"Saya adalah anak gembala selalu riang serta gembira. Eh itu lagunya Tasya ding," batinku.
"Saya adalah..."
"Dia teman SMAku dulu Yang, " dengan cepat Roma menyahut.
"Iya bu Rania, saya teman SMA pak Roma." ujarku.
Bu Rania manggut-manggut.
"Saya lanjut menjahit dulu ya, " sambungku lagi.
"Ibu, kalau sudah IMD, bayinya saya ambil dulu ya, mau saya bawa ke ruang bayi. Nanti malam bisa rawat gabung dengan ibu. Tapi kalau ibu ingin istirahat, bayinya biar tidur di ruang bayi." Celetuk Nur.
"Iya mbak, untuk nanti malam, saya tanya ibu saya dulu. Nanti saya kabari," jawab bu Rania.
Nur lalu mengambil bayi dan membawanya berlalu dari kamar tindakan.
"Nah bu, selesaikan jahitnya, tenang saja jahitan saya rapi dan tentu saja saya sisakan lubang sebagai mana mestinya. " Kataku seraya tersenyum dibalik masker.
"Saya bersihkan dulu ya badannya bu Rania, pak Roma bisa minta tolong mintakan baju ganti dan pembalut untuk istrinya?" pintaku.
"O, boleh Del, eh mbak," sahutnya sambil berlalu keluar ruangan.
Aku mengambil waslap, mengambil baskom berisi air bersih dan mulai menyeka dengan hati-hati badan pasien. Kemudian mengoleskan betadin ke kasa steril dan menempelkannya pada jalan lahir bu Rania yang tadi kujahit.
"Del, ini baju yang kamu minta, " Roma mengulurkan baju daster bersih dan pembalut.
"Terimakasih, Pak," aku mengambil baju dan pembalut kemudian memakaikannya pada pasien.
"Bu, sekarang sudah bersih dan segar ya, ibu boleh makan dan minum apapun seperti biasa, tidak ada pantangan, boleh miring-miring dan duduk. Kalau sudah tidak lemas dan tidak capek, boleh jalan perlahan ya." Jelasku.
Bu Rania mengangguk mengerti.
"Dan yang lebih penting ibu coba sekarang meraba perut ibu. Nah, keras kan, ini artinya rahim berkontraksi agar tidak menimbulkan banyak perdarahan, kalau rahim ibu terasa lembek, coba ibuk uyeg-uyeg perutnya sampai keras. Kalau tidak keras juga perutnya, dan ibu merasa keluar darah byor-byoran dari jalan lahir, segera lapor ke saya atau teman saya. Jangan lupa, kalau ingin kencing, kencing saja ya, jangan ditahan, karena kalau menahan kencing bisa menghalangi kontraksi rahim sehingga timbul perdarahan." Kataku panjang lebar.
"Iya mbak, saya paham ." Kata bu Rania.
"Mari saya periksa tekanan darah dulu sebelum saya tinggal ke ruang perawat." Ujarku sambil memasangkan alat tensimeter pada lengan bu Rania.
"Normal ya 110/70, saya ke ruang perawat untuk nyuci alat, itu tempat ari-arinya nanti bisa dibawa pulang." Tunjukku ke arah kendil tanah liat di bawah bed pasien.
Sebelum aku benar-benar pergi dari pandangan bu Rania dan pak Roma, pak Roma memanggilku. "Del,"
"Iya pak, " aku menghentikan langkah.
"Makasih, kamu tetap pintar dan cekatan. Sama seperti saat SMA dulu. Maaf aku sempat buruk sangka padamu." Katanya malu.
Aku mengacungkan jempol kananku. "Yap, sama-sama sudah tugas saya pak, mari saya tinggal dulu," pamitku.
"Asem, apa aku berwajah kriminal sih, sampai dicurigai mau nyubit anaknya dan menutup lub*ng istrinya." Gerutuku dalam hati.
Sesampai di ruang perawat, aku melihat Nur sedang memberikan injeksi (suntikan obat) pada pasien nifas lainnya.
"Nur, wes sholat ashar urung?" tanyaku.
"Sudah mbak, tadi habis ngantar bayi pak Roma langsung sholat." Jawab Nur.
"Ya sudah, aku sholat dulu, ini partus set (alat penolong persalinan) dan heacting set (alat menjahit) aku dekontaminasi (merendam dengan larutan klorin) dulu ya, " kataku.
