Ketika menyadari bahwa laki-laki itu semakin dekat dengannya, Shireen panik dan bergegas menuju kamar mandi sebagai tempat perlindungan sementara. Entah apa yang ada di dalam pikirannya saat ini, tetapi dia merasa jika kamar mandi adalah tempat yang aman untuk saat ini daripada harus berlari keluar dengan keadaan seperti ini.
Namun sayangnya, takdir berkata lain. Ketika Shireen hampir mencapai pintu kamar mandi, laki-laki itu tiba-tiba berlari lebih cepat darinya dan dengan sigap berdiri di depan pintu kamar mandi tepat di depan Shireen. Hatinya berdegup kencang dan dia merasa terjebak dalam situasi yang semakin rumit.
Shireen menatap pria itu dengan tatapan takut dan bingung. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya. Hatinya berdegup kencang, mencoba mencari jalan keluar dari situasi yang mencekam ini. Sementara pria itu meraih tangan Shireen dengan paksa, ia menyeretnya pergi dari sana dan melemparnya di atas ranjang yang empuk.
Shireen terkejut oleh perlakuan kasar pria tersebut. Dalam sekejap, dia bangkit dari posisi tidur dan duduk tegak di ujung ranjang, berusaha keras untuk menghindari serangan lebih lanjut. Tatapannya masih dipenuhi ketakutan saat dia mempertanyakan identitas orang asing ini.
"Siapa sebenarnya kamu?" desis Shireen dengan suara gemetar. "Apa yang kamu inginkan dariku?"
Pria itu tersenyum sombong dan angkuh saat menjawab pertanyaan Shireen. "Liam Lawrence," katanya dengan nada tinggi, memberikan kesan bahwa dirinya adalah sosok penting dalam kehidupannya sendiri. "Panggil aku Tuan Liam."
Saat mendengar nama tersebut, Shireen semakin gelisah. Apa hubungan antara mereka? Mengapa Liam tiba-tiba berada di kamar ini? Rasa takut melanda hati Shireen saat Liam mulai membuka satu persatu kancing kemeja yang ia kenakan.
"Apa ... apa yang akan kamu lakukan padaku?" desak Shireen dengan nada panik dalam suaranya. Matanya berkaca-kaca karena rasa putus asa yang melanda. "Dimana Nick? Apa kamu melakukan sesuatu padanya?"
Liam menggelengkan kepalanya pelan, mencoba menenangkan Shireen. "Kamu salah berpikir seperti itu," ucapnya dengan lembut. "Dalang dibalik suami ini adalah Nick. Dia memberikan malam pertamanya padaku karena hutangnya yang sangat besar."
Shireen terkejut mendengar pengakuan Liam tersebut. Dia sampai membulatkan kedua bola matanya karena tidak menyangka dengan apa yang dilakukan oleh Nick kepadanya. Hatinya berdesir tak menentu, campur aduk antara rasa marah dan kecewa. Bagaimana mungkin suaminya sendiri bisa melakukan hal seperti ini? Shireen merasakan air mata mulai menggenang di pelupuk matanya, dan akhirnya turun membasahi wajah cantiknya.
“Jadi, dia … menyuruhku menggunakan lingerie ini karena untukmu?” tanya Shireen dengan suara serak, mencoba menahan tangis yang ingin pecah dari dadanya.
Liam tersenyum miring mendengar pertanyaan Shireen barusan. Tatapannya penuh dengan ketertarikan dan sedikit keserakahan saat melihat wanita yang sedang rapuh seperti itu.
“Pintar sekali, Shireen," ucap Liam sambil menggoda. "Memang benar, karena lingerie itu aku yang membelinya dan kamu terlihat cantik dan menggoda memakainya."
Mendengar jawaban Liam membuat hati Shireen semakin hancur berkeping-keping. Ia tidak pernah membayangkan bahwa cinta sejati yang ia harapkan dari suaminya ternyata hanya sebuah ilusi semata. Air mata semakin deras mengalir begitu saja tanpa bisa ditahan lagi.
Liam kembali menghampiri Shireen yang duduk di ujung ranjang dengan tatapan kosong dan tertekan tampak masih tidak percaya karena laki-laki yang baru saja menjadi suaminya bisa bertindak kejam seperti ini. Shireen merasa dunianya runtuh, semua harapan dan impian indah tentang pernikahan mereka hancur berantakan dalam sekejap.
