Nenek Halimah yang sudah tidak lagi bisa memendam emosinya, berulang kali marah pada Ardan sambil memukul-mukul Ardan melampiaskan emosi yang sudah bertahun-tahun di tahan olehnya.
''Lah. Nangisnya udahan cing?!'' ujar Ardan menggoda bibinya sambil menerima dengan tulus pukulan sayang darinya.
''Udah!... Ilang sedih gue, gegara liat tampang lu. Tega banget lu sama orang tua. Lebaran aja lu kagak balik. Giliran lagi begini aja. Baru lu balik. Masa nunggu abang lu mati dulu baru lu nongol Dan...'' ujar Halimah malah semakin emosi sampai tidak bisa menahan kata-katanya.
Air mata Nenek Halimah kembali berurai, mengingat Ardan yang sudah bertahun-tahun tidak jelas apa yang dia lakukan dan bagaimana keadaannya selama ini. Sekarang dia juga kehilangan keponakan sulung yang bijaksana. Kesedihan wanita tua ini sudah bertumpuk-tumpuk membuatnya kehilangan kontrol untuk mengendalikan dirinya.
''Cing... Cing... Ampun cing... Udah... Ardan minta jangan di terusin lagi tuh omongan. Jangan... Iya, Ardan minta maaf'' ujar Ardan langsung sujud, bersimpuh di kaki perempuan tua yang sudah renta itu.
''Astagfirullahal adzim... Astagfirullah... Tuh 'kan! Elu sih... Mancing emosi gue, ampir aja gue ketelepasan...'' ujar Halimah beristigfar ketika tangannya di pegang oleh suaminya.
Kakek Wawan mengingatkan Nenek Halimah agar tidak terbawa emosi yang bisa menyebabkannya malah berkata-kata buruk apa lagi tidak pantas. Karena walau dia bukan ibu yang melahirkannya tapi kata-kata bisa menjadi doa, karenanya lisan harus di jaga.
**
Jabir Ibmu Abdullah Ra, telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda,
“Janganlah kalian mendoakan kebinasaan terhadap diri kalian, janganlah kalian mendoakan kebinasaan terhadap anak-anak kalian, janganlah kalian mendoakan kebinasaan terhadap pelayan kalian, dan jangan pula kalian mendoakan kemusnahan terhadap harta benda kalian agar jangan sampai kalian menjumpai suatu saat Allah yang di dalamnya semua permintaan diberi, kemudian (doa) kalian diperkenankan.” (Muslim Kitabuz Zuhd Raqaaiq 5328 dan Abu Dawud, Kitabush Shalat 1309).
Jamaal mengatakan adakalanya Ayah atau Bunda yang terganggu dengan ulah anaknya malah mendoakan keburukan untuk anaknya. Ini sangat berbahaya karena doa tersebut bisa saja dikabulkan.
“Ada tiga macam doa yang tidak diragukan lagi pasti diterima, yaitu doa orang yang teraniaya, doa seorang musafir, dan doa orang tua kepada anaknya.” (Tirmidzi, Kitabul Birri Wash Shilah 1828).
**
Nenek Halimah memang bukan wanita yang melahirkan Ardan tapi dia adalah adik ipar dari ayah dan ibunya, yang menyayanginya dan merawatnya seperti ibunya sendiri. Ardan yang kehilangan ibunya saat dia di lahirkan, saat itu juga posisi untuk mengasuh Ardan di tempati oleh Nenek Halimah.
Karena satu dan lain hal itu juga, Ardan cukup takut dengan marahnya Halimah padanya. Sebagai seorang muslim tentu dia sangat menghormati wanita yang sudah merawatnya sejak masih bayi.
**
Beberapa waktu tadi mereka semua masih berduka dengan kepergian Pak Arga dan Ibu Aisyah. Tapi, walau hanya sedikit setidaknya kehadiran Ardan cukup menenangkan kedua orang tua yang sudah renta. Nenek Halimah dan juga Kakek Wawan jadi sedikit terhibur dengan bujuk rayu Ardan. Begitu pun Gavin, dia yang tadinya resah dan bingung memikirkan bagaimana harus menggantikan posisi ayahnya karena dia sekarang adalah pria yang tertua di keluarganya sekarang. Dia sekarang bisa sedikit lega dan tenang dengan kehadiran paman yang sudah seperti kakak sekaligus sahabat baginya.