"Oke mbak, biar saya yang jaga ruangan sambil nulis partograf (lembar laporan persalinan pasien)," sahut Nur.
Jam 16.45 saat aku selesai sholat. Memang kadang tidak bisa tepat waktu saat menjumpai pasien persalinan. Semoga saja Allah mengerti kondisiku.
"Kurang apa Nur tugas yang belum selesai?" tanyaku.
"Ini mbak, nyicil laporan pasien yang lain." Sahut Nur.
"Oke, " tengah asyik-asyiknya aku menulis, tiba-tiba Roma berlari kecil mendekatiku.
"Del, istriku pengen pipis. Aku bingung nuntunnya ke kamar mandi gimana," seru Roma.
"Oh, iya pak, saya bantu ya." Aku lalu bangkit dari duduk dan berjalan terlebih dahulu dari Roma.
"Ibu Rania, sudah ingin buang air kecil?" Sapaku tersenyum begitu masuk VK (kamar tindakan persalinan). Posisi bu Rania sudah duduk di bed pasien.
"Sudah mbak Adel, maaf merepotkan terus. Tadi mas Roma gak berani nuntun saya pipis, takut sayaa jatuh katanya," jawab bu Rania.
"Kalau ibu sudah tidak pusing dan tidak lemas, mari saya tuntun ke kamar kecil, tapi kalau pusing, tidak apa-apa pake pispot saja," tawarku.
"Insyallah saya kuat mbak, " jawab bu Rania.
"Coba berdiri, saya rangkul dari belakang ya," Aku memapah bu Rania. Dan mengantarnya ke kamar mandi.
"Mbak ini kapas betadinnya saya buang ya?" tanya bu Rania dari dalam toilet VK.
"Iya bu, buang saja, kalau pembalut sudah penuh, ganti saja, " instruksiku.
"Masih belum terlalu penuh mbak pembalutnya. " Jawab bu Rania.
"Ya sudah, tidak usah di ganti kasanya bu, " sahutku dari luar.
Setelah bu Rania keluar kamar mandi, aku kembali memapahnya menuju bed pasien.
" Mbak, terimakasih ya sudah membantu saya. Saya percaya mbak kompeten dan amanah, jadi saya minta tolong pasangkan anting-anting pada anak saya ya mbak, " Kata bu Rania memelas.
"Waduh marimar ngasih kerjaan tambahan nih, awas aja kalau suaminya nyriwet dan lebay kayak tadi saat pemasangan anting-anting. " Aku membatin.
"Ehm, bisa bu, boleh nanti saya pasangkan kalau bayinya sudah dibawa kesini." Sahutku.
"Mbak, boleh saya pindah ke ruangan VIP yang tadi dipesan? " tanya bu Rania lagi.
"Belum boleh ya bu, masih belum 2 jam pasca salin. Karena perdarahan yang harus diwaspadai dan sering terjadi pada persalinan normal adalah 2 jam, tunggu sebentar ya, ibu sudah makan dan minum?" jawabku balik bertanya.
"Sudah mbak, " sahut bu Rania pendek.
"Bagus, insyallah habis maghrib, kalau tidak ada keluhan, saya pindah ke ruang vip, saya pamit dulu ya," ucapku berlalu dari bu Rania dan pak Roma.
"Iya mbak," sahut pasutri tersebut kompak.
Maghrib tiba, sesuai janji, aku menghampiri bu Rania.
"Nur, kamu tensi semua pasien di rawat inap ya, kan cuma 6 orang, aku mau ke VK, mindah bu Rania dulu." Pamitku pada Nur.
"Eeee....cie... mbak Adelia, suitt...suittt, mau mindah pasien apa mindah pasien? hahahahaha " Nur tertawa ngakak.
"Hust, saru, ojo ngguyu banter-banter kowe, aku ngono profesinal. Mbuh mantan, mbuh bukan, kita kan harus service excellence." Sahutku sambil berlalu ke VK.
"Gimana bu, ada keluhan ? saya cek tensinya dulu ya," kataku.
"Ya normal, mari pindah ke kursi roda," tukasku.
Bu Rania dengan hati-hati berdiri dan berjalan ke kursi roda. Setelah bu Rania duduk, aku mendorongnya menuju kamar VIP 1. Diikuti pak Roma dari belakang.
"Tok...tok...tok, Assalamualaikum, " aku mengetuk pintu dan mendorong handle pintu.
