Betapa terpukulnya Aditya, seketika dia mengetahui kenyataan tersebut. Dia yang awalnya sangat membenci sang ayah dan begitu marah dengan segala situasi yang menimpa dirinya juga ibu kandungnya. Saat itu juga semuanya luruh dan berubah menjadi sebuah penyesalan besar di dalam dirinya sendiri. Aditya kemudian menangis pilu, sambil memeluk sang ayah yang sudah tergeletak tak bernyawa di pangkuannya. Sementara Sandra, dia juga ikut menangis histeris dan memanggil-manggil nama suaminya berulang kali.“Suamiku… ayo cepat bangun suamiku… tolong, bangunlah. Lihat anakmu sudah tahu semuanya sekarang, tidak ada lagi yang membenci kita. Tidak ada lagi yang mendendam pada kita berdua. Tapi dia sudah memaafkan kamu, bangun suamiku ayo bangun…” mohon Sandra pada Fajar yang sudah tak bernyawa sekarang.“Ya Tuhan Ayah… maafkan aku Ayah. Aku benar-benar minta maaf. Aku sangat-sangat menyesal karena sudah bersikap seperti ini padamu Ayah… aku mohon, bangun. Beri aku kesempatan untuk membahagiakanmu le
Sesampainya di rumah sakit, Aditya seperti seseorang yang benar-benar kebingungan. Rasanya dia ingin membelah dirinya menjadi 3 orang sekaligus saat ini, satu bagian dirinya harus menemani Fajar yang dilarikan oleh petugas Rumah Sakit menuju ke kamar jenazah untuk segera diurus proses otopsi dan juga segala hal yang menyangkut tentang pemakamannya. Dan juga penyelidikan terhadap kematian Fajar sendiri yang nantinya berhubungan langsung dengan penyelidikan oleh pihak Kepolisian. Sementara satu bagian lainnya, dia ingin ikut dengan ibunya, Aletta yang masih tidak sadarkan diri sampai detik ini dan dalam kondisi kritis saat dibawa ke ruang unit gawat darurat di rumah sakit tersebut karena ibunya terlalu banyak menghirup asap sehingga saluran pernafasan hingga paru-parunya rusak. Sementara satu orang dari dirinya yang lain, ingin sekali Aditya menemani ibu tirinya, yaitu Sandra untuk mendapat pendampingan dari Aditya secara langsung. Karena bagaimanapun juga Sandra terlihat begitu terkeju
Dia tak tahu lagi seperti apa dunia saat ini. Semua isi dunia seperti sedang menertawakannya sekarang. Aditya tidak pernah menduga bahwa dia akan mengalami fase semacam ini sepanjang kehidupannya. Barangkali dia bahkan tidak pernah berpikir untuk mewarisi sebuah perusahaan besar milik ayahnya. Dia juga tidak pernah menduga bahwa memang serumit inilah kehidupan orang kaya yang dikelilingi oleh banyak musuh yang selalu ingin menjatuhkan mereka. Sekarang dia sendiri harus merasakannya. Dia harus melalui sebuah kehidupan yang sebelumnya tidak pernah dipikirkan.Dia menatap kosong ke arah cermin dalam ruangan itu. Sekarang tak ada lagi sesuatu yang bisa dilakukan selain menunggu dan berharap semuanya kembali normal. Segala kejadian mengerikan yang baru saja ia saksikan dengan mata kepala sendiri, mungkin itu sudah cukup untuk membuatnya merasa trauma. Meski sebenarnya dia kau bahwa mungkin ini bukanlah seberapa apabila harus membayangkan apa saja yang akan terjadi kedepannya. Aditya menat
