Maysa sedang mengajak main Inara di halaman istana. Sepulang dari Kantor Kerajaan, Arlesa datang menyambanginya.
"Sudah jalan-jalan anak ayah?" tanya Arlesa pada Inara.
Arlesa melonggarkan dasinya. Dia duduk samping Maysa di kursi taman istana. Ada sesuatu yang ia beli untuk Maysa. Itu adalah sebuah tas jinjit pesta berwarna biru."Ini hadiah untuk kamu," kata Arlesa.
"Hadiah apa sih? semua tas yang kamu belikan kemarin belum ada yang aku peke," imbuh Maysa. Dia memang tidak suka berpenampilan glamour ala-ala peremaisuri kerajaan seperti Kaluandra. Style istri Foland itu kadang jadi kiblat fashion di kaum perempuan wandara."Ini kami pakai untuk pesta rakyat besok kita akan sama-sama kesana, juga bawa si cantikki Inara, ya nak, kita besok ke pesta rakyat sekaligus mengumumkan kelahiranmu," ujar Arlesa mencium-cium hidung mungil Inara.Maysa hanya mengangguk. Dia hnaya bisa menerima itu, meski diDua hari kemudian ..Arlesa mengadakan rapat dengan para rektor selurus kampus di wandara. Dia bahkan membawa Maysa dan Inara ikut serta kedua baby sitter yang selalu tetap di samping Maysa.Maysa dari dulu tertarik tentang sastra, dia ke lantai tiga menuju ke perputakaan di gedung itu, kedua pengasuh Inara juga mengikutinya. Di dalam perpustakaan banyak mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas."Kalian duduk ya disini, aku mau cari buku dulu," ujar Maysa pada pengasuhnya.Dia mulai memilih-milih buka di rak, setelah mendapat yang membuatnya tertarik, Maysa lansung ke arah pengasuhnya yang sedang menggendong Inara."Hei, cantik, kalau kamu besar, rajin baca buku ya," ujat Maysa.Namun ada suara dari belakang menyapanya. Itu Dalisah yang sejak tadi memang mengikuti mereka. Maysa menyipitkan mata, dia belum sepenuhnya menghafal wajah mantan istri kedua suaminya itu'Ah, dia Dalisah,' lirih Maysa dalam
Kaluandra kecewa karena Jeval menolak penawarannya. Foland dan Ratu Flora menghela nafas, dia tahu Jeval menolak itu karena cintanya pada Maysa. "Jika kau menolak, apakah kau sudah punya pilihan sendiri?" tanya Raja Garsan. Jevel melirik sejenak ke Maysa. "Dulu, tapi kami membatalkan pernikahan itu," sahutnya sembari mengunyah. Maysa bergetar. Itu sindiran kecil untuknya. Ya, masih wajar bila Jeval sedih dan kecewa, harapannya pupus dua kali dari wanita yang sama. "Kenapa batal?" tanya Rexa. "Aku sudah selesai makannya, aku pamit ke kamar," pamit Jeval meninggalkan deretan pertanyaan yang di berikan untuknya. Raja Garsan mengeleng. Dari dulu, Jeval memang anaknya yang sulit di tebak perasaannya. Bahkan saat merencanakan ingin menikah pun, keluarganya tak ada yang mengetahui itu. Maysa di gelayuti rasa tak enak hati. Sulit berada di posisinya, di harapkan oleh dua pria yang bersaudara.