Begitu pintu terbuka, ternyata di kamar VIP 1 sudah menunggu bayi bu Rania. Dan seraut wajah perempuan yang tidak asing lagi buatku.
"Oalah bwambaaang, apes bener dah ketemu lagi sama beliau," batinku.
"Loh, ini Adelia? Adelia yang dulu gemuk banget waktu masih SMA dan kuliah?" tanya perempuan setengah baya yang rambutnya diblonde tersebut menatapku tak percaya.
"Iya tante saya Adelia, dulu teman pak Roma, " sahutku tersenyum sambil mempersilahkan bu Rania pindah dari kursi roda ke ranjang kamar.
"Kamu kok bisa cantik langsing kayak gini? apa rahasianya? " tanya perempuan itu lagi.
"Rahasia saya jadi langsing adalah...."
"Saya menjadi langsing, karena ... termotivasi ibu dulu yang mengatakan saya gendut dan bakal sulit punya anak, ditambah kelakuan Roma yang minta ditimpuk sandal, dan tugas kuliah yang nggak ada habisnya ." Jawabku dalam hati."Saya menjadi langsing karena...." jawabanku terpotong dengan ucapan orang tua bu Riana."Lo jeng Siti kenal dengan mbak suster ini kah? " tanya beliau." Iya kenal, dulu temennya si Roma, dulu tapi gend..." ucapan jeng Siti terpotong oleh ucapan bu Rania." Mbak Adel, ini anting anakku. Tolong dipasangkan ya," pinta bu Rania sambil menyerahkan sepasang anting mungil nan cantik."Oh iya mbak, saya bawa ya antingnya sama adek bayinya," sahut ku sambil mendorong kereta bayi."Iya mbak, terimakasih banyak," sahut bu Rania.Kemudian aku mendorong kereta bayi tersebut menuju ruang perawat.Terlihat Nur sedang mempersiap injeksi obat jadwal jam 8 malam."Lo, kenapa bayinya dibawa ke sini mbak?" tanya Nur."Iya mau masangin anting-anting bayi nih, " jawabku."Waduh, ci
Pov PenulisKantong kresek hitam begitu menggoda. Harum baunya menggelitik perut Adelia dan Nurhayati. Bergegas mereka berdua membuka bungkusan tersebut.Seketika cacing-cacing di perut berontak minta jatah. Tergoda aroma nasi padang lengkap dengan ayam santan dan sambal ijonya."Ya Allah mbak Adel, nasi padang favoritmu mbak," ujar Nur sambil mencolek tangan Adelia.Adelia sendiri tercengang. Dia tidak mengira bahwa Roma masih begitu hafal dengan kesukaannya. Saat mereka jalan berdua dulu selalu mampir ke warung padang dengan sistem BDD alias Bayar Dewe-Dewe, karena porsi Adelia saat masih pacaran dengan Roma dulu bisa sampai 2-3 kali porsi makan Roma."Mbak, kok diem, ngelamun ? ayok iki dimakan, aku wes luwe iki," ujar Nur membuyarkan lamunan Adelia."Iya, ayo makan dulu, " Adelia berdiri dan beranjak mengambil piring di laci khusus karyawan.Adelia mengambil 2 piring dan meletakkan kedua bungkus nasi padang tersebut di atasnya.Saat akan menyuap nasi padang, Nur memegang tangan Ad
"Saya ..., heran deh dok, tadi saya ketemu pasien aneh, sekarang ketemu dokter aneh."Aku membuang muka.Dokter Andi tertawa, " Pasien aneh gimana?" tanyanya."Hhhh, ya aneh lah pokoknya, males bahas saya dok," sahutku sambil mengaduk es jeruk dengan sedotan."Mbak Adel, tinggal jawab aja loh tentang pertanyaan saya, sudah punya suami atau belum? gitu aja bingung," Dokter Andi belum juga puas bertanya." Hhhh, embuh lah dok, saya belum kepikiran soal jodoh, saya cuma pingin kerja nabung terus nyenengin orang tua," jawabku."Oh gitu, berarti belum punya ya kesimpulannya ?" tanya dokter Andi lagi ."Eh bwambankkkkk, kalah mbak Najwa shihab dari elo soal interogasi, " batinku."Iya dokter, saya belum punya calon, mungkin gak laku," sahutku ketus."Hush, jangan bilang gitu mbak, ucapan itu doa lo, mbak Adel ini cantik cuma..." dokter Andi menghentikan kalimatnya. "Cuma apa?!" mata auto melotot seketika."Cuma judes dan sering manyun. Itu yang bikin nggak kuat. Hahahaha." Dokter Andi tert