"Runa udah siapin semua barangnya?" tanya Ardan pada Aruna yang kembali melanjutkan mengepak pakaian ke dalam tas setelah mengantar Nenek Halimah dan Kekek Wawan pulang.
"Udah mang..." jawab Aruna.
"Bentar ya, mandi dulu... Entar di anterin ke rumah sakit" ujar Ardan.
"Runa berangkat sendiri aja enggak apa-apa kok... Mamang capek, istirahat aja dulu" ujar Aruna menanggapi Ardan.
"Enggak apa-apa kok... Lagian harus ada yang di urus" jawab Ardan sambil menepuk lembut kepala Aruna yang sedang duduk di pinggiran tempat tidur kemudian melangkah pergi menuju kamar mandi.
Gavin menatap mereka berdua dengan tatapan aneh dengan wajah bingungnya. Dia ragu-ragu untuk menghampiri Aruna dan sempat megurungkan niatnya, tapi, akhirnya dia kemudian kembali lagi dan bicara dengan Aruna.
''Run...'' panggil Gavin, tapi dia kemudian sempat terdiam menatap Aruna sesaat setelah memanggilnya.
Gavin terlihat ragu saat ingin mengucapkan sesuatu sambil terus berdiri memandang Aruna, dia berdiri di kusen pintu kamar Aruna menatapnya dengan sorot mata yang menunjukkan kalau dia sedang mengasihaninya.
''Kenapa?'' tanya Aruna sambil mengernyitkan dahi, dia heran dengan kelakuan Gavin.
''Elo...'' ujar Gavin menjawab, tapi lagi-lagi, kata-katanya terhenti.
''Ish!... Apaan sih?! Ngomong buruan! Kek Sapi mau di potong lu...''
''Sialan... Lebaran haji masih jauh''
''Nah elo... Kelipak-kelipuk, kagak puguh... Bikin gue jadi tambah penasaran...''
''Elo, beneran?''
''Apanya Gavin?... Yang jelas kalau ngomong tuh...''
''Mau nikah ama om gue...''
''Kan udah... Pe' A!'' seru Aruna menyahut ketus.
''Hah?!'' seru Gavin dengan wajah melongo, dia jadi tambah heran.
''Lah... Udah Gavin. Mang Ardan udah ijab kabul di Rumah Sakit di depan bapak'' ujar Aruna dengan dahi mengernyit menatap tajam ke arah Gavin.
Gavin tersentak kaget dengan wajah anehnya yang terlihat semakin bodoh, otaknya masih belum mau mempercayai apa yang di dengarnya barusan dari Aruna. Gavin memikirkan nasib perempuan yang telah menjadi adiknya empat tahun yang lalu, sekarang harus mengalami semua masalah ini karena kedua orang tua mereka mengalami kecelakaan beberapa hari yang lalu.
**
Ramai riuh gemuruh orang yang mendengar suara keras dari decitan Rem mendadak yang kemudian di sambung dengan suara hantaman mobil yang menabrak. Jeritan histeris dari beberapa orang yang melihat langsung kejadian bergema di sekeliling tempat kejadian perkara. Seketika itu juga TKP menjadi macet, beruntung ada petugas polisi lalu lintas di situ yang dengan segera datang mengamankan area lokasi kecelakaan.
Petugas Polisi lalu lintas segera memanggil pusat komando untuk dimintai bantuan, karena tidak mungkin dia sendirian bisa mengendalikan situasi yang dengan cepat memancing kerumunan orang. Petugas itu juga dengan cepat dan sigap segera menghubungi Rumah Sakit untuk segera mengirim Ambulans.
