pov Roma"Caranya adalah kamu bawa ponsel aja ke kelas Del, ntar kalau sudah selesai mengerjakan ujian, kamu tinggal whatsapp aku saja, gimana ?" pintaku."Ntar kalau ketahuan gimana Roma? aku takut, " serunya."Kalau kamu duduk di depan, kamu gak perlu ngasih aku jawaban, tapi kalau kamu duduk di tengah atau di belakang, kamu harus ngasih tahu aku jawaban via whatsapp, gimana?" pintaku memelas. Agar lebih meyakinkan aku menggenggam tangannya. Tangan tebal yang teraba kasar. Mungkin Adelia ini sudah biasa nguli. "Kelulusanku tergantung padamu Del," kataku.Dan, Adelia pun mengangguk. "Oke, aku setuju dengan ide mu Roma." Sahutnya mantap."Dasar bucin tingkat nasional, hahahaha, " aku tertawa penuh kemenangan dalam hati.Keberuntungan berpihak padaku. Saat UAN, aku dan Adel memang beda kelas. Tapi kita sama-sama duduk di belakang.Mulus sudah jalanku menuju kelulusan karena seorang Adelia.Tentu saja aku juga membayar jerih payah Adel belajar dengan membawakan sekantung kresek kelengk
pov RomaAku menatap wajah Rania. "Ibu whatsapp yang, meminta kita cepat pulang. "Jawabku cepat seraya memasukkan ponsel ke saku celana. Tentang whatsapp Adelia, bisa dipikirkan nanti.Rania tersenyum dan mengangguk, " ya sudah, ayo pulang yang," tukasnya sambil mengelap bibir dengan tissue."Oh iya, aku boleh gak jenguk mamamu? " tanya Rania saat kami sudah berada dalam mobil menuju arah pulang."Jangan dulu yang, aku ada urusan toko sama mama, aku antar kamu pulang dulu ya," sahutku cepat.Aku ingin pulang sendirian ke rumah dan langsung menelepon Adelia untuk menjelaskan apa yang terjadi diantara aku dan Rania."Roma, tunggu ," seru mama saat aku sampai di rumah dan hendak nyelonong ke kamar.Dengan malas aku mendatangi ibu yang bersedekap di tangga rumah."Kenapa mukamu seperti ditekuk? kamu ada masalah dengan Adelia kan?" tegur mama.Aku terhenyak. Kenapa mama bisa tahu. Jangan-jangan...."Mama ya yang kirim fotoku sama Rania ke nomor Adel?" tanyaku mengintimidasi."Iya, memang m
pov RaniaHari ini tiba-tiba perutku mulas, keluar lendir darah dari area kewanitaanku. Memang bulan ini adalah waktu perkiraan bersalinku. Setelah seminggu yang lalu aku merasa mulas dan saat periksa ke dokter kandungan hanya pembukaan satu, maka aku diinstruksikan untuk pulang kembali membawa beberapa obat yang telah diresepkan.Aku berteriak memanggil mami dan bang Roma, suamiku. "Mi...Mami, perutku mules sekali, tolong," seruku."Yang, tolong, sepertinya anak kita mau keluar inih !" aku yang saat itu sedang tidur siang berteriak-teriak tiada henti.Mami segera berlari ke kamarku di lantai dua. Bang Roma pun demikian. Tergopoh-gopoh menghampiriku yang sedang kesakitan."Yang, aku tidak kuat berjalan lagi, tolong gendong aku, " seruku memelas.Mas Roma tampak melongo.Mungkin merasa keberatan karena sejak hamil berat badanku bertambah 15 kilo."Jangan melongo saja Roma, ayok berangkat ke rumah sakit. Kebetulan Andi kan sedang dinas, gendong istrimu dong masa ga mau sih." Mami merepe
pov dokter AndiNamaku Andi. Andi Satria Abadi. Papa mamaku adalah pemilik perusahaan pengalengan ikan sarden terbesar di kota kelahiranku ini.Saat lulus SMA, aku diharapkan untuk kuliah di jurusan ekonomi manajemen agar bisa menggantikan papa memimpin perusahaan. Karena kakakku seorang perempuan, maka aku satu-satunya yang diharapkan untuk menggantikan posisi papa.Tapi aku punya pilihan lain. Aku ingin kuliah kedokteran. Menjadi dokter adalah impianku sejak kecil.Aku mengikuti bimbel setiap hari dan belajar keras setiap malam. Agar aku bisa diterima di fakultas kedokteran. Papa dan mama mengira aku bimbel dan belajar untuk masuk ke jurusan yang mereka inginkan.Tibalah saat pengumuman UMPTN, dan aku diterima di salah satu universitas negeri di Surabaya jurusan kedokteran.Aku bahagia tapi ketakutan. Bingung campur senang untuk memberitahukan pada orang tuaku.Maka dengan segenap keberanian aku mengungkapkan kelulusan dan pilihanku pada papa. Dan seperti kuduga pemilik perusahaan