Semua mata memandang kearahku. Terutama Roma yang tersenyum-senyum. "Roma, kamu sungguh Ter-la-lu," batinku."Sebenarnya...., saya bisa, tapi saya waktunya pulang ke rumah kalau libur dinas 2 hari lagi," jawabku."Gak apa-apa mbak Adel, cuma seminggu kan biasanya bayi cuplak puser, lagipula mbak Adel kan sering mandiin bayi to." Tahu-tahu Nur ngejeplak begitu saja. Padahal aku berencana menolak secara tak kasat mata.'Aduh Marimar, gak bisa ngeles lagi nih,' gumamku."Hm, apa tidak dimandikan yangtinya mungkin bu? " tanyaku aku masih berusaha nego."Dulu yang memandikan saya waktu kecil mbah dukun mbak. Mama saya memandikan saya saat saya sudah cuplak puser," sahut bu Rania."Hm, baiklah bu, saya bantu dan saya ajari memandikan bayi ya," sahutku akhirnya.Perkara nanti ketemu Roma di rumah bu Rania itu urusan belakang deh, yang penting sekarang operan dulu."Kalau gitu kami lanjut operan dinas dulu," kami berlalu dari hadapan bu Rania.Selesai operan dinas, aku dan Nur segera menyiapk
Foto profile yang ada di Whatsapp misterius itu adalah fotoku saat balita!Lengkap dengan pipi tembam dan tubuh gempalku."Aduh gusti, ini siapa yang udah usil sih, " batinku.Aku ingat-ingat lagi dimana aku pernah posting foto masa kecil."Oh My God, di Facebook ! jadi pengirim bunga dan klengkeng ini sampai stalker sosmed aku buat save foto masa kecilku !? benar-benar kurang kerjaan." Aku menulis laporan sambil mengomel-ngomel sendiri.Nur yang sudah menata obat dan kini di ruang perawat denganku tertawa terpingkal-pingkal melihatku."Eh, ngapain kamu ketawa ketiwi gitu? " semburku."Habisnya mbak Adel lucu, kerja sama ngomel, eh ngomel sama kerja," sahut Nur."La ini, ada orang aneh, masak ambil foto masa kecilku di facebook terus dijadiin foto profile whatsapp, kan aneh," omelku ."Kek ga ada kerjaan aja, awas aja kalau ketemu ntar bakalan aku...?" omelanku terpotong oleh suara Nur."Aku kawinin...hahaha," Nur ngakak."Enak aja, belum kenal juga," sahutku."Mbak Adel udah usia 24
Aku bengong dan mulutku terbuka melihat dokter Andi bertelanjang dada dan hanya memakai bokser di depanku."Aaaaaa!!"Aku berteriak melihat roti sobek susun 6 tersedia di depan mata."Wah, ada vitamin A dosis tinggi !" batinku bersemangat. Eh.Tunggu ! di tangan dokter Andi kenapa ada ponsel yang menyala.Antara penasaran dengan ponsel yang berbunyi dan gemas dengan roti sobek, aku mendekatinya.Dokter Andi menyembunyikan ponsel yang dibelakang badannya. Tapi terlambat.Tanganku kananku sudah memegang ponselnya dan ikut ditarik kebelakang punggungnya juga sehingga jarak kami begitu dekat.Oh My God. Jantungku berdentam keras saat melihat tatapannya yang menghujam. Saat wajahnya mendekati wajahku, aku memejamkan mata. Sengaja kubiarkan dia melakukannya agar lengah. Dan, tangan kananku yang sudah berada di punggungnya menarik keras ponsel, sedangkan tangan kiriku mencubit tangan dokter Andi."Aaawwww!" Dokter Andi memekik kaget sambil menjauhkan wajah dariku. Tangan kanannya mengel
pov RomaAku mengamati Adelia dan Andi dari dalam ruang tamu, kenapa Adelia tampak malu-malu begitu dan Andi tampak senyum-senyum gak jelas. Aku jadi menyesal melepas Adelia dulu karena dia gendut. Sekarang jadi langsing cantik, seperti before afternya jessica milla dalam film imperfect.Aku jadi tersenyum sendiri membayangkan pertemuan pertamaku dengan Adel saat dia pingsan di acara MOS saat SMA dulu.Flash back si Roma :"Alhamdulillah aku diterima juga di SMA favorite di kota ini. " Gumamku sambil melihat lembar nama siswa yangtergantung di papan pengumuman."Kepo ah, siapa sih yang meraih peringkat NEM terbaik masuk di SMA ini, " aku menelusuri nomor paling atas dengan telunjukku."Ah ini dia ketemu, Adelia Nareswari. Namanya cantik, deketin aja ah, siapa tahu bisa nebeng bikin PR, " aku bersorak dalam hati dengan ide cerdasku.Aku memang siswa pas-pasan. Pas mau jawab ujian, pas bener. Pas malas bikin PR, pas ada teman yang meminjamkan PRnya untuk kusalin.Berkat wajah rupawan d
