Vorkuta, Juni 2025
Ruangan itu begitu temaram dengan sedikit cahaya yang datang dari sela-sela atap. Para Ghoul berjalan pelan dan tak beraturan mengelilingi Cry yang duduk di atas gundukan koin emas dari dunia lain.
“Percuma saja punya sebanyak ini kalau tidak ada partner untuk membangkitkan.” Pemuda itu mengeluh lirih. Ia menoleh ke arah serpihan-serpihan cermin yang berserakan di seantero ruangan. Kepingan-kepingan kecil itu mulai bergerak, berputar-putar lalu membentuk cermin baru dengan banyak retakan. Benda itu menghadap tepat padanya dan menampilkan pantulan diri yang perlahan berubah menjadi wajah Lucifer.
“Kau masih saja bermalas-malasan,” ujar Lucifer.
“Kau juga tidak ada perkembangan sama sekali,” balas Cry sambil tiduran di atas gundukan koin lalu melempar satu persatu koin pada wajah Lucifer. Hal itu tentu saja membuat sang raja iblis geram.
&nb
Moscow, Juni 2025Begitu tiba di bandara internasional Vnukovo, Tara langsung melesat menuju apotik. Pemuda Indonesia itu mengatakan bahwa ia kehabisan obat yang biasa ia konsumsi ketika jetlag. Vash pun tidak punya pilihan selain mengikuti. Begitu tiba di konter obat yang sepi pengunjung, Tara menyerahkan secarik kertas pada sang pelayan bertubuh gempal yang terlihat sudah mengenalnya dengan baik.“Lama tak jumpa, Sergei. Aku pikir kau tidak akan ke sini dalam waktu dekat,” sapanya.“Tadinya aku juga berpikir begitu, Shasha.” Tara melempar senyum terbaiknya.Shasha melihat kertasnya sebentar, lalu melihat ke arah Tara dan Vash di belakangnya. Mata sang penjual obat seolah menanyakan sesuatu. Tara tetap tersenyum sambil mengangguk-angguk kecil.“Tunggu sebentar, aku akan mengecek persediaan.”“Okay!”Bagi
Firage Mountain, Juni 2025Lucifer tak habis pikir kenapa para Archangel bisa memiliki pasukan yang mampu menyaingi monster-monsternya. Sedangkan ia tahu persis seratus lima puluh pasukan yang mereka miliki masih berada di Twillight Valley. Perlahan tapi pasti, pasukan yang berada dibawah kendalinya tumbang dan musuh pun semakin mendekat. Ketika jarak antara mereka hanya terpaut jarak pandang mata, barulah Lucifer sadar apa yang tengah ia hadapi.“Necromancer!” desisnya lirih.Yang menjadi lawan game master kali ini adalah kumpulan nyawa-nyawa dari jiwa yang telah mati. Mereka beterbangan dalam bentuk separuh hantu separuh wujud asli ketika hidup. Meskipun Mikail belum menjadi Archmage, ia adalah seorang dark magician[1] yang bersembunyi di balik jubah putih. Orang penting nomor dua di Archangel itu bahkan bisa menggunakan jiwa orang-orang yang masih hidup. Jadilah ia menggunakan seluruh pasukan yang ia miliki unt
Menara Trophaeum, Mei 2025Gadis itu mendekati dua belah pintu besar dengan tertatih-tatih. Mantel bulu musim dingin yang ia kenakan terkoyak di sana-sini dan staminanya telah terkuras habis. Ia mengerahkan seluruh tenaga yang tersisa untuk mendorong kedua pintu itu hingga terbuka. Angin badai salju seketika menerpa wajahnya yang langsung mengeras karena sensasi dingin. Sebuah pemandangan serba putih karena dominasi butiran salju juga turut menyambut.Perlahan ia maju hingga tembok pembatas puncak menara dari bangunan setinggi dua ratus meter di atas pegunungan. Sebenarnya ia sudah terlalu letih, tetapi masih ada satu hal lagi yang harus dilakukan.“Ayolah! Kau bisa melakukannya, Xabi!” bisiknya menyemangati diri sendiri.Bagian atas tembok pembatas hanya setinggi dada. Ia membersihkan salju di area yang akan digunakan untuk berpijak. Ia harus cepat atau salju akan segera menutupinya kembali. Gadis itu
Vladivostok, Mei 2025Xabi mengamati benda kotak dan pipih di tangannya, Ia masih belum percaya benda ini adalah sebuah ponsel. Tidak ada tombol bahkan tempat baterai yang bisa dibongkar pasang. Belum lagi kameranya, satu di depan dan empat di belakang. Telepon genggam terakhir yang ia miliki adalah Blackberry paling tipis yang ia beli setelah memenangkan turnamen Dota 2.Suster Agnes memandanginya tak kalah takjub. Ia heran kenapa Xabi bisa melupakan semua yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir. Bahkan keberangkatannya ke Rusia sepuluh tahun silam juga telah terlupakan.Ia kembali memastikan apa saja yang diingat Xabi, mulai dari nama asli dirinya dan seluruh anggota keluarganya, tanggal lahir hingga daftar pertandingan game yang ia menangkan. Gadis kurus karena malnutrisi itu menjawab semuanya dengan benar. Namun, ketika ditanya tentang jenis pekerjaan dan jabatan yang dimilikinya saat ini, gadis itu mengeluh kepalanya sakit d