Shireen mencoba mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya untuk menatap Liam dengan tajam.
"Apa yang kamu pikirkan, Liam? Apakah kamu bahagia melihat aku menderita seperti ini?" ucapnya dengan nada penuh amarah.
"Panggil aku Tuan Liam!" ucap Liam dengan marah karena merasa ucapan Shireen tidak sopan barusan.
Wajahnya memerah dan matanya menyala dengan kemarahan yang tak terbendung. Dia meraih tangan Shireen lagi, meski sempat ada penolakan dari Shireen, tetapi tenaga Liam jauh lebih besar daripada Shireen sehingga penolakan itu berakhir sia-sia.
Dengan cepat dan tanpa ampun, Liam mengikat tangan Shireen di ujung kepala ranjang menggunakan seutas tali yang kuat. Kemudian, dia melanjutkan dengan mengikat satu tangannya lagi di ujung ranjang lainnya. Dalam sekejap, Shireen menjadi terperangkap dan tidak bisa melakukan apa pun untuk melepaskan diri. Tubuh seksi Shireen yang dibalut oleh lingerie transparan semakin terlihat jelas di bawah cahaya terang kamar tidur mewah tersebut. Melihat pemandangan ini membuat gairah dalam diri Liam semakin memuncak dan miliknya langsung berdiri tegak dibalik celana yang masih ia pakai.
"Aku mohon jangan lakukan apa pun padaku!" desis Shireen sambil terisak sedih. Air mata berlinang dari matanya saat dia mencoba memohon belas kasihan kepada Liam. "Berapa hutang Nick sampai dia mengorbankan aku?" tambahnya dengan suara gemetar.
Namun, wajah dingin dan tanpa ekspresi pada wajah Liam menunjukkan bahwa dia sama sekali tidak tertarik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan putus asa Shireen. Dia hanya menatapnya dengan tatapan tajam yang penuh dengan niat jahat dan keinginan untuk mempermainkannya.
Shireen merasa tak berdaya di hadapan Liam yang begitu kuat dan tanpa belas kasihan. Dia merasakan ketakutan yang melanda tubuhnya. Saat ini, Liam tampak sibuk mencampurkan bahan-bahan untuk minuman yang sudah dia persiapkan sejak tadi.
Minuman tersebut tidak sembarang minuman. Di dalamnya terdapat obat perangsang yang telah dia buat untuk Shireen. Setelah selesai membuat minuman tersebut, Liam duduk di tepi ranjang wanita itu sambil menyodorkan gelas berisi minuman kepada Shireen. Awalnya, Shireen menolak dengan keras dan tidak mau meminum apa pun yang diberikan oleh Liam.
"Tidak! Aku tidak ingin meminum apapun dari tanganmu!" seru Shireen dengan nada marah meski rasa takut terpancar jelas di matanya.
Namun, tanpa menghiraukan penolakan itu, Liam tetap tenang. Dia membuka paksa mulutnya. Air mata terus mengalir di wajah cantik wanita itu saat dia merasakan minuman yang dicampur dengan obat perangsang masuk ke dalam mulutnya. Meskipun terpaksa, Shireen akhirnya menelan setiap tetes minuman tersebut.Liam tersenyum lebar melihat gelas itu sudah kosong dan menyimpannya di atas nakas. Dia melihat ke arah jam tangannya menunggu beberapa menit sampai obat itu bereaksi.“Jangan lakukan apa pun padaku! Aku mohon,” pinta Shireen dengan air mata yang terus mengalir membasahi wajahnya.“Kamu adalah bayaran dari Nick untuk hutang-hutangnya. Tentu saja aku rugi tidak menyentuhmu. Lagipula, aku menginginkan kegadisanmu, Shireen,” ucap Liam dengan suara berbisik membuat Shireen langsung merinding seketika.Shireen tidak menyangka jika kegadisan yang selama ini dia jaga akan berakhir di tangan seorang pria yang bahkan tidak dia kenal karena hutang yang dimiliki oleh Nick.Setelah beberapa menit ya
Melihat reaksi Shireen, rasa percaya diri Liam semakin meningkat. Ia merasa puas bisa memberikan kenikmatan kepada Shireen. Dengan penuh keberanian, Shireen membusungkan dadanya lebih jauh lagi, menenggelamkan Liam diantara p*yudaranya seolah meminta lebih dari apa yang sudah diberikan oleh Liam.Liam semakin menyesap p*yudara Shireen dengan semakin kuat, sesekali menggigit p*ting Shireen yang membuatnya mengerang kesakitan. Rasa sakit akibat gigitan Liam yang terlalu kuat membuat Shireen merasakan sensasi campuran antara kenikmatan dan rasa sakit yang membara di dalam dirinya. "Sa-kit," ucap Shireen seraya membuka mata dan menatap ke arah Liam.Selama beberapa saat, tatapan mereka saling bertemu di tengah-tengah ruangan yang penuh dengan gairah dan nafsu birahi. Wajah Shireen memerah karena dia benar-benar menikmati setiap sentuhan sensual yang diberikan oleh Liam. Dia bisa merasakan denyutan-denyutan erotis dari tubuhnya sendiri, memberikan sinyal bahwa dia ingin lebih banyak lagi.