Tak ada satu pun orang yang merasa baik-baik saja saat ini setelah menerima semua kejadian mengerikan itu, termasuk di antaranya adalah Catrina yang merasa tidak berani lagi untuk keluar dari rumahnya. Seakan apabila dia keluar dari tempat itu selama satu hari saja, maka pada saat itu juga hidupnya akan berakhir. Dia juga seakan menganggap semua orang di luar sana sebagai sebuah ancaman bagi keselamatannya. Selama ini dia hanya melihat sebuah aksi pembunuhan hanya di film. Namun pada saat itu dia melihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Dialah saksi kunci dari semua kejadian mengerikan itu. Bisa dibilang apabila semua orang tahu, maka mereka akan memburu Catrina. Setiap hari, wanita itu merasa gemetar ketika sedang melakukan sesuatu. Sesuatu yang buruk selalu berkelebat dalam pikirannya. Terkadang dia berpikir bahwa bisa saja ada orang yang mendadak datang dan mendobrak tempat itu lantas menangkapnya. Dia takut kejadian yang paling ditakutkan akhirnya terjadi. Sekarang di
"Sekarang apa?" tanya Jhon. Aditya menatap sedih wanita yang masih tidak berdaya di ranjang rumah sakit. Dalam beberapa lama dia hanya bisa terduduk dan menunggu di sana. Menunggu hingga Aletta terbangun dari kritisnya. Aditya bahkan rela menginap di rumah sakit demi menunggui ibunya. Dia hanya ingin bahwa orang pertama yang dilihat oleh wanita itu ketika sadar adalah dirinya. Aditya menatap Jhon dengan putus asa. Dia belum siap meninggalkan rumah sakit untuk saat ini. Setidaknya hanya untuk saat ini. Mungkin memang lebih baik dia masih tinggal di rumah sakit untuk menunggu ibunya. Jika nanti ibunya sadarkan diri, barulah dia memikirkan apa yang harus dilakukan setelah ini. "Semua orang seperti menjauhiku. Mereka sibuk dengan urusannya sendiri. Atau mungkin lebih tepatnya sibuk dengan perasaan kacau yang saat ini melanda siapa saja yang melihat kejadian itu. Untuk sekarang lebih baik kita fokus pada apa yang harus dilakukan. Aku akan menunggu ibuku sampai dia sad
Jonathan mengerutkan kening dan menatap serius pada layar komputer itu. Dia memperhatikan dengan seksama siapa saja yang ada di sana. Lingkungan pelabuhan itu tampak sangat sepi apabila dilihat dari atas. Dia hanya melihat ada beberapa orang di sana yang tidak menyadari dronenya. Jonathan sedikit membulatkan matanya begitu menyadari ada penembak lain di sana. Orang yang tidak dia tahu siapakah orangnya. Bisa dibilang karena terlalu jauh dia tidak bisa mengenali wajah semua orang di sana.Bukan hanya penembak lain, dia juga melihat ada gerombolan pembuangan bensin di sekitar gudang Ibu Aletta saat dia disekap. Jonathan kembali memperhatikan rekaman itu. Dia memperhatikan dengan saksama dan terkadang mengulanginya lagi apabila merasa ada sesuatu yang dia lewatkan. Jonathan bahkan rela menghabiskan waktunya disana hanya untuk melihat rekaman itu berulang kali. Dia sedikit menyesal karena rekaman itu merekam kejadian tersebut dalam jarak yang cukup jauh sehingga dia merasa kesulitan untu
Dalam beberapa hari ini Jonathan tidak bertemu dengan Aditya. Dia sebenarnya belum mau mengganggu lelaki itu. Untuk saat ini dia membiarkan Aditya sibuk dengan urusannya sendiri, sedangkan dia masih berusaha mencari tahu hal terpenting dari kasus tersebut untuk bisa memecahkannya. Dia tahu betul bahwa saat ini Aditya masih berduka. Jadi memang paling etis dia tidak mengganggunya. Sedangkan saat itu Aditya merasa memang sudah tak bisa menahan emosinya. Lagipula selama ini dia memang tidak tahu bagaimana caranya mengendalikan emosi. Dia selalu berusaha untuk memendamnya sendiri. Merasa tak bisa pula apabila harus melampiaskannya dengan menangis. Bisa dibilang dia terlalu gengsi untuk menangis, entah ketika sedang sendiri apalagi sedang berada di depan orang lain. Pada akhirnya dia pun melampiaskan semua itu pada Sandra. Menyalahkan semua pada perempuan itu atas semua yang terjadi. Dia merasa berhak untuk melampiaskan semua rasa sakitnya pada Sandra. Menurutnya, tidak ada orang yang pa