Suara Sirene ambulans meraung-raung meninggalkan tempatnya di parkir sebelumnya segera melaju ke tempat di mana dia dibutuhkan. Karena kondisi jalanan yang memang di kenal ramai dan pengendara yang tidak ramah terhadap keadaan darurat sulit bagi mobil Ambulans untuk melaju menerobos ramainya kendaraan yang lalu lalang di jam sibuk. Butuh waktu cukup lama untuk Ambulans bisa segera tiba di lokasi kecelakaan.
Suara rem Ambulans berdecit terdengar setelah sampai di lokasi kejadian kecelakaan.
Suara pintu Ambulans di tutup setelah petugas turun dari mobil dan menghampiri petugas yang sedang berjaga di lokasi.
''Bagaimana situasinya pak?'' tanya seorang Petugas Ambulans saat dia turun dari mobil dan segera menghampiri petugas.
''Kejadian beberapa waktu yang lalu. Korban, dua orang. Mereka terhimpit di kursi pengemudi dan kursi penumpang di depan. Sepertinya keduanya suami istri. Karena wanitanya dalam kondisi hamil besar'' jawab POLANTAS yang bertugas.
''Baik kita akan periksa dulu. Pak sudah panggil DAMKAR?'' tanya Petugas Ambulans itu lagi.
''Sudah!'' seru Petugas POLANTAS itu menjawab.
''Nah itu mereka datang'' ujar petugas lalu lintas itu ketika mendengar suara sirene Blangwir semakin nyaring meraung-raung mendekati lokasi.
''Baik, kami akan terlebih dahulu memeriksa kondisi pasien dan kita akan segera bekerja sama mengeluarkan pasien yang terjepit'' ujar Petugas Ambulans menjawab.
Dua Petugas Ambulans itu dengan sigap dan cekatan mengeluarkan semua peralatan yang dibutuhkan. Melihat salah satu korban adalah seorang wanita yang sedang hamil besar mereka segera memeriksa kondisinya terlebih dahulu.
Petugas Ambulans segera mengeluarkan AED (automated external defibrillator) Nafasnya tipis berhembus tidak teratur. Degup jantungnya juga semakin lambat. Tidak lama setelah itu bunyi panjang keluar dari mesin. Kedua petugas itu saling lirik kemudian menggelengkan kepala.
Mereka segera membagi tugas. Salah satu menolong pria paruh baya di kursi pengemudi yang sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri. Salah satu petugas lagi bicara dengan petugas DAMKAR.
''Pasien wanita baru saja meninggal. Karena tubuhnya dalam keadaan terjepit sulit bagi kami melakukan CPR. Tapi, bayi di dalam perutnya kemungkinan besar masih bisa di selamatkan. Bantu kami untuk segera mengeluarkan tubuhnya dari mobil agar bisa segera menyelamatkan bayi dalam kandungannya'' ujar Petugas Ambulans itu menjelaskan situasi pada para Petugas DAMKAR.
''Baik. Segera kami laksanakan. Mohon bimbingannya agar kami tidak melakukan kesalahan saat evakuasi'' ujar komandan petugas DAMKAR itu menjawab.
''Tentu. Kita akan bekerja sama'' jawab petugas ambulans percaya diri.
Para Petugas dari Kepolisian lalu lintas, Petugas Ambulans dari Rumah Sakit, dan para Petugas dari Dinas pemadam Kebakaran saling bantu menangani situasi agar bisa segera di tangani dan jumlah korban tidak bertambah lebih banyak lagi.
Setelah beberapa waktu kedua korban berhasil di keluarkan dari mobil yang sudah ringsek keadaannya. Dengan segera keduanya di bawa ke Rumah Sakit terdekat untuk segera melakukan segala perawatan yang dibutuhkan.
''Ada keluarga korban yang bisa di hubungi?'' tanya seorang Petugas UGD pada tim yang membawa korban kecelakaan.
''Sedang di cari. Tapi, dari KTP yang di temukan korban memang sepasang suami istri'' ujar salah satu petugas.
''Tersambung. Ada nomor yang menjawab'' ujar POLANTAS dengan wajah semringah.
