Ratu Yang masih berdiri di hadapan Lu Sicheng. Tatapan matanya begitu tajam, "Lu Sicheng, sebaiknya kau kembali saja ke istana Dong Taiyang," ucapnya kesal.Lu Sicheng mengulas senyum. Dia tahu Ratu Yang sedang terbakar cemburu. Entah bagaimana ia harus membujuk kekasihnya itu. Hh, dia sangat payah dengan urusan wanita."Pulanglah, aku tak mau melihatmu di sini." Ratu Yang memutar tubuhnya membelakangi Lu Sicheng.Meski sedang marah begitu, Ratu Yang tampak sangat memesona di mata Lu Sicheng. Dia pun memberanikan diri untuk mendekatinya.Secara tiba-tiba Lu Sicheng mengecup kilas bibir Ratu Yang. Sang ratu sampai tertegum dibuatnya.Lu Sicheng tersenyum gemas melihat Ratu Yang terdiam mematung. Dia segera meraih kedua tangan kekasihnya itu, lantas menatapnya lebih dalam."Yang Zhu, aku tak suka melihatmu marah-marah," ucap Lu Sicheng setengah berbisik ke wajah Ratu Yang."Lu Sicheng, umh ..." Ratu Yang tak bisa meneruskan ucapannya karena Lu Sicheng segera membungkam mulutnya dengan c
Lu Sicheng masih berdiri sembari menyeret pedangnya di tangan kanan. Tiga orang pria berwajah rupawan sedang berdiri di hadapannya. Mereka tampak saling pandang senang. Entah apa maksudnya, Lu Sicheng hanya memandangi mereka kurang mengerti. "Maha Dewa Ying." Tiba-tiba tiga pria itu membungkuk hormat pada Lu Sicheng. "Siapa kalian? Dan kenapa kalian memanggilku dengan sebutan Maha Dewa?" Karena heran Lu Sicheng bertanya. "Maha Dewa, kami adalah Tiga Dewa Utama dari istana langit. Kau adalah reinkarnasi dari Maha Dewa Agung kami, Ying Jian. Karena itulah kami memanggilmu dengan sebutan Maha Dewa Ying." Satu orang dari mereka menjelaskan. Dua lainnya mengangguk membenarkan. "Apa? Maha Dewa Ying? Apakah itu artinya diriku adalah suami dari Dewi Quan Hie?" Lu Sicheng tampak kaget sekaligus senang. "Benar, Maha Dewa. Kau adalah suami dari Dewi Quan Hie yang kini bereinkarnasi menjadi Ratu Yang. Itulah sebabnya ikatan bathin kalian sangatlah kuat. Kami selalu memperhatikan kalian dari i
Lu Sicheng menyudahi ciumannya. Ratu Yang membuka sepasang matanya perlahan. Pipinya bersemu merah karena ciuman panas tadi. Ia pun menundukkan wajahnya di hadapan Lu Sicheng. Sedangkan Lu Sicheng tersenyum tipis dan segera mendekap tubuh sang ratu di dadanya."Yang Mulia, sebagai reinkarnasi Maha Dewi Quan Hie, apa kau tak pernah mengingat masa lalumu?" tanya Lu Sicheng.Ratu Yang menggelengkan kepalanya lantas berkata,"Tidak. Aku tak pernah mengingat apa pun. Menurut para Dewa, ingatanku sudah terhapus," jawabnya sembari bersandar pada dada bidang Lu Sicheng.Lu Sicheng tersenyum tipis, lantas mengecup pada kening Ratu Yang.Sayang sekali. Andaikan Ratu Yang mengetahuinya, jika dirinya adalah reinkarnasi dari Maha Dewa Ying, suaminya. Ah, biarlah. Lu Sicheng tak ingin menceritakan hal itu pada Ratu Yang."Yang Mulia, sudah malam. Sebaiknya kau kembali ke kamar." Lu Sicheng memegang kedua bahu Ratu Yang sembari menatapnya."Apa kau sudah bosan bersamaku, Panglima Lu?" Ratu Yang tamp
Malam itu angin terhembus kencang dengan titik-titik salju mengapitnya. Salju berjatuhan dengan sangat indah, menambah syahdunya malam indah bagi Lin Jia.Gadis muda itu sedang mengawasi para dayang yang sedang menyiapkan meja untuk ia menyambut Lu Sicheng minum teh di depan teras kamarnya.Benar, sejak pertama kali melihat Lu Sicheng, Lin Jia langsung menyukainya. Menurutnya, panglima perang dari Dong Taiyang itu sangat cocok untuk menjadi pendampingnya.Ya, terlalu jauh pikirannya tentang Lu Sicheng. Tapi sejauh ini, tak ada apa pun yang ia inginkan sulit ia dapatkan. Seperti halnya Lu Sicheng, dia pasti bisa mendapatkan pemuda itu.Sedangkan di kamar utama tampak Ratu Yang sedang mondar-mandir dalam gelisah. Yihua yang melihatnya mulai pusing karena sang ratu tak bisa diam sedari tadi."Yihua, kau tidak sedang berbohong, kan? Kau bilang melihat Lin Jia memeluk Lu Sicheng di arena berlatih tadi sore." Ratu Yang berkata tanpa menghentikan langkahnya yang sedang mondar-mandir."Yihua
