"Apa wajahku terlihat seperti orang yang suka bermain wanita?" Aldo balik bertanya. Rembulan menggelengkan kepalanya. "Sudah larut malam, Sayang. Kita tidur sekarang. Besok pagi kamu harus ke kantor dan aku juga harus bekerja," kata Aldo mengalihkan pembicaraan. Ia tidak ingin istrinya itu curiga jika sebenarnya ia memiliki hubungan dengan saudara kembar sang istri. Jika diminta memilih, Aldo tentu tidak bisa memilih. Saat ini ia ingin memiliki keduanya. Rembulan dan Mentari memiliki dua sifat yang sangat bertolak belakang dan juga memiliki keistimewaan yang berbeda. Semua yang ada pada diri keduanya membuat Aldo tidak bisa melepas satu dari dua. Meski ia menyadari tidak boleh serakah, tetapi untuk sementara biar saja begini lebih dulu. Tidak lama kemudian, Rembulan yang memang sudah merasa lelah pun jatuh tertidur, sementara Aldo menyempatkan untuk mengecek ponselnya. Sejak tadi ia belum mendapatkan kabar dari Mentari. Sudah seminggu ini mereka tidak bertemu. Biasanya, jika Menta
Aldo baru saja tiba di rumah sakit dan akan memasuki ruangannya saat matanya menangkap bayangan seorang gadis yang berdiri menatapnya kesal. "Tari, kau di sini?" tanyanya sambil tersenyum. "Bagus ya, Mas. Aku telepon tidak kau angkat. Kau matikan juga ponselmu, menyebalkan sekali!"Aldo menahan senyum lalu menarik tangan Mentari untuk masuk ke dalam ruangannya. "Eh, ada ibu Rembulan. Tumben ni Pak Dokter bawa istri ke tempat kerja," sapa seorang perawat yang memang mengenal istri Aldo. Mentari hanya tersenyum kecil sementara ALdo menahan tawa. Inilah enaknya jika memiliki selingkuhan yang berwajah sama. Tidak akan ada orang yang tau dan curiga. "Sesekali biar semangat, Suster," jawab Aldo ramah. "Ya sudah, saya keluar dulu. Itu rekam data medis pasien, Dok. Saya letakkan di atas meja Anda." "Terima kasih suster." "Sama-sama. Mari Bu Bulan, saya tinggal dulu." "Iya, Suster." Setelah perawat itu berlalu, Aldo dengan cepat membawa Rembulan ke dalam pelukannya. "Maafkan aku, Say
"Nggak ada operasi? Suster yakin?" Rembulan menatap perawat berwajah manis di hadapannya itu. "Yakin, Bu. Lagi pula apa tadi pagi Ibu nggak dikasi tau Dokter Aldo? Tadi pagi kan Ibu ke sini sebelum ke kantor." Dahi Rembulan kembali berkerut, bukankah tadi pagi mereka membawa kendaraan masing-masing. Dan ia juga tidak merasa datang ke rumah sakit bersama ALdo. Tapi, perawat di hadapannya tidak mungkin berdusta. "Hmm, saya yang lupa Suster. Tadi pagi saya terburu-buru jadi saya tidak ingat kalau Mas Aldo ada keperluan lain. Makanan ini untuk suster saja, sayang kalau saya bawa pulang lagi," kata Rembulan. Ia terpaksa harus bersandiwara.Wajah perawat yang bernama Nina itu langsung berbinar. "Aduh beneran ini buat saya, Bu? Ini banyak banget loh," kata Nina. "Kamu kan lembur bareng temen kamu yang lain. Bisa buat bagi-bagi kok. Niatnya saya memang tadi supaya Mas Aldo bisa berbagi dengan rekan yang lain. Eh, malah saya yang lupa. Pasti sekarang dia udah sampe rumah dan saya belum
Rembulan tampak mondar mandir di kamarnya, ia pun memutuskan untuk menelepon Dara. Ia sangat yakin jika memang Dara mengetahui sesuatu. Ia pun meminta Dara untuk datang ke rumahnya. "Maaf malam begini aku memintamu datang." Dara memang langsung meluncur ke rumah Rembulan yang kebetulan tidak terlalu jauh dengan rumahnya saat Rembulan mengatakan ada sesuatu yang penting. "Ada apa, Lan? Ini bukan masalah kantor, kan?" tanya Dara dengan serius. Rembulan mengangguk. "Mas Aldo sepertinya dia selingkuh dan-" "Kau tau dari mana? Apa kau melihatnya sendiri?" kata Dara tergesa memotong ucapan Rembulan. Hal itu tentu membuat Rembulan semakin yakin jika Dara memang mengetahui sesuatu. "Ra, aku percaya kepadamu. Sekarang, jangan menimbang perasaanku. Selain sebagai asisten pribadiku, kau adalah sahabatku, bukan? Sekarang, katakan wanita itu adalah Mentari, kan? Aku mengenalmu sejak lama, Dara. Kau tidak mungkin memintaku melakukan sesuatu tanpa ada alasan yang kuat dibalik semuanya.
