Minel sudah duduk di kursi yang dirancang khusus untuk bocah seusia dirinya. Dan selama pengerjaan pemotongan rambut, seperti yang sudah BJ duga, anak itu susah diminta diam. Ini tentunya menyulitkan ibu yang memotong rambut dan BJ secara spontan membantu. Ia membujuk Minel untuk jangan banyak bergerak.
“Minel tenang dong. Jangan gerak-gerak kepalanya.”
Atas teguran itu Minel menurut. Tapi tak lama kemudian ia menggerak-gerakkan kepala lagi.
“Lho koq gerak lagiii?”
Minel menurut. Dan lagi-lagi itu tak berlangsung lama. Kali ini tangannya bergerak ketika ia merasa gatal di kepala.
“Adik mau biskuit?”
Minel ragu sesaat sebelum ia kemudian mengangguk. Ibu kapster itu meninggalkan sejenak pekerjaannya dan menawarkan satu buah biskuit coklat dengan krim vanilla. Cara itu lumayan efektif sepertinya karena Minel bisa lebih tenang dan ibu itu bisa melakuk
Usaha blocking ternyata gagal dan smash dinyatakan masuk. Penonton gemuruh ketika angka bertambah. Namun kegembiraan tentu saja lebih nyata di area lapangan. Di sana, di depan mereka, Bayu dan Saipul asyik menyemangati pemain yang baru saja mencetak skor tadi yang langsung di-cipika-cipiki oleh rekan-rekannya. Pemain itu kesenangan dengan berteriak-teriak serta bergerak lincah, genit dan melambai ketika disemangati Saipul dan Apip.Saipul dan Apip tentu saja mengenal pemain itu. Pemain volley itu anggota tim baru. Mulanya ia orang biasa yang kemudian berubah. Bukan berubah menjadi mutant yang hebat dan sakti mandraguna dan berubah dalam tingkah laku sehingga menjadi feminin. Itu terjadi gara-gara ia salah menghirup isi botol yang ternyata isinya adalah obat herbal dari Kalimantan yang diolah di Papua dan dijemur di Sulawesi tapi harganya cuma lima ribu perak.*BJ sebetulnya sangat kecewa dan marah pada Aba
Lichelle tidak tahu apa nama taman dimana ia dan BJ berada saat itu. Taman itu besar, sangat hijau, tertata apik dengan sebuah danau indah di tengahnya. Seperti biasa mereka mengobrol dan bercerita banyak hal. Lichelle melihat bahwa di jalan taman yang akan mereka telusuri, ada seekor angsa di sana. Angsa itu rupanya agresif sekali. Ia galak dan beberapa orang terbirit-birit ketika makhluk itu mengejar dengan leher terjulur siap mematok dengan moncongnya. Lichelle menjerit ketakutan ketika makhluk itu dengan agresif mengejar dirinya. Tapi BJ saat itu tampil menjadi pahlawan yang melindungi dirinya. Dengan gagah berani ia menghadapi sang angsa dengan memukul dan mengusir pergi. Tak dinyana angsa balik melawan sehingga sempat terjadi perlawanan berkali-kali dari kedua belah pihak. Sehebat apa pun BJ memukul dan menendang, hewan itu seolah merupakan angsa mutant hasil rekayasa sebuah lab biologi rahasia yang membuatnya digdaya dan mungkin hanya bisa dikalahkan oleh anggota The Avengers
Toh Abah juga tak perlu terlalu memusingkan jika Winda berwajah buruk rupa. Kenapa ia jadi harus ikut larut dalam kesedihan ketika kemalangan terjadi pada seorang gadis cantik? Mengenai cinta, Abah sangat percaya bahwa harus ada batas tegas antara logika dan nafsu. Cinta yang dipadankan dengan logika niscaya menghasilkan bahagia. Cinta yang dipadankan dengan nafsu melahirkan nestapa berkepanjangan. Sudah terlalu banyak contoh di luar sana apa yang terjadi ketika cinta berpadanan dengan nafsu. Awalnya indah, namun kelanjutan dari kisah itu adalah nestapa dalam berbagai bentuknya yang memualkan. Ada amarah, dendam, benci, putus asa, kekecewaan, depresi, yang bisa berujung pada aksi kriminalitas, kematian, atau setidaknya adalah rasa malu dan rusaknya reputasi diri yang tak lekang oleh waktu. Segala bentuk kepahitan hidup yang hanya sirna seiring sirnanya kehadiran orang tersebut dari muka bumi. Abah tak mau segegabah itu. Ia juga tak mau tergoyahkan hanya karena