pov Roma"Caranya adalah kamu bawa ponsel aja ke kelas Del, ntar kalau sudah selesai mengerjakan ujian, kamu tinggal whatsapp aku saja, gimana ?" pintaku."Ntar kalau ketahuan gimana Roma? aku takut, " serunya."Kalau kamu duduk di depan, kamu gak perlu ngasih aku jawaban, tapi kalau kamu duduk di tengah atau di belakang, kamu harus ngasih tahu aku jawaban via whatsapp, gimana?" pintaku memelas. Agar lebih meyakinkan aku menggenggam tangannya. Tangan tebal yang teraba kasar. Mungkin Adelia ini sudah biasa nguli. "Kelulusanku tergantung padamu Del," kataku.Dan, Adelia pun mengangguk. "Oke, aku setuju dengan ide mu Roma." Sahutnya mantap."Dasar bucin tingkat nasional, hahahaha, " aku tertawa penuh kemenangan dalam hati.Keberuntungan berpihak padaku. Saat UAN, aku dan Adel memang beda kelas. Tapi kita sama-sama duduk di belakang.Mulus sudah jalanku menuju kelulusan karena seorang Adelia.Tentu saja aku juga membayar jerih payah Adel belajar dengan membawakan sekantung kresek kelengk
Rating 21Cinta lahir bertepatan dengan cinta Adam pada Hawa. Lalu cinta mekar dan berbunga bersamaan dengan cinta Yusuf pada Zulaikha. Sayangnya cinta menjadi gila bertepatan dengan cintanya Majnun pada Laila. Namun sayangnya cinta menjadi mati bersamaan dengan matinya Romeo dan Juliet. Namun hari ini, cinta hidup dan mekar kembali bersamaan dengan hadirnya cintaku padamu.Aku melempar tatapan mendelik pada mas Andi. Sementara mas Andi tersenyum kecil. Hatiku sudah ser-seran rasanya saat mas Andi berbisik di telingaku tadi."Mas, perlu dibantu untuk berdoa setelah akad? " tawar pak penghulu pada mas Andi.Mas Andi menggeleng. "Saya sudah bisa pak, " katanya seraya memegang kepalaku dan berdoa tepat diatas ubun-ubun, "Allahumma inni as'aluka min khoiriha wa khoirimaa jabaltaha 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarimaa jabaltaha 'alaih."(Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepadaMu kebaikan dirinya dan kebaikan yang engkau tentukan atas dirinya. Dan aku berlindung kepadaMu dari kej
Aku tidak menyangka Roma yang nekat akan meracuni mas Andi malah berbalik meminum racunnya sendiri. Malah kini dia harus menginap di ruang ICU.Tapi justru ada hikmah besar di balik kejadian tersebut. Menurut mas Andi, tante Ani meminta papa untuk mempercepat rancana pernikahanku dan mas Andi.Aku sangat berbahagia dengan keputusan papa. Apalagi bapakku protes padaku karena belum menikah tapi sudah sering semobil berdua."Bapak takut kamu khilaf dan tiba-tiba memberi bapak cucu," kata bapak waktu itu.Karena itu aku dan keluargaku menyambut baik rencana papa dan tante Ani. Tapi tante Ani juga punya permintaan, yaitu menguji reaksi Roma kalau tahu aku dan mas Andi akan menikah.Maka malam ini aku mengunjungi Roma lagi di ruangan VIP, setelah kemarin aku mengunjunginya di ICU.Sungguh suasana yang canggung banget. Sepi dan hening. Aku cuma bicara satu dua kalimat saja. Tidak tahu cara mencairkan suasana.Sempat bingung juga bagaimana memberitahu Rania dan Roma tentang rencana pernikahan
