Dalisah masih menanti jawaban Arlesa. Anak mendiang Syehk itu berharap, mantan suaminya bisa makan siang berdua dengannya.
"Tapi hanya sebentar saja," sahut Arlesa.Dalisah mengangguk. Dia kembali masuk ke ruangannya. Dalisah mulai membuka rantang lalu menyajikannya pada Arlesa."Ini semua masakanku sendiri," ujar Dalisah.Arlesa memasang wajah masam. Ketika mencoba masakan Dalisah ekspresinya sama saja. 'Lebih enak masakan ibunya Inara,' lirihnya dalam hati.
Dalisah bahagia bisa melihat Arlesa menikmati makan siangnya. Setelah memakan beberapa sendok, Arlesa meliirk ke jam tangannya, sudah sepuluh menit berselang, dia harus pulang makan siang bersama Maysa."Aku harus pulang, Maysa menungguku," katanya. Tapi tiba-tiba kepala dia pusing, Arlesa terjatuh ke sofa. Penglihatannya buram lalu di detik kemudian dai tak sadarkan diri. Dalisah hanya diam termangu. Rupanya ramuan yang di beri sur
Arlesa sudah mengumpulkan semua pengawal pribadinya untuk menjemput Dalisah di rumahnya. Maysa masih di dalam kamar menemani Inara tidur. Dia belum tahu rencana suaminya, bahkan Arlesa akan membawa Dalisah bersujud di kaki istrinya. Ada sepuluh pengawal Arlesa mendobrak pintu rumah Dalisah secara paksa. Anak mendiang Syehk itu bahkan bersembunyi di dalam lemari. "Jangan bersembunyi, ikut kami!" Dalisah di ikat lalu di gotong ke istana. Dalisah hanya pasrah. Berteriak pun tak mampu, siapa yang bisa menolongnya dari jerat sang penguasa wandara. Dalam hatinya hanya menyebut nama ibu dan abinya. Arlesa sudah menunggu di ruang kedua istana. Di sana dia duduk dengan wajah penuh amarah. Dalisah tak berani menatap wajah Arlesa yang biasanya terlihat lembut, berubah jadi menyeramkan bak singa yang ingin menerkamnya. "Panggil istriku!" Titahnya Maysa sedang menyanyikan lagu untuk Inara mendengar
Shera tak bergairah lagi. Senyumnya hilang semenjak dia putus komunikasi dengan Gala. Hubungan mereka tak ada kepastian, masih lanjut atau sudah di akhiri. Seminggu telah terlewati, tapi Gala belum juga menghubunginya. Pria itu bagai lenyap di telan bumi. Tak peduli perasaan hatu yang gusar karenanya, sakit merindunya. Hari-harinya Shera hanya di sibukkan untuk bekerja. Ini cara ampuh untuk menghilangkan Gala di pikirannnya, namun usaha itu selalu gagal, adik Maysa itu membuat menari-nari di ingatannya, menggoda.
