Hai, aku wolfy... Penulis cerita ini. Simak juga ceritaku yang lainnya... WANITA UNTUK MANUSIA BUAS (sudah tamat tapi sulit sekali mendapat kontrak dari GOODNOVEL) PAMANKU SUAMIKU MENJEMPUT ISTRIKU DUNIA MANUSIA BUAS SUAMIKU YANG BERBAHAYA KARENA KEBODOHANKU, AKU HAMPIR KEHILANGAN SUAMIKU SINGA BETINA MILIKKU (sequel lanjutan dari WANITA UNTUK MANUSIA BUAS, hanya saja kali ini wanita dari DUNIA MANUSIA BUAS yang terlempar ke DUNIA MODERN dan bertemu dengan CEO gahar.
Hukum pernikahanMereka yang melihat kejadian itu hanya bisa mengelus dada sambil geleng kepala, sejak dulu Fahri memang di kenal sebagai seorang yang amat mudah tersulut emosi. Rumah tangganya yang baru seumur jagung juga hancur karena emosi yang tidak bisa di tahan olehnya, membuat dua mantan istrinya tidak tahan dan meminta cerai."Ya Allah... Ada-ada aja... Kesambet apa tuh bocah?!'' seru Pak RT sambil geleng-geleng kepala.''Ga apa-apa pak... Mungkin emang dia lagi banyak pikiran aja,'' ujar Ardan menanggapi dengan ramah.Ardan memang tulus, dia tidak ambil pusing dengan tuduhan Fahri. Tapi, Gavin justru mulai kaku menahan emosi, untung Dewi segera datang menyeret kakaknya pulang.''Owh iya, Dan, mengenai surat nikah kamu...'' ujar Pak Amil mengalihkan isu Fahri.''Ya, gimana pak?'' tanya Ardan menanggapi Pak Amil dengan antusias.''Cie cie... Ga sabaran amat, ama SIMnya (SURAT IZIN MENIKAH)...'' ledek Pak RT membuat Pak Amil dan Gavin ikut terkekeh.''Bisa aja pak RT, jelas senen
Nostalgia lima sekawan bag 1''Gua tadi denger dari si Mail, lu ribut ama si Fahri!'' tegur Rio.''Eleh... Ribut apa? Tegor sapa aja...'' sahut Ardan menanggapi.''Iya, kali... Si Mail aja, kalo cerita dilebihin...'' tukas Riki.''Sorry ya, Dan... gue baru bisa nongol sekarang, gue baru balik,'' ujar Riki dengan tulus turut berbela sungkawa atas meninggalnya Pak Arga dan Ibu Aisyah.''Iya, Maklum deh, kita lagi ada liputan di luar kota kemaren, seminggu...'' ujar Rio menambahkan.Riki dan Rio dua sahabat Ardan yang bekerja di stasiun televisi. Mereka bertugas mencari dan meliput berita. Karena pekerjaan itu juga mereka sering berada di luar kota, kadang hanya sehari atau dua hari, tapi bisa juga sampai berminggu-minggu. Tergantung dari tema berita yang sedang diliput.''Kagak apa-apa, lu pada mau nongol nyempetin diri aja, gue udah seneng banget... Gua tahu, elu-elu pada juga capek, belom pada istirahat. Lu baru aja nyampe kerumah,'' jawab Ardan sembari menepuk kedua temannya yang dudu
Nostalgia lima sekawan bag 2''Lah emang iya. Cewek mana yang nembak, kagak pernah ada yang lu tolak, kecuali elu emang lagi jalan ama cewek, tapi kalo lagi kosong... Kagak peduli yang mana, elu hajar aja!'' sahut Rio.''Suek... Enggak gitu juga keles! Sialan! Gue juga punya mata, kebeneran aja yang nyamperin emang lagi ngepas...'' kilah Ardan menimpali.''Lu kira celana...'' tukas Riki menimpali disambut tawa mereka.''Diantara kita belima, paling banyak punya cewek elu, Dan...'' sahut Andi.''Iya bener, gimana enggak... cewek, ama dia paling tahan enem bulan... Rata-rata tiga bulan pada cabut sendiri!'' seru Riki menambahkan.''Bener tuh! Makanya, kok bisa... Mereka mundur secara teratur tanpa drama, itu yang gue salut dari elu Dan,'' Rio ikut melanjutkan.Teman-teman Ardan masih asyik dengan nostalgia masa lalu mereka. Ardan bukan playboy, tapi posisi pacar memang nyaris tidak pernah kosong untuk Ardan. Hanya saja dalam setahun, Ardan bisa berganti pacar lebih dari empat kali.Tidak
Miss Kunti di belakang rumahTidak terasa dua minggu telah berlalu sejak kematian Pak Arga dan Ibu Aisyah. Kembali malam ini di gelar acara tahlil lima belas hari sebagaimana biasa adat di kampung jika ada yang meninggal.Setelah Ardan puas berbincang ria dengan teman-temannya, dia menutup pintu dan ketika dia memasuki dapur untuk meletakkan beberapa perabot bekas makanan dan minuman tadi saat dia mengobrol bersama teman-temannya. Ardan sedikit terkejut karena merasa mendengar sesuatu yang aneh.HIK HIK HIKSayup-sayup terdengar suara isak tangis dari arah belakang rumah.''Astaghfirullah, apaan tuh?'' tanya Ardan, dia bergumam dengan tampang serius memikirkan sesuatu, ''Masa' sih?!'' pekiknya dalam keadaan berbisik.''Kalau iya Miss Kunti, gua pantek paku di palanya bisa enggak ya?...'' tanya Ardan, dia bergurau menghibur dirinya sendiri, ''Apa jin cewek? Siapin botol, kalo kek gitu mah...'' tambahnya lagi dengan santai.Perlahan dia berjalan menghampiri pintu belakang yang tertutup,