Dia, sejak dalam perjalanan tadi sibuk mencari-cari nomor telfon yang bisa di hubungi dari gawai yang tergeletak yang di duga milik Korban. Saat melihat ada nomor yang tertulis ''Jagoan kecilku'' segera petugas itu menghubungi. Setelah dia yakin melihat dari riwayat percakapan W******p keduanya.
''Halo selamat siang''
''Ya, selamat siang''
''Maaf, kami petugas kepolisian. Ingin memberi tahu keadaan darurat. Apa benar Anda mengenal pemilik telefon ini?''
''Ya. Ini nomor milik kakak saya''
''Bisa tolong sebutkan nama kakak Anda!''
''Arga Wiryawan usia 45 tahun''
''Baik. Mohon maaf kami harus menyampaikan berita duka ini. Korban atas nama Bapak Arga Wiryawan sekarang kritis di Rumah Sakit setelah mengalami kecelakaan. Kami harap Anda bisa secepatnya kemari untuk mengurus tindakan selanjutnya''
''Kecelakaan?! Baik saya segera ke sana. Pak, tolong lakukan apa saja tindakan yang di perlukan untuk menyelamatkan kakak saya. Jangan khawatir masalah biaya akan saya urus semuanya'' ujar pria itu dengan nada suara yang terdengar cemas dan gugup.
''Baik. Kami sudah berupaya melakukan yang terbaik yang bisa kami lakukan. Sebaiknya Anda segera kemari agar lebih jelas!''
''Baik. Saya segera meluncur ke sana''
**
Hai, aku wolfy... Penulis cerita ini. Simak juga ceritaku yang lainnya... WANITA UNTUK MANUSIA BUAS (sudah tamat tapi sulit sekali mendapat kontrak dari GOODNOVEL) PAMANKU SUAMIKU MENJEMPUT ISTRIKU DUNIA MANUSIA BUAS SUAMIKU YANG BERBAHAYA KARENA KEBODOHANKU, AKU HAMPIR KEHILANGAN SUAMIKU SINGA BETINA MILIKKU (sequel lanjutan dari WANITA UNTUK MANUSIA BUAS, hanya saja kali ini wanita dari DUNIA MANUSIA BUAS yang terlempar ke DUNIA MODERN dan bertemu dengan CEO gahar.
"Selamat Siang korban kecelakaan atas nama Arga Wiryawan?!'' seru pria gagah dan tinggi bertanya di meja resepsionis Rumah Sakit.''Oh! Iya pak. Tunggu sebentar, kami periksa dulu datanya...'' ujar petugas resepsionis itu terkejut karena pria tinggi dengan penampilan urakan itu tiba-tiba muncul di hadapan mereka.''Iya. Ada pak. Korban kecelakaan atas nama Pak Arga Wiryawan 45 tahun''''Iya betul''''Beliau ada di IGD. Ruang Triage merah bagian kritis. Silakan bapak langsung ke IGD saja dan bertanya lagi dengan petugas di sana''''Baik, terima kasih''Segera pria itu pergi meninggalkan petugas resepsionis dan bergerak menuju IGD yang di tunjuk petugas resepsionis tadi. Dia segera masuk ke dalam ruang IGD dan mencari ruangan IGD yang bertuliskan merah. Tepat di ruangan yang bertuliskan merah itu ada meja dokter yang berjaga.''Maaf dok, saya adik dari korban kecelakaan Bapak Arga Wiryawan''''Oh, sudah datang. Mari pak. Pak Arga ada di sini'' ujar dokter yang bertugas jaga di ruang IGD.