Karena tak mau melakukan sesuatu yang salah, Aditya pun memilih pergi dari sana dan membiarkan wanita itu sendirian lagi dengan kesedihannya. Setidaknya sekarang dia merasa sudah jauh lebih lega setelah memarahi Sandra. Mungkin orang bilang ini adalah suatu kekonyolan. Melampiaskan amarah pada seseorang yang sama sekali tidak memperbaiki keadaan apalagi mengembalikan semua yang sudah hilang hanyalah sesuatu yang dilakukan oleh orang bodoh. Begitu dia keluar dari tempat tersebut, dia langsung berhadapan dengan Jonathan. Dia langsung mengerutkan kening begitu melihat lelaki tersebut mendadak berdiri di depannya. Sejenak mereka hanya diam karena saling merasa bingung dan juga canggung. Aditya berjalan mendekati Jonathan. Dia bahkan hampir lupa dengan pria itu karena keadaan yang sangat kacau yang menimpa mereka saat ini. Kondisi jiwanya rasanya belum stabil, terlebih lagi ibunya yang saat ini masih belum sadarkan diri di rumah sakit. Sekarang ketika dia melihat Jonathan mendadak datan
"Aditya kamu gak apa-apa?" teriak Jonathan panik dan segera melindungi Aditya jika saja ada serangan lagi dari Indra."Indra apa kau ingin mati!" seru Jonathan ke arah Indra."Ayolah kita sebaiknya mati bersama-sama." Balas Indra sambil bersiap kembali menarik pelatuk.Jonathan tidak bisa membiarkan Aditya, anak buahnya maupun dia mati begitu saja, akhirnya dengan spontan tanpa sengaja menarik pelatuk dan tembakan itu mendarat tepat di dada Indra yang langsung terpental hingga jatuh ke dalam air laut di belakangnya.Semua orang terdiam, Aditya tampak terperanjat kaget saat Indra terjatuh dan tak terlihat lagi berdiri di depannya."Aditya ayo pergi." Ajak Jonathan sambil menarik lengan temannya itu, dia tak peduli keadaan Indra."Kamu yakin dia sudah mati?" tanya Aditya, lalu berdiri dan melihat laut.Wajah Aditya tersenyum puas kala melihat tubuh Indra yang tersangkut oleh jaring, pria itu tampak masih berusaha bertahan sambil menahan rasa sakit."Belum mati rupanya." Dengus Jonathan
Aditya tampak tak peduli dengan perkataan temannya itu, dia segera pergi dan berjalan lebih dulu. Sedangkan Jonathan sepertinya kini tak bisa mencegah Aditya lagi, dia menebak jika Aditya tahu kalau dia memiliki rencana terselubung."Maafkan aku kawan, aku tahu kamu berbuat begini karena ingin membuatku tetap aman." Batin Aditya mendesah saat dia menebak-nebak rencana yang dibuat temannya itu.Aditya berjalan semakin jauh menuju sebuah pelabuhan yang disana sudah mulai dipadati beberapa orang, mereka tampak bersiap untuk menurunkan barang dari kapal besar yang baru saja berlabuh.Kedua mata Aditya berkeliling mencari seseorang di sekitar sana, dengan wajah yang tegas dan pandangan yang tajam akhirnya tatapan matanya berhenti pada seseorang yang sedang duduk sambil melihat ke arah kapal di depannya.Jonathan mengawasi tatapan Aditya dan dia juga melihat sosok itu, Aditya akan melangkah pergi tapi Jonathan segera mencegahnya."Tunggulah disini, serahkan dia padaku." Kata Jonathan.Adity
