Alzerim, Mei 2025
“Gabby, bertahanlah!” Mikail duduk dan memegangi kepala sang ketua Archangel. Di hadapannya, Sephiria mengeluarkan cahaya dari tangan untuk mengobati luka-luka Gabriel.
Xabi buru-buru mengambil tempat di sebelah Mikail dan memintanya bergeser sedikit.
“Biar aku menangani ini.” Xabi gantian meletakkan kepala Gabriel yang hampir tak sadarkan diri di pangkuannya. Ia menggenggam erat tangan kiri ketua divisi pertama sambil mengeluarkan energi penyembuh. Berbeda dengan Sephiria yang menggunakan holly light untuk penyembuhan, Xabi menggunakan aliran energi agar sel-sel tubuh pasien cepat beregenerasi.
“Tetaplah bersamaku, Gabby,” bujuk Xabi. Suaranya berubah panik. Denyut nadi Gabriel mulai melemah. Urielle menepuk punggungnya untuk menenangkan. Raphael meminta pasukan dan Archangels yang berkumpul untuk sedikit menjauh dan memberi sedikit ruan
Westminstone Mountains, Juni 2025Xabi terus menaiki tebing tanpa mempedulikan rasa sakit di jari-jari tangannya. Hatinya jauh lebih sakit setelah kepergian orang-orang yang dekat dengannya. Gadis itu mencoba fokus meraih satu persatu batu pegangan dan terus bergerak naik. Ada kalanya Vasily, Ravil, atau Gabriel melintas di pikirannya. Saat itu terjadi, ia akan limbung, kehilangan keseimbangan, kaki terperosok, atau hampir melepas pegangan.Pedang rantai Ramielle pernah menangkapnya sekali saat tubuhnya meluncur tertarik gravitasi bumi.“Fokus, Xavier! Fokus!” protesnya sambil berteriak.Beruntung bagi skuad Xabi yang masih terdiri dari Tarmielle dan Urielle, kali ini Ramielle ikut sebagai tenaga tambahan. Pedang besar di punggungnya bisa mengeluarkan rantai yang memudahkan mereka menaiki tebing.Tempat tujuan mereka masih jauh berada di atas. Pegunungan daerah barat
Menara Trophaeum, Mei 2025Anak tangga selebar dua meter mengisi terowongan spiral yang kelihatanya mengelilingi bangunan menara. Menurut hemat Xabi, menara itu mulai berbentuk seperti cerobong asap mulai dari lantai dua puluh hingga puncak. Bagian bawah terasa seperti istana dari istana dongeng. Entahlah, Xabi belum sempat menelusuri jengkal demi jengkal semua bagian dan ruangan di sana.Xabi tak jua berhenti berjalan karena mendapati pintu-pintu tiap lantai sudah terbuka. Lumayan juga kemampuan orang ini bisa terus naik, pikirnya. Urielle yang juga berperan sebagai pendukung, terus mengalirkan energi agar teman-temannya, kecuali Xabi, tidak kehabisan tenaga.Akhirnya mereka berhenti di depan pintu lantai dua puluh satu dan yang menunggu di sana adalah sang Rhea, Florence.“Flo!” Urielle menyeruak maju. Ia membungkukkan badan sedikit lalu menyalami kedua tangan peri pendek tersebut. Tarm
Vorkuta, Juni 2025Tumpukan file di atas meja Okami terlihat lebih tinggi dari biasanya. Sejak kebangkitan Lucifer, kekacauan di Vorkuta memuncak. Meski bantuan berdatangan baik dari Pandora Box dan pemerintah, jumlah Ghoul yang berkurang belum menunjukkan angka yang signifikan seperti halnya berkas-berkas di meja kepala Seagull tersebut. Meski ia bukanlah tipe yang suka menunda pekerjaan, data-data dalam kertas itu menunjukkan betapa banyak jumlah prajurit yang berpartisipasi lengkap dengan anggaran konsumsi serta senjata.Okami tidak pernah menduga jabatan yang ia terima lima tahun lalu telah membawanya ke titik terendah dalam hidup. Pada awal pembentukannya, Seagull hanyalah unit kecil khusus yang bertugas mengawal program Vacuum. Operasi mereka tak jauh dari pengawalan para player hingga penutupan mulut para saksi yang tidak perlu.Meski bertugas mengawal, organisasi yang biasanya tak memiliki anggota lebih dari sepu
Vorkuta, Juni 2025Ruangan itu begitu temaram dengan sedikit cahaya yang datang dari sela-sela atap. Para Ghoul berjalan pelan dan tak beraturan mengelilingi Cry yang duduk di atas gundukan koin emas dari dunia lain.“Percuma saja punya sebanyak ini kalau tidak ada partner untuk membangkitkan.” Pemuda itu mengeluh lirih. Ia menoleh ke arah serpihan-serpihan cermin yang berserakan di seantero ruangan. Kepingan-kepingan kecil itu mulai bergerak, berputar-putar lalu membentuk cermin baru dengan banyak retakan. Benda itu menghadap tepat padanya dan menampilkan pantulan diri yang perlahan berubah menjadi wajah Lucifer.“Kau masih saja bermalas-malasan,” ujar Lucifer.“Kau juga tidak ada perkembangan sama sekali,” balas Cry sambil tiduran di atas gundukan koin lalu melempar satu persatu koin pada wajah Lucifer. Hal itu tentu saja membuat sang raja iblis geram.&nb