Maysa menemui Dalisah di kamar tamu. Mantan istri suaminya itu tak di biarkan keluar kamar, sangat berbahaya. Di dalam Dalisah menangis saat berdoa. Dia meminta ampun atas kesalahannya. Kesalahan telah mencoba merusak rumah tangga orang lain. "Kak Maysa," Dalisah terkejut dengan kehadiran Dalisah di sampingnya. Maysa menilik wajah Dalisah yang cantik itu. Dengan wajah Dalisah yang cantik sempurna tidak mampu meluluhkan hati suaminya, sebegitu besarnya cinat Arlesa padanya. "Kau mendoakan apa?" tanya Maysa. Dia tak mendengar doa-doa itu dengan jelas. "Aku minta ampun, Kak. Aku sangat berdosa sekali karena mencintai suami Kak Maysa lalu menikah dengannya." Maysa tertegun. Dia tahu aturan menikah dalam islam. Tidak apa-apa pria berpoligami asalkan istri pertama ikhlas. Arlesa dulu menikahi Dalisah tanpa sepengetahuannya, sehingga Maysa pun marah besar dan keberatan dengan hal itu. "Apa yang kau rasakan sekara
Di dunia yang berbeda, ada Shera kembali ke rumahnya. Studio karaokenya di padati pengunjung. Dia begitu puas malam ini, ini balasan atas sakit hati yang menimpanya karena telah di putuskan oleh Gala.Shera naik ke kamarnya. Ibu dan Ayahnya memang sudah lebih dulu tidur. Shera memang selalu pulang larut malam. Di ponselnya dia melihat fotonya bersama Gala memenuhi memori. Dia menintikkan air mata, tapi jemarinya lincah menghapus foto-foto kenangan itu hingga tak bersisa."Kita memang tak bisa bersatu, hiduplah lebih baik, aku juga akan demikian," lirihnya.Shera menyadari kesalahan dia dan keluarganua begitu fatal. Tak ada yang bisa membenarkan tingkah keji mereka. Tapi inilah hidup, semua harus di perbaiki.Mulai esok, takkan ada nama Gala lagi yang jadi pengusik jiwanya. Dia akan bangkit dari kegagalan bercinta. 'Semua pria sama saja, Gala tidak pernah mau berjuang dan tak mau memaafkan kesalahanku.'Shera trauma lag
Ratu Flora mengetuk pintu kamar Maysa. Saat terbuka, dia langsung menyeruduk masuk ke dalam Maysa."Bunda ingin tanyakan sesuatu sama kamu, Bunda mohon kamu jujur Maysa," ucap Ratu Flora.Sebagai Bunda tertua di istana, Maysa tak bisa menolak itu. Meski kejujurannya akan mengejutkan Bunda Jeval itu."Kau kenapa dengan Jeval?" tanyanya.Maysa tergugu. Dia malah menundukkan wajah."Maysa, Bunda mohon jawab, kamu dan Jeval kenapa?" Ratu Flora memaksa.Maysa mengeleng. Dia tak mau jujur bila hal itu. Ini aib baginya, bagi pernikahannya."Bunda tahu rencana pernikahan kalian, Jeval sudah menceritakan semua padaku. Maysa, kamubdan Jeval ada masalah apa sekarang? kenapa dia memohon-mohon sama kamu? tolong Maysa, saya ibunya, sata harus tahu yang terjadi dengan anakku," kata Ratu Flora.Maysa kasihan dengan Ratu Flora. Dia mulai berani mengangkat wajahnya.
Para pelayan itu hanya mengangguk tanpa mengerti apa yang di katakan Foland tentang Jeval. Sementara Bun Great diam tak berkutik. Mata kepalanya menyaksikan peristiwa Jeval dan Maysa itu. Dia ingin menolong Maysa saat itu tapi takut bila malah menggemparkan istana. Hjngga dia hanya bisa bersembunyi di balik tiang menyaksikan tangis Maysa."Bailklah, kalian kembali istirahat, tapi bila ada yang sampai berbohong, awas saja!" Foland mewanti-wanti pelayannya.Foland keluar dari ruangan itu. Dia berpapasan dengan Arlesa yang sedang mencari Bun Great, sedari tadi dia menelpon Bun Great tapi tak ada jawaban. Foland sejenak menatap nanar Arlesa. Dia memang iri pada adiknya itu, tapi bagaimana pun Arlesa saudaranya, dia memiliki rasa kasihan karena musibah rumah tangga adiknya itu.Arlesa merasa aneh pada tatapan Foland. Dia membuang pandangan, sikap kaku membuat rasa keduanya berjarak. Foland berlalu meninggalkannya. Ada Bun Great k