pov AndiSetelah aku mengantarkan Adelia pulang dari melihat Roma di ICU rumah sakit Al-Hikmah ke kontrakan, aku segera pamit pulang ke rumah baruku untuk melihat pekerjaan tukang.Ternyata lebih cepat dari prediksiku. Mungkin 4 hari bisa selesai dan aku langsung bisa membeli perabotan untuk mengisi rumah.Setelah ashar, para tukang berpamitan pulang, akupun menuju rumah Rania untuk beristirahat.Aku membaringkan tubuh penatku saat ponsel khusus keluarga di atas meja berbunyi.Aku bangun dari ranjang, dan langsung meraih benda pipih itu."Dari papa? tumben papa telepon," gumamku penuh tanda tanya.Tanpa membung waktu, aku bergegas untuk menerima telepon dari papa."Assalamualaikum, apa kabar Pa?" sapaku."Waalaikumsalam, kabar papa baik, ada hal penting yang perlu kita bahas, tentang masa depan kamu, bisa kamu ke rumah sekarang? " tanya papa."Iya Pa, Andi langsung berangkat habis ini ya,"jawabku.Setelah mendapat kepastian kedatanganku, papa langsung menutup sambungan telepon usai m
pov RomaAku seperti bermimpi mendengar suara Rania mengaji di dekatku. Suara itu terdengar samar dan begitu merdu.Selanjutnya masih seperti dalam mimpi, saat aku mendengar Rania berkata, "Mas, cepat sembuh ya, sakit hatiku saat melihatmu masih mencintai Adelia tidak seberapa dibanding khawatirnya aku karena takut kehilanganmu,"Aku merasa Rania mencium kening dan mengelus rambutku. Serta berbisik,"aku mencintaimu Mas, mencintai kelebihanmu dan segala kekuranganmu,"Kemudian sepi lagi merajai hati. Lalu aku merasa berada di padang rumput yang luas.Antara sadar dan tidak, aku seperti melihat Rania menggendong Rum menjauh dariku, "Jangan pergi," seruku.Tapi Rania tetap berlalu sambil melambaikan tangannya. "Kamu sepertinya lebih mencintai Adelia, Mas, jadi apa gunanya aku dan Rum ada di dekatmu," sahutnya semakin menjauh.Terengah-engah aku mengejarnya."Aku minta maaf sayang, aku janji akan melupakan Adelia, aku mohon maafkan aku, aku akan jadi suami dan ayah yang baik." Janjiku."Te
pov RaniaAku baru saja berganti baju seusai mandi saat mendengar mas Andi berteriak. Dari suaranya terdengar begitu panik.Aku buru-buru keluar dari kamar dan menuju ruang makan, asal suara mas Andi berteriak.Mama juga tergopoh-gopoh turun dari kamarnya di lantai atas.Dan betapa terkejutnya aku melihat mas Roma tergeletak miring dengan berwajah kebiruan dan mulutnya berbusa.Aku langsung menangis histeris. Mas Andi lalu memberikan Rum pada mama.Mas Andi segera memeriksa nadi di pergelangan tangan Roma kemudian dia langsung berlari ke arah kamarnya.Tidak berapa lama, ambulance pun datang. Mas Andi segera menuju ruang depan dan kembali ke ruang makan bersama perawat UGD.Kemudian mas Andi dan perawat tersebut menaikkan mas Roma ke atas brangkard kemudian mendorongnya ke halaman."Rania, ayo ikut denganku ke rumah sakit," instruksi mas Andi padaku.Aku mengangguk. Dengan wajah bingung dan masih berlinangan air mata aku mengikuti mas perawat yang mendorong brangkard ke dalam ambulance
pov dokter Andi Semalaman aku memikirkan perkataan Adelia di telepon. Apa benar Roma akan melakukan hal nekat untuk mendapatkan Adelia, sementara aku adalah sepupu Rania. Apa Roma tega melakukan hal buruk padaku.Ah, masa bodoh. Aku cuma perlu waspada saja pada segala ucapan dan tindakan Roma sekarang.Lelah berpikir kemungkinan yang akan Roma lakukan padaku membuatku lelah dan tertidur.Besok harinya, setelah sholat subuh, aku memilih bersantai di kamar sebelum aku mengawasi para tukang di rumahku.Saat sedang asyik membaca artikel kesehatan, aku dikejutkan oleh ketukan pintu. Sepertinya suara Roma."Ndi, coba keluar kamar sebentar, aku mau ngobrol," serunya.Dengan rasa penasaran aku membuka pintu dan tampaklah wajah Roma di depan kamar.Aku mulai bersikap waspada."Ada apa? tumben ngajak ngobrol," tanyaku. Curiga? jelas. Selama aku tinggal disini, dia jarang mengajakku ngobrol lebih dahulu."Iya, cuma mau nanya aja, semalam kayaknya aku denger kamu beli rumah ya," tanya Roma ramah.