Shera terkejut dengan pengakuan Gala yang pernah ke wandara. "Kamu pernah ke wandara?!" "Iya, disana Negara yang sangat megah, jika ada kesempatan kita kesana," sahut Gala. Shera tergugu lagi. Gala belum tahu bahwa Shera dan keluarganya buronan di wandara. Kasus pengkhianatan ayahnya dan pemerkosaan yang terjadi padanya belum juga Gala ketahui. Dia menatap lekat Gala. Shera mengurungkan niat untuk jujur. Ia yakin, pacarnya itu tidak mungkin menerima kenyataan semua sama lalunya. "Kamu kenapa, Shera? hem?" usapan lembut pipi di layangkan oleh Gala. Shera malah mengunci mulut. "Ada apa dengan wandara? hem? sayang ..kamu kenapa sih?" Gala memeluk Shera. Dia melihat ada kekhawatiran di wajah pacarnya. "Shera ..aku sayang kamu, jujur saja apa yang kamu ingin katakan, aku janji tak ada yang merubah perasaanku pada kamu," ujar Gala. Shera menarik nafas. Dia
Gala masih terdiam. Dia belum mengerti apa yang di maksud oleh kekasihnya itu. Bahkan Shera selalu membahas masa lalu yang tidak ingin ketahui. "Sayang, aku menerima kamu apa adanya, aku mencintai Shera, apapun jenisnya," ucap Gala penuh tulus. Shera terenyuh.Wajah mereka kian mendekat. Dengan cekatan keduanya saling berciuman, lakon ini kedua kalinya mereka lakukan. Tapi Shera tersadar, ada yang harus ia ungkapkan pada Gala. Dia keluar dari mobil, cara menghindar agar perasaan Shera mengenyahkan nafsunya. Gala menyusul keluar, dia belum selesai dengan luapan cintanya lada Shera. "Hem, sayang, kamu kenapa keluar? aku tidak nyaman di dalam mobil?" tanya Gala. "Dengar aku, Gala. Aku Shera, yang lernah menculik Maysa, kakakmu .." ungkap Shera sembari memegang kedua tangan Gala. Gala terperanjat. Wajahnya tanpa ekpresi."Maksudnya, kamu anak panglima itu?" tanya Gala. "Iya, ak
Dalisah masih menanti jawaban Arlesa. Anak mendiang Syehk itu berharap, mantan suaminya bisa makan siang berdua dengannya."Tapi hanya sebentar saja," sahut Arlesa.Dalisah mengangguk. Dia kembali masuk ke ruangannya. Dalisah mulai membuka rantang lalu menyajikannya pada Arlesa."Ini semua masakanku sendiri," ujar Dalisah.Arlesa memasang wajah masam. Ketika mencoba masakan Dalisah ekspresinya sama saja. 'Lebih enak masakan ibunya Inara,' lirihnya dalam hati.Dalisah bahagia bisa melihat Arlesa menikmati makan siangnya. Setelah memakan beberapa sendok, Arlesa meliirk ke jam tangannya, sudah sepuluh menit berselang, dia harus pulang makan siang bersama Maysa. "Aku harus pulang, Maysa menungguku," katanya. Tapi tiba-tiba kepala dia pusing, Arlesa terjatuh ke sofa. Penglihatannya buram lalu di detik kemudian dai tak sadarkan diri. Dalisah hanya diam termangu. Rupanya ramuan yang di beri sur
Arlesa sudah mengumpulkan semua pengawal pribadinya untuk menjemput Dalisah di rumahnya. Maysa masih di dalam kamar menemani Inara tidur. Dia belum tahu rencana suaminya, bahkan Arlesa akan membawa Dalisah bersujud di kaki istrinya. Ada sepuluh pengawal Arlesa mendobrak pintu rumah Dalisah secara paksa. Anak mendiang Syehk itu bahkan bersembunyi di dalam lemari. "Jangan bersembunyi, ikut kami!" Dalisah di ikat lalu di gotong ke istana. Dalisah hanya pasrah. Berteriak pun tak mampu, siapa yang bisa menolongnya dari jerat sang penguasa wandara. Dalam hatinya hanya menyebut nama ibu dan abinya. Arlesa sudah menunggu di ruang kedua istana. Di sana dia duduk dengan wajah penuh amarah. Dalisah tak berani menatap wajah Arlesa yang biasanya terlihat lembut, berubah jadi menyeramkan bak singa yang ingin menerkamnya. "Panggil istriku!" Titahnya Maysa sedang menyanyikan lagu untuk Inara mendengar
Shera tak bergairah lagi. Senyumnya hilang semenjak dia putus komunikasi dengan Gala. Hubungan mereka tak ada kepastian, masih lanjut atau sudah di akhiri. Seminggu telah terlewati, tapi Gala belum juga menghubunginya. Pria itu bagai lenyap di telan bumi. Tak peduli perasaan hatu yang gusar karenanya, sakit merindunya. Hari-harinya Shera hanya di sibukkan untuk bekerja. Ini cara ampuh untuk menghilangkan Gala di pikirannnya, namun usaha itu selalu gagal, adik Maysa itu membuat menari-nari di ingatannya, menggoda.