Shera memeluk Gala. Sudah tak mau menolak lagi. Dia ingin kembali pada Gala. Menjadi kekasih yang baik seperti dulu. "Aku tahu, kita tidak bisa berpisah, tapi bagaimana dengan keluarga kita?" tanya Shera. Gala mengusap rambut wanitanya itu. "Untuk sementara kita jalani secara diam-diam saja." "Maafkan aku dan keluargaku, ya, aku saat itu terlalu berambisi jadi ratu, tapi tidak menyadari takdir seseorang itu berbeda-beda," ucap Shera. Gala menghela nafas. Memaafkan ayah Shera memang sulit baginya, namun bila itu untuk Shera, ia akan lakukan sepenuh hati. "Aku sudah maafkan kalian," sahut Gala. Tapi memaafkan bukan berarti dia tidak akan menyelidik ayah Shera itu. Gala akan menyembunyikan identitasnya dari Rajab. Di wandara ayah Shera itu memiliki andil, tapi bila di dunia nyata, dia harus mematuhi peraturan yang telah ada. "Bisakah kita ke rumahmu nanti malam? ayahmu tidak mengenalk
Bukti perawan?! Apa maksud pangeran Jeval?' batin Dalisah. Dia berjalan mundur dengan sigap Jeval menangkap tangannya. "Aku tidak ingin menikahi gadis kalau tidak perawan, apa kau masih perawan?" tanya Jeval makin liar. Entah setan apa lagi yang merasukinya hingga pada Dalisah pun dia berkata liar. "Pangeran saya masih perawan, tapi saya tidak ingin menikah dengan pangeran, saya mau pergi setelah Ratu Maysa mengizinkan saya," ucap Dalisah. Jeval berpikir sejenak, dengan membalas perlahan rasa Maysa dan Arlesa, doa bisa memanfaatkan Dalisah, menikahi dia dan menjadikan dia ratunya sementara tentu akan buat orang tua Inara itu akan terkejut, merasa sakit hati. Tak ada perempuan lain yang bisa memerikan keduanya pelajaran hati tidak enak selain Dalisah, pikir Jeval. "Aku tidak akan menyentuhmu, tapi aku mau buat persetujuan sama kamu, kita menikah untuk sementara waktu, aku akan memberimu kedudukan ratu dan hartaku sebagian, m
Sean mengelilingi seluruh kota bersama keempat pengawalnya. Namun sosok Luna tak ia temukan, jalanan yang ia telusuri tak memberikan jejak Luna sedikitpun. Alhasil Sean menyimpulkan yang sedari tadi ia curigai."Stop kita mencari seperti manusia," ujar Sean."Kenapa, Pangeran?" tanyanya pengawalnya."Luna tidak ada di dunia manusia, kita telah di tipu oleh jin Wandara itu."Keempat pengawalnya menyimpulkan demikian, bila tak menemukan jejak di dunia manusia maka alam jin cara yang paling tepat untuk mereka.Sean yang saat itu terdiam mencari cara agar Ray bisa ia bawa ke Sarajana. Itu cara yang tepat melindungi anaknya agar tak di ganggu oleh orang-orang yang ingin berniat jahat di dunia manusia."Ikut saya, kita ke kembali ke Sarajana membawa Ray," titah Sean.Keempat pengawalnya menurut saja, meskipun mereka khawatir ini akan membuat kerajaan Sarajana gempar dengan kehadiran Ray di ist