Aku melajukan vario kesayangan dengan tersenyum sendiri. Setelah borokokok baru kali ini ada yang mengajak jalan-jalan lagi.Kulihat di sekeliling jalan bunga seolah bermekaran dan Kupu seolah beterbangan. Dan tiba-tiba terdengar alunan musik india janam-janam dilwalee. Elah. Kok bisa sih. Penyuka drakor tapi musik suka india.Sengaja kubuka kaca depan helm agar udara bebas bisa mengelus pipiku. Sepanjang jalan aku sengaja tersenyum pada siapa saja yang kutemui.Abang tukang bakso, tukang bakpao, cilok, pengendara- pengendara motor lainpun tak luput dari senyumanku. Ada yang menanggapinya dengan tersenyum juga, ada yang menanggapinya dengan diam saja. Dan yang lebih ekstrim, memandangiku dengan melotot, mungkin mengira kenapa ada orang stres keluyuran di jalan lagi senyum-senyum sendiri dan dilepas oleh keluarganya.Ah, entahlah, aku tidak peduli. Hatiku masih berbunga saja rasanya. Sebenarnya terbersit sedikit ragu di hatiku. Untuk apa dokter Andi mendekatiku. Aku takut dokter Andi h
Sampai, " Arrrggghhh, tidak!! " Dokter Andi berhasil menarik tanganku tepat waktu sehingga badanku terjatuh di dalam pelukannya.Untung kedua tanganku secara otomatis menyangga di antara dada kami. Mobil yang hendak menabrakku melaju melewati kami begitu saja. Oke memang aku yang salah, menyeberang jalan tanpa menoleh ke kiri dan ke kanan. Aku berdebar dalam dekapan dokter Andi. Bersyukur sekali bisa selamat dari mobil yang hampir menabrakku karena dokter Andi menarik tanganku tepat waktu. Aku baru tersadar bahwa bukan hanya jantungku saja yang berdebar kencang. Jantung dokter Andipun suaranya sudah seperti genderang mau perang. Tinggiku yang sekitar dada dokter Andi, membuatku bisa mendengar detak jantungnya dengan jelas. Aku mendongakkan kepala ke atas. Ingin mengucapkan terimakasih pada dokter Andi, tapi gerakanku terhenti karena, "Jddduuggghhh, wadooowww!"Dokter Andi rupanya terkena sundulan kepalaku yang mendongak secara tiba-tiba. Refleks kami saling melepaskan pelukan d
pov dokter Andi👨⚕: Kamu tahu nggak perbedaan kamu dan termometer?👩⚕: nggak tahu👨⚕: kalau termometer dipasang diketiak, kalau kamu dipasang di hatiku. Eaaaa.**Aku mendengarkan Adelia bercerita tentang masa lalunya dengan Roma. Yang tidak pernah aku perkirakan adalah Adelia adalah korban juga. Aku kira Adelia berniat menggoda Roma yang sudah punya istri. Tapi ternyata Adelia pun pernah dikadalin oleh Roma.Rasa kasihan menyeruak bersama dengan rasa nyaman yang tiba-tiba. Tapi aku ingin jujur pada Adelia bahwa awalnya aku mendekati dia karena ingin membuat Roma cemburu. Nyaliku menciut saat Adelia mengatakan bahwa kalau ada laki-laki lain yang mempermainkannya lagi, Adelia tidak akan pernah memaafkannya. Mati aku! "Baik, saya sudah selesai cerita tentang masa lalu saya dan Roma, yang mengakibatkan saya tidak ingin sering-sering ke rumah bu Rania. Sekarang giliran dokter yang cerita pada saya, " Kata Adelia padaku.Aku gugup sekali. Bingung mulai darimana menjelaskan tentang