Maysa menemui Dalisah di kamar tamu. Mantan istri suaminya itu tak di biarkan keluar kamar, sangat berbahaya. Di dalam Dalisah menangis saat berdoa. Dia meminta ampun atas kesalahannya. Kesalahan telah mencoba merusak rumah tangga orang lain. "Kak Maysa," Dalisah terkejut dengan kehadiran Dalisah di sampingnya. Maysa menilik wajah Dalisah yang cantik itu. Dengan wajah Dalisah yang cantik sempurna tidak mampu meluluhkan hati suaminya, sebegitu besarnya cinat Arlesa padanya. "Kau mendoakan apa?" tanya Maysa. Dia tak mendengar doa-doa itu dengan jelas. "Aku minta ampun, Kak. Aku sangat berdosa sekali karena mencintai suami Kak Maysa lalu menikah dengannya." Maysa tertegun. Dia tahu aturan menikah dalam islam. Tidak apa-apa pria berpoligami asalkan istri pertama ikhlas. Arlesa dulu menikahi Dalisah tanpa sepengetahuannya, sehingga Maysa pun marah besar dan keberatan dengan hal itu. "Apa yang kau rasakan sekara
Sean mengelilingi seluruh kota bersama keempat pengawalnya. Namun sosok Luna tak ia temukan, jalanan yang ia telusuri tak memberikan jejak Luna sedikitpun. Alhasil Sean menyimpulkan yang sedari tadi ia curigai."Stop kita mencari seperti manusia," ujar Sean."Kenapa, Pangeran?" tanyanya pengawalnya."Luna tidak ada di dunia manusia, kita telah di tipu oleh jin Wandara itu."Keempat pengawalnya menyimpulkan demikian, bila tak menemukan jejak di dunia manusia maka alam jin cara yang paling tepat untuk mereka.Sean yang saat itu terdiam mencari cara agar Ray bisa ia bawa ke Sarajana. Itu cara yang tepat melindungi anaknya agar tak di ganggu oleh orang-orang yang ingin berniat jahat di dunia manusia."Ikut saya, kita ke kembali ke Sarajana membawa Ray," titah Sean.Keempat pengawalnya menurut saja, meskipun mereka khawatir ini akan membuat kerajaan Sarajana gempar dengan kehadiran Ray di ist
Sean menuju ke kota dengan mengunakan taksi, ia seolah-olah menjadi manusia pada umumnya. Di dalam taksi, dia mempersiapkan kata-kata ketika menemui Luna. Terbersit di pikirannya agar lebih baik jujur pada Luna tentang siapa dirinya sebenarnya. "Apakah dia akan takut? mungkinkah dia mau menerimaku setelah dia tahu aku ayah Ray?" Sean bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Laju taksinya kian cepat, berharap semau akan baik-baik saja setelah bertemu dengan Luna. Namun tiba-tiba, ada seseorang berjubah hitam menghadang taksi itu. Rem di injak mendadak oleh supirnya, Sean yang berada di jok belakang ikut pula terpental ke depan. "Ya ampun! siapa sih, orang itu?" gerutu supir taksi. Pria berjubah hitam itu begitu pelan melewati mereka, sedetikpun tak melirik ke arah mobil, langkahnya bagai zombie yang sedang berjalan. Sean yang curiga berinisiatif untuk turun dari taksi, tapi ia cegah oleh supir itu. "Jangan, Bang. Bis
Usai upacara adat, Sean segera bubar dari tatanan keluarga kerajaan. Man Ras melirik ke Raja Rahadian, mimik ayah Sean itu terlihat menyimpan ketidaksukaan pada sikap anaknya."Maaf pangeran, jangan pergi dulu," ucap Man Ras pada Sean."Apalagi, Man Ras?""Ada banyak yang Pangeran harus kerjakan, jangan pergi.""Saya belum jadi Raja, jadi biarkan saya menikmati kebebasan dulu, lagi pula saya memiliki urusan yang sangat penting, ini menyangkut Raja Arlesa," kata Sean yang terpaksa berbohong. Dengan membawa nama Arlesa, dia tahu nyali ayah dan Man Ras akan ciut mencegatnya.Tanpa membuang waktu lama, Sean menaiki kuda putihnya. Memacu dengan cepat menuju gerbang dimensi yang tak jauh dari kebun kopi milik kerajaan."Tunggu aku, Luna. Aku harus jujur, tapi apakah kau akan menerima kejujuran itu?"Sean tak henti bertanya-tanya dalam hat
Luna masih memikirkan semua kalimat Sean yang penuh makna. Dia membocorkan Ray sembari membandingkan wajah pria yang tampan itu. "Ah, kenapa kamu jadi ide dia sih, Lun.." Luna menggerutu seorang diri. Bayangan Sean tiga hari belakangan ini berkelebat di pikirannya. Seolah hati dan pikirannya menanti Sean namun kegengsian buat dia harus menolak semua keinginan itu. Dari luar ada suara Cia mengetuka memanggilnya. Luna beranjak membuka pintu kamarnya.