Moscow, Juni 2025Begitu tiba di bandara internasional Vnukovo, Tara langsung melesat menuju apotik. Pemuda Indonesia itu mengatakan bahwa ia kehabisan obat yang biasa ia konsumsi ketika jetlag. Vash pun tidak punya pilihan selain mengikuti. Begitu tiba di konter obat yang sepi pengunjung, Tara menyerahkan secarik kertas pada sang pelayan bertubuh gempal yang terlihat sudah mengenalnya dengan baik.“Lama tak jumpa, Sergei. Aku pikir kau tidak akan ke sini dalam waktu dekat,” sapanya.“Tadinya aku juga berpikir begitu, Shasha.” Tara melempar senyum terbaiknya.Shasha melihat kertasnya sebentar, lalu melihat ke arah Tara dan Vash di belakangnya. Mata sang penjual obat seolah menanyakan sesuatu. Tara tetap tersenyum sambil mengangguk-angguk kecil.“Tunggu sebentar, aku akan mengecek persediaan.”“Okay!”Bagi
Firage Mountain, Juni 2025Lucifer tak habis pikir kenapa para Archangel bisa memiliki pasukan yang mampu menyaingi monster-monsternya. Sedangkan ia tahu persis seratus lima puluh pasukan yang mereka miliki masih berada di Twillight Valley. Perlahan tapi pasti, pasukan yang berada dibawah kendalinya tumbang dan musuh pun semakin mendekat. Ketika jarak antara mereka hanya terpaut jarak pandang mata, barulah Lucifer sadar apa yang tengah ia hadapi.“Necromancer!” desisnya lirih.Yang menjadi lawan game master kali ini adalah kumpulan nyawa-nyawa dari jiwa yang telah mati. Mereka beterbangan dalam bentuk separuh hantu separuh wujud asli ketika hidup. Meskipun Mikail belum menjadi Archmage, ia adalah seorang dark magician[1] yang bersembunyi di balik jubah putih. Orang penting nomor dua di Archangel itu bahkan bisa menggunakan jiwa orang-orang yang masih hidup. Jadilah ia menggunakan seluruh pasukan yang ia miliki unt
Menara Trophaeum, Mei 2025Gadis itu mendekati dua belah pintu besar dengan tertatih-tatih. Mantel bulu musim dingin yang ia kenakan terkoyak di sana-sini dan staminanya telah terkuras habis. Ia mengerahkan seluruh tenaga yang tersisa untuk mendorong kedua pintu itu hingga terbuka. Angin badai salju seketika menerpa wajahnya yang langsung mengeras karena sensasi dingin. Sebuah pemandangan serba putih karena dominasi butiran salju juga turut menyambut.Perlahan ia maju hingga tembok pembatas puncak menara dari bangunan setinggi dua ratus meter di atas pegunungan. Sebenarnya ia sudah terlalu letih, tetapi masih ada satu hal lagi yang harus dilakukan.“Ayolah! Kau bisa melakukannya, Xabi!” bisiknya menyemangati diri sendiri.Bagian atas tembok pembatas hanya setinggi dada. Ia membersihkan salju di area yang akan digunakan untuk berpijak. Ia harus cepat atau salju akan segera menutupinya kembali. Gadis itu
Vladivostok, Mei 2025Xabi mengamati benda kotak dan pipih di tangannya, Ia masih belum percaya benda ini adalah sebuah ponsel. Tidak ada tombol bahkan tempat baterai yang bisa dibongkar pasang. Belum lagi kameranya, satu di depan dan empat di belakang. Telepon genggam terakhir yang ia miliki adalah Blackberry paling tipis yang ia beli setelah memenangkan turnamen Dota 2.Suster Agnes memandanginya tak kalah takjub. Ia heran kenapa Xabi bisa melupakan semua yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir. Bahkan keberangkatannya ke Rusia sepuluh tahun silam juga telah terlupakan.Ia kembali memastikan apa saja yang diingat Xabi, mulai dari nama asli dirinya dan seluruh anggota keluarganya, tanggal lahir hingga daftar pertandingan game yang ia menangkan. Gadis kurus karena malnutrisi itu menjawab semuanya dengan benar. Namun, ketika ditanya tentang jenis pekerjaan dan jabatan yang dimilikinya saat ini, gadis itu mengeluh kepalanya sakit d