"Bapak sudah tua Nduk, kalau belum nikah juga tahun ini, bapak takut umur bapak tidak sampai melihat kamu menikah, apalagi kamu anak bapak satu-satunya. " Sahut bapakku.Aku menunduk, sebenarnya selalu ingin menghindar dari pembicaraan tentang pernikahan ini. Aku sangat tidak nyaman dan takut setelah menikah nanti, aku tidak boleh bekerja lagi oleh suamiku, sehingga tidak bisa memberikan jatah bulanan pada orangtua.Sedang serius aku berpikir mencari jalan keluar, tiba-tiba dokter Andi maju dan berkata,"Sebenarnya saya mencintai anak bapak dan ingin menikah dengannya, tapi saya butuh waktu paling tidak setahun untuk mempersiapkan tempat tinggal yang layak untuk kami setelah kami menikah nanti, " Sontak aku terkejut, sementara bapak dan ibu tersenyum pada kami.Aku berdebar, ingin marah kalau dokter Andi membicarakan pernikahan ini sebagai bahan bercandaan.Aku berdiri dan mendekati dokter Andi, "Mas Andi kita perlu bicara...," "Bapak dan ibu tunggu sebentar ya, Adelia mau memastika
Rating 21Cinta lahir bertepatan dengan cinta Adam pada Hawa. Lalu cinta mekar dan berbunga bersamaan dengan cinta Yusuf pada Zulaikha. Sayangnya cinta menjadi gila bertepatan dengan cintanya Majnun pada Laila. Namun sayangnya cinta menjadi mati bersamaan dengan matinya Romeo dan Juliet. Namun hari ini, cinta hidup dan mekar kembali bersamaan dengan hadirnya cintaku padamu.Aku melempar tatapan mendelik pada mas Andi. Sementara mas Andi tersenyum kecil. Hatiku sudah ser-seran rasanya saat mas Andi berbisik di telingaku tadi."Mas, perlu dibantu untuk berdoa setelah akad? " tawar pak penghulu pada mas Andi.Mas Andi menggeleng. "Saya sudah bisa pak, " katanya seraya memegang kepalaku dan berdoa tepat diatas ubun-ubun, "Allahumma inni as'aluka min khoiriha wa khoirimaa jabaltaha 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarimaa jabaltaha 'alaih."(Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepadaMu kebaikan dirinya dan kebaikan yang engkau tentukan atas dirinya. Dan aku berlindung kepadaMu dari kej
Aku tidak menyangka Roma yang nekat akan meracuni mas Andi malah berbalik meminum racunnya sendiri. Malah kini dia harus menginap di ruang ICU.Tapi justru ada hikmah besar di balik kejadian tersebut. Menurut mas Andi, tante Ani meminta papa untuk mempercepat rancana pernikahanku dan mas Andi.Aku sangat berbahagia dengan keputusan papa. Apalagi bapakku protes padaku karena belum menikah tapi sudah sering semobil berdua."Bapak takut kamu khilaf dan tiba-tiba memberi bapak cucu," kata bapak waktu itu.Karena itu aku dan keluargaku menyambut baik rencana papa dan tante Ani. Tapi tante Ani juga punya permintaan, yaitu menguji reaksi Roma kalau tahu aku dan mas Andi akan menikah.Maka malam ini aku mengunjungi Roma lagi di ruangan VIP, setelah kemarin aku mengunjunginya di ICU.Sungguh suasana yang canggung banget. Sepi dan hening. Aku cuma bicara satu dua kalimat saja. Tidak tahu cara mencairkan suasana.Sempat bingung juga bagaimana memberitahu Rania dan Roma tentang rencana pernikahan