Tidak ada manusia normal manapun yang akan baik-baik saja kalau dalam waktu dekat kehilangan dua orang yang paling dicintai dalam hidupnya. Begitulah kiranya perasaan Aditya dan Jonathan dapat memahaminya, makanya dia harus waspada serta menyerahkan penangkapan Indra pada para pengikutnya agar keselamatan Aditya lebih terjamin daripada dia sendiri yang menangkapnya.Jonathan berusaha sebisa mungkin berkomunikasi dengan para pengikutnya untuk memberikan perintah tanpa sepengetahuan Aditya.Waktu sudah sangat larut, keadaan dermaga juga tidak terlalu ramai seperti saat siang. Mungkin karena di siang hari banyak kapal-kapal kecil yang singgah, sedangkan malam tidak ada.Suara klakson kapal feri yang baru datang terdengar nyaring dan menggema, Aditya mulai waspada."Ayo cepat kita kesana, mungkin pria itu akan menaiki kapal feri itu." Ajak Aditya sambil menunjuk."Tenanglah ada pengikut kita di depan, pergerakan mereka lebih smooth dibanding kita berdua." Jawab Jonathan disertai senyuman
Jonathan melajukan kendaraannya dengan cepat, adrenalinnya benar-benar terpacu saat dia tahu akan menangkap penjahat itu. Penjahat yang sudah mengambil nyawa penolong keluarganya yaitu tuan Fajar, dia juga memiliki dendam bukan hanya Aditya saja."Aku juga sudah menghubungi ayahku, biarkan anak buahnya berjaga di pelabuhan agar penjahat itu tidak bisa pergi kemanapun.""Good job." Puji Aditya.Jonathan melirik sebentar, dia sangat senang ketika temannya itu bersemangat lagi.Perjalanan cukup jauh meskipun Jonathan sudah memacu kendaraannya dengan cepat, mereka berangkat dari pusat kota dan menuju ke pesisir pantai dimana Indra terlihat. Sementara Aditya tidak mau hanya diam saja dan menyia-nyiakan waktu berharganya itu, dengan cekatan dia terlihat merakit senjata api yang sudah disiapkan oleh Jonathan di kursi penumpang."Kamu memilih senjata kecil itu?" tanya Jonathan disela-sela memacu kendaraannya."Hem." Jawab Aditya pendek."Aku ingin membunuhnya perlahan dari jarak terdekat kami
Sementara Aditya belum cukup puas memandangi wajah Catrina untuk terakhir kalinya, namun kini paramedis seakan memaksanya harus segera berpisah dengan wanita itu. Benar saja apa kata teman-temannya dan Sandra, kalau dia akan menyesalinya."Tolong, biarkan aku sebentar lagi. Tolonglah…." Pinta Aditya memohon."Maafkan kami tuan Aditya, jasadnya harus segera kami bersihkan sebelum terlambat." Kata-kata paramedis itu benar-benar menyakiti hati Aditya, "bukankah memang sudah terlambat? Dia sudah mati, apalagi yang membuat semua ini tidak terlambat?""Dia tidak akan hidup lagi, bukankah semuanya sudah terlambat?""Ya beliau memang sudah tiada, tubuhnya kaku dan kulitnya mulai membiru. Apa Anda akan puas saat tubuh ini mulai membusuk? Apa itu yang Anda inginkan?" balas paramedis tersebut.Rasanya jantung Aditya berhenti berdetak, dia menyesali segalanya tapi dia juga masih ingin melihat wajah Catrina untuk beberapa saat lagi."Sudahlah ikhlaskan dia, kasihan tubuhnya." Kata Jonathan sambil
Sandra terus berbicara agar anak sambungnya itu sadar dari sikap omong kosongnya itu."Aditya dengarkan saya sekali ini_""Sejak kapan saya tidak pernah mendengarkanmu? Bukankah selama ini saya selalu menurut?" potong Aditya bertanya.Sandra menghela napas, dia juga tahu kalau putra sambungnya ini sedang dalam proses depresi akut. Hanya saja tingkat depresinya sangat mengkhawatirkan, yang lain bisa menangis, bersedih, menyalahkan diri sendiri atau marah-marah untuk meluapkan emosinya. Tapi Aditya hanya diam saja tanpa melakukan apapun, masalahnya jika dia tidak menghalangi orang-orang untuk mengurus mayat Catrina tidak jadi masalah mau bersikap begini, tapi Aditya menghalangi dan mengacaukan segalanya."Maksud ibu, apa harus ibumu yang langsung bicara padamu? Ibumu sekarang masih lemah dan terbaring di rumah sakit, tapi ibumu masih baik-baik saja. Sementara Catrina… dia sudah tiada, tubuhnya butuh segera diurus.""Lalu… apa kamu juga menganggap aku sehat sampai bisa datang kesini? Tid