Ardan menitikkan air mata, mengingat pertemuan pertama dan terakhirnya dengan istri kedua dari kakak laki-lakinya. Dia hanya pernah melihatnya sekali, dan hanya pernah menyalaminya sekali saat mereka berdua menikah, itu saja. Dadanya terasa sakit, terbersit penyesalan di hatinya. Seandainya saja saat itu, dia bisa meluangkan waktu lebih banyak dan berbicara lebih banyak pada kakak iparnya.''Ibu Aisyah, istri Pak Arga meninggal di tempat kejadian perkara, tapi anak dalam kandungannya berhasil di selamatkan'' ujar dokter memberitahu sesuatu yang membuat Ardan terkejut.''Anak?!'' seru Ardan terpekik kaget.''Benar pak, Ibu Aisyah sedang mengandung. Anak kembar, usia kandungannya sudah cukup bulan'' dokter menjawab dengan wajah semringah.''Di mana anak-anak itu sekarang Dok?'' tanya Ardan dengan sangat bersemangat.''Ada di ruang NICU'' jawab dokter itu dengan wajah sedikit memelas.''Bagaimana keadaan mereka dok?'' tanya Ardan cemas.''Masih dalam pantauan. Pak Arga juga harus segera d
Aruna terdiam memperhatikan Ardan dari bawah ke atas dengan seksama, sedang berpikir apa yang harus di lakukannya pada tamu keras kepala di hadapannya. ''Cepetan dong!'' seru Ardan menghardik Aruna, ''Gue enggak bisa lama-lama'' ujarnya lagi mendesak Aruna. ''Eum gini aja...'' ujar Aruna acuh dengan wajah Ardan yang kembali dengan sikap seriusnya, ''Katanya pan adeknya bapak...'' ''Bukan katanya!... Tapi, emang gue adeknya'' potong Ardan yang sudah tidak sabaran. ''Ya, sabar dulu dong pak, denger dulu penjelasan saya. Enggak sabaran amat sih!?'' seru Aruna menghardik, '' Ya udah cepetan!'' seru Ardan langsung menyahut. ''Nah, 'kan berarti mamang dong... Karena adeknya bapak. Kalau begitu, bapak pasti punya nomor telepon bapak saya... Entar tunggu dulu!'' seru Aruna teringat sesuatu, dia meminta Ardan menunggu dengan kode tangannya, ''Maaf ya, saya tutup dulu pintunya...'' ujar Aruna masih dengan sopan tapi dia tetap menutup pintu bahkan menguncinya. ''Lah...'' ujar Ardan terperan
Sesampainya di Rumah sakit, Aruna segera mencari kamar tempat ayah tirinya di rawat. Sejak di bonceng ojek online tadi Aruna terus saja berusaha menghubungi Gavin dengan gawainya, tapi tidak bisa tersambung.''Gavin bego, ngapain aja sih?!'' seru Aruna bertanya sambil mengumpat, ''Dari tadi hp gak di angkat-angkat,'' ujar Aruna sambil meluapkan kekesalannya pada gawai di tangannya. ''Gavin!... Angkat dong!'' panggil Aruna ke gawainya dengan nada merengek dengan sangat kesal.Aruna terus saja menekan-nekan keypad di smartphonenya, bahkan sampai terdengar bunyi ketukan jarinya di layar smartphone.''Gavin!!!'' seru Aruna memekik, memanggil dengan gemas, masih dengan meluapkan kekesalan pada gawainya, ''Buat apa lu punya hp?!... Pas begini malah gak bisa di bel...'' ujar Aruna semakin kesal dia kemudian melanjutkan lagi meluapkan kekesalannya pada gawainya.Sambil menaiki lift yang membawanya naik, Aruna terus saja menggerutu meluapkan kekesalannya pada gawai yang sudah menemaninya bebera