Sean menuju ke kota dengan mengunakan taksi, ia seolah-olah menjadi manusia pada umumnya. Di dalam taksi, dia mempersiapkan kata-kata ketika menemui Luna. Terbersit di pikirannya agar lebih baik jujur pada Luna tentang siapa dirinya sebenarnya. "Apakah dia akan takut? mungkinkah dia mau menerimaku setelah dia tahu aku ayah Ray?" Sean bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Laju taksinya kian cepat, berharap semau akan baik-baik saja setelah bertemu dengan Luna. Namun tiba-tiba, ada seseorang berjubah hitam menghadang taksi itu. Rem di injak mendadak oleh supirnya, Sean yang berada di jok belakang ikut pula terpental ke depan. "Ya ampun! siapa sih, orang itu?" gerutu supir taksi. Pria berjubah hitam itu begitu pelan melewati mereka, sedetikpun tak melirik ke arah mobil, langkahnya bagai zombie yang sedang berjalan. Sean yang curiga berinisiatif untuk turun dari taksi, tapi ia cegah oleh supir itu. "Jangan, Bang. Bis
Usai upacara adat, Sean segera bubar dari tatanan keluarga kerajaan. Man Ras melirik ke Raja Rahadian, mimik ayah Sean itu terlihat menyimpan ketidaksukaan pada sikap anaknya."Maaf pangeran, jangan pergi dulu," ucap Man Ras pada Sean."Apalagi, Man Ras?""Ada banyak yang Pangeran harus kerjakan, jangan pergi.""Saya belum jadi Raja, jadi biarkan saya menikmati kebebasan dulu, lagi pula saya memiliki urusan yang sangat penting, ini menyangkut Raja Arlesa," kata Sean yang terpaksa berbohong. Dengan membawa nama Arlesa, dia tahu nyali ayah dan Man Ras akan ciut mencegatnya.Tanpa membuang waktu lama, Sean menaiki kuda putihnya. Memacu dengan cepat menuju gerbang dimensi yang tak jauh dari kebun kopi milik kerajaan."Tunggu aku, Luna. Aku harus jujur, tapi apakah kau akan menerima kejujuran itu?"Sean tak henti bertanya-tanya dalam hat
Luna masih memikirkan semua kalimat Sean yang penuh makna. Dia membocorkan Ray sembari membandingkan wajah pria yang tampan itu. "Ah, kenapa kamu jadi ide dia sih, Lun.." Luna menggerutu seorang diri. Bayangan Sean tiga hari belakangan ini berkelebat di pikirannya. Seolah hati dan pikirannya menanti Sean namun kegengsian buat dia harus menolak semua keinginan itu. Dari luar ada suara Cia mengetuka memanggilnya. Luna beranjak membuka pintu kamarnya.
Luna membenamkan kedua mata. Sentuhan Sean memabukkan dirinya, lupa daratan bahwa ada Ray yang menyaksikan mereka tanpa berkedip. Anak bayi yang bertingkah lucu itu sesekali menjerit kegirangan saat ibunya mengeluarkan desahan karena kecupan Sean yang menyerang di leher. "Mari kita ulang kembali kenikmatan itu," lirih Sean dengan kalimat yang penuh arti. Luna tak mendengar jelas apa yang di katakan Sean, hanya hembusan nafas yang hangat tersembul mesra di belakang telinganya. Mungkin karena gairah yang telah memuncak sehingga barisan kata Sean tak terbaca lagi olehnya. Sean membaringkan tubuh Luna di kasur lagi, menciumi punggung Luna dari arah belakang. Desahan kecil sudah mulai rutin menghiasi mulut mantan istri Hadi itu. Tangan kannanya menyusup di selipan pelindung dua benda kenyal milik Luna, meremas juga memilin-milin puting coklatnya. "Hamm.. Ahh.." Desah Luna. Sean perlahan melepas baju Luna,