Vladivostok, Mei 2025Jalanan itu begitu lengang, para pejalan kaki yang berlalu lalang bisa dihitung dengan jari. Xabi duduk bersandar di sebuah halte bus mengamati toko-toko yang masih buka setelah matahari tenggelam. Sepintas kota itu mirip Jakarta dengan aroma berbeda. Ia sudah berada sejauh sepuluh kilometer dari fasilitas kesehatan. Setidaknya itu yang dikatakan pengemudi truk yang memberikan tumpangan gratis padanya.Gadis itu merasa tidak nyaman meninggalkan Agnes tapi apa yang baru didengarnya membuatnya memilih untuk lari. Sekitar dua jam yang lalu ia hendak mengembalikan Coove pada Agnes. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar perawat itu sedang berbicara dengan hologram yang duduk di depannya.Sang perawat tidak menyadari kehadirannya meski ia melihat ke luar langsung. Mungkin karena tertutup hologram pria yang bicara dengan suara berat itu. Xabi yang sempat melihat ke dalam sedikit memutuskan untuk tinggal dan menc
Vladivostok, Mei 2025Alternatif tempat kedua setelah rumah sakit adalah kantor polisi. Xabi berhasil masuk ke sana dengan lancar. Ia sengaja memilih tempat beraksi tak jauh dari kantor polisi di Nadibaide St. agar langsung digiring ke sana setelah ketahuan. Ia merasa bersalah pada si gadis manis, tapi apa boleh buat. Ia butuh tempat bermalam. Agnes benar-benar tak berperasaan mengusirnya malam-malam begini.Polisi yang sedang bertugas menyita semua barang-barangnya dan memasukkan gadis itu ke sebuah sel kosong. Hari sudah larut dan mereka memutuskan akan memproses kasusnya esok pagi. Xabi mencoba tidur sambil duduk. Ia berharap malam itu tidak terlalu dingin karena kaus dan celana panjang yang dikenakannya adalah baju untuk musim panas.“Hari yang melelahkan, eh?” sapa suara berat dari sel seberang. Nampaknya hampir semua sel kosong. Hanya dua ruangan paling dekat pintu depan yang saling berhadapan ini yang berisi.Xabi mera
Vladivostok, Mei 2025Tiga hari terasa cepat bagi Xabi yang menghabiskan waktunya untuk berlatih berjalan. Kini ia mampu berjalan dengan batuan satu tongkat saja. Sedikit terlambat memang, tapi ia mendapati akun bank dalam ponselnya masih memiliki sejumlah uang. Beruntung semua passcode yang digunakan adalah sidik jari dan retinanya.Dengan uang yang ia miliki, Xabi mengganti tongkat kayunya dengan pedang tebu berhias kepala elang di bagian pegangan. Sebuah revolver kecil untuk berjaga-jaga tak luput dibelinya dari toko senjata yang sama.Xabi juga memotong habis bagian rambutnya yang gimbal dan menyisakan rambut bob hingga bawah telinganya. Andai matanya tidak sipit, ia akan terlihat seperti gadis Perancis. Sedikit tambahan daging di area wajah akan membuatnya terlihat kembali nomal.“Apa kau mencari seseorang, Mademoisele?” sapa Wayne dari lantai dua ketika Xabi masuk dengan penampilan barunya.“Ini aku,
Vladivostok, Mei 2025“Сила есть , (Sheelah yest)” ujar suara di seberang.Kalimat singkat itu seolah menjadi kunci sebuah kotak ingatan Xabi yang kemudian terbuka sehingga gadis itu otomatis menjawab.“Ума не надо . (umah ni nahda)”“Xavier?”“Vasily.”“Seagull atau Pandora Box?”“Tidak keduanya.”“Bagus, tetaplah berjalan.”“Kenapa?”“Assassin dari Seagull sedang menuju markas Pandora Box.” Telepon ditutup.Xabi hanya mengingat kata sandi itu, sisanya adalah informasi dari Agnes dan inisiatifnya sendiri. Vasily mengontaknya dan hal itu seharusnya dihindari.Kini gadis itu justru bimbang. Apakah ia harus meneruskan perjalanannya atau kembali dan memperingatkan Ravil? Tunggu, kalau hanya memperingatkan ia bisa menggunakan ponselnya. Namun, R