Shireen merasa gugup saat melihat Liam tersenyum lebar sebagai respon atas permintaannya. Dia tidak bisa menahan senyumannya setelah mendengar permintaan dari wanita itu. Rupanya Shireen kalah dengan nafsunya sendiri. Dengan langkah mantap, Liam mendekati Shireen dan mencium bibirnya dengan penuh gairah. Mereka saling berpegangan erat, takut kehilangan satu sama lain di tengah-tengah gelombang kenikmatan yang mereka alami bersama-sama. Setiap sentuhan dari Liam membuat hati Shireen berdegup kencang, sensasi baru ini begitu terasa menyenangkan. Shireen juga harus rela merasakan kesakitan yang luar biasa saat kehormatannya benar-benar diambil oleh Liam. Meski dari hati yang paling dalam dia merasa tidak rela, tetapi tubuhnya benar-benar menikmati dengan apa yang dilakukan oleh Liam kepadanya. Malam semakin larut, namun semakin panas juga antara mereka berdua. Ruangan dipenuhi oleh desahan-desahan serta aroma mereka yang mencekik udara. Tidak ada kata-kata lagi yang terucap dari mulut
Namun, tindakan Shireen tersebut hanya semakin membuat api kemarahan di dalam diri Nick berkobar. Ia merasa tidak terima atas perlakuan Shireen yang seenaknya menamparnya dan menghina dirinya. Dengan penuh amarah, Nick meraih rambut panjang Shireen dan menjambaknya dari belakang dengan kasar. Rasa sakit yang dialami oleh Shireen membuatnya berteriak kesakitan, namun itu tidak mengurangi kegigihan Nick dalam melampiaskan kemarahannya. Dalam sekejap, air mata Shireen kembali turun membasahi wajahnya seraya memegang tangan Nick. Ia berusaha melepaskan cengkraman tangan Nick yang begitu kuat dari rambutnya. Hatinya hancur melihat perubahan drastis dalam sikap Nick yang dulunya begitu lembut dan penyayang. "Siapa kamu sampai berani menamparku seperti itu?" tanya Nick dengan penuh amarah tidak peduli dengan jeritan Shireen yang kini menangis dan memohon agar Nick melepaskannya. Tatapan matanya penuh kemarahan, membuat Shireen semakin takut pada suaminya. "Aku tidak akan pernah menceraika
Setelah selesai membereskan apartemen dan semuanya sudah rapi. Perut wanita cantik itu mulai bersuara karena lapar. Shireen membuka lemari es dan menemukan bahwa dapur ternyata kosong tak bersisa. Dalam hati, ia merasa kesal. Karena bisa-bisanya Nick tidak memiliki satu makanan pun di dapurnya. Ia merogoh ponselnya dan segera mengirim pesan singkat kepada suaminya meminta uang untuk belanja.Tak lama kemudian, ponsel Shireen bergetar menandakan ada pesan masuk. Nick telah mentransfer uang, namun jumlahnya sangat sedikit. Shireen menghela napas panjang, kesal karena uang yang dikirim oleh Nick tidak akan cukup untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Shireen mencoba menelepon Nick untuk menjelaskan situasi, tetapi sayangnya panggilan itu tidak diangkat. Ia menunggu beberapa saat, tetapi tetap saja tak ada jawaban dari Nick.Kesal dan tak punya pilihan lain, Shireen mengambil tas dan dompetnya lalu berangkat menuju pusat perbelanjaan. Sebelum belanja, tentu saja dia harus pergi ke ATM untuk
Nick tiba-tiba menghentikan aksinya setelah melihat kedatangan Shireen secara tiba-tiba. Dia segera mencabut miliknya dari tubuh wanita itu. Wanita tersebut segera mencari pakaian untuk menutupi tubuhnya yang terlanjur terbuka.Shireen, yang sejak tadi hanya bisa menahan tangis dan amarahnya, kini berjalan mendekati Nick dengan langkah gontai."Apa yang kamu lakukan?" tanyanya dengan suara parau, menatap Nick yang sekarang sedang berdiri sambil memakai celananya kembali. Nick menoleh ke arah Shireen, wajahnya tampak tanpa rasa bersalah."Kamu masih tanya?" balasnya dengan nada sinis, membuat Shireen semakin marah.Tak kuasa menahan emosi yang memuncak, Shireen menampar wajah Nick dengan sekuat tenaga. Dia merasa cukup dengan segala penghinaan yang dialaminya