Luna sedang membereskan butik bersama Bu Cia. Saat itu Ray ia titipkan di pengasuh lagi. Cia sudah mulai merenanakan untuk membuat Luna tersiksa setaip harinya. Ibu kandung Shera itu membuatkan teh Luna menaruh obat pencuci perut ke dalamnya. Ini cara halus untuk membuat Luna kelelahan dan tersiksa untuk menebus dendamnya atas kematian Shera."Bu Cia tolong bersihkan ruang jahit ya, aku ingin istirahat dulu, oh ya makasih teh nya," ucap Luna.Cia hanya mengangguk, dia masuk ke dalam ruang jahit seraya tersenyum miring, meski itu hanya hal kecil, namun ia tahu Luna akan merasa tidak nyaman hingga hari esok.Sembari mengamati desain butiknya, Luna menyeruput teh hangatnya tak henti-henti. Ia teringat tenang baju-baju yang sobat di pakai oleh Ratu Risani saat bertemu dulu. Baju Ratu ke empat wandar itu sangat elegan dan mewah, tak pernah ia lihat sebelumnya koleksi itu ada di dunia manusia. Tercetus di benak Luna unt
Maysa keluar dari kamar Dalisah, begitu pun pula Almira, rombongan itu akan kembali ke istana utama, tetapi mereka tak sengaja bertemu dengan Jeval.Maysa yang masih saja trauma dengan kisah antara dia dengan Jeval hanya melempar senyum lalu menundukkan wajah. Tentu istri Arlesa itu merasa tidak nyaman dengan pertemuan tiba-tiba mereka itu. Sementara Almira menyinggung senyum cantik pada suami Dalisah itu, sejak. Di bangku sekolah dasar, Almira memang menyimpan rasa terhadap Jeval."Terima kasih kalian sudah menjenguk Dalisah,"ucap Jeval.Maysa hanya mengangguk-angguk. Tak sanggup membalas ucapan terima kasih Jeval, keintimandan cinta sesaat yang pernah mereka lalui tentu buat keduanya gugup bilang bertemu."Maaf, kami harus kembali ke istana utama," kata Maysa pamit berlalu begitu saja melewati Jeval. Suami Dalisah itu hanya bisa menghela nafas, dia tahu Maysa masih trauma akan perlakuannya terdahulu.
Almira tahu Dalisah sakit parah, untuk menghilangkan rasa pemasarannya, dia mengejar Maysa yang hampir masuk ke dalam litf. "Tunggu, Ratu." Almira mengejar sembari berteriak memanggil nama Maysa. Para pengawal saat itu geram akan tingkah anak dari menteri sosial itu karena sudah lancang pada Ratu utama wandara. "Ya, Almira, Ada apa?" tanya Maysa. "Maaf yang mulia, Ratu. Saya sudah menghambat Ratu, bolehkah juga saya menjenguk Ratu Dalisah?" pinta Almira. Maysa terdiam sejenak, dia tahu, sebagai pengurus ketaatan istana wandara, Almira juga sangat dekat dengan Ratu Wandara lainnya, termasuk pula dengan Dalisah. Karena menurut Maysa itu hal baik, dia pun mengiyakan permintaan Almira yang ingin ikut menjenguk Dalisah di ruang rawat istri Jeval itu. "Baiklah, ayo kita sama-sama besuk Ratu Dalisah," kata Maysa. Mereka masuk lift, menukik ke lantai atas bagian istana ke empat wilaya
Satu tahun kemudian, Jeval berdiri melihat sosok Dalisah yang agak pucat, istrinya itu terlihat tak memiliki daya untuk bergerak. Dalisah memang saat itu sedang hamil besar. Selama kehamilannya, dia terus saja sakit-sakitan, bahkan hari-hari ia habiskan hanya berdiam diri di tempat tidur. Ada penyakit yang sulit di sembuhkan oleh dokter senior Wandara. Berbagai upaya Kebal telah lakukan agar dia bisa menyembuhkan istrinya dan bayi yang di kandung Dalisah tetap pula selamat. "Kamu sangat pucat, kamu makan dulu ya," kata Jeval. "Aku tidak lapar, entah kenapa semua terasa pahit tak bergairah," ujar Dalisah. Jeval akhir-lahir ini merasakan tidak enak, pikirannya selalu takut bila kehilangan Dalisah. Semenjak di nobatkan sebagai Raja ke empat, Jeval belum maksimal menjalankan tugasnya itu, ini karena kesehatan Dalisah yang kian menurun. "Usia kandunganku sudah sembilan bulan, aku boleh minta sesuatu padamu," kata Dal