Raka pernah merasakan patah hati, saat usianya masih remaja dulu. Waktu itu dia naksir teman sekelasnya dan malah berita yang terdengar kemudian, cewek yang dia suka jadian sama kakak kelas. Itu sakit, tapi tidak sesakit ini. Ketika dia ditinggalkan Ayu tanpa alasan. Bahkan tidak ada kesempatan untuk melihat wanita itu marah padanya. "Ada masalah?" Radit menghampirinya di meja kerja. Dari ruang kerjanya tadi, Radit bisa melihat bagaimana kacaunya boss kecilnya itu. Datang dengan muka ditekuk dan mengabaikan beberapa sapaan dari karyawannya. Lalu langsung masuk ke ruang kerjanya tanpa memberi salam pada siapapun. Duduk di kursi kebesarannya memandangi layar ponselnya sampai beberapa menit lamanya. Radit juga bisa melihat sesekali Raka memejamkan mata. Entah sedang berpikir apa. "Kamu dari mana?" tanya Radit lag
"Bang, ada yang mau ketemu di bawah." Seorang karyawannya menyembul dari pintu ruang kerjanya. "Suruh naik," perintah Raka sambil matanya tetap tak beranjak dari layar laptop di depannya. "Suruh ke sini, Bang? Serius?" tanya karyawannya itu lagi, sedikit kurang yakin. "Iyaaa, lagi males turun. Nanggung nih kerjaannya," jelas Raka. "Oke, Bang." Lalu pemuda itu pun bergegas turun ke lantai satu. Dan beberapa menit kemudian, kembali lagi memboyong tiga orang anak remaja dengan seragam sekolahnya. Melihat pemandangan yang sedikit aneh itu, sontak semua karyawan yang ada di ruangan itu menatap ke arah tiga gadis remaja yang berjalan sedikit gugup mengikuti pemuda di depannya. Saat ruang kerja Raka terbuka, Raka mendongak dan seketika dahinya
Raka sedang bersama Vanno malam itu saat dia seperti melihat Ayu memasuki restoran. "Mantan Lo," Vanno menoleh ke arah Raka menunjuk ke sosok perempuan yang sedang berjalan tak jauh dari meja mereka. Bukan kedatangan Ayu yang membuat Raka kaget, tapi pria di sebelahnya yang sedang menggandeng tangan yang membuat Raka naik darah. Secepat itukah Ayu melupakannya? "Mau kemana?" Vanno mencekal lengan Raka saat melihat temannya itu seperti akan bangkit. "Tunggu sini bentar," kata Raka kalem. Lalu, berlalu saat Vanno mulai melepaskan cekalan tangannya. Ayu pasti tidak menyangka jika Raka juga tengah berada di restoran yang sama malam itu. Tadi Raka memang dijemput Vanno ke ruko, jadi dia lebih memilih nebeng di mobil temannya itu. Saat Ayu bar
"Maafkan Papa, Kak." Tidak ada kata yang ingin disampaikan Rio selain itu saat akhirnya dia kembali ke ruko sang kakak. Rio sudah menceritakan semua yang dia lihat di rumah kontrakan sang papa pada kakaknya itu. Bagaimana sekarang rumah tinggal Romi, pekerjaannya, bagaimana kondisi anak anaknya. Termasuk anak bungsunya yang sedang mengidap leukimia dan membutuhkan biaya pengobatan tidak sedikit. Raka tahu bahwa adiknya itu memang berhati lembut. Dia sangat mirip dengan sang mama. Mudah tersentuh dan jatuh iba. Namun dari apa yang diceritakan Rio, sepertinya kondisi ayahnya sekarang memang sangat memprihatinkan. Rio bahkan juga menunjukkan beberapa foto yang diambilnya dari rumah kontrakan papanya tadi. Termasuk foto Mayla. Gadis remaja yang sempat dikenal Raka. Gadis berparas cantik itu di dalam foto yang ditunjukkan Rio tadi sepertinya tubuhnya terlihat aga