Shireen berusaha duduk, tetapi kepalanya terasa sakit membuatnya mengerang dan Nick langsung membantunya agar Shireen bisa duduk dengan nyaman. Namun, sentuhan hangat dari suaminya itu ditolak mentah-mentah oleh Shireen.Nick hanya tersenyum miring melihat sikap istrinya itu, tetapi dia tidak keberatan sama sekali dengan sikap Shireen barusan."Shireen, kenapa kamu selalu membahayakan dirimu sendiri?" tanya Nick dengan nada tinggi.Shireen menghela napas panjang, mencoba untuk menghindari tatapan tajam suaminya. Dia sama sekali tidak ingin terlibat dalam pertengkaran ini."Ya, meski kamu harus terluka seperti ini, tetapi kamu selalu memberiku keberuntungan," lanjut Nick, kali ini sambil tersenyum seraya mengalihkan pandangannya ke arah lain. Shireen menoleh k
Shireen hanya bisa terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan perasaan marah dan kesal yang membuai hatinya. Pikirannya dipenuhi oleh sikap Nick yang begitu menyakitkan. Wajah Shireen merona kemerahan, matanya memancarkan amarah yang terpendam. Namun, dengan tubuh yang lemah dan belum pulih sepenuhnya, tak banyak yang bisa ia lakukan untuk mengekspresikan kemarahannya. Bibir Shireen bergetar, menahan tangis yang hendak pecah. Ia mengingat betapa banyak air mata yang telah terbuang sia-sia untuk Nick. Shireen mengepalkan tangannya di bawah selimut, berusaha mengalihkan perhatian dari laki-laki brengsek itu. Air matanya terlalu berharga untuk dihabiskan pada seseorang yang tak layak. Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka, membuat Shireen langsung menoleh. Suasana hati yang tengah terguncang, membuat jantung Shireen berdegup kencang. Ia tak tahu siapa yang akan masuk, apakah itu Nick atau seseorang yang akan membawa berita tentang laki-laki itu. Dalam keadaan seperti ini, Shireen berusaha
Shireen menghela napas berat, mencoba menenangkan diri. Ia memutuskan untuk meminta maaf kepada Liam atas keingintahuannya yang mungkin membuat pria itu tidak nyaman. "Maaf, Liam. Aku tidak bermaksud penasaran dengan kehidupanmu," ucap Shireen dengan suara rendah, penuh rasa bersalah juga takut. Liam menatapnya dengan dingin, sorot matanya keras dan tak terbaca. "Shireen, k6au dibayar bukan untuk bertanya banyak hal. Kamu hanya perlu melakukan apa yang kuminta," balas Liam tegas, suaranya terdengar tanpa emosi. Shireen menunduk, merasa semakin kecil di hadapan pria itu. Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut darinya, Liam berbalik dan keluar dari ruangan VIP. Shireen, tak punya pilihan lain, mengikuti langkah Liam yang panjang dan tegap kembali ke tempat pesta yang masih berlangsung. Musik yang memekakkan telinga menyambut mereka saat mereka kembali ke aula utama. Liam berjalan menuju bar dan duduk di salah satu kursi yang tersedia. Tanpa banyak bicara, ia memesan segelas wine. Shir