Dan sesuai kesepakatan antara dirinya dan Dara, Rembulan akan bersikap pura-pura tidak tau dulu dengan kelakuan sang suami di luar sana. Apa lagi ini perselingkuhan yang dilakukan oleh Aldo tidak lain bersama saudara kembarnya sendiri. Memang Aldo sudah tidak memiliki otak sehingga ia memilih wanita yang masih ikatan darah dengan istrinya. Bukan hanya Rembulan yang merasa kesal, Dara pun ikut merasa sakit hati dengan kelakuan Aldo. Pasalnya ia sangat membenci perselingkuhan dan pernikahan Rembulan baru seumur jagung. Dan pagi itu, Rembulan harus menerima kenyataan pahit. Sang suami benar-benar tidak pulang ke rumah semalaman. Jangan tanya bagaimana ia merasa sangat berang dan emosi. Tetapi, ia ingat perkataan Dara semalam jika ia harus terlebih dulu mengumpulkan bukti-bukti.Dengan hati yang penuh keresahan, Rembulan memutuskan untuk membawakan makanan. Jika memang Aldo habis melakukan operasi dan menginap di rumah sakit tentu ia kelaparan. Dan Rembulan harus menjadi istri yang baik
"Jadi, dia tidak mau mengaku?" tanya Dara kepada Rembulan. "Ya, tapi dia mengaku jika memang Mentari datang ke rumah sakit. Apa yang harus aku lakukan,Ra?" tanya Rembulan. "Kamu bisa menyadap aplikasi chat suamimu, Lan. Nanti aku beritahu caranya dan kalau perlu kamu bisa memasang GPS di mobil suamimu itu supaya kamu tau ke mana saja dia pergi," kata Dara. "Kau bisa membantuku?" tanya Rembulan. "Serahkan saja kepadaku. Jangan khawatir, aku pasti akan membantumu. Sementara waktu kamu pura-pura saja tidak tahu, ya." "Baiklah, aku menurut saja, " kata Rembulan. Dara mengangguk dan Rembulan pun merasa sedikit tenang. Selama semua belum terungkap dan memiliki bukti yang kuat dia tidak mau bersikap sembrono. Walau bagaimana ia masih sangat mencintai sang suami dan tidak ingin pernikahannya yang baru seumur jagung itu kandas di tengah jalan. Ia pun memutuskan untuk membuat Aldo tetap dekat dengannya. Ia tidak boleh kalah dari Mentari. Sementara itu di rumah sakit, tiba-tiba saja
“Masih jauh?” tanya Rembulan manja. “Kamu masih kuat jalan kaki?” tanya Aldo, “mau kugendong?” Wajah Rembulan langsung memerah, untunglah mereka sudah hampir sampai. “Itu di depan,” kilah Rembulan sambil menunjuk. “Tanggung. Sudah mau sampai.” “Jadi, kalau masih jauh kamu mau aku gendong?” goda Aldo lagi. Ah, kenapa lelaki pandai sekali menutupi kebusukan. Kepada Rembulan mengatakan cinta tetapi kepada Mentari pun menjanjikan untuk menikahi. Mereka memasuki sebuah restoran yang kebetulan memang belum lama buka dan Aldo juga pernah membaca review di I*******m resto itu masakannya cukup enak. Rembulan dan Aldo mengambil tempat di sudut ruangan. “Kamu mau makan apa, Mas?” tanya Rembulan menatap wajah Aldo. “Kamu ‘kan tahu, aku tidak rewel soal makanan,” sahut Aldo. “Makanan apa saja bisa masuk.” “Aku punya ide,” sahut Rembulan mengedipkan mata. “Kamu pasti doyan.” “Mulai sekarang, aku agak ngeri kalau kamu bilang begitu,” kata Aldo pura-pura ketakutan. “Takut diberi jebakan yan
Seperti biasa jika sudah puas menggauli Mentari, Billy pun akan memberikan Mentari hadiah dan mengabulkan apa yang Mentari minta. Masih sama-sama berbaring di balik selimut, Mentari membelai dada Billy."Kamu minta apa?" tanya Billy sambil membelai Mentari.Mentari menghela napas, "Nggak ada Om. Sementara ini semua sudah cukup untukku."Billy menatap Mentari, jauh dari dasar lubuk hatinya yang paling dalam Billy sangat menyayangi Mentari. Bagi Billy, Mentari itu seperti sahabat untuk bertukar pikiran, kekasih dan seorang anak.Billy tau jika hubungan Mentari dengan keluarganya tidak begitu dekat bahkan mereka sering kali bertengkar. Mentari sering bercerita kepadanya. Dan, Billy pun berusaha untuk membuat Mentari merasakan kasih sayang dalam bentuk yang lain.."Kenapa Om sayang sama aku?" tanya Mentari. Billy tertawa kecil, "Kamu pantas untuk disayangi, Mentari.""Sejak dulu, Mama selalu saja membandingkan antara aku dengan Bulan dan mas Buana. Di mata Mama, selalu aku yang salah dan