Menangis sendirianDegup jantung Aruna berdetak menjadi semakin cepat, diiringi deru nafasnya yang memburu. Dari jari Ardan yang kulitnya bersentuhan langsung dengan kulit Aruna. Dia bisa dengan jelas merasakan ketegangan istri kecilnya.''Dah...'' ujar Ardan saat kain peniti hijab Aruna terbuka, ''Kan, kalau begini enak, jadi nyaman. Di rumah, masih aja rapet nutup aurat,'' lanjut Ardan menambahkan.''Kan, tadi masih rame orang...'' jawab Aruna.''Iya... Abang ngerti, tapi sekarang kan wayahnya istirahat,'' sahut Ardan, ''Tuh liat!'' seru Ardan sembari menunjuk ke arah jam dinding di tembok kamar Ardan, ''Jam setengah dua Run...'' tambah Ardan memperjelas arah jarum jam menunjuk.''Ya... Udah atuh, Aruna ke kamar...'' jawab Aruna sembari mengangkat tubuhnya, tapi segera di tarik lagi oleh Ardan.''Kamar mana?'' tanya Ardan segera menyahut, menyela Aruna.''Kamar Runa...'' jawab Runa polos.''Emang, kenapa kalo di sini?'' tanya Ardan menyelidik.''Ini pan kamar abang,'' jawab Aruna.''
Ikan Asin bag 1Ardan mengerti, hal yang tak terlihat. Aruna tampak biasa saja, tapi psikisnya sebetulnya sedang dalam tekanan berat. Meringkuk sendirian di belakang rumah tengah malam, adalah bagian dari nalurinya yang mencari tempat aman, dia sedang butuh pelampiasan untuk mengeluarkan air matanya.Aruna juga menceritakan bagaimana Aruna merasa seperti sedang di awasi sejak dia pulang dari rumah sakit. Dia juga sering sekali mendengar beberapa orang berbisik dan meliriknya. Kadang-kadang ada yang dengan lantang mencibirnya. Tapi, baru beberapa hari ini dia dengan jelas menyadari kalau cibiran-cibiran itu mengarah padanya.Tadi, setelah mereka semua selesai dengan urusan acara tahlil lima belas hari. Nenek Sundari, Kartiah dan beberapa yang lain sempat menghardik Aruna dengan kata-kata yang Aruna tidak mengerti maksudnya. Aruna sangat ingin memperjelas sesuatu pada mereka tapi Aruna urung melakukannya, karena Ardan juga masih asyik berbincang dengan teman-temannya di teras depan. Meli
Ikan Asin bag 2''Tapi Run, abang jadi pingin...'' bisik Ardan di telinga Aruna.''Apanya?!'' tanya Aruna dengan matanya yang melotot dan pikirannya yang menerawang jauh kemana-mana.''Ikan asin!'' jawab Ardan, lagi-lagi di lakukannya di telinga Aruna sembari tersenyum nakal.''Abang!'' seru Aruna dengan wajah memerah, dia merasa malu karena berpikir hal lain tapi menutupinya dengan marah pada Ardan.''Ihh apaan sih?!'' seru Ardan meledek Aruna sembari tersengih-sengih, ''Makan...'' ujar Ardan lagi menekan kalimatnya, ''Makan Run... Abang pingin makan ikan asin!'' lanjut Ardan lagi, ''Sekarang, siapa coba yang ngaco?!'' seru Ardan bertanya sembari mencubit pipi Aruna.''Iiihhh!'' dengus Aruna, ''Dasar!'' seru Aruna kesal, ''Iya. Entar Runa masak ikan asin buat abang. Tapi, temennya ama apa?'' tanya Aruna lagi menanggapi permintaan Ardan dengan serius.''Urap! Keknya enak tuh, ama sambel, terus, pake perkedel'' jawab Ardan sembari menjilat bibirnya, ''Tapi, bikinnya, pake blender aja! T
Masa lalu Ardan dengan wanitaKembali lagi ke Bab 40 Ikan asin bag 1*****Aruna sempat terdiam dengan pernyataan tegas Ardan. Tapi, akhirnya dia memutuskan, bahwa sekarang ini adalah kesempatan yang tidak boleh terlewatkan. Karena Ardan sendiri yang membuka kesempatan untuk Aruna mencari tahu segala sesuatu tentang suaminya, agar di lain hari Aruna tidak menyesali kebungkamannya. Aruna banyak belajar kalau yang terpenting dari sebuah rumah tangga adalah komunikasi yang akan melahirkan kepercayaan dari dua kepala, walau, itu semua adalah asumsinya dari keisengannya membaca novel atau komik.''Abang enggak akan ngehindar lagi?'' tanya Aruna memastikan.Ardan menggelengkan kepalanya sambil tersenyum menjawab Aruna dengan ekspresi meyakinkan.''Bener?!'' seru Aruna masih berusaha memastikan dengan jelas sejelas-jelasnya. Ardan mengangguk menanggapi Aruna yang sedang antusias dengan beberapa pertanyaan yang telah siap di kepalanya.''Yakinlah, abang akan jawab dengan jujur pertanyaan Runa.