Dirga berjalan terburu buru ke arah restoran cepat saji yang berjarak tak jauh dari rumahnya. Di sana Selina sudah menunggu sambil mengaduk secangkir kopi dalam gelas yang baru saja diletakkan pramusaji di atas meja.“Hai Sel, udah lama ya? Maaf aku agak telat. Tadi nggak sengaja numpahin kopi dan bajuku kena noda, jadi terpaksa ganti baju lagi,” jelas Dirga dengan nada menyesal.“Nggak apa apa, Mas. Aku juga baru datang kok,” jawab Selina sambil tersenyum tipis. Tapi terlihat jelas kalau senyum itu dipaksakan.“Ada apa Sel? Kenapa kok pagi pagi banget udah ngajak ketemu di sini?” tanya Dirga tanpa basa basi. Biasanya Dirga adalah tipe orang yang selalu hati hati saat berbicara dan kadang berbasa basi dulu sebelum mengutarakan maksudnya. Tapi kali ini, rasa penasarannya mengalahkan sikap santun yang biasa ia tunjukkan.“Mmm … Mas, kemarin Mas Dirga bilang, Mas Dirga mau aku ketemu sama anaknya Mas Dirga ya?” tanya Selina. Sama seperti Dirga, Selina pun tak lagi berbasa basi. Ia juga l
“Nay ayo temenin papa jalan jalan, makan, main, pokoknya kita happy happy. Ayo buruan ganti baju. Papa hari ini libur.” Dirga menarik tangan Dinaya yang baru saja bangun tidur dan sedang duduk di sofa dengan mata setengah terpejam.“Papaaa, ini baru setengah lima! Adzan subuh aja belum. Mana ada mall buka pagi pagi gini,” protes Dinaya.“Kita bukan mau ke mall. Ayo kita ke Bandung.”“Hah? Ngapain ke jauh jauh ke Bandung?”“Ya jalan jalan lah. Kamu belum pernah ke Bandung kan? Ayo kita ke Bandung, kita kulineran, terus nanti kita ke distro distro, beli baju baru buat kamu. Ayooo siap siap, kelar sholat subuh kita jalan. Ayo Nayaaa!” Dirga berteriak di telinga Dinaya dan membuat putrinya itu mau tak mau beranjak dari sofa, lalu menyeret langkah ke kamarnya.“Pokoknya Papa pulang dari masjid, kamu udah harus siap yaaa!”“Papa! Aku belum mandi!”“Makanya buruan mandi sana!”Dirga terus meneriaki Dinaya dan gadis itu mandi sambil bersungut sungut. Dinaya tak habis pikir, entah apa yang ada
Sejak pulang dari Bandung, Dirga terlihat berusaha untuk normal lagi. Selama di Bandung, Dinaya yang berbalik menyeret Dirga agar tak hanya tidur tiduran di hotel. Padahal niat Dirga ingin mengajak Dinaya berkeliling dari pagi sampai malam. Tapi dia sendiri malah kehilangan mood dan bergelung di kasur. Dirga patah hati, berbanding terbalik dengan Dinaya yang mendadak ceria sekali. Akhirnya gadis itu berhasil membujuk Dirga menghabiskan dua hari dengan penuh semangat sampai lelah secara fisik, tapi kondisi mental keduanya jauh lebih baik.“Nay, papa hari ini nggak makan malam di rumah ya. Papa mau ketemu sama Om Farez dan yang lainnya. Kamu makan sendiri aja,” ujar Dirga sambil bersiap mengambil kunci mobilnya.“Oh iya Pa. Aku juga mau izin, boleh nggak malam ini ke rumah Aufa?” tanya Dinaya.“Rumah Aufa? Mau ngapain? Sampai jam berapa?” tanya Dirga.“Ada acara di rumah Aufa Pa. Ibunya syukuran naik jabatan gitu deh. Jadi kita ngumpul pesta barbeque gitu Pa. Acara anak anak di halaman
“Aku nggak denger langsung dari mulutnya sih, Mas. Tapi beberapa temen yang ada di acara itu udah kutanyain emang pada denger dia ngomong gitu. Aku nggak nyangka juga,” Elga menjelaskan pada Dirga dan Dirga tampak semakin marah.“Dia jelas nyebut nama Dinaya kan El?” tanya Dirga berang.“Kata temen temenku sih jelas banget, Mas. Dia bilang namanya Dinaya, kelas 3 SMA dan … mmm …” Elga berhenti berbicara dan melirik Farez -suaminya- lantaran bingung harus melanjutkan kata katanya atau tidak, khawatir Dirga tersinggung“Kamu bilang aja semuanya, El. Nggak usah takut aku tersinggung atau apa. Nggak apa apa, El,” sahut Dirga seolah tau perasaan tak enak Elga.“Iya Mas, aku juga dengernya nggak enak sih. Katanya Dinaya itu anak problematik dan kriminal. Katanya Dinaya pergaulannya rusak, kecanduan narkoba, dan kalau uangnya udah habis buat beli narkoba, dia sering open BO. Aduh parah banget Mas. Mana katanya Dinaya mirip ibunya dulu yang punya anak haram sebelum nikah. Ya Allah kalo aku ad