pov RomaSejak aku melihat Adelia menolong persalinan Rania, jiwa kemantananku meronta-ronta.Perasaan bersalah karena pernah mempermainkannya menggedor-gedor pintu hati.Sepertinya aku memang CLBK alias cinta lama belum kelar. Selalu terbayang-bayang wajah cantiknya saat berada di rumah walaupun aku bersama Rania.Perasaanku bertambah mendalam saat melihatnya di acara aqiqah Rum. Dia tampak anggun dan cantik dengan balutan hijab.Otomatis aku teringat lagi masa SMA kami yang sering menghabiskan waktu dengan menikmati nasi padang bersama.Aku akan mencoba mendekatinya lagi. Poligami boleh kan? apalagi Rania masih masa nifas. Dia belum bisa melayaniku.Mendekati kolam renang, ku rayu Adelia agar mau menjalin hubungan denganku.Tapi dia menolakku. Dia bahkan mengancam akan berteriak kalau aku memegangi tangannya terus menerus.Dan kedatangan si Andi memperkeruh keadaan. Dia mengancamku agar jangan menganggu Adelia.Bah, apa urusannya dengan Andi. Adelia kan bertemu aku terlebih dahulu d
"Emang kenapa kamu pingin ketemu aku? " tanyaku penasaran.Roma menjawab, "Karena aku ingin...,"Ucapan Roma kupotong, "Maaf, kamu sudah punya istri dan aku juga sudah punya calon suami, jadi kalau bertemu berdua saja tidak bisa, " Sahutku.Roma mendesah. Kemungkinan dia kecewa. Tapi aku tidak peduli lagi."Kamu jadi menikah dengan Andi? " tanyanya parau."Insyallah, semoga tahun ini bisa terwujudkan." Jawabku."Aku tidak bisa lagi mempertahankan rumah tanggaku. Aku selalu teringat padamu walaupun sedang bersama Rania," tukasnya parau.Aku terdiam."Aku sudah lama juga tidak bisa menyalurkan hasratku sebagai seorang suami padanya. Aku tidak bernafsu, bagaimana kalau kita menikah secara diam-diam?" lanjutnya."Heh, kamu gila? itu bukan urusanku! Dan asal kamu tahu, tentu saja Rania belum boleh melakukan hubungan suami istri karena dia sedang masa nifas," Jelasku sebal.Sekarang ganti Roma yang terdiam."Hubungan kita udah kelar dari dulu, jadi jangan coba-coba CLBK, mending kalau Rania
Dengan mempercepat langkah, aku sampai di pintu depan kontrakanku. Aku menarik handlenya. Tidak dikunci !!Dengan segera aku membuka pintu depan tersebut. Dan ternyata...."Kejutannnnn... !!!" Nur, Anif, dan Putri berseru keras di ruang tamu. Sementara bu Ambar tampak tersenyum sambil duduk di shofa.Tampak di tengah meja ada nasi putih berbentuk segitiga alias tumpeng dan dikelilingi aneka lauk berbahan santan lengkap dengan sambal ijonya."Ya Allah..., teman- teman," aku berlari menubruk mereka.Nur, Putri, dan Anif memelukku secara bergantian. Aku terharu sampai tidak bisa berkata-kata."Sudah sembuh beneran mbak Adel? " tanya Nur."Wes ojo mewek, kami semua kangen kamu Del, salam dari teman-teman yang sedang dines," kata Anif sambil mengusap air mataku dengan jempol tangannya."Maaf ya Del, gak bisa membesuk waktu kamu opname," tukas Putri."Nggak apa-apa rek, ayo duduk semua, aku bikinin minuman dingin ya?" tawarku."Halah, nggak usah, kami tadi beli jus buah banyak, tuh di krese