pov AndiSetelah aku mengantarkan Adelia pulang dari melihat Roma di ICU rumah sakit Al-Hikmah ke kontrakan, aku segera pamit pulang ke rumah baruku untuk melihat pekerjaan tukang.Ternyata lebih cepat dari prediksiku. Mungkin 4 hari bisa selesai dan aku langsung bisa membeli perabotan untuk mengisi rumah.Setelah ashar, para tukang berpamitan pulang, akupun menuju rumah Rania untuk beristirahat.Aku membaringkan tubuh penatku saat ponsel khusus keluarga di atas meja berbunyi.Aku bangun dari ranjang, dan langsung meraih benda pipih itu."Dari papa? tumben papa telepon," gumamku penuh tanda tanya.Tanpa membung waktu, aku bergegas untuk menerima telepon dari papa."Assalamualaikum, apa kabar Pa?" sapaku."Waalaikumsalam, kabar papa baik, ada hal penting yang perlu kita bahas, tentang masa depan kamu, bisa kamu ke rumah sekarang? " tanya papa."Iya Pa, Andi langsung berangkat habis ini ya,"jawabku.Setelah mendapat kepastian kedatanganku, papa langsung menutup sambungan telepon usai m
pov RomaAku seperti bermimpi mendengar suara Rania mengaji di dekatku. Suara itu terdengar samar dan begitu merdu.Selanjutnya masih seperti dalam mimpi, saat aku mendengar Rania berkata, "Mas, cepat sembuh ya, sakit hatiku saat melihatmu masih mencintai Adelia tidak seberapa dibanding khawatirnya aku karena takut kehilanganmu,"Aku merasa Rania mencium kening dan mengelus rambutku. Serta berbisik,"aku mencintaimu Mas, mencintai kelebihanmu dan segala kekuranganmu,"Kemudian sepi lagi merajai hati. Lalu aku merasa berada di padang rumput yang luas.Antara sadar dan tidak, aku seperti melihat Rania menggendong Rum menjauh dariku, "Jangan pergi," seruku.Tapi Rania tetap berlalu sambil melambaikan tangannya. "Kamu sepertinya lebih mencintai Adelia, Mas, jadi apa gunanya aku dan Rum ada di dekatmu," sahutnya semakin menjauh.Terengah-engah aku mengejarnya."Aku minta maaf sayang, aku janji akan melupakan Adelia, aku mohon maafkan aku, aku akan jadi suami dan ayah yang baik." Janjiku."Te
pov RaniaAku baru saja berganti baju seusai mandi saat mendengar mas Andi berteriak. Dari suaranya terdengar begitu panik.Aku buru-buru keluar dari kamar dan menuju ruang makan, asal suara mas Andi berteriak.Mama juga tergopoh-gopoh turun dari kamarnya di lantai atas.Dan betapa terkejutnya aku melihat mas Roma tergeletak miring dengan berwajah kebiruan dan mulutnya berbusa.Aku langsung menangis histeris. Mas Andi lalu memberikan Rum pada mama.Mas Andi segera memeriksa nadi di pergelangan tangan Roma kemudian dia langsung berlari ke arah kamarnya.Tidak berapa lama, ambulance pun datang. Mas Andi segera menuju ruang depan dan kembali ke ruang makan bersama perawat UGD.Kemudian mas Andi dan perawat tersebut menaikkan mas Roma ke atas brangkard kemudian mendorongnya ke halaman."Rania, ayo ikut denganku ke rumah sakit," instruksi mas Andi padaku.Aku mengangguk. Dengan wajah bingung dan masih berlinangan air mata aku mengikuti mas perawat yang mendorong brangkard ke dalam ambulance
pov dokter Andi Semalaman aku memikirkan perkataan Adelia di telepon. Apa benar Roma akan melakukan hal nekat untuk mendapatkan Adelia, sementara aku adalah sepupu Rania. Apa Roma tega melakukan hal buruk padaku.Ah, masa bodoh. Aku cuma perlu waspada saja pada segala ucapan dan tindakan Roma sekarang.Lelah berpikir kemungkinan yang akan Roma lakukan padaku membuatku lelah dan tertidur.Besok harinya, setelah sholat subuh, aku memilih bersantai di kamar sebelum aku mengawasi para tukang di rumahku.Saat sedang asyik membaca artikel kesehatan, aku dikejutkan oleh ketukan pintu. Sepertinya suara Roma."Ndi, coba keluar kamar sebentar, aku mau ngobrol," serunya.Dengan rasa penasaran aku membuka pintu dan tampaklah wajah Roma di depan kamar.Aku mulai bersikap waspada."Ada apa? tumben ngajak ngobrol," tanyaku. Curiga? jelas. Selama aku tinggal disini, dia jarang mengajakku ngobrol lebih dahulu."Iya, cuma mau nanya aja, semalam kayaknya aku denger kamu beli rumah ya," tanya Roma ramah.