Shireen merasa ketakutan melihat Liam yang kini sudah bertelanjang dada. Ia terpojok di atas sofa dengan dekorasi mewah yang tampak tidak lagi berarti di matanya. Ruangan yang semula dipenuhi tawa dan suara musik kini sunyi, hanya suara napasnya yang terdengar memburu. Cahaya lampu kristal yang tergantung di langit-langit memantul lembut di dinding ruangan, memberikan suasana yang kontras dengan kegelisahan yang dirasakannya.Liam, dengan senyum lebar yang seolah tak peduli, mendekati Shireen perlahan. Air mata yang membasahi wajah cantiknya tidak mengurangi kegigihan pria itu. Sebaliknya, senyum Liam semakin melebar, menambah ketegangan yang menggantung di udara. Ia meraih lengan Shireen, menariknya dengan kekuatan lembut namun penuh dominasi, membuat gaun elegan yang dikenakan Shireen melorot jatuh ke lantai.Liam berbisik di telinganya, "Tidak perlu menangis. Kamu akan menikmatinya."Namun, kata-kata itu tidak memberikan ketenangan; justru menambah rasa takut dan cemas yang menggel
Shireen menelan ludah saat Liam memimpinnya kembali ke hotel itu. Namun, kali ini tujuan mereka bukanlah sebuah kamar hotel, melainkan sebuah ruangan dengan pintu yang dijaga ketat oleh seorang pria berbadan tegap. Pria itu segera mengenali Liam dan tanpa ragu membuka pintu untuknya."Tuan Liam, selamat datang," sapa pria itu, sambil memberi hormat.Liam mengangguk dingin lalu menatap ke arah Shireen dengan tajam. “Pegang tanganku, Shireen.”Shireen terkejut, ragu untuk melakukannya. Melihat keraguan Shireen, Liam membentaknya, "Ayo, pegang lenganku. Jangan membuatku marah!"Refleks, Shireen langsung memegang lengan Liam erat-erat, takut akan kemarahan pria itu. Mereka berjalan beriringan memasuki ruangan yang ternyata adalah tempat sebuah pesta mewah sedang berlangsung. Cahaya lampu yang redup, musik yang menghentak, serta aroma alkohol dan parfum memenuhi udara.Shireen mencoba menyesuaikan diri dengan suasana pesta yang ramai dan penuh hingar bingar. Ia melihat banyak pria dan wani
"Sebelum pergi, aku ingin kamu memakai ini!" ucap Liam sambil mengeluarkan sebuah gaun yang terlihat begitu mewah dan indah dari lemari pakaian. Gaun berwarna abu-abu dengan payet-payet yang bersinar terang, jelas menunjukkan bahwa gaun itu sangat spesial. "Untuk apa aku memakai itu?" tanya Shireen, bingung dengan niat Liam yang tiba-tiba memintanya untuk memakai gaun tersebut. "Lakukan saja! Mengerti?" balas Liam dengan nada tegas, membuat Shireen tidak bisa menolak. Dengan perasaan penasaran, Shireen menerima gaun tersebut dan berjalan menuju kamar mandi untuk menggantinya. Setelah beberapa menit, Shireen keluar dari kamar mandi dengan mengenakan gaun itu. Terlihat wajahnya merona dan gaun itu sangat cocok dipakai oleh Shireen. Lembutnya kain gaun itu menyentuh kulitnya, membuatnya merasa seperti seorang putri. Liam yang melihat penampilan Shireen tersenyum puas, seolah-olah dia sudah bisa membaca pikiran Shireen yang bertanya-tanya apa rencananya. Dalam hati kecil Shireen, dia m
Shireen dipaksa masuk ke dalam sebuah luxury hotel yang terletak di pusat perkotaan. Dia ingin sekali meminta tolong kepada orang-orang yang melewatinya, tetapi entah kenapa dia hanya bisa diam seribu bahasa. Tangannya yang terus dicengkram begitu kuat oleh Nick, membuat Shireen mau tidak mau mengikuti langkahnya. Hatinya berdebar-debar karena situasi yang tak ia duga.Sampailah mereka di lantai 10. Nick langsung mencari kamar hotel dengan nomor sama yang ada di ponselnya. Setelah menemukannya, Nick langsung mengetuk pintu sambil melihat ke arah sekeliling dengan waspada. Shireen merasakan ketegangan di udara dan berharap bisa pergi dari sana, tetapi melihat Nick yang begitu kuat mencengkram tangannya membuat Shireen yakin jika dia tidak bisa pergi untuk melarikan diri.Tak berselang lama, seseorang membuka pintu. Terlihatlah Liam yang hanya memakai jubah mandi berwarna putih. Dengan raut wajah tegasnya dan tanpa mengatakan apa pun dia memberi kode kepada Nick agar Shireen disuruh mas