Luna membenamkan kedua mata. Sentuhan Sean memabukkan dirinya, lupa daratan bahwa ada Ray yang menyaksikan mereka tanpa berkedip. Anak bayi yang bertingkah lucu itu sesekali menjerit kegirangan saat ibunya mengeluarkan desahan karena kecupan Sean yang menyerang di leher. "Mari kita ulang kembali kenikmatan itu," lirih Sean dengan kalimat yang penuh arti. Luna tak mendengar jelas apa yang di katakan Sean, hanya hembusan nafas yang hangat tersembul mesra di belakang telinganya. Mungkin karena gairah yang telah memuncak sehingga barisan kata Sean tak terbaca lagi olehnya. Sean membaringkan tubuh Luna di kasur lagi, menciumi punggung Luna dari arah belakang. Desahan kecil sudah mulai rutin menghiasi mulut mantan istri Hadi itu. Tangan kannanya menyusup di selipan pelindung dua benda kenyal milik Luna, meremas juga memilin-milin puting coklatnya. "Hamm.. Ahh.." Desah Luna. Sean perlahan melepas baju Luna,
Luna sedang membereskan butik bersama Bu Cia. Saat itu Ray ia titipkan di pengasuh lagi. Cia sudah mulai merenanakan untuk membuat Luna tersiksa setaip harinya. Ibu kandung Shera itu membuatkan teh Luna menaruh obat pencuci perut ke dalamnya. Ini cara halus untuk membuat Luna kelelahan dan tersiksa untuk menebus dendamnya atas kematian Shera."Bu Cia tolong bersihkan ruang jahit ya, aku ingin istirahat dulu, oh ya makasih teh nya," ucap Luna.Cia hanya mengangguk, dia masuk ke dalam ruang jahit seraya tersenyum miring, meski itu hanya hal kecil, namun ia tahu Luna akan merasa tidak nyaman hingga hari esok.Sembari mengamati desain butiknya, Luna menyeruput teh hangatnya tak henti-henti. Ia teringat tenang baju-baju yang sobat di pakai oleh Ratu Risani saat bertemu dulu. Baju Ratu ke empat wandar itu sangat elegan dan mewah, tak pernah ia lihat sebelumnya koleksi itu ada di dunia manusia. Tercetus di benak Luna unt
Maysa keluar dari kamar Dalisah, begitu pun pula Almira, rombongan itu akan kembali ke istana utama, tetapi mereka tak sengaja bertemu dengan Jeval.Maysa yang masih saja trauma dengan kisah antara dia dengan Jeval hanya melempar senyum lalu menundukkan wajah. Tentu istri Arlesa itu merasa tidak nyaman dengan pertemuan tiba-tiba mereka itu. Sementara Almira menyinggung senyum cantik pada suami Dalisah itu, sejak. Di bangku sekolah dasar, Almira memang menyimpan rasa terhadap Jeval."Terima kasih kalian sudah menjenguk Dalisah,"ucap Jeval.Maysa hanya mengangguk-angguk. Tak sanggup membalas ucapan terima kasih Jeval, keintimandan cinta sesaat yang pernah mereka lalui tentu buat keduanya gugup bilang bertemu."Maaf, kami harus kembali ke istana utama," kata Maysa pamit berlalu begitu saja melewati Jeval. Suami Dalisah itu hanya bisa menghela nafas, dia tahu Maysa masih trauma akan perlakuannya terdahulu.
Almira tahu Dalisah sakit parah, untuk menghilangkan rasa pemasarannya, dia mengejar Maysa yang hampir masuk ke dalam litf. "Tunggu, Ratu." Almira mengejar sembari berteriak memanggil nama Maysa. Para pengawal saat itu geram akan tingkah anak dari menteri sosial itu karena sudah lancang pada Ratu utama wandara. "Ya, Almira, Ada apa?" tanya Maysa. "Maaf yang mulia, Ratu. Saya sudah menghambat Ratu, bolehkah juga saya menjenguk Ratu Dalisah?" pinta Almira. Maysa terdiam sejenak, dia tahu, sebagai pengurus ketaatan istana wandara, Almira juga sangat dekat dengan Ratu Wandara lainnya, termasuk pula dengan Dalisah. Karena menurut Maysa itu hal baik, dia pun mengiyakan permintaan Almira yang ingin ikut menjenguk Dalisah di ruang rawat istri Jeval itu. "Baiklah, ayo kita sama-sama besuk Ratu Dalisah," kata Maysa. Mereka masuk lift, menukik ke lantai atas bagian istana ke empat wilaya
Satu tahun kemudian, Jeval berdiri melihat sosok Dalisah yang agak pucat, istrinya itu terlihat tak memiliki daya untuk bergerak. Dalisah memang saat itu sedang hamil besar. Selama kehamilannya, dia terus saja sakit-sakitan, bahkan hari-hari ia habiskan hanya berdiam diri di tempat tidur. Ada penyakit yang sulit di sembuhkan oleh dokter senior Wandara. Berbagai upaya Kebal telah lakukan agar dia bisa menyembuhkan istrinya dan bayi yang di kandung Dalisah tetap pula selamat. "Kamu sangat pucat, kamu makan dulu ya," kata Jeval. "Aku tidak lapar, entah kenapa semua terasa pahit tak bergairah," ujar Dalisah. Jeval akhir-lahir ini merasakan tidak enak, pikirannya selalu takut bila kehilangan Dalisah. Semenjak di nobatkan sebagai Raja ke empat, Jeval belum maksimal menjalankan tugasnya itu, ini karena kesehatan Dalisah yang kian menurun. "Usia kandunganku sudah sembilan bulan, aku boleh minta sesuatu padamu," kata Dal