Pagi pun tiba. Sayup-sayup Lu Sicheng mendengar suara sepatu kuda yang keluar dari kandangnya secara serempak. Perlahan ia mulai membuka mata, lantas terbangun duduk di tengah ranjang. Tubuhnya terasa sangat lemas. Serangan Ratu Yang sungguh luar biasa.Dia hampir mati jika tabib istana terlambat menolongnya.Astaga, kekasihnya itu jika sedang cemburu benar-benar bisa membunuhnya. Lu Sicheng menggelengkan kepala sembari tersenyum tipis.Setelah meregangkan otot-ototnya lebih dulu, Lu Sicheng memindai seisi kamarnya yang tampak kosong. Jenderal Chou dan Hong Ri tak nampak di mana-mana. Apakah mereka sudah berangkat ke hutan untuk mengantar Ratu Yang berburu? Lu Sicheng segera beringsut dari ranjang.Langkah gagahnya menuju tepi jendela. Kedua tangannya membuka dua daun jendela yang terbuat dari kayu itu. Sepasang netranya melihat Jenderal Chou dan Hong Ri yang sedang berdiri di samping kuda mereka. Di sana juga tampak Pangeran Lin Jiang yang sedang berdiri di samping Ratu Yang. Mereka
Lu Sicheng masih berdiri di hadapan Pangeran Tong Yi yang sedang meraung kesakitan."Itulah hukuman bagi pria bejat sepertimu!" geram Lu Sicheng segera membenahi pedangnya, lantas berjalan menuju Ratu Yang.Sang ratu memalingkan wajahnya dari Lu Sicheng. Meski pemuda itu sudah menolongnya, tetap saja rasa kesalnya belum berkurang pada pria dengan pangkat panglima itu."Yang Mulia ... " Lu Sicheng baru saja ingin berkata, tapi Ratu Yang segera melangkah pergi tanpa sepatah kata pun padanya. Lu Sicheng hanya tersenyum tipis sembari menggelengkan kepala. Dia segera mengikuti Ratu Yang dari belakang."Yang Mulia, naiklah." Lu Sicheng menghadang Ratu Yang untuk menaiki kudanya."Aku tak mau. Tinggalkan aku sendiri," cetus Ratu Yang kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Lu Sicheng.Pria itu hanya tersenyum tipis dan segera menaiki kudanya. Ia mengikuti Ratu Yang dari belakang. Namun sang ratu tampak acuh dan tetap melanjutkan langkahnya."Yang Mulia, ayo naik! Masih terlalu jauh menuj
Pajar mulai menyingsing ke timur saat rombongan Ratu Yang tiba di istana Utara. Jenderal Chou dan Hong Ri saling pandang sambil tersenyum melihat Lu Sicheng membantu Ratu Yang turun dari kudanya. Sedangkan Pangeran Lin Jiang hanya menatap sinis pada mereka."Lu Sicheng, apakah tanganmu masih sakit?" tanya Ratu Yang sembari meraih jemari kanan Lu Sicheng. Ia sedih dan menyesal melihat luka pada telapak tangan kekasihnya itu yang cukup dalam."Yang Mulia, jangan menangis."Lu Sicheng segera menarik tangannya dari Ratu Yang, lantas berlalu pergi. Dia tak ingin jika Pangeran Lin Jiang sampai melihatnya.Ratu Yang segera memalingkan wajah seraya menyeka titik kecil pada sudut mata.Dia pun segera berjalan menuju pintu istana bersama Pangeran Lin Jiang."Kakak Cheng!"Lin Jia segera berlari menuju Lu Sicheng. Hal itu kembali membangunkan emosi Ratu Yang.Mata sang ratu memperhatikan apa yang akan wanita kurus itu lakukan pada kekasihnya. Tatapan Ratu Yang sangat tajam menatap Lin Jia. Seper
Ratu Yang terlentang pasrah. Ia membiarkan Lu Sicheng melucuti semua pakaiannya. Ini dosa besar. Namun keduanya sudah tak bisa menahannya lagi. Lenguhan serta erangan Ratu Yang membuat Lu Sicheng menggila luar biasa."Kakak Cheng!" Ratu Yang meremas seprai sekuat tenaga menahan gejolak nikmat yang merasuk jiwanya.Lu Sicheng terus melakukannya sampai Ratu Yang mencapai klimaks. Napas Ratu Yang tetengah-engah karena pelepasan tadi. Sedangkan Lu Sicheng segera melumat bibirnya dengan posesif. Perlahan tapi pasti Lu Sicheng mulai menggerakkan senjatanya. Ratu Yang mengerang kesakitan saat milik Lu Sicheng menerobos memasukinya. Dia Yang meracau tak karuan.Hal itu sungguh membuat Lu Sicheng semakin menggila. Dia pun semakin gencar mengerakkan pinggangnya. Lu Sicheng sudah tak tahan lagi ingin meledak."Lu Sicheng!""Lu Sicheng, buka pintunya. Astaga!"Suara bising itu membuat Lu Sicheng terjaga dari tidurnya. Ia segera membuka matanya. Astaga, dia kaget mendapati celananya terasa lengke