Dirga baru saja memarkir mobilnya tak jauh dari rumah Aufa yang sudah dipenuhi mobil para tamu. Halaman rumah Aufa penuh mobil, begitu juga dengan jalanan di depan rumahnya. Mobil para tamu parkir berderet. Itu pula yang membuat Dirga harus memarkir mobilnya sedikit jauh dari gerbang utama rumah Aufa. Aufa adalah teman dekat Dinaya sekaligus teman pertamanya. Ayah Aufa seorang pengusaha, sementara ibunya seorang dokter estetika yang juga pemilik sebuah klinik kecantikan ternama. Hari ini keluarga Aufa menggelar acara syukuran atas kenaikan jabatan sang ibu di rumah sakit tempatnya bekerja. Aufa adalah gadis yang baik. Begitu juga kedua orang tuanya. Dirga beberapa kali bertemu mereka saat Aufa sedang ke rumahnya dan bermain dengan Dinaya. Meski tak mengenal secara langsung, tapi Dirga mengenal ibu Aufa sebagai sesama dokter. Dengan Ayah Aufa pun Dirga pernah bertemu beberapa kali. Dan sekarang, kenapa Dinaya menangis di rumah Aufa saat pesta syukuran sang ibu tengah berlangsung? Ap
“Minta maaf sama anakku!”“A-Apa?”“Aku bilang minta maaf sama anakku sekarang juga! Di sini, di depan semua orang kamu fitnah anakku. Sekarang kamu harus minta maaf sama Dinaya di depan semua orang!”Seketika suasana jadi tegang. Kolega Selina yang semula berkumpul mendadak menjauh satu persatu. Seolah menolak ikut campur dan bagian dari pertengkaran yang terjadi. Mereka semua sebenarnya juga tak terlalu peduli dengan cerita Selina tentang kisah cintanya. Mereka hanya menertawakan kisah cinta Selina yang lagi lagi kandas. Dan setiap kali kisah cinta Selina berakhir, dia selalu berkoar kalau dirinyalah yang memutuskan hubungan karena levelnya berbeda dengan lelaki itu. Dan karena dia tak mau merusak hidupnya sendiri dengan menikahi lelaki rendahan. Padahal semua tau, kenyataannya Selina lah yang dicampakkan.Dan beberapa hari yang lalu, Selina mengumumkan kalau dirinya akan segera menikah lagi dengan seorang dokter forensik yang tampan dan kaya. Dokter itu juga masih single, dan nyar
“Jadi gimana perkembangannya, Nay?”“Perkembangan apa, Buna?” tanya Dinaya saat adik bungsu sang ayah meneleponnya di minggu pagi. Buna adalah singkatan dari Ibu Nina. Dinaya memang memang memanggil adik adik ayahnya dengan sebutan Ibu. Dan hanya Nina yang ingin namanya disingkat. Katanya biar lebih estetik. Lagipula Nina belum menikah dan belum menyandang status ibu. Dia enggan seperti ibu ibu betulan dengan panggilan itu. “Perkembangan proses pencarian jodoh untuk si DJ itu loooh,” sahut Nina sambil tertawa kecil. “DJ? Maksud Buna Papa?”“Iya, Papamu. Mulai sekarang kita panggil dia DJ. Duda Jomblo!” jawab Nina dengan tawa renyah yang menyertai leluconnya. Dinaya ikut tergelak mendengar julukan yang diberikan Nina.“Bukan apa apa Nay, aku kan sebentar lagi mau dilamar Bang Emir. Masa Mas Dirga tiga kali disalip adik adiknya? Aku rasanya beraaat banget mau nikah kalau Mas Dirga belum nikah duluan. Gimana ya Nay? Masa sampe sekarang Mas Dirga belum ketemu jodohnya?” tanya Nina membu
“Kenapa sih papa nggak suka sama Miss Rei? Dia cantik, baik hati, berbakat, cerdas, keren juga. Kenapa papa malah selalu deket sama para tante aneh aneh yang attitude, otak, sama bajunya sama sama minim?” Dina menggerutu sendirian di kamarnya.Pulang jogging tadi, Dinaya mengambil kesimpulan kalau Papanya selalu menghindari topik yang berkaitan dengan Miss Rei.Memangnya kenapa sih? Apa Miss Rei pernah punya kesalahan besar yang bikin papa dendam? Atau ada sesuatu yang terjadi waktu Papa mengautopsi jenazah abangnya Miss Rei? Tapi perasaan nggak ada apa apa. Semua baik baik aja. Terus kenapa jadinya Papa sekesal itu dengan Miss Rei? Batin Dinaya tak habis pikir.Tapi akhirnya Dinaya menyerah. Dia sudah tak mau lagi menjodohkan sang ayah dengan guru kesayangannya itu. Toh kalau mereka memang jodoh, pasti akan bertemu entah bagaimana caranya.“Nay?” terdengar suara Dirga memanggil sambil mengetuk pintu kamar Dinaya.“Iya Paaa …” Dinaya membuka pintu kamarnya dan melihat Dirga di balik p