"Sialan, Nick! Istrimu itu memang gila!" ucap Kayla benar-benar marah karena kini tubuhnya kotor dan bau setelah disiram air comberan oleh Shireen. Rambutnya yang biasanya terurai indah kini basah menggumpal, membuatnya semakin kesal pada tingkah laku Shireen."Dia memang gila," timpal Nick yang juga marah atas perbuatan yang Shireen lakukan. Karena kini bukan hanya tubuhnya yang harus dibersihkan, tetapi juga tempat tidur, seprai, dan juga selimut agar tidak bau. Mungkin Nick akan membuang dan membelinya yang baru. Pikirannya melayang pada biaya tambahan untuk membersihkan semua barang-barang tersebut akibat ulah nakal Shireen."Pokoknya aku mau pergi perawatan! Aku tidak mau tahu!" ucap Kayla yang marah kepada Nick lalu melangkah pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Nick sendiri benar-benar kesal dan juga marah. Tentu saja dia tidak terima dengan apa yang sudah Shireen lakukan.Setelah Nick membersihkan diri, terlihat Kayla yang sudah pergi tanpa banyak bicara. Wanita
Shireen hanya bisa terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan perasaan marah dan kesal yang membuai hatinya. Pikirannya dipenuhi oleh sikap Nick yang begitu menyakitkan. Wajah Shireen merona kemerahan, matanya memancarkan amarah yang terpendam. Namun, dengan tubuh yang lemah dan belum pulih sepenuhnya, tak banyak yang bisa ia lakukan untuk mengekspresikan kemarahannya. Bibir Shireen bergetar, menahan tangis yang hendak pecah. Ia mengingat betapa banyak air mata yang telah terbuang sia-sia untuk Nick. Shireen mengepalkan tangannya di bawah selimut, berusaha mengalihkan perhatian dari laki-laki brengsek itu. Air matanya terlalu berharga untuk dihabiskan pada seseorang yang tak layak. Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka, membuat Shireen langsung menoleh. Suasana hati yang tengah terguncang, membuat jantung Shireen berdegup kencang. Ia tak tahu siapa yang akan masuk, apakah itu Nick atau seseorang yang akan membawa berita tentang laki-laki itu. Dalam keadaan seperti ini, Shireen berusaha
Shireen berusaha duduk, tetapi kepalanya terasa sakit membuatnya mengerang dan Nick langsung membantunya agar Shireen bisa duduk dengan nyaman. Namun, sentuhan hangat dari suaminya itu ditolak mentah-mentah oleh Shireen.Nick hanya tersenyum miring melihat sikap istrinya itu, tetapi dia tidak keberatan sama sekali dengan sikap Shireen barusan."Shireen, kenapa kamu selalu membahayakan dirimu sendiri?" tanya Nick dengan nada tinggi.Shireen menghela napas panjang, mencoba untuk menghindari tatapan tajam suaminya. Dia sama sekali tidak ingin terlibat dalam pertengkaran ini."Ya, meski kamu harus terluka seperti ini, tetapi kamu selalu memberiku keberuntungan," lanjut Nick, kali ini sambil tersenyum seraya mengalihkan pandangannya ke arah lain. Shireen menoleh k
Nick tiba-tiba menghentikan aksinya setelah melihat kedatangan Shireen secara tiba-tiba. Dia segera mencabut miliknya dari tubuh wanita itu. Wanita tersebut segera mencari pakaian untuk menutupi tubuhnya yang terlanjur terbuka.Shireen, yang sejak tadi hanya bisa menahan tangis dan amarahnya, kini berjalan mendekati Nick dengan langkah gontai."Apa yang kamu lakukan?" tanyanya dengan suara parau, menatap Nick yang sekarang sedang berdiri sambil memakai celananya kembali. Nick menoleh ke arah Shireen, wajahnya tampak tanpa rasa bersalah."Kamu masih tanya?" balasnya dengan nada sinis, membuat Shireen semakin marah.Tak kuasa menahan emosi yang memuncak, Shireen menampar wajah Nick dengan sekuat tenaga. Dia merasa cukup dengan segala penghinaan yang dialaminya