangat mengenal Keksi Anjani. Baik dari segi fisik, tubuh, kecantikan, Janurwasis sangat hafal. Begitu juga dengan Palasih. Palasih anak buah sejak lama. Tentu saja Palasih sangat mengenali bentuk tubuh tuan putrinya itu. Keksi Anjani sengaja memunggungi kedua orang yang sama-sama dia anggap pengkhianat dan jahat. Palasih dia anggap pengkhianat karena telah mencuri kitab Ajian Maruta Seketi. Janurwasis dia anggap jahat karena telah memperdaya Palasih, sehingga mencuri kitab rahasia

  • PENDEKAR KEMBARA SEMESTA   Ada yang Mengawasi Sejak Tadi

    Godar sejak tadi sudah merasa bahwa posisi pasukan Parangbawana mulai terdesak. Banyak prajurit berguguran di tangan lawan. Lebih-lebih sekarang Suro Joyo yang secara langsung atau tidak langsung membantu Parangbawana dalam keadaan terluka dan dibawa kabur oleh Banaswarih. Kalau keadaan seperti ini terus berlangsung, maka lama kelamaan pasukan Parangbawana bisa tumpas. Kata Godar dalam hati. Pasukan Parangbawana bisa habis tak tersisa. Sehebat apa pun pasukan Parangbawana, mereka sebagian kalah mengenali medan pertempuran, sehingga mudah ditundukkan lawan. Pasukan Parangbawana banyak yang gugur karena kalah mengenal areal pertempuran. Ketika Sengkalis memberi isyarat kepada dirinya, Godar sudah tanggap. Dia memberikan isyarat balik pada Sengkalis bahwa dirinya sudah paham akan isyarat yang diberikan Sengkalis. ”Mundur...!” teriak Sengkalis lantang. Suaranya menggema membelah angkasa. Dia berharap seluruh pasukan Parangbawana yang tersisa bis

DMCA.com Protection Status