"Jo kamu harus hubungi seseorang." Kata Jhon setelah dia ingat sesuatu."Siapa?" tanya Jo penasaran."Orang tuanya, siapa tahu dia mau nurut." Jawab Jhon."Ah_"Jonathan akhirnya teringat seseorang yang mungkin saja bisa membujuk Aditya yang keras kepala itu. Akhirnya dia segera menghubungi orang tersebut agar segera datang, untungnya orang itu tidak sulit untukdia hubungi."Sudah, kita tunggu saja semoga nyonya besar cepat datang." Kata Jonathan pada Jhon.Jhon tampak mengelus-elus dadanya, sepertinya pria itu merasa sedikit lega. Tidak ada yang bisa dia lakukan, dia juga tidak bisa melihat Catrina secara langsung selain dari balik kaca ruangan tersebut karena Aditya duduk tepat di depan pintu ruangan itu dan menghalangi siapapun yang akan memasuki ruangan itu.Sedangkan Jonathan dengan perlahan tampak berjalan mendekati Aditya."Hey ayolah, kasian dia." Masih berusaha membujuk.Jonathan lalu berjongkok agar bisa berbicara lebih dekat dengan atasan sekaligus sahabatnya itu."Tuan Adi
Aditya tidak menjawab, bahkan dia enggan untuk masuk dan melihat wajah Catrina yang terakhir kalinya. Dia memilih berdiam diri dan duduk di luar ruangan tempat tubuh tak bernyawa Catrina terlentang dengan tenang."Tolong beri aku ruang Jo, tinggalkan aku sendirian bersama Catrina. Siapapun yang masuk cegahlah, jangan biarkan siapapun mengganggu kami." Pinta Aditya terdengar lesu.Jonathan mengangguk lalu menjauh, dari kejauhan itu dia menghubungi para penjaga Aditya juga teman satu gengnya agar datang ke rumah sakit dan menjaga Aditya yang sedang sedih.Namun tampaknya Aditya masih belum masuk untuk menemui Catrina, para dokter dan staf rumah sakit sudah sangat khawatir dengan jasad Catrina yang tidak mungkin dibiarkan begitu saja karena bagaimanapun juga Catrina sudah meninggal."Bagaimana ini? Jasad tidak bisa dibiarkan begitu saja. Setidaknya berilah kami waktu untuk memandikannya, semakin kaku jasadnya akan semakin sulit kita urus." Celetuk seorang paramedis di rumah sakit tersebu
"Kami tahu, teman saya ini hanya asal bicara saja." jawab Aditya sedikit ketus."Oh iya Jo, dia kabur dimana?" lanjutnya bertanya pada Jonathan."Di rumah sakit, tadi di lobby." Jawab Jonathan.Aditya terdiam, jarak antara ruangan dia dan Lobby memang sangat jauh karena dia berada di gedung yang berbeda dan berada di atas beberapa lantai dari Lobby utama rumah sakit tersebut."Bilangnya mau ke toilet dulu, mau membersihkan diri sebelum bertemu putrinya. Eh siapa sangka kalau itu hanya akal bulus untuk mengelabui semua petugas." "Lagipula para petugas bodoh ini benar-benar terlalu meremehkan si tua bangka itu."Jonathan menjelaskan semua yang terjadi di bawah tadi, karena kebetulan dia mengikuti mobil para petugas yang membawa Indra. Siapa tahu apa yang dia pikirkan benar-benar terjadi, Indra benar-benar kabur. Hanya saja Jonathan pikir kalau Indra akan kabur di perjalanan, tapi rupanya orang itu lebih nekad lagi.Tepat setelah Jonathan berbicara demikian, terdengar ada pengumuman cod