Kebutuhan uang memang masih besar. Namun bagi Abah, keutuhan keluarga adalah di atas segalanya. Permasalahan sikap Winda adalah perkara penting yang perlu ditangani segera. Sebetulnya tidak ada yang salah dengan sikap Winda. Yang salah adalah bahwa ia melakukannya di waktu dan orang yang tidak tepat. Atas dasar itulah dengan berat hati pada siang itu Hendri menyempatkan diri menemui Haryono di kantornya. “Sepertinya aku gak bisa melanjutkan tugas. Aku nggak bisa lagi jadi interpreter.” Itu adalah inti pesannya. Sebuah pesan yang tentu saja membuat Haryono terkaget dan sempat menduga bahwa Hendri kurang puas dengan kesepakatan gaji. Ada waku bermenit-menit yang ia tanyakan dan semua dijawab secara lugas dan tuntas oleh Abah. Ada juga waktu satu jam sendiri ketika mereka saling bersilang pendapat. Sekali lagi, sebuah keputusan acapkali dihasilkan dengan tanpa membahagiakan seluruh pihak. Haryono mencoba memahami kega
“Bijeeee, cute banget sih lo.”Dalam gemas dan sayang Lichelle mencubit manja pinggang BJ.Makna hidup. Dua kata yang terakhir tadi diucapkan BJ teringat lagi. Bagi Lichelle, BJ tidak perlu berpepatah-petitih. Contoh kecil yang baru saja ditunjukkan dengan membantu seorang kakek menyeberang sudah memberikan sejuta makna. Itulah makna hidup dan BJ sedang menanamkan nilai itu kepadanya.*Abah tidak macam-macam. Abah tetap menjadi suami setia sebagaimana ia sudah terangkan pada BJ. Itu seharusnya disampaikan BJ kepada Emak. Atau Abah sendiri yang sampaikan. Tapi kesalahpahaman membuat baik Abah maupun BJ berasumsi. Abah merasa BJ sudah menyampaikan pada Emak, sebaliknya BJ merasa bahwa Abah pastinya sudah menyampaikan pada Emak. Akibatnya, Emak masih tetap dalam marahnya. Terlebih semalam ia memang tidak pulang ke rumah karena berkaitan dengan tugasnya sebagai interpreter yang
“Terima kasih,” kata Abah lirih setelah mereka melepas pelukan. “Malam ini, Abah jangan disuruh tidur di sofa ya? Sofa tua itu udah makin nggak enak. Pakunya mulai nusuk-nusuk pantat Abah kalo lagi tidur.” Emak tak tahu mau menangis atau tertawa atau kasihan mendengar ucapan jujur suaminya. Satu hal yang pasti, malam ini bisa jadi malam yang sama indahnya dengan honeymoon mereka dulu. * Dibantu temannya yaitu Charlie, Happy mulai mewujudkan pengembangan bisnisnya. Mumpung banyak waktu di rumah, sudah beberapa hari ini di dekat tempat tambal ban milik ayahnya ia juga membuka usaha tambahan yaitu penjualan mie instan berikut layanan memasak, menyediakan aneka kopi lengkap beserta air panas, serta menjual telur, dan biskuit. Semua untuk orang-orang yang menunggui ketika ban mobil mereka ditambal. Charlie juga datang dan menawarkan masker untuk dijual di sana dengan potongan harga.
“Enak kan?” “Inhi enhak karhena akhu lhapar....” Lichelle tidak mau mengalah. Ia berucap dengan mulut penuh terisi makanan. “Ini adalah gado-gado terenak se-Jakarta. Kamu pergi kemana pun nggak ada gado-gado seenak ini. Bumbu kacangnya lembut dan ada aroma jeruk nipis. Wuih mantap,” BJ lantas menyuap sesendok untuk mulutnya sendiri. Tak lama ia mengambil secarik tisyu dari box-nya di atas meja dan menyapu mulut Lichelle yang terkena noda bumbu kacang. “Aku maunya ini terakhir ya kita makan di tempat kaya gini soalnya...” “Aaaaaa....” Ucapan Lichelle lagi-lagi tak terselesaikan ketika BJ menyuap satu sendok lagi. Makanan pesanan Lichelle kini datang. Sepiring kwetiau goreng dengan taburan bawang goreng yang menawan. Melihat bentuknya yang menggairahkan Lichelle tergoda untuk segera menikmati. Makanan itu sebetulnya dipesankan oleh BJ untuknya. Dan Lichelle harus mengaku
Bagi Abah, kehilangan pekerjaan sebagai interpreter memang agak disayangkan. Tapi keutuhan rumah tangganya adalah di atas segalanya. Pandangan itu diaminkan Emak. Kesulitan sehari cukuplah untuk sehari. Ke depannya tantangan akan seperti apa pasti mereka berdua bisa atasi ketika keduanya saling sepakat, saling tolong, dan saling mendukung. Hanya memang ada satu masalah kecil. Keciiiiiil sekali. Biasanya Abah bangun pagi. Tapi tidak kali ini. Emak sudah berusaha bangunkan suaminya. Sekali, dua kali, dan baru di usaha ketiga Abah baru terbangun. Ia sempat membuka mata, mengobrol sebentar dengan isterinya. Hanya saja ketika Emak ‘lengah’ dan melakukan hal lain, Abah berbaring lagi. Mendengkur malah. “Lho kenapa tidur lagi?” Emak mengomel sembari membangunkan Abah. Bukanya menjawab, Abah malah mengambil bantal guling, memeluknya dan melanjutkan tidur. “Hey, bangun.” “Masih ngantuk