"Mama yakin mau ketemu Papa?" "Iya, kalau kakakmu mengijinkan, Yo." "Kak Raka nggak bakal ngijinin mama. Mama tahu itu kan?" "Kalau gitu antarkan mama ke tempat kakakmu, Nak. Mama akan bicara sama Raka." Rio mendesah. Sepertinya keputusannya menceritakan kondisi keluarga ayahnya tadi mulai disesalinya sekarang. Hati mamanya itu memang terlalu lembut. Sekarang pastilah mamanya sangat terenyuh mendengar nasib yang dialami oleh anak-anak mantan suaminya itu. . . . "Nggak boleh, Mah. Raka nggak ijinkan." Raka sudah begitu senang saat melihat Rio datang bersama sang ibu siang itu ke rukonya. Ini pertama kalinya ibunya datang ke ruko yang dibelinya tahun lalu. Tanpa Raka tahu bahwa ternyata ibunya datang hanya meminta ij
Mayang kembali ke hotel melati tempatnya menghabiskan beberapa malam terakhir setelah pengusiran dirinya oleh Andi dari rumah mewah lelaki itu. Hidupnya benar benar berbalik 180 derajat sekarang. Uang yang dibawanya hasil dari menjual rumah mewahnya yang diberikan Romi untuknya sudah berpindah ke tangan lelaki licik bernama Andi itu. Dan sekarang dia terbuang dengan kondisi sangat menyedihkan. Andi hanya menyisakan sedikit saja uang di rekeningnya dan hanya cukup untuk hidupnya beberapa waktu ke depan. Lebih tragis lagi, saat sore tadi dia mencoba menghubungi Romi, lelaki yang masih berstatus suami sahnya karena belum adanya ketuk palu dari pengadilan agama itu justru menolak keinginannya untuk bertemu dengan anak anaknya. Hancurlah hidup Mayang sekarang. Romi yang dulu sangat memuja mujanya bahkan tidak mau lagi memaafkannya. Tidak mau lagi memberi kesempatan untuknya.
Seorang lelaki paruh baya berjalan cepat meninggalkan kantor tempatnya bekerja setelah beberapa saat sebelumnya dia menerima pesan dari istrinya bahwa dia telah membawa anak-anaknya pergi dari rumah kontrakan mereka. Dengan wajah panik, sambil terus berjalan ke arah motornya yang masih terparkir di pelataran kantor, lelaki itu terus saja mencoba menghubungi ponsel sang anak gadis untuk memastikan bahwa pesan yang tadi dia terima itu benar adanya. Namun, beberapa kali dia melakukan panggilan ke ponsel putrinya, tetap tidak ada nada sambung yang terdengar. Ponsel Mayla tidak aktif. Apa yang terjadi pada anak-anaknya? Apa yang telah dilakukan istrinya yang tidak waras itu pada mereka? Romi mulai cemas, takut jika Mayang akan melakukan hal-hal yang membahayakan anak-anak mereka. Di tengah putus asanya lelaki itu tak bisa menghubungi po
Rani yang malam itu mengenakan sweater tebal warna maroon duduk di apit dua putranya. Rio sesekali memegang bahu sang ibu yang terlihat begitu sedih. Sementara Raka sedikit jengah melihat raut muka ibunya yang seperti itu. Dia sangat benci melihat wanita yang wajahnya sudah semakin banyak dihiasi guratan penuaan itu justru merasakan kesedihan dengan apa yang menimpa mantan suaminya. Seharusnya dia senang ayahnya mendapatkan ganjaran yang setimpal atas perbuatannya di masa lalu. Namun, ibunya justru sebaliknya. Di sebelah kanan sang ibu, Raka hanya duduk menyandarkan diri di kursi tunggu dengan malas. Satu jam sebelumnya, saat dia masih berada di ruang kerjanya bersama beberapa karyawannya saat tiba-tiba ibu dan adiknya datang. Melihat mereka berdua sama-sama mengenakan baju hangat, membuat Raka yakin jika keduanya berniat pergi ke suatu tempat.