Aruna yang masih sangat muda tak kuasa menghadapi amarah Karsih yang memang sangat membenci wanita-wanita jalang. Dan menurut Karsih, Aruna adalah salah satu dari wanita jalang menurut kriteria Karsih. Trauma masa lalu membuatnya membenci Aruna karena Insiden di masa lalu Aruna. Karsih menandai Aruna sejak saat itu, tidak peduli apakah yang dia dengar itu benar atau tidak.Kejadian itu terjadi tiga tahun yang lalu, tepat satu bulan sebelum Aruna lulus dari masa SMPnya. Tiga bulan semenjak Aruna memasuki rumah yang jadi tempat tinggalnya sekarang. Tepat tiga bulan setelah Ibunya Aisyah menikahi Pak Arga, ayah tirinya sekarang.***Kurang lebih ada sekitar seribuan lebih riuh ramai bising suara siswa dan siswi yang berhamburan keluar dari kelas masing-masing dan sebagian besar yang di buru oleh mereka adalah Kantin dan Toilet. Dari semua siswa dan siswi yang berlarian keluar dengan gembira karena akhirnya masa istirahat tiba juga. Ada seorang siswi yang ternyata malah sedang duduk dicera
Miss. Arin masih terganggu dengan pemandangan belum lama di lihatnya di lorong belakang sekolah tadi. Miss. Arin duduk termangu mejanya. Pikirannya menerawang terus memikirkan Aruna. ''Apa yang terjadi dengan anak itu?'' ''Apa yang aku lihat tadi, mungkinkah?!'' ''Kalau iya... Aku harus bagaimana?'' 'Haruskah kulaporkan pada kepala sekolah?' ''Bagaimana ini? Aku pusing... Tidak mungkin aku membiarkannya begitu saja...'' ''Ujian hanya tinggal seminggu lagi...'' Miss. Arin terus saja bergumam, dia bingung memikirkan tindakan apa yang harus di ambilnya sebagai seorang guru untuk menghadapi permasalahan Aruna yang sudah enam bulan di tanganinya. Tapi, sampai hari ini dia tidak bisa mendapatkan apa pun darinya. Sedang kan Kepala Sekolah juga telah berulang kali menegurnya.\ Kepala sekolah sudah berulang kali meminta Miss. Arin dan wali kelasnya untuk segera mengambil tindakan tegas perihal Aruna. Tapi, Miss Arin meminta untuk di berikan kesempatan sekali lagi pada Aruna, mengingat i
Sesampainya Gavin dan Aruna di rumah ternyata sudah ada seorang wanita sebaya mereka, menanti mereka, menghalangi pintu masuk di pagar rumah.''Vin!'' Atikah memanggil Gavin sambil berkacak pinggang, ''Pantesin elu enggak pernah mau pulang bareng gue... Elu balik nyamperin Aruna?!''Ternyata Atikah menghadang di depan pintu pagar rumah, menegur Gavin dan Aruna dengan ketus. Terlihat jelas kalau dia merasa kesal.''Owh! Elu Tik... Iya, emang napa?'' sahut Gavin malah balik bertanya dengan santainya, padahal dia tahu kalau Atikah sedang kesal.Gavin yang sudah sejak balita bermain bersama Atikah tahu betul dengan sifat manja Atikah. Selama ini biasanya Atikah akan di bonceng oleh Gavin saat pulang sekolah karena mereka bersekolah di SMP yang sama.''Kagak! Gue pikir elu jemput cewek elu...'' Atikah menjawab sambil melirik tajam pada Aruna yang duduk di belakang di boncengan motor Gavin.''Gua cuma bosen... Balik bareng elu mulu... Kali-kali, gue pen ganti suasana,'' ujar Gavin menjawab A
Gavin tahu kalau Aruna sudah mulai terpancing emosinya. Aruna yang baru tiga bulan menyandang status sebagai adiknya itu, tipe wanita keras kepala yang tidak mau kalah kalau dia merasa ada di posisi yang benar. Hal itulah yang di tangkap Gavin selama beberapa bulan mengenal Aruna. Hal itu sebetulnya tidak buruk tapi waktunya tidak tepat untuk saat ini. Bagi Gavin sekarang sebaiknya menghindari pertikaian dengan bibinya yang juga sama keras kepalanya seperti Aruna.*****''Bang! Karsih tauk semuanya... Karsih tauk, kenapa si Aisyah bisa keguguran...''''Maksud lu apa, Sih?! Ngegosip apa lagi lu... gue baru pulang tauk-tauk lu ngomong aneh...''''Bukan aneh, orang Karsih emang tahu kejadiannya...''''Jangan ngegosip! Apa lagi yang lu omongin bininya bang Arga...''''Karsih enggak ngegosip... Orang Karsih jelas denger sendiri, si Aisyah masuk rumah sakit pasti gegara dia kaget, itu dia kenapa jadinya dia keguguran... gegara ada guru yang dateng kerumah. Tuh guru, laporan semuanya ama si A