pov RomaSejak aku melihat Adelia menolong persalinan Rania, jiwa kemantananku meronta-ronta.Perasaan bersalah karena pernah mempermainkannya menggedor-gedor pintu hati.Sepertinya aku memang CLBK alias cinta lama belum kelar. Selalu terbayang-bayang wajah cantiknya saat berada di rumah walaupun aku bersama Rania.Perasaanku bertambah mendalam saat melihatnya di acara aqiqah Rum. Dia tampak anggun dan cantik dengan balutan hijab.Otomatis aku teringat lagi masa SMA kami yang sering menghabiskan waktu dengan menikmati nasi padang bersama.Aku akan mencoba mendekatinya lagi. Poligami boleh kan? apalagi Rania masih masa nifas. Dia belum bisa melayaniku.Mendekati kolam renang, ku rayu Adelia agar mau menjalin hubungan denganku.Tapi dia menolakku. Dia bahkan mengancam akan berteriak kalau aku memegangi tangannya terus menerus.Dan kedatangan si Andi memperkeruh keadaan. Dia mengancamku agar jangan menganggu Adelia.Bah, apa urusannya dengan Andi. Adelia kan bertemu aku terlebih dahulu d
"Emang kenapa kamu pingin ketemu aku? " tanyaku penasaran.Roma menjawab, "Karena aku ingin...,"Ucapan Roma kupotong, "Maaf, kamu sudah punya istri dan aku juga sudah punya calon suami, jadi kalau bertemu berdua saja tidak bisa, " Sahutku.Roma mendesah. Kemungkinan dia kecewa. Tapi aku tidak peduli lagi."Kamu jadi menikah dengan Andi? " tanyanya parau."Insyallah, semoga tahun ini bisa terwujudkan." Jawabku."Aku tidak bisa lagi mempertahankan rumah tanggaku. Aku selalu teringat padamu walaupun sedang bersama Rania," tukasnya parau.Aku terdiam."Aku sudah lama juga tidak bisa menyalurkan hasratku sebagai seorang suami padanya. Aku tidak bernafsu, bagaimana kalau kita menikah secara diam-diam?" lanjutnya."Heh, kamu gila? itu bukan urusanku! Dan asal kamu tahu, tentu saja Rania belum boleh melakukan hubungan suami istri karena dia sedang masa nifas," Jelasku sebal.Sekarang ganti Roma yang terdiam."Hubungan kita udah kelar dari dulu, jadi jangan coba-coba CLBK, mending kalau Rania
Dengan mempercepat langkah, aku sampai di pintu depan kontrakanku. Aku menarik handlenya. Tidak dikunci !!Dengan segera aku membuka pintu depan tersebut. Dan ternyata...."Kejutannnnn... !!!" Nur, Anif, dan Putri berseru keras di ruang tamu. Sementara bu Ambar tampak tersenyum sambil duduk di shofa.Tampak di tengah meja ada nasi putih berbentuk segitiga alias tumpeng dan dikelilingi aneka lauk berbahan santan lengkap dengan sambal ijonya."Ya Allah..., teman- teman," aku berlari menubruk mereka.Nur, Putri, dan Anif memelukku secara bergantian. Aku terharu sampai tidak bisa berkata-kata."Sudah sembuh beneran mbak Adel? " tanya Nur."Wes ojo mewek, kami semua kangen kamu Del, salam dari teman-teman yang sedang dines," kata Anif sambil mengusap air mataku dengan jempol tangannya."Maaf ya Del, gak bisa membesuk waktu kamu opname," tukas Putri."Nggak apa-apa rek, ayo duduk semua, aku bikinin minuman dingin ya?" tawarku."Halah, nggak usah, kami tadi beli jus buah banyak, tuh di krese